Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

DISTOSIA BAHU

Disusun oleh:

Destiyana Cika Claritha (112018175)

Pembimbing:

dr. Vinsensius Harry, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 19 APRIL 2021 – 26 JUNI 2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Referat:

DISTOSIA BAHU

Disusun oleh:

Destiyana Cika Claritha


112018175
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Penyakit Obstetri dan
Ginekologi di RS Bayukarta Karawang.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Karawang, 4 Februari 2021


Pembimbing,

dr. Vinsensius Harry, Sp. OG

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Distosia bahu merupakan kondisi kegawatdaruratan obstetri pada persalinan pervaginam

dimana bahu janin gagal lahir secara spontan setelah lahirnya kepala.1 Distosia bahu masih

menjadi penyebab penting cedera neonatal dan maternal dengan tingkat insidensi 0,6-1,4% dari

persalinan pervaginam.2 Penelitian di sejumlah rumah sakit pusat di Tiongkok menunjukkan

bahwa tingkat insidensi distosia bahu mencapai 0.260 (116 kasus dari 44.580 persalinan

normal).3

Kasus distosia bahu memang tidak umum terjadi namun membahayakan bagi ibu dan janin.

Distosia bahu memiliki kaitan erat dengan terjadinya cedera pleksus brakialis. Cedera pleksus

brakialis berkisar 1-20% dari seluruh kasus distosia bahu. Seringkali cedera hanya bersifat

sementara dan akan pulih dalam hitungan jam hingga bulan, namun ditemukan juga cedera

permanen pada 3-10% kasus yang diduga terjadi akibat avulsi jaringan saraf.1

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik oleh karena

tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Pada

persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara

pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu

sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala.4

2.2 Etiologi

Faktor risiko distosia bahu antara lain sebagai berikut:5

1) Ibu dengan diabetes, 7% insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes gestasional.

2) Janin besar (makrosomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir

yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran distosia bahu memiliki be-

rat kurang dari 4000 gram.

3) Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar.

4) Ibu dengan obesitas.

5) Multiparitas.

6) Kehamilan postterm, dapat menyebabkan kondisi distosia bahu karena janin terus tumbuh

setelah usia 42 minggu.

7) Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu, terda-

pat kasus distosia bahu, terdapat kasus distosia rekuren pada 5 (12%) di antara 42 wanita.

4
8) Cephalopelvic disproportion.

Faktor risiko distosia bahu yang lain dapat dilihat dalam tabel 1 dibawah.

2.3 Patofisiologi

Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki panggul

dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu anterior.

Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu posterior berada di cekungan tulang sakrum

atau disekitar spina iskhiadika dan memberi ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk

memasuki panggul mealui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila

bahu berada dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka

bahu posterior daoat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam

keadaan ini kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan putar paksi luar, dan

tertahan akhibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan

turtle sign).4

2.4 Manifestasi Klinik dan Diagnosis6

1. Kesulitan melahirkan wajah & dagu

2. Kepala bayi melekat erat di vulva (turtle’s sign)

3. Kegagalan putaran paksi luar

5
4. Kegagalan turunnya bahu

2.5 Penanganan

Dalam penanganan distosia bahu diusahakan untuk menghindari:


a. Pull : Menarik atau traksi kepala / leher terlalu kuat atau ke lateral, akan meningkatkan
resiko cedera pleksus brakialis.
b. Push : Melakukan dorongan pada fundus, karena tidak akan membantu ketika bahu
benar-benar mengalami impaksi dan meningkatkan risiko ruptur uteri.
c. Panic : Panik. Semua penanganan dilakukan melalui manuver sistematis dan setiap
penolong harus tenang agar dapat mendengar dan mengerti ketika ada permintaan bantuan
dan dapat dengan jelas memimpin ibu untuk kapan mengejan dan kapan tidak mengejan.
d. Pivot : Hiperfleksi kepala dengan os. Coccygeus sebagai poros.7

Mengingat distosia bahu tidak dapat diprediksi, tenaga medis harus selalu siap
menghadapi kemungkinan distosia bahu pada setiap kelahiran. Oleh karena itu, prosedur standar
harus diketahui semua tenaga medis. Jembatan keledai (Mnemonic) ALARMER telah
dikembangkan untuk membantu dalam ketepatan manajemen distosia bahu.7

Ask for help


Lift / hyperflexed Legs
Anterior shoulder disimpaction
Rotation of the posterior shoulder
Manual removal posterior arm
Episiotomy
Roll over onto “all fours”

a. Ask for help - Meminta bantuan7


 Diperlukan suatu sistem untuk memanggil bantuan pada keadaan darurat sehingga peralatan dan
personel dibutuhkan siap sedia.

6
 Diperlukan penolong tambahan untuk melakukan manuver McRoberts dan penekanan
suprapubik.
 Menyiapkan penolong untuk resusitasi neonatus.

b. Lift / hyperflexed Legs - Kaki hiperfleksi (manuver McRoberts) 7


 Singkirkan bantal atau penahan dari bagaian belakang ibu dan membantu ibu untuk berpindah ke
posisi yang datar.
 Disiapkan masing-masing satu penolong di setiap sisi kaki ibu untuk membantu hyperfleksi kaki
dan sekaligus mengabduksi panggul.
 Distosia bahu biasanya dapat dilepaskan dengan hanya menggunakan manuver ini.

*Perubahan yang terjadi pada panggul

c. Anterior shoulder disimpaction - Disimpaksi bahu depan


Tekanan Suprapubis - (Mazzanti manoeuvre)
 Bahu bayi yang terjepit didorong menjauh dari midline ibu, ditekan pada atas simfisis pubis ibu.
 Penekanan pada suprapubis menggunakan tumit telapak tangan.

7
 Tekanan suprapubik ini dilakukan untuk mendorong bahu posterior bayi agar dapat dikeluarkan
dari jalan lahir
 Jangan melakukan penekanan pada fundus.
 Pada kombinasi dengan manuver McRoberts, penekanan suprapubis dapat melahirkan bayi pada
91% kasus.

Rubin manoeuvre
 Adduksi dari bahu depan dengan melakukan penekanan pada bagian belakang bahu. Bahu
ditekan didekatkan ke dada, atau tekanan dilakukan pada skapula bagian bahu depan.
 Pikirkan tindakan episiotomi.
 Tidak boleh menekan fundus

d. Rotation of the posterior shoulder – Wood’s screw manoeuvre


Digunakan 2 jari untuk menekan bagian depan bahu belakang dan memutarnya hingga
1800 atau oblique, dapat diulang jika diperlukan. Manuver ini pada dasarnya untuk merotasi bahu
posterior ke posisi anterior. 7
Pada prateknya, manuver disimpaksi anterior dan manuver wood dapat dilakukan secara
simultan dan berulang.

8
e. Manual removal posterior arm – Mengeluarkan lengan posterior secara manual
Biasanya lengan fleksi pada siku. Jika tidak, tekanan pada fossa antekubiti dapat
membantu fleksi lengan. Tangan bayi dipegang dan disapukan melewati dada dan dilahirkan.
Manuver ini dapat menyebabkan fraktur humerus, tetapi tidak menyebabkan kerusakan saraf
permanen. 7

f. Episiotomy
Prosedur ini secara tidak langsung membantu penanganan distosia bahu, dengan
memungkinkan penolong untuk meletakkan tangan penolong ke dalam vagina untuk melakukan
manuver lainnya. 7

g. Roll over onto “all fours”


Mengubah ibu ke posisi “all fours” meningkatkan dimensi pelvis dan memungkinkan
posisi janin bergeser, dengan ini diharapkan terjadi disimpaksi bahu. Dengan tekanan ringan
pada bahu posterior, bahu anterior mungkin menjadi semakin terimpaksi (dengan gravitasi),
tetapi akan membantu membebaskan bahu
posterior. Selain itu, posisi ini memungkinkan

9
akses yang mudah ke bahu posterior untuk manuver rotasi atau mengeluarkan lengan posterior
secara manual. 7

Jika cara-cara tersebut diatas telah dicoba berulang kali namun tidak berhasil, ada cara-
cara lain yang diusulkan, yaitu: 7
a. Mematahkan tulang klavikula bayi (Kleidotomi)

b. Simfisiotomi
c. Zavanelli manoeuvre - cephalic replacement
Manuver ini membalikkan gerakan kardinal
persalinan dan dilakukan seksio sesarea.

Sedangkan Royal College of Obstetricians and Gynecologist memperkenalkan mnemonic


HELPERR:6

H Call for Help

10
E Evaluate for episiotomy

L Legs (the McRobert’s manoeuvre)

P Suprapubic Pressure

E Enter manoeuvres (internal rotation)

R Remove the posterior arm

R Roll the woman / rotate onto ‘all fours´

Royal College of Obstetricians and Gynecologist juga menyarankan kepada penolong untuk
mencatat secara detail hal-hal berikut: 6

- Waktu lahirnya kepala


- Arah kepala
- Waktu lahirnya badan janin
- Kondisi dari janin (APGAR)
- Waktu saat datangnya staf penolong.

2.6 Komplikasi persalinan dengan distosia bahu7

Komplikasi Maternal Komplikasi Neonatal


 Perdarahan post partum  Cedera Pleksus Brakialis
- Atonia uteri - Erb-Duchene Palsy – Cabang C5 dan C6
- Ruptur perineum grade III dan IV - Klumpke’s Paralysis – Cabang C8-T1
- Laserasi vagina-cervix  Fraktur klavikula dan humerus
 Trauma  Asfiksia
- Ruptur uteri  Cedera neurologis
- Fistula rectovagina  Kematian bayi
- Hematoma vagina
- Cedera kandung kemih
- Cedera simfisis pubis dengan neuropati
femoral

11
 Infeksi
- Endometriosis
 Stress psikis

2.7 Setelah distosia bahu 7


a. Ingat risiko yang terjadi pada ibu, laserasi dan perdarahan post partum.
b. Eksplorasi laserasi dan trauma.
c. Lakukan manajemen aktif kala III.
d. Pastikan resusitasi neonatus yang adekuat, dan catat semua manajemen yang
dilakukan.
BAB 3

KESIMPULAN

Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah karena tidak ada
metode yang akurat untuk mengidentifikasi komplikasi ini, bahkan sebagian besar kasus terjadi
tanpa adanya suatu faktor resiko. Tawarkan persalinan seksio sesarea pada persalinan vaginal
risiko tinggi: Makrosomia, dengan ibu diabetes, riwayat distosia sebelumnya, kala 2 yang
memanjang. Bila distosia bahu terjadi, jangan panik, jangan menarik, jangan mendorong dan
jangan memutar kepala bayi dengan menggunakan leher atau kepala bayi. Penanganan distosia
bahu menggunakan mnemonic ALARMER.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Hill MG, Cohen WR. 2016. Shoulder dystocia: prediction and management. Womens

Health [internet]. [diakses tanggal 16 Mei 2021];12(2): 251–261. Tersedia dari:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26901875

2. American College of Obstetricians and Gynecologists: Shoulder dystocia. ACOG


practice bulletin clinical management guidelines for obstetrician-gynecologists. Number
40, Obstet Gynecol 2002; 100(5 Pt 1): 1045-1050.
3. Wang X, He Y, Zhong M, Wang Z, Fan S, Liu Z, et al. 2015. Multicenter analysis of risk

factors and clinical characteristics of shoulder dystocia. Zhonghua Fu Chan Ke Za Zhi.

50(1):12-6.

4. Grobman W. Shoulder dystocia. 2013. Obsterics & Gynecology Clinics of North

America. 40(1): 59–67.

5. Maryunani A, Puspita E. Asuhan kegawatan maternal dan neonatal. Jakarta: TIM; 2013.

h.214

13
6. Royal College of Obstetrician and Gynaecologists. 2012. Green-top Guideline No.42:

Shoulder Dysocia. RCOG

7. ALARM international. 2006. Fourth edition of the ALARM international program.

14

Anda mungkin juga menyukai