Disusun oleh:
DI SUSUN OLEH :
MOH. INDRA SETIAWAN
NIM. 1315217
DI SETUJUI OLEH :
Pembimbing I
Pembimbing II
ii
SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
CABAI MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAFER DAN CASE
BASED REASONING (CBR) DENGAN METODE NEAREST NEIGHBOR
INTISARI
iii
Daftar Isi
iv
3.16 Penerapan K-Nearest Neighbor ........................................................................ 43
3.17 Analisa Kebutuhan Sistem ................................................................................ 46
4. Metodologi Penelitian ............................................................................................... 46
4.1 Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 47
4.2 Fokus Penelitian ................................................................................................ 49
4.3 Jenis dan Sumber Data ...................................................................................... 49
4.4 Perancangan Testing ......................................................................................... 49
4.5 Mekanisme Sistem ............................................................................................ 50
4.6 Lokasi Penelitian ............................................................................................... 53
4.7 Jadwal Penelitian .............................................................................................. 54
4.8 Biaya Penelitian ................................................................................................ 54
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 56
v
1. Pendahuluan
Bagian pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan masalah.
1
Penelitian ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam
membandingkan penelitian sebelumnya yang hanya menggunakan satu metode
dengan penggunaan dua metode, yaitu dengan membuat sistem pakar yang
mampu mendiagnosa hama dan penyakit tanaman cabai yang dapat diselesaikan
dengan menggunakan dua metode yaitu Dempster Shafer dan Case Based
Reasoning.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut dan dari penelitian
sebelumnya oleh Wijaya (2018) dan Minarni (2017) yang masing-masing
membuat sistem yang dapat menghasilkan diagnosa suatu penyakit dengan
menggunakan salah satu dari metode Dempster Shafer dan Case Based
Reasoning, maka pada penelitian ini diberi judul “Sistem Pakar Mendiagnosa
Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Menggunakan Metode Dempster Shafer dan
Case Based Reasoning (CBR) Dengan Metode K – Nearest Neighbor”. Objek
tanaman cabai pada penelitian ini digunakan karena mudahnya pengambilan data
tentang tanaman cabai baik yang diambil dari penelitian sebelumnya atau secara
langsung kepada pakar.
2
1.5 Batasan Masalah
1. Penelitian ini hanya membandingkan penerapan salah satu dari metode
Dempster Shafer - Case Based Reasoning dengan gabungan kedua
metode tersebut.
2. Pengguna aplikasi sistem pakar ini ditujukan kepada petani.
2. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini banyak sumber referensi yang diambil dari penelitian –
penelitian sebelumnya tentang sistem pakar, yaitu oleh Wijaya dkk. (2018),
dengan judul “Penerapan Diagnosis Penyakit Cabai Dengan Menggunakan
Metode Forward Chaining – Dempster-Shafer”, Perancangan sistem ini
menggunakan metode forward chaining dan Dempster Shafer guna memberikan
saran atau pertimbangan kepada petani untuk menentukan varietas cabai yang
unggul. Hasil dari metode ini berupa perangkingan. Metode forward chaining
berfungsi sebagai mesin inferensi berdasarkan fakta - fakta yang ada setelah itu
dihitung dengan metode Dempster Shafer.
Setelah penelitian Prakoso ada penelitian yang dibuat oleh Octaviani
(2010), dengan judul “Implementasi Case Based Reasoning Untuk Sistem
Diagnosis Penyakit Anjing” , Pada penelitiannya penulis mengimplementasikan
metode CBR untuk membantu pendiagnosisan penyakit anjing. Kasus - kasus
yang dipergunakan dalam sistem diperoleh dari catatan penangan kasus diagnosa
penyakit anjing dari seorang dokter hewan. Sistem akan memberikan keluaran
berupa kemungkinan penyakit dan saran pengobatan yang didasarkan pada
kemiripan kasus baru dengan pengetahuan yang dimiliki sistem.
Ihsan dkk. (2017), juga melakukan penelitian dengan judul “Penerapan
Metode Dempster Shafer Untuk Sistem Deteksi Penyakit Tanaman Cabai”
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi tentang Metode Dempster Shafer
serta menerapkannya pada sistem untuk deteksi gejala penyakit tanaman cabai.
Hasil penelitian ini yakni model rancangan sistem yang dapat digunakan untuk
mendeteksi penyakit tanaman cabai yang dapat diterapkan pada proses
pembangunan prototipe sistem pakar.
3
Penelitian pada tahun yang sama yaitu yang telah dilakukan oleh Orthega
dkk. (2017), dalam penelitianya, yang berjudul “Implementasi Metode Dempster
Shafer untuk Mendiagnosa Penyakit Tanaman Cabai”, sistem dikembangkan
menggunakan metode Dempster Shafer sebagai media diagnosa penyakit tanaman
cabai. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi literatur,
metode wawancara dan metode observasi. Hasil dari penelitian ini adalah sebuah
sistem untuk mendiagnosa penyakit tanaman cabai menggunakan metode
Demspter Shafer yang memuat berbagai gejala, penyebab, solusi dan hasil
diagnosis yang berdasarkan basis pengetahuan para pakar atau para ahli di bidang
pertanian. Dari kasus uji yang telah dilakukan, hasil dari pengujian akurasi yaitu
90% yang menunjukkan bahwa aplikasi berfungsi dengan baik sesuai dengan
metode Dempster Shafer.
Penelitian dengan metode Dempster Shafer juga telah dilakukan oleh
Sulistyohati (2008), dengan judul “Aplikasi Sistem Pakar Diagnosa Penyakit
Ginjal Dengan Metode Dempster Shafer” menghasilkan keluaran berupa
kemungkinan penyakit ginjal yang diderita berdasarkan gejala yang dirasakan
oleh user. Sistem ini juga manampilkan besarnya kepercayaan gejala tersebut
terhadap kemungkinan penyakit ginjal yang diderita oleh user. Besarnya nilai
kepercayaan tersebut merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan metode
Dempster Shafer.
Penelitian selanjutnya oleh Rikhiana (2013), dengan penelitianya yang
berjudul “Implementasi Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Dalam Pada
Manusia Menggunakan Metode Dempster Shafer” sebuah sistem yang
mempunyai kemampuan seperti pakar dengan memberikan nilai kepastian dalam
bentuk persentase dengan perhitungan Dempster Shafer. Pengembangan
perangkat lunak sistem pakar ini meliputi, analisis kebutuhan perangkat lunak
yang terdiri dari analisis kebutuhan user, analisis kebutuhan sistem dan
perancangan rekayasa pengetahuan dimana dalam pembuatan rekayasa perangkat
lunak ini data yang terkumpul direpresentasikan sebagai basis pengetahuan,
keputusan, basis aturan dan perancangan mesin inferensi.. Selanjutnya
perancangan sistem, yang merancang pembuatan pemodelan proses yang terdiri
4
dari konteks diagram dan DFD, pemodelan data yang terdiri dari perancangan
ERD, Mapping Table dan perancangan tabel. Pengembangan proses selanjutnya
adalah implementasi menggunakan Visual Basic 6.0 dan tahap akhir
pengembangan sistem yaitu pengujian dengan Black Box Test dan Alfa Test. Hasil
penelitian berupa program aplikasi sistem pakar yang mampu mendiagnosa
Penyakit Dalam sebanyak 17 jenis Penyakit Dalam. Keluaran sistem berupa hasil
penelusuran penyakit yang dilengkapi nilai persentase yang diperoleh dengan
perhitungan menggunakan metode Dempster Shafer, penyebab dan solusi.
Penelitian dengan metode Dempster Shafer selanjutnya yang dilakukan oleh
Cahyono dkk. (2017), dalam penelitianya yang berjudul “Sistem Pakar Diagnosis
Penyakit Kanker Tenggorokan Menggunakan Metode Dempster Shafer Berbasis
Web” menghasilkan keluaran berupa jenis penyakit yang diderita berdasarkan
gejala yang dirasakan oleh user. Sistem ini juga menampilkan besarnya nilai
kepercayaan gejala tersebut terhadap kemungkinan penyakit kanker tenggorokan
yang diderita oleh user. Besarnya nilai kepercayaan tersebut merupakan hasil
perhitungan dengan menggunakan metode Dempster Shafer. diperbandingkan
dengan semua rating alternatif yang ada.
Penelitian yang menggunakan metode Case Based Reasoning yang
dilakukan oleh Minarni (2017), penelitianya yang berjudul “Sistem Pakar
Identifikasi Penyakit Tanaman Padi Menggunakan Case Based Reasoning”
Penelitiannya ini membangun sistem pakar identifikasi penyakit tanaman padi
menggunakan metode Case Based Reasoning (CBR). Proses identifikasi
dilakukan dengan cara memasukkan kasus baru yang berisi gejala - gejala yang
akan diidentifikasi ke dalam sistem, kemudian melakukan proses perhitungan nilai
similaritas antara kasus baru dengan dengan basis kasus menggunakan metode
nearest neighbor. Hasil pengujian dengan threshold similaritas 70%
menggunakan metode nearest neighbor menunjukkan sistem memiliki tingkat
akurasi sebesar 82,69%
Penelitian dengan metode Case Based Reasoning juga telah dilakukan oleh
Zainuddin dkk. (2016), penelitianya yang berjudul “Penerapan Case Based
Reasoning (CBR) Untuk Mendiagnosis Penyakit Stroke Menggunakan Algoritma
5
K-Nearest Neighbor” Penelitian ini menggunakan penalaran berbasis kasus atau
Cased Based Reasoning (CBR) untuk melakukan diagnosis penyakit stroke.
Proses diagnosis dilakukan dengan cara memasukkan gejala yang dirasakan oleh
pasien. Metode yang digunakan untuk melakukan perhitungan similaritas antara
kasus lama dan baru pada sistem adalah algoritma K-Nearest Neighbor (KNN).
Output dari sistem CBR ini berupa solusi hasil diagnosis jenis penyakit pasien
serta bagaimana penanganan medisnya. Solusi dari kasus lama yang paling mirip
dengan kasus baru akan diambil sebagai bagian dari kasus baru dengan ketentuan
nilai kemiripan antara 0,8 (80%) sampai dengan 1 (100%). Berdasarkan hasil uji
coba didapatkan kesamaan diagnosis sistem terhadap pakar sebesar 0,933
(93,3%).
Penelitian dengan metode Case Based Reasoning selanjutnya dilakukan
oleh Sulastri (2011), dengan judul “Case Based Reasoning (CBR) Untuk
Pendeteksi Penyakit Pada Tanaman Kacang Kedelai Berbasis Web” Penelitianya
dilakukan dengan perbandingan output sistem dengan kesimpulan data
menggunakan 10 data baru, 40 data, 50 data dan 100 data. Hasil akurasinya
berturut-turut sebesar 94%, 96,5%, 99,2%, dan 99,8%. Dengan akurasi 99,8% dari
pengujian 50 data baru menunjukan sistem lebih teruji, dan menunjukan bahwa
sistem yang dibangun dapat melakukan diagnosa penyakit dengan memberikan
hasil diagnosa yang sesuai walaupun menggunakan data baru. Sistem pendeteksi
penyakit tanaman kacang kedelai dengan metode Case Based Reasoning ini
memiliki kinerja sistem yang baik untuk memberikan solusi yang akurat baik
ketika menyelesaikan permasalahan dengan kasus data yang sudah terdapat di
dalam basis pengetahuan, maupun menyelesaikan permasalahan dengan kasus
data yang belum ada di dalam basis pengetahuan.
Adapun penelitian lain dengan metode Case Based Reasoning yang
dilakukan oleh Fidyaningsih dkk. (2016) dengan judul “Sistem Pakar Diagnosa
Penyakit Kucing Menggunakan Metode Case Based Reasoning” Penelitian ini
menghasilkan sebuah sistem pakar diagnosa penyakit kucing dengan tingkat
akurasi sebesar 90%, yang dimanfaatkan untuk membantu semua orang terutama
6
para pemilik kucing yang ingin mengetahui penyakit dan gejala serta pencegahan
penyakit pada kucing.
Setelah penelitian oleh Fidyaningsih adapun penelitian dengan metode
Dempster Shafer yang dilakukan oleh Zainuri dkk. (2018) berjudul “Implementasi
Metode Dempster Shafer Untuk Mendeteksi Penyakit Pada Anjing” Dalam
penelitian ini diterapkan metode Dempster Shafer dikarenakan dengan metode ini
diketahui dari satu gejala yang sama dapat diketahui lebih dari satu penyakit yang
ada. Dengan metode ini juga dapat mengatasi permasalahan tersebut. Akurasi dari
sistem ini yaitu sebesar 85,53% yang berarti sistem ini dapat berjalan dengan baik
karena hasil dari sistem mendekati kesamaan dengan fakta lapangan yang
sebenarnya.
Penelitian dengan metode Dempster Shafer yang lain yaitu oleh Putra
(2013) dengan judul “Sistem Pakar Dengan Menggunakan Metode Dempster
Shafer Untuk Mendeteksi Jenis Perilaku Abnormal Adhd (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder) Pada Anak” Sistem ini diimplementasikan dengan
menggunakan bahasa pemograman Microsoft Visual Basic.Net dan dengan
menggunakan database Microsoft Access 2013. Hasil pengujian dengan
persentase sebesar 85% menunjukkan bahwa sistem pakar ini mampu mendeteksi
jenis perilaku ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) yang diderita
anak disertai dengan nilai keyakinan Dempster Shafer. Penelitian terkait
selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
7
No Peneliti Domain Masalah Metode yang Hasil
digunakan
Metode Forward fakta - fakta yang ada
Chaining – setelah itu dihitung
Dempster Shafer dengan metode Dempster
Shafer.
2 Octavian Implementasi Case Based Sistem pakar dapat
i (2010)
Case Based Reasoning melakukan diagnosis
Reasoning Untuk (CBR) penyakit anjing dengan
Sistem Diagnosis cukup baik, dan fasilitas
Penyakit Anjing modifikasi aturan (rule)
yang diberikan
memberikan kemudahan
bagi pakar untuk
mengubah aturan
sehingga sistem ini dapat
berfungsi dengan baik.
3 Ihsan dkk. Penerapan Metode Dempster Sistem yang dapat
(2017) Dempster Shafer Shafer digunakan untuk
Untuk Sistem mendeteksi penyakit
Deteksi Penyakit tanaman padi yang dapat
Tanaman Padi diterapkan pada proses
pembangunan prototipe
sistem pakar.
4 Orthega Implementasi Dempster Hasil dari penelitian ini
dkk. Metode Dempster Shafer adalah sebuah sistem
(2017) Shafer untuk untuk mendiagnosa
Mendiagnosa penyakit tanaman padi
Penyakit Tanaman menggunakan metode
Padi Demspter Shafer yang
8
Tabel 2.1 (Lanjutan)
9
Tabel 2.1 (Lanjutan)
10
Tabel 2.1 (Lanjutan)
11
Tabel 2.1 (Lanjutan)
12
2.1 Keaslian Penelitian
Bagian keaslian penelitian ini membahas mengenai penelitian yang sudah
ada yang terkait dengan penelitian yang dilakukan saat ini yaitu sistem pakar
diagnosa hama dan penyakit tanaman cabai, penelitian ini mengambil dari dua
penelitian yang sudah ada yaitu oleh Wijaya dkk. (2018), dalam penelitianya,
yang berjudul “Diagnosis Penyakit Cabai Dengan Menggunakan Metode Forward
Chaining – Dempster-Shafer”, sistem dikembangkan menggunakan metode
Dempster Shafer sebagai media diagnosa penyakit tanaman cabai, Hasil dari
penelitiannya menunjukan akurasi yang sudah dilakukan dari 20 kasus uji
menggunakan densitas gejala dari pakar menghasilkan akurasi sebesar 90%.
Penelitian lain oleh Minarni dkk. (2017), dengan judul “Sistem Pakar Identifikasi
Penyakit Tanaman Padi Menggunakan Case Based Reasoning” Penelitiannya
menghasilkan sistem pakar identifikasi penyakit tanaman padi dengan metode
Case Based Reasoning dengan memperhitungkan kemiripan masalah baru dengan
kasus lama. Hasil pengujian terhadap data uji dengan threshold similaritas sebesar
70% menunjukkan sistem memiliki tingkat akurasi sebesar 82, 69%..
Dari dua penelitian oleh Wijaya, Minarni dkk., maka dikembangkanlah
sistem pakar diagnosa hama dan penyakit tanaman cabai menggunakan metode
Dempster Shafer dan Case Based Reasoning. Adapun pada penelitian ini akan
membandingkan tingkat akurasi dari hasil diagnosa yang hanya menggunakan
salah satu dari metode Dempster Shafer dan Case Base Reasoning dengan
penggabungan dari kedua metode tersebut.
3. Landasan Teori
Untuk mendukung penelitian ini, maka perlu adanya teori - teori yang bisa
menjadi acuan dalam pembuatan proposal ini. Teori yang ada tentunya saling
berkaitan antara satu teori dengan teori lainnya, sehingga karya ilmiah yang dibuat
tidak akan keluar dari batasan - batasan karya ilmiah.
13
kemudian digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang biasanya
membutuhkan kepakaran atau keahlian manusia. Sistem pakar merupakan cabang
dari Artificial Intelligence (AI) yang cukup tua karena sistem ini mulai
dikembangkan pada pertengahan tahun 1960. Sistem pakar yang muncul pertama
kali adalah General Purpose Problem Solver (GPS) yang dikembangkan oleh
Newel dan Simon.
Istilah sistem pakar berasal dari istilah knowledge based expert system.
Istilah ini muncul karena untuk memecahkan masalah, sistem pakar menggunakan
pengetahuan seorang pakar yang dimasukkan ke dalam komputer. Seseorang yang
bukan pakar menggunakan sistem pakar untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah, sedangkan seorang pakar menggunakan sistem pakar untuk
knowledge assistant. (Sutojo dkk. 2011).
14
Komponen-komponen yang terdapat dalam arsitektur/struktur sistem pakar
pada Gambar 3.1 dijelaskan sebagai berikut:
a. Antarmuka Pengguna (User Interface)
Antarmuka merupakan mekanisme yang digunakan oleh pengguna dan
sistem pakar untuk berkomunikasi. Antarmuka menerima informasi dari
pemakai dan mengubahnya ke dalam bentuk yang dapat diterima oleh
sistem. Selain itu antarmuka menerima dari sistem dan menyajikannya
ke dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh pemakai.
b. Basis Pengetahuan
Basis pengetahuan mengandung pengetahuan untuk pemahaman,
formulasi, dan penyelesaian masalah.
c. Akuisisi Pengetahuan (Knowledge Acquisition)
Akuisisi pengetahuan adalah akumulasi, transfer, dan transformasi
keahlian dalam menyelesaikan masalah dari sumber pengetahuan ke
dalam program komputer. Dalam tahap ini knowledge enginer berusaha
menyerap pengetahuan untuk selanjutnya ditransfer ke dalam basis
pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari pakar, dilengkapi dengan
buku, basis data, laporan penelitian, dan pengalaman pemakai.
d. Mesin/Motor Inferensi (Inference Engine)
Komponen ini mengandung mekanisme pola pikir dan penalaran yang
digunakan oleh pakar dalam menyelesaikan suatu masalah. Mesin
inferensi adalah program komputer yang memberikan metodologi untuk
penalaran tentang informasi yang ada dalam basis pengetahuan dan
dalam workplace, dan untuk memformulasikan kesimpulan.
e. Workplace/Blackboard
Workplace merupakan area dari sekumpulan memori kerja (working
memory), digunakan untuk merekam kejadian yang sedang berlangsung
termasuk keputusan sementara.
f. Fasilitas Penjelasan
Fasilitas penjelasan adalah komponen tambahan yang akan
meningkatkan kemampuan sistem pakar, digunakan untuk melacak
15
respon dan memberikan penjelasan tentang kelakuan sistem pakar
secara interaktif melalui pertanyaan.
g. Perbaikan Pengetahuan
Pakar memiliki kemampuan untuk menganalisis dan meningkatkan
kinerjanya serta kemampuan untuk belajar dari kinerjanya. Kemampuan
tersebut adalah penting dalam pembelajaran terkomputerisasi, sehingga
program akan mampu menganalisis penyebab kesuksesan dan
kegagalan yang dialaminya dan juga mengevaluasi apakah
pengetahuan-pengetahuan yang ada masih cocok untuk digunakan di
masa mendatang.
16
menjelaskan dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan topik
permasalahan, jika perlu harus mampu menyusun kembali pengetahuan-
pengetahuan yang didapatkan, dan dapat memecahkan aturan-aturan
serta menentukan relevansi kepakarannya.
3. Pemindahan Kepakaran (Transferring Expertise)
Tujuan dari sistem pakar adalah memindahkan kepakaran dari
seseorang pakar ke dalam komputer, kemudian ditransfer kepada orang
lain yang bukan pakar. Proses ini melibatkan empat kegiatan yaitu :
a) Akuisisi pengetahuan (dari pakar atau sumber lain)
b) Representasi pengetahuan (pada komputer)
c) Inferensi pengetahuan
d) Pemindahan pengetahuan ke pengguna
4. Inferensi (Inferencing)
Inferensi adalah sebuah prosedur (program) yang mempunyai
kemampuan dalam melakukan penalaran. Inferensi ditampilkan pada
suatu komponen yang disebut mesin inferensi yang mencakup prosedur-
prosedur mengenai pemecahan masalah. Semua pengetahuan yang
dimiliki oleh seorang pakar disimpan pada basis pengetahuan oleh
sistem pakar. Tugas mesin inferensi adalah mengambil kesimpulan
berdasarkan basis pengetahuan yang dimilikinya.
5. Aturan (Rule)
Kebanyakan software sistem pakar komersional adalah sistem yang
berbasis rule (rule based system), yaitu pengetahuan disimpan terutama
dalam bentuk rule, sebagai prosedur-prosedur pemecahan masalah.
6. Kemampuan Menjelaskan (Explanation Capability)
Fasilitas lain dari sistem pakar adalah kemampuan untuk menjelaskan
saran atau rekomendasi yang diberikannya. Penjelasan dilakukannya
dalam subsistem yang disebut subsistem penjelasan (explanation).
Bagian dari sistem ini memungkinkan sistem untuk memeriksa
penalaran yang dibuatnya sendiri dan menjelaskan operasi-operasinya.
17
3.4 Rule Based
Dalam penjelasan tentang rule based system atau sistem berbasis aturan oleh
Syarifullah (2015), rule based system adalah cara untuk menyimpan dan
memanipulasi pengetahuan untuk menginterpretasikan informasi dalam cara yang
bermanfaat.
Rule based system / sistem berbasis aturan dapat digunakan untuk
melakukan analisis leksikal untuk mengkompilasi atau menafsirkan program
komputer, atau dalam pengolahan bahasa alami.
18
chaining). Berikut penjelasan mengenai kedua metode pencarian tersebut
(Yunanto, 2003) :
1. Runut maju (Forward chaining)
Runut maju merupakan metode pencarian yang memulai proses
pencarian dari sekumpulan data atau fakta, dari fakta-fakta tersebut
dicari suatu kesimpulan yang menjadi solusi dari permasalahan yang
dihadapi. Mesin inferensi mencari kaidah-kaidah dalam basis
pengetahuan yang premisnya sesuai dengan fakta - fakta tersebut,
kemudian dari aturan-aturan tersebut diperoleh suatu kesimpulan. Runut
maju memulai proses pencarian dengan data sehingga strategi ini
disebut juga data–driven.
2. Runut balik (Backward chaining)
Runut balik merupakan metode pencarian yang arahnya kebalikan dari
runut maju. Proses pencarian dimulai dari tujuan, yaitu kesimpulan
yang menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi. Mesin inferensi
mencari aturan-aturan dalam basis pengetahuan yang kesimpulannya
merupakan solusi yang ingin dicapai, kemudian dari aturan-aturan yang
diperoleh, masing-masing kesimpulan dirunut balik jalur yang
mengarah ke kesimpulan tersebut. Jika informasi atau nilai dari atribut
yang mengarah ke kesimpulan tersebut sesuai dengan data yang
diberikan maka kesimpulan tersebut merupakan solusi yang dicari, jika
tidak sesuai maka kesimpulan tersebut bukan merupakan solusi yang
dicari. Runut balik memulai proses pencarian dengan suatu tujuan
sehingga strategi ini disebut juga goal–driven.
Maka sudah dapat diperkirakan bahwa sistem pakar dengan beberapa
knowledge hanya dapat diisi beberapa kepakaranyang memiliki teknik inferensi
yang sama dan memiliki struktur knowledge based yang sama.
19
dalam beberapa cara, salah satunya adalah berdasarkan prioritas. Tiap-tiap rule
diberi nilai prioritas (McDermott and Lanny, 1976). Beberapa jenis resolusi
konflik yang ada (Pakiarajah dkk, 2000) adalah sebagai berikut :
a. First applicable: Jika rules terurut, dahulukan menjalankan rule yang
paling dapat diterapkan pertama.
b. Random: pilih salah satu rule yang akan dijalankan secara acak.
c. Specificity: rule yang diterapkan adalah rule yang paling banyak fakta
yang cocok, dalam hal berarti lebih spesifik.
d. Least Recently Used: setiap rule mempunyai timestamp (jam dan tanggal)
menandakan waktu terakhir digunakan.
e. "Best" Rule: Setiap rule diberikan bobot yang menentukan seberapa besar
rule itu dipertimbangkan.
Contoh:
Rule 1: IF color is yellow
THEN fruit is apple;
Rule 2: IF color is yellow
AND shape is long
THEN fruit is banana
Rule 3: IF shape is round
THEN fruit is apple.
Database mengandung yellow (color) dan round (shape). Rule 1 dan Rule 3
dapat dijalankan. Rule 1 lebih dahulu kemudian Rule 3.
Contoh:
Rule 1: IF the weather is cold
THEN the season is winter
Rule 2: IF the weather is cold
20
AND the temperature is low
AND the wind is blushing
AND the forecast is snow
THEN the season is winter.
Rule 2 adalah paling signifikan dibandingkan Rule 1. Jadi, Rule 2 dipilih
untuk diterapkan.
21
setiap rule mempunyai timestamp (jam dan tanggal) menandakan waktu
terakhir digunakan. Rule 1 dipilih untuk dijalankan karena rule 1 adalah
yang terakhir digunakan.
22
dikenal juga probabilitas fungsi densitas (m) yang menunjukkan besarnya
kepercayaan evidence terhadap hipotesis tertentu. (Iswanti dan Hartati, 2008)
Adapun, Plausibility (Pls) dinotasikan sebagai berikut:
Dimana:
Pl(H) = Plausibility
Bel(Ħ) = Belief
Plausibility juga bernilai 0 sampai 1, jika kita yakin akan X’ maka dapat
dikatakan Belief (X’) = 1 sehingga dari rumus di atas nilai Pls (X) = 0. Pada
aplikasi sistem pakar dalam satu penyakit terdapat sejumlah evidence yang akan
digunakan pada faktor ketidakpastian dalam pengambilan keputusan untuk
diagnosa suatu penyakit. Untuk mengatasi sejumlah evidence tersebut pada teori
Dempster Shafer menggunakan aturan yang lebih dikenal dengan Dempster’s Rule
of Combination. Secara umum formulasi untuk Dempster’s Rule of Combination
adalah:
∑ 𝑚1(𝑋)𝑚2(𝑌)
m3(Z) = (2)
1−𝑘
Dimana:
m3(Z) = mass function dari evidence (Z)
m1(X ) = mass function dari evidence (X)
m2(Y) = mass function dari evidence (Y)
k = Jumlah evidential conflict.
k = ∑ m1(X)m2(Y) (3)
𝑋𝑌=ø
23
Sehingga bila persamaan (2) disubstitusikan ke persamaan (3) akan menjadi:
∑ 𝑚1(𝑋)𝑚2(𝑌)
m3(Z) = (4)
1 − ∑ 𝑚1(𝑋)𝑚2(𝑌)
Dimana:
m3(Z) = mass function dari evidence (Z)
m1(X ) = mass function dari evidence (X)
m2(Y) = mass function dari evidence (Y)
k = jumlah evidential conflict.
m{θ} = 1,0
24
Apabila diketahui X adalah subset dari θ, dengan m1 sebagai fungsi densitasnya,
dan Y juga merupakan subset dari θ dengan m2 sebagai fungsi densitasnya, maka
dapat dibentuk fungsi kombinasi m1 dan m2 sebagai m3.
3.8.3 Probabilitas
Probabilitas digunakan untuk menyatakan tingkat atau derajat kepercayaan.
Nilai probabilitas berada diantara 0 dan 1. P(A|B) diinterpretasikan sebagai derajat
atau tingkat kepercayaan bahwa A benar dengan diberikan B (Giarratano dan
Riley, 2005). Tingkat atau derajat kepercayaan (degree of belief) berbeda dengan
tingkat atau derajat kebenaran (degree of truth). Probabilitas 0,8 tidak berarti 80%
benar, tetapi 80% tingkat kepercayaan terhadap sesuatu.
Nilai probabilitas dapat berasal dari frekuensi, pandangan obyektif, dan
pandangan subyektif. Nilai probabilitas yang didapatkan dari frekuensi
maksudnya adalah bilangan yang menyatakan besarnya nilai probabilitas berasal
dari experiment. Misalnya dari 100 pasien yang dating terdapat 10 pasien
menderita sakit A, maka dapat dikatakan probabilitas pasien menderita penyakit A
adalah 0,1.
25
mz dengan konsentrasi gr/l dan gunakan revus 250 sc 1 ml/l air dengan
gungisida kontak efektif.
2. Jamur Phytopthora Capsici
Phytophthora capsici telah dikenal sebagai salah satu cendawan atau
jamur patogen yang mampu menimbulkan kerusakan parah pada hampir
semua bagian tanaman cabai. Lantaran itu pula, cendawan ini sering
disebut sebagai plant destroyer of capsicums atau perusak tanaman
cabai-cabaian. Meskipun dikenal sebagai perusak utama tanaman cabai,
Phytophthora Capsici juga memiliki beragam tanaman inang lainnya,
terutama dari keluarga Solanaceae (misalnya: tomat dan terong)
dan Cucurbitaceae (misalnya: mentimun, semangka, dan melon).
Pengendalianya lakukan penyemprotan fungisida amistartop 325 sc
dengan konsentrasi 0,5 ml/l air, internal penyemprotan 7 – 10 hari.
3. Bercak Daun
Penyakit bercak daun cabai adalah salah satu penyakit terpenting yang
meyerang cabai di Indonesia. Penyakit ini distimulir oleh kondisi
lembab dan suhu relative tinggi. Penyakit bercak daun cabai dapat
menyebabkan kerusakan sejak dari persemaian sampai tanaman cabai
berbuah. Penyakit ini menyebabkan masalah serius terhadap
perkembangan tanaman cabai (Syamsuddin, 2007). Penangananya sama
dengan pengendalian Jamur phytopthora capsici yaitu lakukan
penyemprotan fungisida amistartop 325 sc dengan konsentrasi 0,5 ml/l
air.
4. Patah Batang
Penyakit teklik/patah batang pada tanaman cabai disebabkan oleh jamur
Choanephora Cucurbitarum. Jamur ini akan mudah tersebar oleh angin
pada cuaca yang lembab dan ada angin. Penyakit ini juga mudah
menular melalui singgungan antara daun/ cabang yang terserang dan
daun yang sehat. Pengendalianya cukup lakukan sanitasi lingkungan
dan pengaturan drainase yang baik. Lahan dibersihkan dari sisa – sisa
tanaman yang terinfeksi. Pangkas bagian batang yang terinfeksi
26
kemudian pendam dalam tanah yang jauh dari areal pertanaman cabai,
perlebar jarak tanam terutama pada musim hujan.
5. Layu Bakteri
Penyebab penyakit layu bakteri pada tanaman cabai adalah bakteri
Pseudomonas solanacearum. Bakteri parasit tersebut menyerang dan
menginfeksi area perakaran, pangkal batang, tunas, daun dan batang
tanaman cabai. Bakteri Pseudomonas solanacearum menginfeksi akar
dan menyebabkan akar tanaman membusuk. Penyebaran bakteri ini
dibantu oleh air, peralatan pertanian dan manusia. Pada kondisi tanah
yang terlalu basah dan lembab, bakteri Pseudomonas solanacearum
mudah dan cepat berkembang biak. Bakteri parasit ini menyerang pada
semua fase pertumbuhan, mulai dari pembibitan hingga tanaman
dewasa. Pengendalianya dengan melakukan sanitasi lingkungan,
pergiliran tanaman dengan cabai, cabai atau tanaman lain , drainase
yang baik, pemilihan benih/bibit yang sehat sangat dianjurkan sebagai
tindakan pencegahan.
6. Busuk Basah
Penyakit ini seringkali menyerang pada tanaman holtikultura, terutama
tanaman cabai. Busuk basah bisa saja menyerang buah cabai yang
masih muda (cabai hijau) maupun buah cabai yang sudah tua dan
hampir matang. Ketika ditemukan gejala busuk basah pada buah cabai
yang sudah matang, itu artinya buah cabai sudah lama terinfeksi yaitu
sejak buah cabai masih hijau. Oleh sebab itu, tindakan pencegahan
seharusnya dilakukan sedini mungkin. Pengendalianya yaitu dengan
melakukan penyemprotan activator tanaman bion – m 1/48 wp dengan
konsentrasi 1,25 g/l air, dengan interval 3 – 4 hari sekali (seminggu 2
hari penyemprotan), bergantian dengan amistartop 325 sc dengan
konsentrasi 0,5 ml/l air.
7. Thrips
Thrips merupakan hama utama tanaman cabai. Hama thrips pada
tanaman cabai adalah Thrips parvispinus. Serangan hama thrips
27
ditandai dengan adanya bercak-bercak keperakan pada daun tanaman
cabai. Hama lebih suka mengisap cairan daun muda sehingga
menyebabkan daun tanaman cabai mengeriting, akhirnya tanaman
menjadi kerdil. Pengendalian gunakan curacron 500 ec dengan
konsentrasi 2 ml/ l air atau Pegasus 500 sc dengan konsentrasi 1,5 ml/l
air atau agrimec 18 ec dengan konsentrasi 0,5 ml/ l air. Ketiga jenis
inteksida tersebut digunakan secara bergantian.
8. Kutu Daun Kapas
Sewaktu muda kutu ini berwarna putih, kemudian dewasa menjadi hijau
kehitaman. Hama ini mengisap cairan tanaman. Daun yang terserang
berubah keriput. Pertumbuhan terhambat dan kalau dibiarkan tanaman
bisa mati.Kutu dewasa membentuk sayap dan terbang ke tempat lain.
Kutu ini menghasilkan embun jelaga berwarna hitam yang mengganggu
proses fotosintesis, juga menjadi perantara penyebaran virus.
Pengendalianya gunakan curacron 500 ec dengan konsentrasi 2 ml/ l
air, atau Pegasus 500 sc dengan konsentrasi 1,5 ml/l air, keduanya
digunakan secara bergantian.
9. Kutu Daun Persik
Kutu daun persik memiliki alat tusuk isap, biasanya kutu ini ditemukan
dipucuk dan daun muda tanaman cabai. Ia mengisap cairan daun,
pucuk, tangkai bunga dan bagian tanaman yang lain sehingga daun jadi
keriting dan kecil warnanya brlang kekuningan, layu dan akhirnya mati.
Melalui angin kutu ini menyebar ke areal kebun. Efek dari kutu ini
menyebabkan tanaman kerdil, pertumbuhan terhambat, daun mengecil.
Kutu ini mengeluarkan cairan manis yang dapat menutupi permukaan
daun akan ditumbuhi cendawan hitam jelaga sehingga menghambat
proses fotosintesis. Kutu ini juga ikut andil dalam penyebaran virus.
Pengendalianya sama dengan pengendalian kutu daun kapas yaitu
dengan menggunakan curacron 500 ec dengan konsentrasi 2 ml/ l air,
atau Pegasus 500 sc dengan konsentrasi 1,5 ml/l air, keduanya
digunakan secara bergantian.
28
10. Virus Kerupuk
Partikel virus kerupuk berbentuk tongkat yang lebih tipis dan lebih
pendek dari TMV, dengan ukuran antara 97,6 – 158 nm, tebal 10 nm.
Berdasarkan ukurannya yang mendekati ukuran ini adalah kelompok
virus Hordeivirus Group (Brount dkk. 1991), kelompok ini memiliki
tipe anggota Barley Stripe Mosaic virus. Pengendalianya yaitu dengan
melakukan pemupukan yang berimbang, yaitu 150 – 200 kg Urea, 450
– 500 kg Za, 100 – 150 kg TSP, 100 – 150 kg KCL, dan 20 – 30 ton
pupuk organik per hektar. Melakukan sanitasi lingkungan, terutama
mengendalikan tumbuhan pengganggu/gulma yang dapat menjadi
tanaman inang virus, lakukan juga Eradikasi tanaman sakit, yaitu
tanaman yang menunjukkan gejala segera dicabut dan dimusnahkan
supaya tidak menjadi sumber penularan ke tanaman lain yang sehat.
11. Tungau Dewasa
Hama tungau (Mite) berada dan bersembunyi di balik daun cabai,
terutama daun muda. Hama tungau menyerang tanaman dengan cara
menghisap cairan daun di dalam jaringan mesofil hingga jaringan itu
rusak. Akibatnya klorofil pada daun menjadi rusak dan menghambat
proses fotosintesis tanaman. Hama tungau bisa menyerang tanaman
cabai dimusim hujan maupun musim kemarau. Namun serangan parah
umumnya terjadi pada musim kemarau. Hal ini disebabkan karena hama
tungau lebih cepat berkembang biak pada kondisi kering. Disaat musim
kemarau dan cuaca panas dengan suhu optimal 27° C telur-telur tungau
dapat menetas dalam waktu 3 hari. Menjadi tungau dewasa secara
seksual dalam waktu 5 hari setelah menetas. Pengendalianya gunakan
curacron 500 ec dengan konsentrasi 2 ml/l air atau Pegasus 500 sc
dengan konsentrasi 1,5 ml/l air atau algrimec 18 ec dengan konsentrasi
0,5 ml/l air, ketiganya digunakan secara bergantian.
12. Ulat Grayak
Ulat grayak (spodoptera litura) merupakan salah satu hama yang
menyerang tanaman cabai. Ulat grayak (spodoptera litura) menyerang
29
tanaman pada malam hari, sedangkan pada siang hari berada di dalam
tanah. Pada umumnya, ulat grayak menyerang satu tanaman secara
bersama-sama sampai seluruh daun tanaman tersebut habis, baru
kemudian ke tanaman lain. Ulat ini berumur 20 hari selama hidupnya
menyerang tanaman. Pengendalianya gunakan curacron 500 ec dengan
konsentrasi 2 ml/ l air atau match 50 ec dengan konsentrasi 1 ml/l air,
proclaim 19 ec dengan konsentrasi 0,5 ml/l air. Inteksida tersebut
digunakan bergantian.
13. Ulat Bawang
Ulat bawang (Spodoptera exigua) merupakan hama yang umum
merusak tanaman bawang merah, tetapi hama ini juga bisa menyerang
tanaman lain seperti tanaman cabai. Serangan hama ini dapat
menyebabkan penurunan produksi tanaman atau kehilangan hasil yang
tidak sedikit jika tidak dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian.
Pengendalianya sama dengan pengendalian hama ulat grayak, yaitu
dengan menggunakan curacron 500 ec dengan konsentrasi 2 ml/ l air
atau match 50 ec dengan konsentrasi 1 ml/l air, proclaim 19 ec dengan
konsentrasi 0,5 ml/l air, Inteksida tersebut digunakan bergantian.
14. Heliothis Spp (Ulat Buah)
Ulat buah cabai ini biasanya akan menyerang cabai mulai cabai masih
berwarna hijau hingga pada saat cabai masak. Ulat menyerang cabai
dengan cara mengebor dan masuk ke dalam buah cabai. Akibat
serangan ulat ini cabai menjadi rusak sehingga tidak bisa dijual ke
pasar. Pengendaianya dengan menyemprotkan proclaim 5 sg dengan
konsentrasi 1,5 -2 gr/10 l air dan proclaim 19 ec dengan konsentrasi 0,5
ml/l air.
30
jenis penyakit, gejala-gejala, dan relasi gejala dengan penyakit. Pada Tabel 3.3
merupakan basis pengetahuan yang berisikan semua jenis hama dan penyakit
b. Data gejala
Data-data gejala yang digunakan dalam sistem pakar penyakit kulit
sapi ini berjumlah 21 gejala. Adapun data-data gejala tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 3.2 Data Gejala Yang Mendukung Semua Hama Penyakit Tanaman
Cabai
31
Tabel 3.2 (Lanjutan)
Kode Nama Gejala
kehitaman
G006 Daun – daun menjadi layu
G007 Cairan putih keluar saat batang dipotong
G008 Warna buah kekuningan
Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik – titik hitam
G009
terdiri dari kelompok seta dan konidum jamur
Bagian bawah daun berwarna keperakan selanjutnya menjadi
G010
kecoklatan
G011 Daun tampak keriput dan melengkung keatas
G012 Daun seperti tembaga
G013 Daun mengeriting
G014 Daun kaku dan melengkung kebawah
Daun yang tersisa tinggal epidermis bagian atas dan tulang
G015
daunnya saja
G016 Daun berlubang
G017 Tanaman menjadi gundul
G018 Buah menjadi busuk
G019 Buah cabai berlubang
G020 Akar tanaman tampak kecoklatan dan lembek
G021 Ada seperti benang halus atau kapas berwarna keabu - abuan
32
THEN Jamur phytophthora capsici (P02)
R23 IF Bercak tidak beraturan dan kebasah - basahan (G001)
AND Ada seperti benang halus atau kapas berwarna keabu - abuan
(G021)
THEN Jamur phytophthora capsici (P02)
R24 IF Daun – daun menjadi layu (G006)
AND Akar tanaman tampak kecoklatan dan lembek (G020)
THEN Jamur phytophthora capsici (P02)
R25 IF Daun – daun menjadi layu (G006)
AND Ada seperti benang halus atau kapas berwarna keabu - abuan
(G021)
THEN Jamur phytophthora capsici (P02)
R26 IF Akar tanaman tampak kecoklatan dan lembek (G020)
AND Ada seperti benang halus atau kapas berwarna keabu - abuan
(G021)
THEN Jamur phytophthora capsici (P02)
R27 IF Bercak tidak beraturan dan kebasah - basahan (G001)
AND Daun – daun menjadi layu (G006)
AND Akar tanaman tampak kecoklatan dan lembek (G020)
THEN Jamur phytophthora capsici (P02)
R28 IF Bercak tidak beraturan dan kebasah - basahan (G001)
AND Daun – daun menjadi layu (G006)
AND Ada seperti benang halus atau kapas berwarna keabu - abuan
(G021)
THEN Jamur phytophthora capsici (P02)
R29 IF Daun – daun menjadi layu (G006)
AND Akar tanaman tampak kecoklatan dan lembek (G020)
AND Ada seperti benang halus atau kapas berwarna keabu - abuan
(G021)
THEN Jamur phytophthora capsici (P02)
33
R210 IF Bercak tidak beraturan dan kebasah - basahan (G001)
AND Daun – daun menjadi layu (G006)
AND Akar tanaman tampak kecoklatan dan lembek (G020)
AND Ada seperti benang halus atau kapas berwarna keabu - abuan
(G021)
THEN Jamur phytophthora capsici (P02)
34
R3 Penyakit Bercak daun
R31 IF Bercak – bercak kecil berbentuk bulat berwarna kehitaman (G002)
AND Daun – daun menjadi gugur (G003)
THEN Bercak daun (P03)
R32 IF Bercak – bercak kecil berbentuk bulat berwarna kehitaman (G002)
AND Buah – buah gugur (G004)
THEN Bercak daun (P03)
R33 IF Daun – daun menjadi gugur (G003)
AND Buah – buah gugur (G004)
THEN Bercak daun (P03)
R34 IF Bercak – bercak kecil berbentuk bulat berwarna kehitaman (G002)
AND Daun – daun menjadi gugur (G003)
AND Buah – buah gugur (G004)
THEN Bercak daun (P03)
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 3.3. untuk kolom rule berisi dua
rule yaitu R1 dan R3, untuk kolom id rule, berisi kaidah atau aturan yang ada pada
kedua rule tersebut yaitu R1 dan R2. Pada bagian kolom detail rule merupakan
gejala – gejala yang terdapat pada kaidah atau aturan yang ada pada kolom id rule.
Sedangkan untuk kolom urutan berfungsi untuk membantu memlih rule saat
terdapat konflik.
35
Berdasarkan pada tabel 3.3, maka rantai inferensinya adalah sebagai berikut :
Diberikan suatu himpunan fakta dalam working memory yaitu G002, G003
dan G004, gunakan rules untuk membangkitkan fakta sampai goal tercapai.
Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1) Cocokkan bagian IF dari setiap rule terhadap fakta dalam working memory
Fakta yang cocok ada pada rule 3, yaitu ada di R31, R32, R33 dan R34.
Rule 1 tidak dapat dipilih karena bagian IF-nya tidak dapat dicocokkan.
2) Jika ada lebih satu rule yang dapat digunakan, pilih satu yang ditetapkan
menggunakan resolusi konflik.
Pada rule 3, ada 4 yang cocok, maka untuk mengastasinya digunakan
resolusi konflik specificity (rule yang paling spesifik yang terpilih), diantara
R31, R32, R33 dan R34 yang paling spesifik adalah R34. Karena R34
mengandung semua fakta yang ada.
36
THEN Bercak daun (P03)
1. Langkah pertama
Menentukan nilai probabilitas. Nilai probabilitas didapatkan dari sampel
kasus yang diberikan oleh pakar berdasarkan data. Berikut ini adalah sampel
kasus yang terkait dengan gejala yang di inputkan oleh user terdapat pada Tabel
4.4.
kasus Gejala
Penyakit
G01 G02 G03 G04 G05
1 * Busuk daun (P01)
2 Busuk daun (P01)
3 Busuk daun (P01)
37
Tabel 3.4 (Lanjutan)
kasus Gejala
Penyakit
G01 G02 G03 G04 G05
4 * Busuk daun (P01)
5 Busuk daun (P01)
6 Jamur phytophthora capsici (P02)
7 * Jamur phytophthora capsici (P02)
8 Jamur phytophthora capsici (P02)
9 Jamur phytophthora capsici (P02)
10 Jamur phytophthora capsici (P02)
11 * Bercak daun (P03)
12 * * Bercak daun (P03)
13 * * Bercak daun (P03)
14 * Bercak daun (P03)
15 * Bercak daun (P03)
16 Busuk basah (P06)
17 * Busuk basah (P06)
18 * Busuk basah (P06)
19 Busuk basah (P06)
20 Busuk basah (P06)
21 * Kutu daun kapas (P08)
22 Kutu daun kapas (P08)
23 * Kutu daun kapas (P08)
24 * Kutu daun kapas (P08)
25 Kutu daun kapas (P08)
26 * Heliothis spp (P13)
27 Heliothis spp (P13)
28 * Heliothis spp (P13)
29 * Heliothis spp (P13)
30 Heliothis spp (P13)
31 * Patah batang (P04)
32 * Patah batang (P04)
33 * Patah batang (P04)
34 * Patah batang (P04)
35 * Patah batang (P04)
Pada Tabel 3.4 diambil masing – masing 5 kasus dari setiap penyakit dan
gejala yang terdapat pada setiap penyakit ditandai dengan tanda bintang (*).
Berdasarkan Tabel 3.4 juga diketahui bahwa Masalah hama dan penyakit cabai
yang mengalami gejala G01 adalah P10 dan P13 maka perhitungan nilai belief dan
plausibility untuk penyakit adalah:
P(G01 |P01) = 2/5 = 0.4
38
Plausibility =1 – 0.4 = 0.6
P(G01 |P02) = 1/5 = 0.2
Plausibility =1 – 0.2 = 0.8
Hama dan penyakit cabai yang mengalami gejala G02 adalah P03 dan P06 :
P(G02 |P03) = 3/5 = 0.6
Plausibility =1 – 0.6 = 0.4
P(G02 |P06) = 2/5 = 0.4
Plausibility =1 – 0.6
Hama dan penyakit cabai yang mengalami gejala G03 adalah P03 dan P08 :
P(G03 |P03) = 2/5 = 0.4
Plausibility =1 – 0.4 = 0.6
P(G03 |P08) = 3/5 = 0.6
Plausibility =1 – 0.6 = 0.4
Hama dan penyakit cabai yang mengalami gejala G04 adalah P03 dan P13 :
P(G04 |P03) = 2/5 = 0.4
Plausibility =1 – 0.4 = 0.6
P(G04 |P13) = 3/5 = 0.6
Plausibility =1 – 0.6 = 0.4
Hama dan penyakit cabai yang mengalami gejala G05 adalah P04 :
P(G05 |P04) = 4/5 = 0.8
Plausibility =1 – 0.8 = 0.2
2 Langkah kedua
Berdasarkan langkah pertama dapat dihitung nilai densitas (m) baru dengan
membuat tabel aturan kombinasi terlebih dahulu. Hasil dari kombinasi tersebut
akan digunakan pada saat menunjukan adanya gejala baru dengan fungsi densitas
m3. Baris pertama berisi semua himpunan bagian pada gejala pertama dengan m1
sebagai fungsi densitas dan kolom pertama berisi himpunan bagian pada gejala
kedua dengan m2 sebagai fungsi densitas. Karena G002 mendukung penyakit P01
39
dan P02 maka diambil nilai terbesar antara P01 dan P02 untuk dijadikan sebagai
m2, yaitu dengan nilai belief 0.4 dan plausibility 0.6.
0.48
1) M3 {P04 } = 1−0.32 = 0.7
0.08
2) M3 {P01,P02} = 1−0.32 = 0.11
0.12
3) M3 { ø } = 1−0.32 = 0.17
0.28
1) M5 { P04} = 1−(0.42+ 0.6) = 0.53
0.04
2) M5 {P01,P02} = 1−(0.42+ 0.6) = 0.07
0.1
3) M5 { P03,P06} = 1−(0.42+ 0.6) = 0.19
0.06
4) M5 { ø } = 1−(0.42+ 0.6) = 0.11
40
Proses aturan kombinasi awal sampai aturan kombinasi terakhir berdasarkan
gejala yang dipilih, maka dapat disimpulkan bahwa nilai densitas paling tinggi
adalah P04 yaitu dengan nilai densitasnya 53 x 100% = 53%.
41
baru tersebut gagal, maka menjelaskan kegagalannya, memperbaiki
solusi yang digunakan, dan mengujinya lagi.
Empat proses masing-masing melibatkan sejumlah langkah-langkah
spesifik, yang akan dijelaskan pada gambar 3.2.
Pada gambar 3.4 terlihat dengan jelas alur dari proses metodologi CBR
dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Pada saat terjadi permasalahan baru,
pertama- tama sistem akan melakukan proses Retrieve. Proses Retrieve akan
melakukan dua langkah pemrosesan, yaitu pengenalan masalah dan
pencarian persamaan masalah pada database. Setelah proses retrieve selesai
dilakukan, selanjutnya sistem akan melakukan proses reuse. Di dalam proses
reuse, sistem akan menggunakan informasi permasalahan sebelumnya
yang memiliki kesamaan untuk menyelesaikan permasalahan yang baru.
Pada proses reuse akan menyalin, menyeleksi, dan melengkapi informasi yang
akan digunakan. Selanjutnya pada proses revise, informasi tersebut akan
dikalkulasi, dievaluasi, dan diperbaiki kembali untuk mengatasi kesalahan-
kesalahan yang terjadi pada permasalahan baru. Pada proses terakhir, sistem
akan melakukan proses retain. Proses retain akan mengindeks, mengintegrasi,
dan mengekstrak solusi yang baru. Selanjutnya, solusi baru itu akan disimpan
ke dalam knowledge based untuk menyelesaikan permasalahan yang akan
datang. Tentunya, permasalahan yang akan diselesaikan adalah permasalahan
yang memiliki kesamaan dengannya.
42
3.15 Nearest Neighbor
. Algoritma nearest neighbor merupakan salah satu teknik untuk mencari
jarak terdekat dari tiap-tiap kasus (cases) yang ada di dalam database, dan
seberapa mirip ukuran (similarity) setiap source case yang ada di dalam database
dengan target case. (Octaviani, 2010). Rumus untuk menghitung bobot kemiripan
(similarity) dengan nearest neighbor retrieval adalah:
𝑠1∗𝑤1+𝑠2∗𝑤2+⋯+𝑠𝑛∗𝑤𝑛
Similarity(problem, case) = (5)
𝑤1+𝑤2+⋯+𝑤𝑛
Keterangan:
S = Similarity (nilai kemiripan)
W = Weight (bobot yang diberikan)
Sedangkan gejala yang diinputkan akan masuk kedalam kasus baru, seperti
pada Tabel 3.8.
43
Tabel 3.8 Kasus Baru
a. Retrieve
Proses mencari kemiripan kasus baru dengan kasus lama. Pada proses ini
untuk nilai bobot didapatkan dari pakar tanaman cabai.
(0∗0.8)+(0∗0.4)+(0∗0.6)+(0∗0.6)+(1∗0.2)+(0∗0.2)+(0∗0.3
Sim(P02,kasus baru) =
(0.8+0.4+0.6+0.6+0.2+0.2+ 0.3)
0.2
= = 0.06
3.1
44
Tabel 3.10 Pencocokan Kasus Lama ID P03 dengan Kasus Baru
(1∗0.4)+(1∗0.6)+(1∗0.6)+(0∗0.2)
Sim(P03,kasus baru) =
(0.4+0.6+0.6+0.2)
1,6
= = 0.88
1.8
b. Proses reuse
Perhitungan kasus dari pembobotan tertinggi yaitu ID P03 sebesar 0.88 atau
88%, Maka solusi yang ditawarkan yaitu solusi dari kasus ID P03.
c. Proses revise
pada proses similarity antara kasus baru dengan kasus lama telah ditemukan
nilai yang lebih dari 0.8, maka proses revise tidak dilakukan. Tetapi jika
ternyata setelah dilakukan proses perhitungan dan tidak ada kasus yang
mirip atau tidak memenuhi nilai threshold yaitu 0.8, maka dilakukan proses
revise Pada proses revise Informasi berupa masukan gejala pada kasus baru
akan dimasukkan kedalam tabel khusus untuk diperiksa kembali dan
menjadikannya kasus baru. Pada proses ini akan menggunakan metode
Dempster Shafer.
d. Proses retain
Setelah proses revise selesai dan sudah ditemukan solusi yang benar-benar
tepat menggunakan algoritma Dempster Shafer barulah ditambahkan aturan
dengan memasukkan data kasus baru yang sudah ditemukan solusinya
tersebut ke dalam basis pengetahuan yang nantinya dapat digunakan untuk
kasus berikutnya yang memiliki permasalahan yang sama. Proses inilah
yang disebut dengan proses retain.
45
3.17 Analisa Kebutuhan Sistem
Dalam perancangan sistem ini ada dua jenis kebutuhan yang diperlukan
yaitu kebutuhan perangkat keras dan kebutuhan perangkat lunak.
a. Kebutuhan perangkat keras
Perangkat Keras yang digunakan dalam perancangan ini adalah satu unit
Laptop yang dilengkapi dengan spesifikasi sebagai berikut :
1. Processor Intel(R) Core(TM)2 Duo CPU E7500 @2.93GHz
2. HarddisK Drive 500 GB
3. Memori 4 GB
4. VGA 1 GB resolusi 1024 x 768, 64 bit
5. Monitor LCD 14’
6. Keyboard dan Mouse
b. Kebutuhan perangkat lunak
Dalam merancang sistem pakar ini diperlukan sejumlah perangkat lunak
yang mendukung perancangan sistem antara lain sebagai berikut :
1. Sistem Operasi Microsoft Windows 7 Ultimate 64 bit
2. XAMPP Control Panel untuk Windows 64 bit
3. Database My-SQL
4. Browser Mozila Firefox
5. Adobe Dreamweaver
6. Notepad++
4. Metodologi Penelitian
Metodologi merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau
metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk
meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis
dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.
Metodologi penelitian yang akan digunakan yaitu identifikasi masalah,
pengumpulan data, analisis data, pengolahan data dengan metode Dempster
Shafer dan Case Based Reasoning (CBR).
46
4.1 Metode Pengumpulan Data
Dalam metodologi penelitian ini digunakan metode kualitatif yang
menggunakan 3 teknik tiga pengumpulan data, yaitu :
1. Teknik pengumpulan data
Untuk menunjang kelancaran dalam perancangan sistem pakar diagnosa
hama penyakit tanaman cabai digunakan beberapa langkah dalam
mengumpulkan data, antara lain :
Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data dan referensi
melalui Jurnal - jurnal yang menggunakan metode CBR, Metode
KNN, Metode Dempster Shafer, juga artikel online menggunakan
media internet untuk mendapatkan referensi tentang pengertian
metode yang di pakai yang berhubungan dengan penulisan ini.
Observasi
Peneliti melakukan tinjauan langsung kelapangan guna
mendapatkan informasi dan fakta pendukung dalam penelitian
berupa data – data penyakit cabai. Penelitian dilakukan di desa Insil
kota kotamobagu.
Wawancara
Melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak Dinas
Pertanian dan Perikanan Kab. Bolaang Mongondow yaitu dengan
Bapak Djamsari selaku penyuluh.
Penelitian Dengan Internet
Peneliti melakukan penelusuran dengan mesin pencari seperti
Google untuk mendapatkan informasi-informasi mengenai
penelitian ini. Adapun informasi ini diperoleh dengan mengakses
artikel-artikel, jurnal, e-book dan sebagainya melalui internet.
2. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah dilakukan terkait dengan pakar diagnosa penyakit
hama penyakit pada tanaman cabai. Setelah masalah berhasil di
identifikasikan maka langkah berikutnya adalah mengumpulkan semua
47
pengetahuan dan dianalisa serta ditentukan bentuk representasi
pengetahuan yang sesuai.
3. Metode Pengembangan Sistem
Metode analisis data dalam pembuatan perangkat lunak menggunakan
metode waterfall. Metode ini melibatkan 5 tahapan, dimana setiap
tahapan selalu melakukan verifikasi dan testing. Tahapan-tahapannya
yaitu:
a) Analisis kebutuhan perangkat lunak
Pada proses ini, dilakukan penganalisaan dan pengumpulan
kebutuhan sistem yang meliputi Domain informasi, fungsi yang
dibutuhkan unjuk kerja/performansi dan antarmuka.
b) Desain
Pada proses desain, dilakukan penerjemahan syarat kebutuhan
sebuah perancangan perangkat lunak yang dapat diperkirakan
sebelum dibuatnya proses pengkodean (coding). Proses ini
berfokus pada struktur data, arsitektur perangkat lunak,
representasi interface, dan detail algoritma prosedural.
c) Pengkodean
Pengkodean merupakan proses menterjemahkan perancangan
desain ke bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, dengan
menggunakan bahasa pemrograman.
d) Pengujian
Setelah Proses Pengkodean selesai, dilanjutkan dengan proses
pengujian pada program perangkat lunak, baik Pengujian logika
internal, maupun Pengujian eksternal fungsional untuk memeriksa
segala kemungkinan terjadinya kesalahan dan memeriksa apakah
hasil dari pengembangan tersebut sesuai dengan hasil yang
diinginkan.
48
e) Pemeliharaan
Proses Pemeliharaan merupakan bagian paling akhir dari siklus
pengembangan dan dilakukan setelah perangkat lunak
dipergunakan.
49
(antarmuka), fungsional tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam
kodingan.
Tujuan Black Box Testing adalah untuk mencari kesalahan/kegagalan dalam
operasi tingkat tinggi, yang mencakup kemampuan dari perangkat lunak,
operasional/tata laksana, skenario pemakai. Fungsi dari pengujian ini berdasarkan
kepada apa yang dapat dilakukan oleh sistem. Untuk melakukan pengujian
perilaku seseorang harus mengerti lingkup dari aplikasi, solusi bisnis yang
diberikan oleh aplikasi, dan tujuan sistem dibuat.
Contoh pengujian pada aplikasi internet banking, maka pengujian yang dilakukan
adalah menjalankan aplikasi, memeriksa apakah semua fungsi pada aplikasi
berjalan dengan baik serta mengecek tampilan dari aplikasi tersebut apakah sesuai
dengan design yang sudah ditentukan atau belum.
50
8. Jika jawaban “ya” maka sistem akan menghitung nilai max (nilai
tertinggi) untuk m(penyakit).
Setelah nilai max ditentukan, maka sistem akan mengetahui kesimpulan
penyakit, yaitu penyakit dengan nilai densistas terbesar. Proses selesai.
Keterangan :
X = Penyakit
I = Iterasi jumlah gejala
m = Nilai densitas / kepercayaan
Pada diagram alur sistem, digambarkan bahwa langkah awal yang harus
dilakukan yaitu menginput gejala yang dialami penderita ke dalam sistem.
Kemudian dari gejala yang diinputkan, sistem akan melakukan proses retrieve
(menghitung kesamaan gejala menggunakan algoritma K-NN). Apabila similarity
51
gejala hasilnya ≥ 0,8 maka sistem akan melakukan proses Reuse data kasus lama
untuk digunakan kembali sehingga langsung didapatkan hasil diagnosanya.
Sedangkan apabila similarity gejalanya hasilnya ≤ 0,8 maka sistem akan
melakukan proses Revise dan Retain untuk menjadikan gejala penderita sebagai
kasus baru. Kasus baru tersebut akan menambah kecerdasan sistem karena
memperkaya sumber kasus pada sistem.
Untuk lebih jelasnya mekanisme Case Based Reasoning bisa dilihat pada
Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Mekanisme Sistem dengan Metode CBR dan Metode KKN
Mekanisme sistem secara keseluruhan pada aplikasi sistem pakar yang akan
dibuat ini adalah sebagai berikut : langkah awal yang harus dilakukan yaitu
menginput gejala yang dialami penderita ke dalam sistem. Kemudian dari gejala
yang diinputkan, sistem akan melakukan proses retrieve (menghitung kesamaan
gejala menggunakan algoritma K-NN). Apabila similarity gejala hasilnya ≥ 0,8
maka sistem akan melakukan proses Reuse data kasus lama untuk digunakan
52
kembali sehingga langsung didapatkan hasil diagnosanya. Sedangkan apabila
similarity gejalanya hasilnya ≤ 0,8 maka sistem akan melakukan proses revise,
pada proses revise inilah metode Dempster Shafer digunakan dan setelah itu
proses Retain yaitu untuk menjadikan gejala penderita yang telah diolah dengan
metode Dempster Shafer sebagai kasus baru. Kasus baru tersebut akan menambah
kecerdasan sistem karena memperkaya sumber kasus pada sistem.
53
4.7 Jadwal Penelitian
Pelaksanaan Tindakan Penelitian diatur berdasarkan jadwal
sebagaimana terlihat pada tabel 4.1.
Berdasarkan Tabel 4.13 penelitian dimulai pada bulan januari 2018 dengan
detail jenis kegiatan seperti pada kolom kedua yang dimulai dengan penulisan
proposal sampai pelaksanaan ujian hasil yang diperkirakan berakhir pada bulan
juni 2018.
54
Tabel 4.2 (Lanjutan)
55
Daftar Pustaka
Adhi, S.B., 2010, Perancangan dan Implementasi Sistem Pakar untuk Analisa
Penyakit Dalam, Skripsi, Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro Semarang.
Aghus, S., Eko, H. dan Ramadhony, W.D., 2008, Algoritma Genetika Dalam
Pemilihan Spesifikasi Komputer, Jurnal Teknik Elektro Universitas
Diponegoro, Semarang.
Andik, A.S., Imron, R. dan Miftahul, U., 2016, Penerapan Case Based Reasoning
(CBR) untuk Mendiagnosa Jenis Pecandu Narkoba, Jurnal Jurusan Teknik
Informatika Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban.
Aprilia, S. dan Taufiq, H., 2008, Aplikasi Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Ginjal
Dengan Metode Dempster Shafer, Jurnal Fakultas Teknologi Industri
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Eka, R.P., 2013, Sistem Pakar Dengan Menggunakan Metode Dempster Shafer
Untuk Mendeteksi Jenis Perilaku Abnormal Adhd (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder) Pada Anak, Skripsi, Jurusan Teknik Informatika
Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau Pekanbaru.
Erni, S., Eneng, T.T. dan Fajar, D., 2016, Case Based Reasoning (CBR) Untuk
Pendeteksi Penyakit Pada Tanaman Kacang Kedelai Berbasis Web, Jurnal
Program Studi Ilmu Komputer FMIPA Universitas Pakuan, Bogor.
Galih, H.M. dan Siti A.A.Y., 2016, Diagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan
Menggunakan Metode Case Based Reasoning (CBR) Berbasis Web, Jurnal
Teknik Informatika Stmik Bumigora Mataram, Mataram, 3, 6.
Harry, S., 2015, Rancang Bangun Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Sapi Dengan
Metode Dempster-Shafer Berbasis Web, Jurnal Teknik Informatika Universitas
Tanjungpura, Pontianak.
56
Imam, W., 2008, Ketidakpastian dan Kepastian, https://drackids.wordpress.com/,
17 September 2008, diakses 7 Agustus 2018.
Irlando, M.P, Wiwik, A. dan Ahmad, M., 2012, Penerapan Case-Based Reasoning
pada Sistem Cerdas untuk Pendeteksian dan Penanganan Dini Penyakit Sapi,
Jurnal Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS), Surabaya, 1, 1.
Jordan, J.R., 2017, Case Based Reasoning Penentuan Pasal dan Sanksi Pada
Tindak Ringan Berdasarkan Kitab Undang - undang Hukum Pidana
Menggunakan Metode K - nearest Neighbor dan Certainty Factor, Skripsi,
Jurusan Teknik Informatika Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer (STMIK) Multicom Bolaang Mongondow, Kotamobagu.
Kasumbogo U., 1993, Pengantar pengelolaan hama terpadu. UGM Press,
Yogyakarta.
Lulus, O.C., Cahya, R. dan Luqman, A., 2017, Sistem Pakar Diagnosis Penyakit
Tanaman Buah Dalam Pot Menggunakan Metode Dempster Shafer Berbasis
Web, Jurnal Teknik Informatika Teknologi Informasi Politeknik Negeri
Malang, Malang, 8, 2.
Mohammad, Z., Khasnur, H. dan Wayan, T., 2016, Penerapan Case Based
Reasoning (CBR) untuk Mendiagnosis Penyakit Stroke Menggunakan
Algoritma K-Nearest Neighbor, Jurnal Program Studi Teknik Informatika
STMIK Bumigora, Mataram.
Muchlisin, R., 2016, Pengertian, Tujuan dan Struktur Sistem Pakar,
https://www.kajianpustaka.com/2016/10/pengertian-tujuan-dan-struktur-
sistem-pakar.html, 12 Oktober 2016, diakses 2 februari 2018.
Muhammad, Z., Nurul, H. dan Satrio, E., 2018, Implementasi Metode Dempster-
Shafer Untuk Mendeteksi Penyakit Pada Anjing, Jurnal Teknik Informatika
Fakultas Ilmu Komputer.
Muhd, I., Fahrul, A. dan Dyna, M.K., 2017, Penerapan Metode Dempster Shafer
untuk Sistem Deteksi Penyakit Tanaman Padi, Jurnal Fakultas Ilmu Komputer
dan Teknologi Informasi Universitas Mulawarman, Samarinda, 2, 1.
Muliadi, Irwan, B., Muhammad, A.P. dan Antar, S., 2017, Fuzzy dan Dempster-
Shafer Pada Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Tanaman Cabai, Jurnal Prodi
Ilmu Komputer FMIPA ULM, Banjarbaru.
57
Orthega, S., Hidayat, N. dan Santoso, E., 2017, Implementasi Metode Dempster-
Shafer untuk Mendiagnosa Penyakit Tanaman Padi, Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 1, 10.
Supramana., 2009, pengelolaan beberapa hama dan penyakit tanaman cabai,
http://web.ipb.ac.id/lppm/lppmipb/penelitian/hasilcari.php,3 Desember 2009,
diakses 8 januari 2018.
Syatibi., 2012. Sistem Pakar Diagnosa Awal Penyakit Kulit Sapi Berbasis Web
Dengan Menggunakan Metode Certainty Factor, Tesis, Program Studi Magister
Sistem Informasi Universitas Diponegoro, Semarang.
58