Anda di halaman 1dari 13

Fimosis Congenital dan Perkembangan Genitalia Masculina

Alexander
102017119
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida
Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat
alexander.2017fk119@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Sistem reproduksi sangat penting untuk mempertahankan keturunan dari suatu spesies.
Sistem reproduksi sendiri terbagi menjadi sistem reproduksi pria dan wanita. Pada sistem
reproduksi pria terbagi menjadi genitalia interna dan genitalia externa. Genitalia externa terdiri
atas penis (dengan urethra) dan scrotum. Pada sekitar umur 12-14 tahun, laki-laki akan
mengalami masa pubertas sehingga terjadi perkembangan pada organ-organ reproduksi, maupun
pada organ-organ non reproduksi sehingga organ-organ tersebut dapat digunakan untuk
reproduksi. Namun kadang-kadang terdapat kelainan pada genitalia externa. Salah satu kelainan
tersebut adalah fimosis. Fimosis merupakan salah satu kelainan pada kulit kelamin laki-laki.
kelainan ini terjadi dimana kulit penis (preputium) yang di kenal secara awam sebagai kuncup
penis, melekat pada bagian kepala penis (glans penis) sehingga keadaan ini mengakibatkan
mengecilnya lubang urin dan tersumbatnya aliran kencing pada bayi atau anak-anak.
Kata kunci : genitalia externa, pubertas, fimosis
Abstract
The reproductive system is very important to maintain the offspring of a species. The
reproductive system itself is divided into male and female reproductive systems. In the male
reproductive system is divided into internal genitalia and external genitalia. Genitalia externa
consists of the penis (with urethra) and scrotum. At around the age of 12-14 years, men will
experience puberty so that development occurs in the reproductive organs, as well as in non-
reproductive organs so that these organs can be used for reproduction. But sometimes there are
abnormalities in the genitalia external. One of these disorders is phimosis. Phimosis is one of the
male genital skin disorders. this disorder occurs where the skin of the penis (prepuce) is known
by layman as a penis bud, attached to the penis head (glans penis) so that this condition results
in a shrinking of the urinary tract and blockage of urine flow in infants or children.

Keywords: genitalia externa, puberty, phimosis


Pendahuluan

Kehidupan manusia adalah kehidupan yang kompleks dimana banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kehidupan itu sendiri. Salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia
adalah faktor dari tubuh manusia itu sendiri. Seperti yang telah kita ketahui, tubuh manusia
tersusun dari bermilyar-milyar sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda-beda.1-3 Semua
sel-sel itu akan menyusun suatu bentuk yang lebih kompleks yang dinamakan sebagai sebuah
jaringan.4 Semua jaringan itu akan membentuk suatu organ, yang pada akhirnya semua organ itu
akan saling berkolaborasi dalam suatu sistem yang sangat teliti dan terampil dalam menjalankan
proses kehidupan.4,5 Homeostasis adalah suatu istilah yang merupakan keadaan stasis dan
seimbang dimana keadaan inilah yang dapat dianggap sebagai patokan dalam menentukan
apakah seseorang dapat dikatakan sehat dan tidak. Keadaan seimbang ini dicapai dengan cara
mengkolaborasikan berbagai jenis sistem organ yang kompleks dalam tubuh manusia yang
menunjang kehidupan manusia yang bersangkutan.1-3 Dalam tubuh manusia, tidak hanya terdapat
system untuk mempertahankan kehidupan manusia, namun dalam tubuh manusia juga terdapat
system untuk reproduksi, yaitu system yang berguna untuk mempertahankan dan memperbanyak
suatu species. System reproduksi pria dan wanita sangatlah berbeda mulai dari tampak luar
(eksterna) maupun tampak dalam (interna).

Anatomi Genitalia Masculina

Genitalia masculine (pria) dibagi menjadi 2, yaitu genita masculine eksterna (tampak luar) dan
genitalia masculine interna (bagian dalam) Genitalia masculine eksterna memilliki beberapa
bagian, diantaranya adalah; penis, urethra, dan skrotum. Sedangkan bagian genitalia masculine
interna adalah testis, epididymis, vas deferens, dan beberapa kelenjar.

Anatomi Penis

Penis merupakan organ eksternal, karena berada di luar ruang tubuh. Fungsi penis secara biologi
adalah sebagai alat pembuangan (organ ekskresi) sisa metabolisme berwujud cairan (urinasi) dan
sebagai alat bantu reproduksi.

Penis sendiri memiliki 2 bagian, yaitu;

1. Radix penis : bulbus penis dan crus penis


2. Corpus penis : corpus spongiosum (proximal : bulbus penis, distal : glands penis, diikat
oleh m.bulbospongiosum), dan corpus cavernosum (proximal : crus penis, diikat oleh
m.ischiocavernosum )
Bagian corpus spongiosum dengan distalnya akan dibatasi oleh corona glandis. Lihat gambar
1 dan 2)

Gambar 1 dan 2. Penis tampak lateral dan anterior.6,7

Pendarahan dari penis sendiri oleh a.profunda penis untuk ereksi, dan A.dorsalis penis. Lihat
gambar 3.

Gambar 3. Pendarahan Penis.6,7


Anatomi Urethra

Urethra adalah organ dalam tubuh manusia yang berguna untuk menyalurkan air mani dari
vesica urinaria (ofricium urethrae interna). Urethra sendiri memiliki 3 bagian sebelum bermuara
pada ofricium urethrae eksterna, bagian tersebut adalah;

1. Urethrae pars prostatica : berada disebelah prostat, dan pada dinding posterior terdapat
crista urethralis, crista prostatica, dan utriculus prostaticus
2. Urethrae pars membranascea : terjadi penyempitan karena terdapat m. spinchter urethrae
3. Urethrae pars spongiosa : bagian akhir dari urethrae, ada bagian membesar dinamakan
fossa navicularis penis
(Lihat gambar 4)

Gambar 4. Urethrae.6

Anatomi Scrotum

Scrotum adalah organ yang berfungsi sebagai pembungkus testis, epididymis, dan ductus
deferens. Scrotum sendiri berguna sebagai pengatur suhu dalam testis. (Lihat gambar 5)
Gambar 5. Scrotum.8

Anatomi Testis dan Epididimis

Testis adalah kelenjar kelamin jantan pada manusia. Manusia mempunyai dua testis yang
dibungkus dengan skrotum. Pada manusia, testis terletak di luar tubuh, dihubungkan dengan
tubulus spermatikus dan terletak di dalam skrotum. Ini sesuai dengan fakta bahwa proses
spermatogenesis pada manusia akan lebih efisien dengan suhu lebih rendah dari suhu tubuh (< 37
°C). (Lihat gambar 6)

Gambar 6. Testis dan epididimis.7

Sperma yang disalurkan oleh testis naik melalui funiculus spermaticus, lalu akan menjadi ductus
deferens, setinggi pinggul akan menyilang ureter dan akan membentuk ampula deferens, setelah
itu akan bergabung dengan glandula vesikulosa menjadi ductus ejaculatorius dan akan bermuara
di urethrae pars prostatica.

Epididymis memiliki bagian dari ekstremitas atas sampai margo posterior, dan akan diikat olah 2
ligament, yaitu; lig. Epididymis superior, dan lig. Epididymis inferior. Epididymis dalam testis
dibagi menjadi 3 bagian, bagian caput (lig. Epididymis superior), corpus dan cauda (lig.
Epididymis inferior).

Anatomi Glandula Prostat dan Glandula Vesiculosa

Glandula prostat memiliki 5 bagian, yaitu; zona sentral (20% kelenjar), zona perifer (70%
kelenjar), zona anterior (bebas kelenjar), zona transisi (5% kelenjar), zona periurethral
(membungkus urethrae). Sedangkan glandula vesicula berada superior dari prostat. Lihat gambar
7.

Gambar 7. Glandula prostat dan glandula vesiculosa.7

Perkembangan Testis

Saluran reproduksi interna dan eksterna seorang pria akan berkembang dari duktus wolfian atau
ductus wolfii, berbeda dengan wanita dimana duktus wolfii akan degenerasi dan duktus
mullerian akan berkembang. (Lihat gambar 8)
Gambar 8. Duktus wolfian dan dukus mullerian.1

Perkembangan dari ductus wolfian itu sendiri sangat bergantung kepada hormon-hormon
tertentu. Perkembangan genitalia eksterna seorang pria;

1. Sinus urogenital : urethrae dan glandula prostat


2. Tuberkulus genital : glands penis
3. Genital swslling : skrotum
4. Lupatan urethral : corpus spongiosa
Sedangkan perkembangan genitalia interna dipengaruhi oleh 3 hormon, yaitu;

1. Testosterone : berguna dalam pertumbuhan duktus wolfian, dan descendens testiculorum


2. Dihidrotestosteron : berguna dalam pertumbuhan kelenjar prostat
3. Factor inhibitior duktus mulerian : berguna dalam regresi duktus mulerian
Peran terpenting diperankan oleh hormone testosterone, dimana hormone ini akan berfungsi
sebagai pematangan dari testis dan turunnya testis dari rongga abdomen. (Lihat gambar 9)
Gambar 9. Descendens testiculorum.7

Selain berfungsi sebagai perkembangan dan turunnya testis dari rongga abdomen, testosterone
akan terus berfungsi sebagai hormone perkembangan pada pria saat pre-pubertas, pubertas dan
pasca pubertas nantinya, berikut adalah fungsinya :

1. Sebelum dan pada saat lahir (awal)


 Maskulinisasi saluran reproduksi
 Memacu penurunan testis dari rongga abdomen
2. Pre-pubertas
 Belum dapat aktif secara signifikan, karena sekresi hormone lain masih sangat
lemah
3. Masa pubertas
 Memacu pertumbuhan sex primer : pematangan system reproduksi,
spermatogenesis, mengontrol sekresi hormone sex
 Memacu pertumbuhan sex sekunder : dada bidang, pita suara menebal,
pertumbuhan otot
 Pertumbuhan non reproduksi : memacu pertumbuhan tulang dan penutupan
epifisis, dan tingkah laku agresif
4. Pasca pubertas
 Spermatogenesis
 Pengaturan hormone sex
Histologi Penis

Jika dilihat secara mikroskopis, penis tidak jauh berbeda dengan tampak makroskopisnya. (Lihat
gambar 10)

Gambar 10. Mikroskopis penis.

Histologi Testis

Testis adalah organ dalam pria yang berfungsi sebagai pembentuk dan pematangan sperma,
pematangan sperma itu sendiri tejadi di tubulus seminiferous. (Lihat gambar 11 dan 12)

Gambar 11 dan 12. Tubulus seminiferus.9


Pematangan dari sperma yang terjadi di tubulus seminiferous itu sendiri akan diatur oleh
hormone testosterone. Hormon testosterone itu akan diatur oleh rangsangan hipotalamus dan
testosterone itu sendiri akan memeberikan feedback negative. (Lihat gambar 12)

Gambar 13. Sekresi testosterone.9

Rangsangan dimulai dari hipotalamus yang akan meneruskan rangsangnya ke GNRH


(gonadotropin realesing hornmone), GNRH terdiri dari FSHRH dan LHRH, GNRH akan
melanjutkan rangsangannya ke hipofisis anterior (adenohipofisis), dan adenohipofisis akan
terangsang untuk meningkatkan sekresi hormon gonad (FSH ,LH). FSH akan merangsang sel
sertoli untuk membentuk ABP (androgen binding protein) untuk mengikat testosterone dan sel
sertoli akan memberikan tempat yang sesuai untuk kerja testosterone agar maximal, sedangkan
LH akan menuju sel targetnya yaitu sel leydig, sel leydig itu sendiri yang akan mensekresikan
testosterone di dalam tubulus seminiferous dan pembulu darah. Feedback negative akan
dilakukan oleh kadar testosterone yang tinggi dalam pembulu darah dan tubulus seminiferous.

Duktus Efferens dan Duktus Epididimis

Duktus epididymis memiliki lumen yang rata, sedangkan duktus eferens memiliki lumen yang
tidak rata. (Lihat gambar 14 dan 15)
Gambar 14. Duktus epididymis dan eferen. Gambar 15. Duktus epididymis.9

Vas Deferens / Duktus deferens

Memiliki lumen yang tidak rata, vas deferen juga merupakan lanjutan dari duktus epididymis.
(lihat gambar 16)

Gambar 16. Duktus deferens.

Fimosis

Fimosis merupakan salah satu kelainan pada kulit kelamin laki - laki. kelainan ini terjadi dimana
kulit penis ( preputium ) yang di kenal secara awam sebagai kuncup penis, melekat pada bagian
kepala penis ( glans penis ) sehingga keadaan ini mengakibatkan mengecilnya lubang urin dan
tersumbatnya aliran kencing pada bayi atau anak – anak.7
pada anak laki - laki yang belum di sunat penyakit ini terjadi akibat melekatnya ruang
diantara glans penis atau kepala penis dengan kuncup sehingga pada kelainan ini kuncup akan
sulit di tarik kebelakang. Melekatnya kuncup dengan kepala penis ini biasanya di akibatkan
infeksi yang disebabkan karena belum sunat atau kurang menjaga kebersihan, bawaan lahir atau
benturan.
Berdasarkan penyebabnya fomosis dibagi menjadi 2 yaitu :
 Fimosis kongenital (kelainan bawaan)
Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang
pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor
pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis
dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans
penis. Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang
penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-
laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian,
penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.
 Fimosis didapat (fimosis patologik)
Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan
kronik glans penis dan preputium atau penarikan berlebihan kulit preputium pada fimosis
kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan parut dekat bagian kulit
preputium yang membuka.

Sirkumsisi atau yang dikenal dengan sunat, adalah prosedur bedah untuk membuang atau
memotong kulit (kulup yang menutupi penis, yang terdiri dari jaringan otot dan pembuluh darah.
Ketika kulup dibuang, pembukaan urethra (mulut urethra luar atau lubang kening) dan glans
penis (kepala penis) akan tersingkap.8

Kesimpulan

Fimosis merupakan hal yang wajar dalam dunia kedokteran, terutama untuk anak-anak. Fimosis
dapat disebabkan oleh fimosis congenital yang memang merupakan kelainan anatomi dan biasa
terjadi pada anak-anak. Selain itu fimosis juga dapat disebabkan oleh fimosis patologis yang
dikarenan higiene yang buruk pada alat genital dan biasanya hal ini terjadi pada laki-laki remaja
hingga dewasa. Pasien yang datang dengan keluhan fimosis dapat diatasi dengan dilakukannya
sirkumsisi.

Daftar Pusaka

1. Sherwood L. Fisiologi manusia, Ed 8. Jakarta: EGC; 2012. h.4-6, 326-8, 789


2. Albert B, Johnson A, Lewis J, Morgan D, Raff M, Robert K, et al. Molecular biology of the
cell. 6th ed. New York: Garland Science; 2015. p.1-4, 963-6
3. Goodman SR. Medical cell biology. 3rd ed. California: Elsevier; 2012. p.1-6
4. Clark DP, Pazdernik NJ. Molecular biology. 2nd ed. Oxford: Elsevier; 2013. p.3-9
5. Karp G. Cell and molecular biology. Concepts and experiments. Oxford. p.19
6. Agur AMR, Dalley AF. Grant’s atlas of anatomy,13th ed. Baltimore: Wolters Kluwer; 2013.
p.270-2
7. Netter FH. Atlas of human anatomy, 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2014. p.360-2,
364, 367
8. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Moore clinically oriented anatomy, 7th ed. Baltimore:
Wolters Kluwer; 2014. p.420
9. Gartner LP, Hiatt JL. Cell biology & histology, 7th ed. Baltimore: Wolters Kluwer, 2015.
p.352-8

Anda mungkin juga menyukai