Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

Distosia Bahu

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Kepaniteraan Ilmu Obstetri & Ginekologi

1
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Angka kejadian distosia bahu menurut American College of Obstetricians and


Gynecologists (ACOG) adalah 0,6-1,4%. Namun angka kejadian ini bervariasi mulai dari 1
dalam 750 kelahiran hingga 1 dalam 15 kelahiran. Salah satu alasan utama variasi ini adalah
kesulitan dalam diagnosis dan adanya kasus distosia bahu yang tidak dilaporkan karena
kondisinya yang bersifat ringan dan dapat ditangani dengan outcome yang menguntungkan.
Bahkan kejadian distosia bahu diperkirakan bisa lebih tinggi lagi karena tidak pernah
dilaporkan oleh dokter atau bidan yang menolong persalinan karena pertimbangan litigasi.1
Angka kejadian distosia bahu juga bervariasi berdasarkan berat bayi yang dilahirkan,
dimana 0,6-1,4% terjadi pada bayi dengan berat 2500-4000 gram, dan meningkat hingga 5-
9% pada bayi dengan berat 4000-4500 gram dari ibu tanpa diabetes. Distosia bahu tidak
dipengaruhi oleh status wanita yang primigravida maupun dengan multigravida, meskipun
lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu dengan diabetes , dimana sebesar 16/1000
kelahiran sering berhubungan dengan obesitas dan kontrol yang buruk terhadap
diabetesnya.1,2
Diperkirakan angka kejadian distosia bahu akan terus meningkat, yang kemungkinan
bisa disebabkan oleh adanya wanita yang memiliki anak pada usia reproduksi lanjut dan juga
tingkat obesitas yang semakin meningkat.1
Distosia bahu mempunyai kemungkinan berulang sebesar 10-15%, dimana wanita
dengan riwayat persalinan distosia bahu yang mengakibatkan cedera pada bayi yang
dilahirkannya mempunyai resiko lebih besar berulang pada persalinan selanjutnya. Sehingga
informasi adanya persalinan dengan distosia bahu perlu disampaikan kepada wanita hamil
untuk memudahkan perencanaan persalinan pada kehamilan selanjutnya.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Distosia Bahu

Distosia bahu termasuk dalam kedaruratan obsetri, sehingga dibutuhkan tindakan segera,
serta keterampilan dan kemampuan teknik persalinan yang tepat untuk menghidari morbiditas
dan mortalitas perinatal. Hal ini terjadi ketika bahu depan terjepit oleh simpisis pubis atau
bahu belakang terjepit oleh sacral promontorium sehingga terjadi kegagalan dalam
pengeluaran bahu. Persalinan kepala umumnya diikuti oleh persalinan bahu dalam waktu 24
detik, sedangkan jika persalinan bahu lebih dari 60 detik dianggap sebagai distosia bahu.3

B. Faktor Risiko dan Pencegahannya

Tabel 1. Faktor Risiko Distosia Bahu.2

Pencegahan distosia bahu dilakukan dengan:1,3

1. Menawarkan pilihan dilakukan seksio sesaria pada rencana persalinan pervaginam


dengan janin luar biasa besar(>5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan ibu
diabetes, janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan
sebelumnya.
2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
3. Selalu bersiap-siap bila sewaktu-waktu terjadi
4. Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis
atau fundus dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera pada janin.

3
C. Manifestasi Klinis

Tanda klinis terjadinya distosia bahu meliputi:3


1. Tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan traksi yang cukup
untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi lahir

2. Turtle sign, yaitu ketika kepala bayi tiba-tiba tertarik kembali ke perineum ibu
setelah keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti seekor kura-kura yang
menarik kepala kembali ke cangkangnya. Penarikan kepala bayi ini dikarenakan bahu
depan bayi terperangkap di tulang pubis ibu, sehingga menghambat lahirnya tubuh
bayi.

gambar 1. Turtle sign

D. Diagnosis
Distosia bahu juga dapat dikenali bila didapatkan keadaan :4,5
- Kepala bayi telah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
- Kepala bayi telah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang
- Dagu tertarik dan menekan perineum
- Traksi pada kepala bayi tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap berada di cranial
simfisis pubis.

E. Penanganan Distosia Bahu

4
Karena distosia bahu tidak dapat diramalkan, tenaga medis obstetrik harus mengetahui
betul prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit yang terkadang dapat sangat melumpuhkan ini.
Pengurangan interval waktu antara pelahiran kepala sampai pelahiran badan amat penting
untuk bertahan hidup. Usaha untuk melakukan traksi ringan pada awal pelahiran, yang
dibantu dengan gaya dorong ibu, amat dianjurkan. Traksi yang terlalu keras pada kepala atau
leher, atau rotasi tubuh berlebihan, dapat menyebabkan cedera serius pada bayi.4
Beberapa ahli menyarankan untuk melakukan episiotomi luas dan idealnya diberikan
analgesi yang adekuat. Tahap selanjutnya adalah membersihkan mulut dan hidung bayi.
Setelah menyelesaikan tahap-tahap ini, dapat diterapkan berbagai teknik untuk membebaskan
bahu depan dari posisinya yang terjepit di bawah simfisis pubis:1,4,5

1. Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan
traksi curam bawah pada kepala janin, ini disebut sebagai disimpaksi bahu anterior
atau manuver Massanti (lih. Gambar 2) .

Gambar 2. Penekanan suprapubik pada manuver Massanti.

2. Manuver McRoberts yang ditemukan oleh Gonik dan rekannya (1983) dan dinamai
sesuai nama William A. McRoberts.
Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi McRobert,
yaitu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin
ke dada, dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Lakukan episiotomy yang
cukup lebar. Gabungan episiotomy dan posisi McRobert akan mempermudah bahu
posterior melewati promontorium dan masuk ke dalam panggul. Mintalah asisten
menekan suprasimfisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk
menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah simfisis. Sementara itu lakukan
tarikan pada kepala janin kearah posterokaudal dengan mantap.

5
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan
karena akan mencederai pleksus brakialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah
selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Manuver ini cukup
sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan
sampai sedang.
Gherman dan rekannya (2000) menganalisa manuver McRoberts dengan
pelvimetri radiologik. Mereka mendapati bahwa manuver ini dapat membuat
pelurusan relatif sakrum terhadap vertebra lumbal, bersama dengan rotasi simfisis
pubis ke arah kepala ibu yang menyertainya serta pengurangan sudut kemiringan
panggul. Meski manuver ini tidak memperbesar ukuran panggul, rotasi panggul ke
arah kepala cenderung membebaskan bahu depan yang terjepit. Gonik dan rekannya
(1989) menguji posisi McRoberts secara obyektif pada model di laboratorium dan
menemukan bahwa manuver ini mampu mengurangi tekanan ekstraksi pada bahu
janin (lih. Gambar 3).

Gambar 3. Manuver McRoberts.

3. Manuver Wood’s corkscrew, yang dilakukan dengan memutar bahu belakang secara
progresif sebesar 180 derajat dengan gerakan seperti membuka tutup botol, sehingga
diharapkan dapat membebaskan bahu anterior yang terjepit.
Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari tangan yang
berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan,
punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan dibagian depan bahu posterior.
Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu

6
anterior dan posisinya berada dibawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior

gambar 4. Manuver Wood’s corkscrew.


memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi
seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan (lih. Gambar 4).

4. Pelahiran bahu belakang, meliputi penyusuran lengan belakang janin secara hati-hati
hingga mencapai dada, yang diikuti dengan pelahiran lengan tersebut. Cingulum
pektorale kemudian diputar ke arah salah satu diameter oblik panggul yang diikuti
pelahiran bahu depan. Tindakan ini disebut sebagai manuver Jacquimer (lih. Gambar
5).

gambar 5. Manuver Jacquimer.

5. Manuver Rubin, yang terdiri dari dua tahapan.

7
Pertama, kedua bahu janin diayun dari satu sisi ke sisi lain dengan
memberikan tekanan pada abdomen.
Bila hal ini tidak berhasil, tangan yang berada di panggul meraih bahu yang
paling mudah diakses, yang kemudian didorong ke permukaan anterior bahu. Hal ini
biasanya akan menyebabkan abduksi kedua bahu, yang kemudian akan menghasilkan
diameter antar-bahu mengecil dan pergeseran bahu depan dari belakang simfisis pubis
(lih. Gambar 6).

gambar 6. Manuver Rubin

6. Manuver Hibbard, yang dilakukan dengan menekan dagu dan leher janin ke arah
rektum ibu, dan seorang asisten menekan kuat fundus saat bahu depan dibebaskan
(lih. Gambar 7). Namun, perlu diingat bahwa penekanan kuat pada fundus yang
dilakukan pada saat yang salah akan mengakibatkan semakin terjepitnya bahu depan.
Penekanan fundus yang salah, yang tanpa disertai manuver lain justru dapat
memperberat komplikasi terutama berkaitan dengan kerusakan ortopedik dan
neurologik (janin).

gambar 7. Manuver Hibbard

8
7. Manuver Zavanelli, bertujuan untuk mengembalikan kepala ke dalam rongga panggul
dan kemudian melahirkan secara sesar. Bagian pertama dari manuver ini adalah
mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau oksiput posterior bila kepala
janin telah berputar dari posisi tersebut. Langkah kedua adalah memfleksikan kepala
dan secara perlahan mendorongnya masuk kembali ke vagina, yang diikuti dengan
pelahiran secara sesar (lih. Gambar 8). Terbutaline (250 mg, subkutan) dapat
diberikan untuk menghasilkan relaksasi uterus.

gambar 8. Manuver Zavanelli

8. Pematahan os clavicula, yang dilakukan secara sengaja dengan cara menekan


klavikula anterior terhadap ramus pubis dapat dilakukan untuk membebaskan bahu
yang terjepit. Namun, pada praktiknya, sulit mematahkan klavikula secara sengaja
pada bayi besar. Fraktur klavikula biasanya akan sembuh dengan cepat, dan tidak
seserius cedera nervus brakhialis, asfiksia atau kematian.

9. Kleidotomi, yaitu memotong klavikula dengan gunting atau benda tajam lain, dan
biasanya dilakukan pada janin mati (lih. Gambar 9).

9
gambar 9. Kleidotomi

10. Simfisiotomi, ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang
panggul kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas.

Beberapa literatur mengungkapkan beberapa cara dalam mengatasi distosia bahu yaitu
Manajemen ALARMER dan 4 P.
Manajemen ALARMER :1,3

Ask for help (Minta bantuan)

 Diperlukan penolong tambahan untuk melakukan manuver McRoberts dan penekanan


suprapubik.
 Menyiapkan penolong untuk resusitasi neonatus.

Lift / hyperflexion Legs


Hiperfleksi kedua kaki (Manuver McRobert), distosia bahu pada umumnya akan
teratasi dengan manuver ini pada 70% kasus.
Anterior shoulder disimpaction (disimpaksi bahu depan)
Penekanan suprapubik (Manuver Massanti) dan pendekatan pervaginam dengan
adduksi bahu depan dengan tekanan untuk mempermudah aspek bahu belakang (yaitu
dengan mendorong ke arah dada) sehingga akan menghasilkan diameter terkecil
(Manuver Rubin)

Rotation of the posterior shoulder (Pemutaran bahu belakang)


Manuver ini dilakukan dengan memutar 180 derajat bahu psterior sehingga menjadi
bahu anterior (Manuver Woodscrew)

10
Manual removal posterior arm (Manuver Jacquemier)
Ditentukan siku lengan posterior bayi, difleksikan dengan tekanan pada fossa
antecubital sehingga tangan bayi dapat dipegang. Tangan tersebut kemudian ditarik
hingga melewati dada bayi sehingga keseluruhan lengan dapat dilahirkan.

Episiotomi

Prosedur ini secara tidak langsung membantu penanganan distosia bahu, dengan
memungkinkan penolong untuk meletakkan tangan penolong ke dalam vagina untuk
melakukan manuver tertentu.

Roll over onto ‘all fours’ (knee-chest position/ Manuver Gaskin)


Langkah ini memungkinkan posisi bayi bisa bergeser dan terjadi disimpaksi bahu
anterior. Hal ini juga memungkinkan akses yang lebih mudah untuk memutar bahu
posterior atau bahkan melahirkannya langsung (lih. Gambar 10)

gambar 10. Gaskin Manuver

Hindari 4 P :
a. Panic (Panik)
b. Pulling (Menarik)
c. Pushing (Mendorong)
d. Pivot

Jika cara tersebut sudah dilakukan dan distosia bahu tetap belum teratasi maka dapat
dilakukan:
1. Manuver Zavanelli

2. Kleidotomi

11
3. Simfisiotomi

Bila distosia bahu telah berhasil ditangani, maka dilakukan :2

 Penilaian bayi untuk mengetahui adanya trauma.


 Analisa gas darah tali pusat.
 Penilaian ibu untuk tears pada saluran genital.
 Manajemen aktif kala III untuk mencegah perdarahan postpartum.
 Mencatat manuver yang telah dilakukan.
 Menjelaskan semua langkah yang telah dilakukan kepada ibu dan keluarga yang
mungkin ada pada saat dilakukan penanganan.

F. Komplikasi1,3,4

Kegagalan melahirkan bahu secara spontan dapat mengakibatkan cacat


permanen baik pada ibu maupun pada janin dengan resiko tinggi. Komplikasi
tersering yang terjadi adalah perdarahan dan laserasi derajat IV perineum. Komplikasi
lain yang dapat terjadi adalah laserasi vagina dan serviks beserta atonia uteri. Harus
diperhatikan bahwa manuver heroik seperti Zavanelli manuver dan simpisiotomi
sering mengakibatkan kecacatan pada ibu.
Cedera pleksus brachialis (Erb-Duschenne’s : cedera pada saraf tepi C5-C6;
klumpke pulsy : cedera pada saraf tepi C8-T1) adalah satu dari sekian banyak
komplikasi distosia bahu yang terpenting dan berbahaya. Banyak kasus distosia bahu
dapat diselesaikan tanpa terjadinya cedera pleksus brachialis dan kurang lebih 10%
kasus distosia bahu menyebabkan kecacatan permanen pleksus brachialis.
Walaupun distosia bahu dan penggunaan manuver dalam penatalaksanaan
distosia bahu sering duhubungkan dengan kelemahan otot di atas, cedera plexus
brachialis juga dapat terjadi pada persalinan pervaginam. Mekanisme yang mungkin
terjadi pada cedera akibat persalinan intrauterin adalah akibat tekanan endogeneous
propulsive dari uterus ketika bayi berada pada OUE, kegagalan bahu untuk berputar,
kelainan tekanan intrauterin akibat kelainan pada uterus (fibroid, septum intrauterin,
uterus bikornuate). Semua kondisi ini dapat menyebabkan cedera plexus brachialis.
Selain itu, tekanan berlebihan saat traksi juga dapat menyebabkan cedera ini. Cedera

12
tidak hanya disebabkan oleh karena traksi namun juga bisa diakibatkan oleh karena
tenaga pendorong ibu.
Komplikasi lain akibat distosia bahu seperti fraktur klavikula dan humerus
dapat saja sembuh tanpa cacat.
Sedangkan beberapa komplikasi lain yang fatal dari distosia bahu dapat
menyebabkan hipoksia-iskemik enselofati dan bahkan kematian.
Tabel 2. Komplikasi Distosia Bahu

BAB III

KESIMPULAN

13
1. Distosia bahu termasuk dalam kedaruratan obsetri, sehingga dibutuhkan tindakan segera.
2. Distosia bahu menyebabkan komplikasi serius pada ibu dan janin.
3. Faktor risiko distosia bahu dapat terjadi pada saat antepartum maupun intrapartum.
4. Manajemen penanganan distosia bahu disebut ALARMER, yang terdiri dari:
a. Ask for help (Minta bantuan)

b. Lift/hyperflex Legs

c. Anterior shoulder disimpaction (disimpaksi bahu depan)

d. Rotation of the posterior shoulder (Pemutaran bahu belakang)

e. Manual removal posterior arm (Manuver Jacquemier)

f. Episiotomi

g. Roll over onto ‘all fours’ (knee-chest position/ Manuver Gaskin)

Daftar Pustaka

14
1. Allen, Robert H. Shoulder dystocia. 2016. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1602970-overview.
2. Akbar H, Prabowo AY, Rodiani. Kehamilan aterm dengan distosia bahu. Medula
Edisi November 2017. Vol 7. Nomor 4. Lampung: Fakultas Kedokteran Unila. 2017.

3. Manuaba C, Manuaba F, Manuaba IBG. Pengantar Kuliah Obsetri. Jakarta: EGC; 2007.
4. Cuningham, F Gary. Distosia: kelainan presentasi, posisi, dan perkembangan janin.
Dalam: Obstetri William Edisi 21. Vol 1. Jakarta : EGC; 2010.
5. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan sarwono. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

15

Anda mungkin juga menyukai