Anda di halaman 1dari 12

1a.

Anatomi Miokardium

Gambar 1 Jaringan otot jantung , Miokardium; sebagian lapisan otot permukaan pada ventrikel
kanan disingkirkan untuk memperlihatkan lapisan otot dalam; tampak ventral.
Gambar 2. Jaringan otot jantung,Myocardium; sebagian lapisan otot permukaan pada ventrikel
kiri disingkirkan untuk memperlihatkan lapisan otot dalam;

Permukaan sayatan pembungkus Myokardium setelah Sinus coronaries disingkirkan tidak


diperlihatkan

Tampak dorsal kaudal

Sobotta, Atlas Anatomi Manusia. Ed 15.2011

3a. definisi

PJK adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah
koroner, sehingga terjadi gangguan aliran darah ke otot jantung karena aterosklerosis.
Iskandar, Hadi, A., dan Alfridsyah. Faktor Risiko Terjadinya Penyakit Jantung Koroner Pada
Pasien Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh (Risk factors of coronary heart disease in
Meuraxa hospital of Banda Aceh). Jurnal AcTion: Aceh Nutrition Journal, Mei 2017; 2(1): 32-
42.

3b. Etiologi

Penyempitan arteri koroner ini biasa disebut arteriosclerosis, dan salah satu bentuk
arteriosclerosis adalah penyempitan karena lemak jenuh, yang disebut atherosclerosis. Dalam
proses ini, lemak-lemak terkumpul di dinding arteri dan penebalan ini menghasilkan permukaan
yang kasar pada dinding arteri dan juga penyempitan arteri koroner. Hal ini membuat
kemungkinan adanya penggumpalan darah pada bagian arteri yang menyempit ini. Jika darah
terus menggumpal, maka tidak ada lagi darah yang bisa mengalir karena darah ini diblok oleh
gumpalan darah yang sudah menjadi keras.

Iskandar, Hadi, A., dan Alfridsyah. Faktor Risiko Terjadinya Penyakit Jantung Koroner Pada
Pasien Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh (Risk factors of coronary heart disease in
Meuraxa hospital of Banda Aceh). Jurnal AcTion: Aceh Nutrition Journal, Mei 2017; 2(1): 32-
42.

3e. manisfestasi klinis PJK

1. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung
Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA, merupakan
PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara
tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau Sindrom Koroner Akut
(SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama
dan paling sering mengakibatkan kematian.1
2. Angina pektoris merupakan suatu manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner berupa
rasa nyeri atau tidak nyaman di dada. Rasa sakit tidak enak seperti ditindih beban berat di
dada bagian tengah adalah keluhan klasik penderita penyempitan pembuluh darah
koroner.2
3. Sebagian penderita PJK mengeluh rasa tidak nyaman di ulu hati, sesak nafas, dan
mengeluh rasa lemas bahkan pingsan, Sakit perut, mual dan muntah.2
Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Untuk
menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan yang seksama. Dengan
memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat
membedakan subset klinis PJK.2
1. Departemen Kesehatan RI . Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner
: Fokus Sindrom Koroner Akut, 2006. Tersedia dari URL:
http://pio.binfar.depkes.go.id/PIOPdf/SINDROM_KORONER_AKUT.pdf. Akses: Mei
22,2018.
2. PRATIWI, D. F. Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner
Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode 2009 (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta). 2011.

3f. Faktor resiko

Faktor risiko PJK dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu faktor risiko yang dapat
dikurangi, diperbaiki atau dimodifikasi, dan faktor risiko yang bersifat alami atau tidak dapat
dicegah. Faktor risiko yang tak dapat diubah adalah usia (lebih dari 40 tahun), jenis kelamin
(pria lebih berisiko) serta riwayat keluarga. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi, antara lain
dislipidemia, diabetes melitus, stres, infeksi, kebiasaan merokok, pola makan yang tidak
baik, kurang gerak, Obesitas, serta gangguan pada darah (fibrinogen, faktor trombosis, dan
sebagainya).

Faktor resiko PJK yang utama adalah: Hipertensi, Hiperkolesterolemia, dan merokok.
Ketiga faktor ini saling mempengaruhi dan memperkuat resiko PJK akan tetapi dapat
diperbaiki dan bersifat reversibel bila upaya pencegahan betul-betul dilaksanakan.

Sumber:
Iskandar, Hadi, A., dan Alfridsyah. Faktor Risiko Terjadinya Penyakit Jantung Koroner Pada
Pasien Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh (Risk factors of coronary heart disease in
Meuraxa hospital of Banda Aceh). Jurnal AcTion: Aceh Nutrition Journal, Mei 2017; 2(1): 32-
42.

3g. diagnosis

Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti. Diagnosis yang
tepat amat penting, jika diagnosis PJK telah dibuat terkandung pengertian bahwa penderitanya
mempunyai kemungkinan akan dapat mengalami infark jantung atau kematian mendadak.
Berikut ini cara-cara diagnostik:

1. Anamnesis
Pasien yang dating dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamesis secara
cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Anamnesis
berguna mengetahui riwayat masa lampau seperti riwayat merokok, usia, infark miokard
sebelumnya dan beratnya angina untuk kepentingan diagnosis pengobatan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan sebagai acuan pada PJK adalah denyut
jantung, tekanan darah, suhu tubuh dan kecepatan respirasi.
3. Laboratorium
Pada pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan profil lipid seperti LDL,
HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk menentukan faktor resiko dan perencanaan
terapi. Selain pemeriksaan diatas dilakukan pula memeriksaan darah lengkap dan serum
kreatinin. Pengukuran penanda enzim jantung seperti troponin sebaiknya dilakukan bila
evaluasi mengarah pada sindrom koroner akut.
4. Foto sinar X dada
X-ray dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan gagal jantung, penyakit
katup jantung atau gangguan paru. Adanya kardiomegali, dan kongesti paru dapat
digunakan prognosis.
5. Pemeriksaan jantung non-invasif
a. EKG merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk mendiagnosis PJK.
b. Teknik non-invasi penentuan klasifikasi koroner dan teknik imaging (computed
tomografi (CT) dan magnetic resonance arteriography. Sinar elektron CT telah
tervalidasi sebagai alat yang mampu mendeteksi kadar kalsium coroner.
6. Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner
Arteriografi koroner adalah Pemeriksaan invasif dilakukan bila tes non invasif tidak
jelas atau tidak dapat dilakukan. Namun arteriografi koroner tetap menjadi pemeriksaan
fundamental pada pasien angina stabil. Arteriografi koroner memberikkan gambaran
anatomis yang dapat dipercaya untuk identifikasi ada tidaknya stenosis koroner,
penentuan terapi dan prognosis.

Pratiwi, D. F. Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap
Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode 2009 (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta). 2011.

4a. definisi Angina Pektoris

Angina pektoris merupakan suatu manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner berupa rasa
nyeri atau tidak nyaman di dada, akibat berkurangnya pasokan oksigen ke daerah otot jantung.
Kata angina berasal dari kata “Anchein” bahasa yunani yang berarti “tercekik”, untuk
menerangkan rasa tidak nyaman, dapat pula berupa seperti rasa ditindih, diremas atau rasa berat.
Sedangkan kata pectoris berarti dada.

Departemen Kesehatan RI . Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner :


Fokus Sindrom Koroner Akut, 2006. Tersedia dari URL:
http://pio.binfar.depkes.go.id/PIOPdf/SINDROM_KORONER_AKUT.pdf. Akses: Mei 22,2018.

4d. Angina pektoris diklasifikasikan ada yang stabil dan tidak stabil.1

1. Angina pektoris stabil disebabkan iskemi miokard yang timbul bila ada aktifitas fisik atau
stress psikologis dan hilang bila beristirahat.
2. Angina pektoris tidak stabil adalah nyeri dada yang terjadi pada aktifitas fisik biasa dan
tidak hilang dengan istirahat. Jenis ini yang berbahaya dan perlu penanganan serius.

Klasifikasi derajat angina sesuai menurut Canadian Cardiovascular Society (CCS)2


1) CCS Kelas 1: Keluhan angina terjadi saat aktifitas berat yang lama
2) CCS Kelas 2: Keluhan angina terjadi saat aktifitas yang lebih berat dari aktifitas sehari-
hari
3) CCS Kelas 3: Keluhan angina terjadi saat aktifitas sehari-hari
4) CCS Kelas 4: Keluhan angina terjadi saat istirahat

1. Departemen Kesehatan RI . Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung


Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut, 2006. Tersedia dari URL:
http://pio.binfar.depkes.go.id/PIOPdf/SINDROM_KORONER_AKUT.pdf. Akses:
Mei 22,2018.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Panduan Praktik
Klinis (PPK) Tatalaksana Kasus 2015

4e. Manifestasi klinis Angina Pectorisa


Angina pectoris (AP) memiliki karakteristik:
1. Lokasi yang biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan penjalaran ke
leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung atau
pundak kiri.
2. Kualitas nyeri seperti rasa tertindih atau berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam
atau dari bawah diafragma, seperti diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanyanya
keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak napas serta perasaan takut mati.
3. Kuantitas nyeri yang pertama timbul biasanya agak nyata sampai kurang dari 20menit.
Nyeri hilang timbul dengan intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang
sampai terkontrol.
Sudoyo, A.W; Setiyohadi B; Alwi I; dkk. Buku Ajaran Ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Ed
6. Jakarta: Interna Publishing, 2014.

Jelaskan EKG

Jawab:
1. EKG adalah rekaman penyebaran keseluruhan aktivitas listrik jantung.
Arus listrik yang dihasilkan oleh otor jantung selama depolarisasi dan repolarisasi menyebar
ke dalam jaringan sekitar jantung dan dihantarkan melalui cairan tubuh. Sebagian kecil dari
aktivitas listrik ini mencapai permukaan tubuh, tempat aktivitas tersebut dapat dideteksi
dengan menggunakan elektroda perekam. Rekaman yang dihasilkan adalah suatu
elektrokardiogram, atau EKG.
Tiga hal penting dalam mempertimbangkan direpresentasi oleh EKG:
1. EKG adalah rekaman dari sebagian aktivitas listrik yang diinduksi di cairan tubuh oleh
impuls jantung yang mencapai permukaan tubuh, bukan rekaman langsung aktivitas
listrik jantung yang sebenarnya.
2. EKG adalah rekaman kompleks yang mencerminkan penyebaran keseluruhan aktivitas di
seluruh jantung sewaktu depolarisasi dan repolarisasi. EKG bukan rekaman satu potensial
aksi di sebuah sel pada suatu saat. Rekaman di setiap saat mencerminkan jumlah aktivitas
listrik di semua sel otot jantung yang sebagian mungkin mengalami potensial aksi
sementara yang lain mungkin belum diaktifkan. Sebagai contoh, segera setelah nodus SA
mengeluarkan impuls, sel-sel atrium mengalami potensial aksi sementara sel-sel ventrikel
masih berada dalam potensial istirahat. Pada waktu berikutnya, aktivitas listrik akan telah
tersebar ke sel-sel ventrikel sementara sel-sel atrium mengalami repolarisasi. Karena itu,
pola keseluruhan aktivitas listrik jantung bervariasi sesuai waktu selagi impuls mengalir
ke seluruh jantung.
3. Rekaman mencerminkan perbandingan dalam voltase yang terdeteksi oleh elektroda-
elektroda di dua titik berbeda di permukaan tubuh, bukan potensial aksi sebenarnya.
Sebagai contoh, EKG tidak merekam potensial sama sekali ketika otot ventrikel
mengalami depolarisasi atau repolarisasi sempurna; kedua elektroda "melihat" potensial
yang sama sehingga tidak terdapat perbedaan potensial antara dua elektroda yang
terekam
Pola pasti aktivitas listrik yang direkam dari permukaan tubuh bergantung pada orientasi
elektroda perekam. Elektroda dapat secara kasar dianggap sebagai "mata" yang "melihat"
aktivitas listrik dan menerjernahkannya menjadi rekaman yang dapat dilihat, rekaman EKG.
Apakah yang terekam adalah defleksi ke bawah atau ke atas bergantung pada bagaimana
elektroda diorientasikan dalam kaitannya dengan aliran arus di jantung. Sebagai contoh,
penvebaran eksitasi melintasi jantung "terlihat" berbeda dari lengan kanan, dari tungkai kiri,
atau dari rekaman yang langsung dilakukan di atas jantung. Meksipun di jantung terjadi
proses listrik yang sama namun aktivitas ini memperlihatkan bentuk gelombang yang
berbeda jika direkam oleh elektroda-elektroda yang terletak pada titik yang berbeda di tubuh.
Untuk menghasilkan perbandingan yang baku, rekaman EKG secara rutin terdiri dari 1,2
sistem elektroda konvensional, atau sadapan (lead).Ketrka sebuah mesin elektrokardiograf
dihubungkan antara elektroda-elektroda perekam di dua titik di tubuh maka susunan spesifik
dari masing-masing pasangan koneksi disebut sadapan. Terdapat 12 sadapan berbeda yang
masing-masing merekam aktivitas listrik di jantung dari lokasi vang berbeda-beda-enam
sadapan dari ekstremitas dan enam sadapan dada di berbagai tempat di sekitar jantung. Untuk
menghasilkan gambaran dasar untuk perbandingan dan untuk mengenali penyimpangan dari
normal, ke- 1 2 sadapan tersebut digunakan secara rutin dalam semua perekaman EKG.
2. Berbagai bagian dari rekaman dikaitkan dengan proses spesifik EKG dapat di jantung.
Interpretasi konfigurasi gelombang yang terekam dari masing-masing sadapan bergantung
pada pengetahuan tenrang rangkaian penyebaran eksitasi di jantung dan posisi jantung relatif
terhadap letak elektroda. EKG normal memiliki tiga bentuk gelombang yang jelas gelombang
P, kompleks QRS, dan gelombang T. (Huruf-huruf hanya menunjukkan urutan gelombang.
Penemu teknik ini memulai abjad dari tengah ketika memberi nama gelombang-gelombang
tersebut)
1) Gelombang P mencerminkan depolarisasi atrium,
2) Kompleks QRS mencerminkan depolarisasi ventrikel
3) Gelombang T mencerminkan repolarisasi ventrikei

Karena gelombang pergeseran depolarisasi dan repolarisasi ini mading-masing


menyebabkan kontraksi dan relaksasi jantung maka proses siklis mekanis jantung
berlangsung sedikit lebih belakangan dari perubahan ritmis aktivitas listrik. Hal-hal berikut
tentang rekaman EKG juga perlu dicatat:

1. Lepas muatan nodus SA tidak menghasilkan aktivitas listrik yang cukup besar untuk
mencapai permukaan tubuh sehingga tidak terekam adanya gelombang pada depolarisasi
nodus SA. Karena itu, gelombang yang pertama kali terekam, gelombang P, terjadi ketika
impuls atau gelombang depolarisasi menyebar ke seluruh atrium.
2. Pada EKG normal, tidak terlihat gelombang terpisah
untuk repolarisasi atrium. Al<tivitas listrik yang berkaitan dengan repolarisasi atrium
normalnya terjadi bersamaan dengan depolarisasi ventrikel dan ditandai oleh
kompleks QRS.
3. Gelombang P jauh lebih kecil daripada kompleks QRS karena atrium memiliki massa
otot yang jauh lebih kecil daripada ventrikel dan karenar.rya menghasilkan aktivitas
listrik yang lebih kecil.
4. Di tiga titik waktu berikut tidak terdapat aliran arus netto di otot jantung sehingga EKG
tetap berada di garis basal:
a. Sewaktu jeda/penundaan di nodus AV. Jeda ini tercermin oleh interval waktu antara
akhir P dan awal QRS; segmen EKG ini dikenal sebagai segmen PR (Disebut
"segmen PR" dan bukan "segmen PQ” karena defleksi Q kecil dan kadang tidak ada,
sementara defleksi R adalah gelombang yang dominan dalam kompleks ini). Arus
mengalir melalui nodus AV, tetapi kekuatannya terlalu kecil untuk dideteksi oleh
elektroda EKG.
b. Ketika ventikel teepolarisasi sempurna dan sel-sel kontraktil mengalami fase datar
potensial aksi sebelum mengalami repolarisasi, diwakili oleh segmen ST. Segmen ini
terletak antara QRS dan T; segmen ini bersesuaian dengan waktu saat pengaktifan
ventrikel selesai dan ventrikel sedang berkontraksi dan mengosongkan isinya.
Perhatikan bahwa segmen ST bukan rekaman aktivitas kontraktil jantung. EKG
adalah ukuran aktivitas listrik yang memicu aktivitas rnekanis.
c. Ketika otot jantung mengalami repolarisasi sempurna dan beristirahat dan ventrikel
sedang terisi, setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya. Periode ini
disebut interval TP.

Sherwood,L. Fisologi Manusia Dari Sel Ke Sistem.Ed 8. Jakarta: EGC, 2014.

Nomor 14 aku kirim besok yaaa ndk tau ya mana

14. pemeriksaan penunjang pada kasus


Angina pectoris stabil

1. EKG Waktu Istirahat

Dikerjakan bila belum dapat dipastikan bahwa nyeri dada adalah non kardiak. Bila angina
tidak tipikal, maka EKG ini hanya positif pada 50% pasien.

2. Foto Toraks

Pemeriksaan ini dapat melihat adanya klasifikasi coroner ataupun katup jantung.

3. EKG Waktu Aktivitas/Latihan

Penting sekali dilakukan pada pasien yang amat dicurigai, termasuk kelainan EKG seperti
BBB dan depresi ST ringan. Begitu pula pada pasien vasospastik.

4. Ekokardiografi

Pemeriksaan ini bermanfaat sekali pada pasien dengan murmur sistolis untuk
memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta yang signifikan atau kardiomiopati hipertrofik.

5. Stress Imaging, dengan Ekokardiografi atau Radionuklir

Dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita APS sedangkan EKG istirahatnya
menunjukkan depresi SY depresi 1 mm atau lebih atau memperlihatkan adanya sindrom
WPW. Pemeriksaan stress tes ini dapat diterapkan juga bagi pasien-pasien asimtomatik,
terutama pada pasien-pasien asimtomatik yang berisiko tinggi.

6. Angiografi Koroner

Pemeriksaan ini diperlukan pada pasien-pasien yang tetap pada APS klas II-IV meskipun
telah mendapat terapi yang cukup, atau pasien-pasien dengan resiko tinggi tanpa
mempertimbangkan beratnya angina, serta pasien-pasien yang pulih dari serangan aritmia
ventrikel yang berat sampai ardiac arrest, yang telah berhasil diatasi.

Ilmu penyakit dalam.

Anda mungkin juga menyukai