Anda di halaman 1dari 2

Dalam hal ini, bukan berarti Majelis Hakim dalam tingkat kasasi menghapus

Meteh Br. Karo-Karo Gurusinga karena statusnya adalah anak perempuan sebagai

ahli waris objek perkara yang berasal dari orang tuanya namun terlebih untuk

meninjau kembali tentang pembagian harta waris dari orang tuanya Deleng Karo-

Karo Gurusinga kepada saudara laki-laki almarhum Meteh Br. Karo-Karo

Gurusinga yang juga atas hak legitieme portie jika dilakukannya hibah wasiat

tersebut.

Atas dasar upaya persamaan dalam pembagian harta warisan antara laki-laki dan

wanita sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung tanggal 1 November 1961 No.

179 K/Sip/1961 adapun yang menjadi dasar-dasar pertimbangan dari putusan

Mahkamah Agung dalam, antara lain yang dikemukakan oleh Dr. Eman

Suparman, S.H., M.H., Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat,

dan BW yaitu:

(1) “Menimbang, bahwa keberatan-kebearatan tersebut berdasarkan atas

anggapan, bahwa di Tanah Karo tetap berlaku selaku hukum yang hidup,

bahwa seorang anak perempuan tidak berhak sama sekali atas barang

warisan yang ditinggalkan oleh orang tuanya:;

(2) Menimbang, bahwa Mahkamah Agung berdasar selain prikemanusiaan

dan keadilan umum juga atas hakikat persamaan hak antara wanita dan

pria, dalam beberapa keputusan mengambil sikap dan menganggap sebagai

hukum yang hidup di seluruh Indonesia, bahwa anak perempuan dan anak

laki-laki dari seorang peninggal warisan, berhak atas warisan, dalam arti

bahwa anak laki-laki sama dengan anak perempuan”;

(3) Menimbang, bahwa berhubung dengan sikap yang tetap dari Mahkamah

Agung ini, maka juga di Tanah Karo, seorang anak perempuan harus
dianggap ahli waris yang berhak menerima bagian warisan dari orang

tuanya”.

Yang sangat perlu ditinjau dari putusan ini adalah bahwa tujuan dari pembuat

undang-undang dalam menetapkan legitieme portie ini adalah untuk

menghindarkan dan melindungi ahli waris asal dari kecenderungan

menguntungkan orang lain karena adanya hibah wasiat yang dilakukan. Seperti

yang terjadi antara almarhumah Meteh Br. Karo-Karo Gurusinga yang menghibah

wasiatkan tanah warisan dari orang tuanya Deleng Karo-Karo Gurusinga kepada

anaknya Drs. Perayan Tarigan. Yang mana semestinya tanah warisan tersebut

dibagi dengan saudara-saudara laki-laki dari almarhumah Meteh Br. Karo-Karo

Gurusinga yaitu para penggugat intervensi, Tumbak Karo-Karo Gurusinga, Nuan

Karo-Karo Gurusinga dan Pelin Karo-Karo Gurusinga.

Hakikatnya rasa keadilan yang harus dipergunakan sejauh mungkin dan sesuai

dengan adat kebiasaan yang bertahun-tahun diuji bersama atas kebaikannya.

Bagaimanapun hukum adat yang telah berlaku di Indonesia merupakan hukum

asli dari Indonesia, tidak serta merta menghapuskan adat istiadat yang telah hidup

di dalam masyarakat. Namun, sebagai warga Negara Indonesia yang taat hukum,

sudah sepantasnya juga mematuhi hukum positif yang berlaku di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai