Anda di halaman 1dari 14

1

Konsep Keseimbangan
Cairan Tubuh

1.1 Komposisi Cairan Tubuh


A. Air
Komponen cairan terbesar didalam tubuh kita adalah air, yang terdiri dari
beberapa bentuk seperti suspensi maupun larutan. Jumlah cairan di dalam
tubuh setiap individu berbeda berdasarkan jumlah lemak, berat badan, jenis
kelamin, dan umur seseorang (Tambayong, 2001).
Menurut Horne (2001) pada bayi lahir cukup bulan kompisisi cairan
relatif lebih besar yaitu 73-75%, sedangkan pada bayi yang lahir dalam
keadaan premature jumlah air dalam tubuhnya sekitar 80% per kilogram berat
badan, persentase ini akan menurun pada akhir tahun pertama sampai sekitar
60%. Kandungan air di dalam tubuh wanita dewasa ( 20-40 tahun) yaitu
sekitar 50-55% dari berat badannya, pada pria dewasa ( 20-40 tahun) terdapat
sekitar 60% air di dalam tubuhnya. Pada wanita dewasa persentasi jumlah air
di dalam tubuh relatif rendah yang dikarenakan oleh lemak tubuh yang lebih
banyak dan otot –otot rangka pada wanita dewasa yang relatif lebih kecil.
Kandungan air ini akan menurun seiring dengan bertambahnya usia
seseorang, sehingga pada usia lanjut persentasi air di dalam tubuh hanya
tingal sekitar 40% atau kurang.
Kandungan air didalam tubuh kita dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu
: 1) salah satu intake cairan bagi tubuh yang paling mudah kita peroleh adalah
dengan minum, rasa haus dan kebiasaan minum diatur oleh hipotalamus di
otak yang bereaksi terhadap dehidrasi; 2) mungkin dengan minum saja tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan air dan mencegah terjadinya dehidrasi
dalam tubuh, maka dari itu air juga intake cairan juga bisa didapatkan dari
konsumsi makanan yang mengandung air (Setiadi, 2007).
Untuk menjaga homeostatis cairan tubuh, maka jumlah antara intake dan
output cairan harus seimbang. Proses kehilangan (output) air dalam tubuh
terjadi dalam empat cara :
2

1. Sebagai urin sekitar 1,5 ml per hari.


2. Dengan ekspirasi udara dari paru-paru sekitar 400 ml per hari.
3. Dalam feses sekitar 100 ml per hari.
4. Melalui kulit sebagai keringat, jumlahnya sesuai dengan tempratur
kelembapan dan sirkulasi udara.
B. Solut (terlarut)
Selain mengandung air, tubuh manusia juga mengandung dua jenis
substansi yaitu substansi terlarut (zat terlarut): elektrolit dan non-elektrolit.
1. Elektrolit
Merupakan zat terlarut yang berdisosiasi atau yang terpisah
didalam larutan dan akan menghantarkan arus listrik. Elektrolit terpisah
menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion) yang diukur dengan
kapasitasnya unjtuk saling berikatan satu sama lain ( miliekuivalen/liter
[mEq/L] atau dengan berat molekul dalam gram (milimol/liter [mol/L]).
Perhitungan jumlah kation dan anion dalam larutan selalau sama.
a. Kation
Di dalam larutan kation berperan dalam membentuk ion-ion yang
bermuatan positif. Jenis kation utama dalam intraselular berbeda
dengan ekstrasluler. Dalam cairan ekstraleluler kation utamanya adalah
Na֗ , sedangkan kation intraseluler utama adalah K֗ ( kalium). Pada
dinding sel terdapat sistem pompa yang nantinya akan memompa
Natrium (Na֗) keluar sel dan K֗ (kalium) masuk ke dalam sel.
b. Anion
Anion merupakan pembentuk muatan ynag negatif pada larutan.
Sama halnya seperti kation, anion utama pada ekstarseluler dan
intraseluler juga berbeda. Pada ekstraseluler anion utama yang
berperan adalah klorida (Cl֗), sedangkan ion posfat (PO₄3֗) yang
merupakan ion utama di dalam intraseluler.
1.2 Kompartemen cairan tubuh
Air terdapat dalam dua kompartemen (ruang) cairan, yaitu kompartemen
intrasel dan kompartemen ekstrasel (Horne, 2001).
3

A. Cairan Intraseluler (CIS)


CIS merupakan cairan yang terkandung di bagian dalam sel. Pada
orang dewasa dua per tiga cairan tubuhnya terdpaat di ruang intraseluler,
sama kira-kira 25 L pada rata-rata pria dewasa (70 Kg). Sebaliknya, pada
bayi setengah dari cairan di dalam tubuhnya adalah cairan intraseluler.
B. Cairan Ekstraseluler (CES)
Ces adalah cairan di luar sel. Ukuran relatif dari CES menurun
dengan peningkatan usia. Pada bayi baru lahir, kira-kira setengah cairan
tubuh terkandung di dalam CES. Setelah usia satu tahun, volume relatif
dari CES menurun sampai kira-kira sepertiga dari volume total. Ini
hampir sebanding dengan 15 L dalam rata-rata pria dewasa (70 kg). Lebih
jauh CES dibagi lagi menjadi beberapa bentuk, yaitu :
1. Cairan interstisial (CIT)
Merupakan cairan yang berada di sekitaran sel, berjumlah sama
dengan kira-kira 8L pada orang dewasa. Salah satu cairan yang
termasuk dalam cairan interstisial adlaah cairan limfe. CIT bersifat
relatif terhadap ukuran tubuh, volume CIT pada bayi baru lahir
diperkirakan dua kali lebih besar dibanding CIT orang dewasa.
2. Cairan intravaskuler (CIV)
Cairan yang terkandung di dalam pembuluh darah. Volume relatif
dari CIV sama pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume
darah orang dewasa kira-kira 5-6 L, 3L dari jumlah tersebut adlaah
plasma darah. Sisanya 2-3 L terdiri dari sel darah merah (eritrosit)
yang mentranspor oksigen dan bejkerja sebagai buffer tubuh yang
penting; sel darah putih (leukosit); dan trombosit. Seperti yang kita
ketahui fungsi darah mencakup pengiriman nutrien ke jaringan,
sebagai transpor produk sisa metabolisme ke ginjal dan paru-
paru,sebagai trasnport hormon ke tempat aksinya, pengiriman antibodi
dan leukosit ke tempat infeksi, serta sebagai pengatur sirkulasi panas
tubuh.
3. Cairan transeluler (CTS)
4

Adalah cairan yang terkandung di dalam rongga khusus dari


tubuh. Contoh dari CTS adalah cairan serebrospinal, perikardial,
pleural, sinovial, dan cairan intraokular, serta sekresi lambung. Pada
waktu tertentu CTS mendekati jumlah 1 L. Namun, sejumlah besar
cairan dapat cairan dapat saja bergerak ke dalam dan ke luar ruang
transeluler setiap harinya, sebagai contoh, saluran gastrointestinal
secara normal mensekresi dan mereabsorpsi sampai 6-8 L per hari.
1.3 Sistem Transportasi Cairan dan Elektolit
A. Perpindahan air diantara bagian tubuh
Cairan interstisial adalah pertahanan lingkungan ( milleu interiure )
tempat sel hidup. Pembuluh darah adalah sebagai jalan raya untuk
pengangkutan zat-zat yang diperlukan oleh sel maupun zat-zat sisa
metabolik untuk nanti dikeluarkan dari tubuh.
Hukum Starling Kapiler menyatakan, bahwa pertukaran air dan
elektrolit antara plasma dengan cairan interstisial di pengaruhi oleh empat
faktor, yaitu:
1. Tekanan hidrostatik dari dalam pembuluh darah arahnya ke jaringan
interstisial. Tekanan ini ditentukan darah dan tekanan jaringan.
2. Tekanan osmotik koloid dari dalam darah yang menahan atau
menghambat tekanan keluar. Tekanan ini ditentukan oleh kehadiran
protein plasma dan protein jaringan.
3. Tekanan hidrostatik jaringan yang melawan tekanan hidrostatik darah.
4. Tekanan osmotik koloid dari jaringan yang melawan osmotik koloid
darah.
Sifat dinding kapiler adalah permeable terhadap air, elektrolit, asam
amino serta glukosa, namun immepermeable terhadap protein, sehingga
protein plasma tidak bisa keluar ke jaringan walaupun ada beberapa
molekul protein plasma yang berhasil lolos ke jaringan (sedikit) dan ini
tentu menambah tekanan osmotik koloid jaringan. Karena ukuran molekul-
molekul protein besar, maka ia tidak masuk kembali kedalam venula, ia
berkumpul dijaringan, kewajiban pembulu limfe untuk menangkap dan
5

menyalurkan molekul besar ini kembali ke aliran darah setelah melalui


duktus limfatikus ke vena subklavia.
Pada awal kapiler spontan semua pergerakan pindah dari arah dlaam
pembuluh darah kejaringan (air, elektrolit, glukosa, asam amino) sehinga
plasma menjadi lebih hiperosmotik karena protein tetap di dalam
pembuluh darah. Pada akhir kapiler dan venula tekanan darah sudah
semakin rendah, sebaliknya tekanan osmotic koloid darah tinggi, maka
pergerakan cairan dan elektrolit menjadi arah sebaliknya yaitu dari
jaringan kedalam pembuluh darah dengan membawa sisa metabolit yang
dilepaskan sel. Perubahan tekanan osmotic koloid jaringan tidak terjadi
karena molekul-molekul protein yang sempat lolos ke jaringan segera
diangkut melalui sistem limfatik yang ada juga disekitar tempat itu. Proses
macam ini berlangsung terus menerus sehingga homeostatis di cairan
interstisial terjaga dengan baik.
B. Trasnpor Cairan Tubuh dan Elektrolit
Menurut Tamsuri (2009), secara umum proses perpindahan (transpor)
cairan dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya dilakukan dalam
empat cara, yaitu proses difusi, filtrasi, osmosis, dan transpor aktif.
1. Difusi
Adalah pergerakan molekul melintasi membran semipermeabel dari
kompartemen berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah. Didalam
tubuh manusia, difusi cairan, elektrolit, dan substansi lainnya berlangsung
melalui pori-pori tipis membran kapiler. Laju difusi suatu substansi
dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan
tempratur larutan (Tamsuri, 2009). Salah satu contoh dari proses difusi
adalah pergerakan oksigen dari kapiler darah ke sel. Difusi oksigen ini
terjadi karena perbedaan konsentrasi oksigen antara kapiler dengan di sel.
Arah perpindahan yang terjadi pada proses difusi bisa timbal balik
(Asmadi, 2008).
6

Dinding sel terbentuk atas lapisan lemak dengan banyak pori-pori protein
yang halus. Substansi dapat berdifusi melewati dinidng sel dengan
mengikuti syarat (Horne, 2001) :
a. Bila partikel tersebut cukup kecil untuk melewati pori-pori protein
(mis.,air dan urea); ini disebut difusi sederhana.
b. Bila pertikel tersebut adalah larut dalam lemak (mis., oksigen dan
karbondioksida), ini merupakan contoh lain dari difusi sederhana.
Melalui substansi pembawa : ini disebut difusi yang dipermudah .
Partikel besar taklarut-lemak seperti glukosa harus berdifusi ke
dalam sel melalui substansi pembwa. Glukosa, sebagai contoh,
berikatan dengan pembawa di luar sel untuk menjadi larut dalam
lipid. Bila memasuki sel, glukosa memisahakn diri dari pembawa
dan pembaa kemudian bebas untuk mempermudah difusi dari
glukosa tambahan.
2. Filtrasi
Filtrasi adalah perpindahan cairan dan solut melintasi membran bersama-
sama dari kompartemen bertekanan tinggi menuju kompartemen
bertekanan rendah.
(Asmadi, 2008) mengatakan bahwa tekanan merupakan cara lain di
mana air dan partikel-partikel bergerak melewati membran. Gerakan ini
terjadi akibat bobot atau tekanan cairan lebih besar pada satu sisi
membran dibandingkan dengan sisi lain. Bobot atau tekanan cairan ini
disebut dengan tekanan hidrostatik. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa filtrasi terjadi dari daerah yang tekanan hidrostatiknya rendah.
Bergeraknya air dan solut seperti dari intravaskuler dan interstisial, terjadi
karena tekanan hidrostatik pada intravaskuler lebih tinggi dibandingkan
dengan tekanan pada interstisial. Dengan demikian, air beserta oksigen,
nutrien, glukosa, dan solute lainnya dapat keluar dari intravaskuler masuk
ke interstisial, lalu ke sel.
3. Osmosis
7

Osmosis adalah pergerakan cairan solven ( pelarut) murni ( misalnya


air) melintasi membran sel dari larutan berkonsentrasi rendah (encer)
menuju larutan berkonsentrasi tinggi (pekat). Solut adalah substansi yang
terlarut dalam cairan. Solut yang terlarut dalam cairan mungkin berupa
kristaloid (garam-garaman) atau koloid (substansi seperti protein yang
belum tercampur dengan baik bersama cairan). Osmosis penting untuk
mempertahankan keseimbangan volume intravaskuler dan ekstravaskuler.
Jumlah partikel dalam air menentukan konsentrasi suatu larutan. Besarnya
konsentrasi larutan dikenal dengan istilah osmolalitas atau osmolaritas
(Tamsuri, 2009).
Tekanan osmotik ini antara lain dipengaruhi oleh jumlah albumin dan
natrium. Salah satu contoh dari proses osmosis adalah osmosis air dari
interstisial ke venule bersamaan dengan perpindahan karbondioksida,
urea, dan sampah metabolisme lainnya untuk disekresi oleh tubuh.
Menurut Horne (2001) Istilah berikut dapat dihubungkan dengan
osmosis :
a. Tekanan osmotik, jumlah tekanan hidrostatik diperlukan untuk
menghentikan aliran osmotik air.
b. Tekanan onkotik : tekanan osmotik dihasilkan oleh koloid (protein).
Albumin, misalnya saja menghasilakn tekanan onkotik dalam
pembuluh darah dan membantu menahan kandungan air dalam ruang
intravaskuler.
c. Diuresis osmotik, peningkatan haluaran urine disebabkan oleh
substansi manitol, glukosa, atau media kontras yang dikeluarkan urine
dan mengurangi reabsorpsi air ginjal. Bila glukosa dalam batas
normal, semua glukosa yang difilter oleh ginjal direabsorpsi
(disimpan) melalui transport aktif. Sedangkan glukosa yang
takdireabsorpsi tetap berada dalam tubulus dan bekerja secara osmotik
untuk menahan air yang jika tidak ditahan akan direabsorpsi. Hasil
akhirnya adalah glukosuria dan poliuria.
4. Transpor aktif
8

Substansi dapat bergerak melintasi membran impermeabel dari


larutan berkonsentrasi rendah menuju larutan berkonsentrasi tinggi
mellaui proses transpor aktif. Berbeda dengan difusi dan osmosis, proses
transpor aktif memerlukan energi metabolik. Dalam transpor aktif, zat
bergabung dengan pembawa (carrier) dan masuk ke dalam sel. Setiap zat
memiliki pembawa yang spesifik, dan proses ini memerlukan enzim serta
energi.
Proses transopr aktif penting untuk mempertahankan keseimbangan
natrium dan kalium antara cairan intraseluler dan ektraseluler. Dalam
kondisi normal, konsentrasi natrium lebih tinggi pada cairan intraseluler
dan kadar klaium lebih tinggi pada cairan ekstraseluler. Untuk
mempertahankan keadaan ini, diperlukan mekanisme transpor aktif
melaui pompa natrium- kalium.
Selain perpindahan internal dalam tubuh, cairan dan elektrolit juga
dapat mengalami penurunan akibat perpindahan keluar tubuh (mis.,
melalui urine dan keringat). Karenanya tubuh memerlukan asupan cairan
dan elektrolit yang cukup setiap hari (Tamsuri, 2001).
1.4 Pengaturan Volume Vaskular dan Osmolalitas Cairan Ekstraseluler
(CES)
Untuk memberian suatu lingkungan yang optimal terhadap sel-sel tubuh.
Komposisi, konsentrasi, dan volume CES diatur oleh kombinasi fungsi ginjal,
metabolik, dan neurologis. CES secara konstan dapat diubah dan kemudian
dimodifikasi sesuai reaksi tubuh terhadap lingkungan sekitar.Sebaliknya,
cairan intraseluler (CIS) dilindungi oleh CES dan secara relatif tetap stabil,
menjamin fungsi seluler normal, karena senyawa utama CES adalah air dan
natrium ( dan anion yang menyertai natrium), pengaturan nya penting untuk
mempertahankan volume dan konsentrasi CES.
A. Pengaturan volume vaskuler
Bagian vaskular dari CES kurang toleran terhadap perubahan dan
harus dipertahankan secara cermat untuk menjamin bahwa jaringan
menerima suplai nutrien adekuat dan pembuangan kontinu sisa metabolik
9

tanpa mengganggu sistem kardiovaskular. Bagian dari cairan intravaskular


(CIV) yang secara efektif memperfusi jaringan disebut volume sirkulasi
efektif (VSE). Perubahan pada CES dideteksi dengan reseptor khusus yang
terletak pada sinus karotid, arkus aorta, atrium jantung, dan pembuluh
darah ginjal. Peningkatan pada VSE menyebabkan peningkatan pada
tekanan darah dan regangan pada reseptor ini. Sebaliknya, penurunan pada
VSE menyebabkan penurunan pada tekanan dan regangan.
Perubahan pada volume dideteksi oleh reseptor volume yang
mengarah pada perubahan curah jantung, tahanan vaskular, haus, dan
penanganan ginjal terhadap air dan natrium. Perubahan ini diperantarai
oleh kombinasi fungsi interelasi neurologis dan hormonal.
1. Sistem saraf simpatis
Sistem saraf simpatis memberi respons kompensasi pertama pada
perubahan VSE jangka pendek atau cepat. Perubahan pada regangan
yang terdeteksi oleh resptor volume mengarah pada perubahan tonus
simpatis. Penurunan VSE, sebagai contoh, mengakibatkan peningkatan
tonus simpatis. Peningkatan tonus simpatis menyebabkan hal berikut :
a. Peningkatan curah jantung, sekunder terhadap peningkatan
kontraktlitas, konduksi, dan frekuensi jantung.
b. Peningkatan tahanan arteri
c. Peningkatan pelepasan renin oleh ginjal, menimbulkan
peningkatan pada pelepasan aldosteron oleh korteks adrenal.
2. Renin- Angiotensi
Renin adalah enzim proteolitik yang dihasilkan dan dilepaskan
oleh ginjal dalam berespons terhadap penurunan perfungsi ginjal
(sekunder terhadap penurunan VSE ) atau peningkatan rangsang sistem
saraf simpatis simpatis. Renin bekerja pada angiotensin untuk
menghasilkan angiotensin I, yang diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor poten. Angiotensi II selanjutnya, menstimulasi
pelepasan aldosteron. Obat-obatan antihipertensif tertentu
10

(mis.,katopril) sebagian bertindak dengan mencegah perubahan


angiotensin I menjadi II.
3. Aldosteron
Aldosteron adalah mineralkortikoid yang dilepaskan oleh korteks
adrenal, yang bekerja pada bagian distal tubulus ginjal untuk
meningkatkan reabsorpsi (penghematan) natrium dan sekresi serta
ekskresi kalium dnan hidrogen. Karena retensi natrium menimbulkan
retensi air, aldosteron bekerja sebagai pengatur volume. Faktor-faktor
yang meningkatkan pelepasan aldosteron termasuk hal berikut :
a. Peningkatan kadar renin.
b. Peningkatan kadar kalsium plasma.
c. Penurunan kadar natrium plasma.
d. Peningkatan kadar ACTH.
4. PNA ( Peptida Natriuretik Atrium )
PNA, juga diketahui sebagai faktor natriuretik atrium, adalah
hormon yang baru saja diindetifikasi, yang dilepaskan oleh atrium
jantung dalam berespons terhadap peningkatan tekanan atrium.
Berlawanan dengan sistem renin-angiotensin- aldosteron. PNA bekerja
untuk menurunkan tekanan darah dan volume vaskular, kerja lain dari
PNA ini adalah :
a. Peningkatan ekskresi natriun dam air oleh ginjal sekunder terhadap
peningkatan filtrasi.
b. Penurunan sintesis renin dan penurunan pelepasan aldosteron.
c. Penurunan pelepasan hormon ADH.
d. Vasodilatasi langsung.
PNA dilepaskan dalam berespons terhadap setiap kondisi yang
menyebabkan ekspansi volume, atau peningkatan tekanan pengisian
jantung.
B. Pengaturan Osmolalitas Cairan Esktraseluler (CES)
Osmolalitas atau konsentrasi CES akan menentukan apakah cairan
bergerak ke dalam atau keluar sel.
11

Peningkatan osmolalitas CES sel mengecil


Penurunan osmolalitas CES sel membengkak
Karena natrium adalah zat terlarut utama dari CES, natrium juga
merupakan determinan utama dari osmolalitas CES. Dua sistem kontrol
bekerja sama untuk mempertahankan rasio natrium/ air yaitu Adh dan
haus.
1. ADH (hormon antidiuretik)
ADH adalah hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus dan
disekresi ke dlaam sirkulasi umum oleh kelenjar hipofisis posterior.
Hormon bekerja pada duktus koligentes ginjal untuk meningkatkan
reabsorpsi (penghematan )air dan memungkinkan ekskresi urine yang
pekat.
Faktor-faktor yang meningkatkan pelepasan ADH adalah sebagai
berikut :
a. Peningkatan osmolalitas plasma yang dideteksi oleh osmeoreseptor
yang terletak di dalam hipotalamus.
b. Penurunan VSE yang dideteksi oleh reseptor volume yang terletak
di dalam sistem pembuluh darah pulmoner dan atrium kiri.
c. Penurunan tekanan darah yang dideteksi oleh baroreseptor.
d. Stress dan nyeri.
e. Obat-obatan, termasuk morfin dan barbiturat.
f. Pembedahan dan anestesik tertentu.
g. Ventilator tekanan positif.
Jika ada faktor yang mempengaruhi peningkatan sekresi ADH maka,
ada pula faktor lain yang memicu penurunan sekresi hormon ADH ,
yaitu sebagai berikut :
1) Penurunan osmolalitas plasma.
2) Peningkatan VSE.
3) Peningkatan tekanan darah.
4) Obat-obatan termasuk fenitoin dan etil alkohol.
12

2. Haus
Selain ADH, haus juga bekerja untuk mengatur konsentrasi CES
dan dirangsang terutaam oleh faktor-faktor yang smaan yang
meningkatakan pelepasan ADH. Peningkatan kadar angiotensin II dan
membran mukosa kering (sensasi mulut kering) juga menstimulasi
haus. Haus tidak diatur secara cermat sosial dan emosional. Namun,
haus memberikan perlindungan utama terhadap hiperosmolalitas.
Hiperosmolalitas simtomatik terjadi hanya pada individu yang tidak
mempunyai mekanisme haus normal atau yang tidak mempunyai akses
air (Horne, 2001).
1.5 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Menurut Tamsuri (2009), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh, antara lain adalah :
A. Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan pada tingakatan usia.
Dalam hal ini, usia bergantung pada proporsi tubuh, luas permukaan
tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa
perumbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Karenanya, jumlah cairan yang hilang juga
lebih besar dibandingkan orang dewasa. Selain itu laju metabolik juga
mempengaruhi kebutuhan cairan bayi dan anak-anak yang tinggi serta
kondisi ginjal mereka yang belum matur jika dibangingkan dengan orang
dewasa. Pada individu lansia kehilangan elektrolit dan cairan dapat dpicu
karena adanya penyakit seperti masalah jantung dan ginjal.
B. Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan
cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses
metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan peningkatan haluaran
cairan melalui keringat. Dengan demikian , jumlah cairan yang dibutuhkan
juga meningkat.
C. Iklim
13

Normalnya, individu yang tinggal dilingkungan yang iklimnya tidak


terlalu panas tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem
melalui kulit dan pernapasan. Dalam situasi ini, cairan yang keluar
umumnya tidak dapat diobservasi sehingga disebut sebagai kehilangan
cairan yang tak disadari (IWL).
Individu yang berada disuhu tinggi atau daerah yang dengan tingkat
kelembapan yang rendah akan lebih sering mengalami kehilangan cairan
dan elektrolit. Demikian pula pada orang yang bekerja berat dilingkungan
yang bersuhu tinggi, mereka dapat kehilangan cairan sebanyak lima liter
per hari melalui keringat.
D. Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asuan cairan dan elektrolit.
Jika supan makanan tidak adekuat atau tidak seimbang, tubuh berusaha
memecah simpanan protein dengan terlebih dahulu memecah simpanan
glikogen dan lemak. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar albumin.
Dalam tubuh, albumin penting untuk mempertahankan tekanan onkotik
plasma. Jika tubuh kekurangan, tekanan onkotik plasma dapat menurn,
yang mengakibatkan cairan dapat berpindah dari intravaskuler ke
interstisial sehingga terjadi edema interstisial.
E. Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit
tubuh. Saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolisme seluler.
Peningkatan kosentrasi gula darah, dan glikolisis otot. Mekanisme ini
mengakibatkan peningkatan produksi hormon antidiuretik yang dapat
mengurangi produksi urine.
F. Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilkangan cairan dan
elektrolit dari sel/ jaringan yang rusak (mis., luka robek atau luka bakar).
Pasien yang menderita diare juga mengalami peningkatan kebutuhn cairan
akibat kehilangan cairan melalui saluran GI. Gangguan jantung dan ginjal
juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Saat
14

aliran darah ke ginjal menurun karena kemmapuan pompa jantung


menurun, tubuh akan melakukan “penimbunan” cairan dan natrium
sehingga terjadi retensi cairand an kelebihan beban cairan (hipervolemia).
Lebih lanjut, kondisi ini dapat menyebabkan edema paru.

Anda mungkin juga menyukai