Anda di halaman 1dari 12

JURNAL MEDIAPSI

VOLUME 1 NOMOR 1, DESEMBER 2015, HAL 28-39

HUBUNGAN BURNOUT DENGAN WORK-LIFE BALANCE


PADA DOSEN WANITA

Achmad Amrullah Yoga Priyo Darmawan, Ika Adita Silviandari, Ika Rahma Susilawati
achmadamrullahypd@gmail.com

Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara burnout dan work-life balance
pada dosen wanita. Responden dalam penelitian ini adalah dosen yang mengajar di
Universitas Negeri di Kota Malang. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah quota
sampling dengan komposisi 14 orang dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim,
40 orang dari Universitas Negeri Malang, dan 44 orang dari Universitas Brawijaya. Data
diperoleh melalui dua alat ukur, yaitu skala burnout yang disusun oleh Kusuma (2013)
berdasarkan teori Greenberg (2002) dan skala work-life balance dari Fisher, Bulger, & Smith
(2009) yang telah ditransadaptasi oleh Silviandari, dkk (2014). Hasil analisis memperlihatkan
nilai koefisien korelasinya adalah (r) -0.563 dengan p = 0.000 yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara kedua variabel yang bersifat negatif dan berada pada rentang
sedang. Hal ini berarti semakin tinggi nilai burnout maka semakin rendah nilai work-life
balance. Begitu pula sebaliknya semakin rendah nilai burnout maka semakin tinggi nilai
work-life balance.

Kata Kunci: Burnout, Work-Life Balance, Dosen Wanita


Kajian tentang wanita saat ini Ada beberapa faktor yang membuat
semakin menarik untuk dibahas. Jika wanita memutuskan untuk bekerja dan
dahulu peran wanita identik dengan menjadi wanita karir. Kartono (Ananda,
pekerjaan rumah, saat ini mereka bisa 2013) menyebutkan hal yang melatar
berperan di luar rumah dan merintis karir. belakangi wanita untuk bekerja, yaitu
Wanita yang memilih untuk bekerja bukan motif ekonomi, ingin membina karir, dan
hanya wanita yang masih berstatus lajang, kesadaran bahwa pembangunan
para wanita yang sudah berkeluarga dan memerlukan tenaga kerja baik pria
mempunyai anak juga banyak yang maupun wanita.
memutuskan untuk tetap bekerja dan Pekerjaan menjadi pengajar
merintis karir. Seperti berita yang dilansir dianggap cocok dengan naluri perempuan
oleh liputan 6 (2014) tentang survei yang sebagai pengasuh anak (Khilmiyah, 2012).
dilakukan oleh konsultan manajemen Perempuan lebih tepat menjadi pengajar
Accenture. Hasil survei tersebut karena stereotip mereka yang sabar dan
menunjukkan bahwa 42% wanita di suka melayani, selain sabar mereka juga
Indonesia lebih memilih untuk bekerja luwes, dan berjiwa pendidik (Jatiningsih &
daripada diam di rumah, meskipun mereka Setyowati, 2006). Dari penjelasan tersebut,
tidak mengalami kesulitan ekonomi. maka pekerjaan yang cocok bagi perem-

28
DARMAWAN, SILVIANDARI, & SUSILAWATI

puan adalah sebagai pengajar, bisa di merupakan suatu hal kompleks yang dapat
tingkat pendidikan dasar (guru) maupun di dilihat dari reaksi secara psikologis,
pendidikan tinggi (dosen). pikiran, fisik dan tingkah laku atas suatu
Di antara para pengajar wanita, pekerjaan, sehingga dapat merugikan
dosen memiliki karakteristik tersendiri individu dan juga organisasi. Adapun
dimana dosen dipandang sebagai gejala-gejela burnout menurut Greenberg
komunitas yang memiliki intelektualitas (2002) adalah : 1) berkurangnya selera
dan pengetahuan yang relatif baik. Mereka humor (diminished sense of humor), 2)
juga dianggap sebagai wanita yang mengabaikan waktu istirahat (skipping rest
memiliki kemandirian, memiliki sense of and food breaks), 3) kerja terus menerus
self dan kebanggaan diri melalui (increased overtime and no vacation), 4)
profesinya (Yuliati, 2012). mengalami sakit secara fisik (increased
Semakin dosen berkompeten maka physical complaints), 5) menarik diri dari
akan semakin berkualitas lulusan-lulusan lingkungan social (social withdrawal), 6)
yang dapat dicetak, dan semakin bermutu menurunnya kinerja (changed job
kualitas pendidikan di Indonesia. performance), 7) menggunakan obat-
Kompetensi yang dimiliki dosen juga akan obatan (self medication), 8) merubah
menentukan karir dosen itu sendiri. Hal ini kepribadian (internal changed)
membuat dosen dituntut untuk selalu Burnout bisa terjadi karena beberapa
meningkatkan kompetensi untuk faktor. Maslach, Schaufeli & Leiter (2001)
melaksanakan tugas dan tanggung menjelaskan faktor yang bisa
jawabnya. Kemampuan individu untuk menyebabkan burnout dibagi menjadi dua,
melaksanakan tugas dan tanggung jawab yaitu faktor situasional (situasional factor)
merupakan hal yang penting bagi dan faktor individu (individual factor).
kesuksesan karirnya, namun jika tugas dan Faktor situasional dibagi menjadi Job
tanggung jawab yang dipikulnya dirasa characteristic, Occupational
terlalu berat maka dapat menimbulkan characteristic, dan Organizational
stress pada individu yang bersangkutan characteristic. Faktor individual, terdiri
(Cahyolaksono, 2008). Menurut Freeman, dari Demograpic characteristic,
seorang professor di bidang psikologi, Personality characteristic, dan Job
wanita lebih rentan untuk mengalami attitudes
stress emosional. Tuntutan dari lingkungan Maslach (Purba, Yulianto &
mereka lebih besar daripada laki-laki. Widyanti, 2007) menjelaskan burnout
Kesan sempurna adalah ketika wanita bisa adalah stress yang dialami individu yang
menjaga keluarga, karir, penampilan, pekerjaannya berhadapan secara langsung
bahkan merangkap mencari nafkah (Anna, dengan manusia sebagai penerima
2013). Stress kerja yang berkepanjangan pelayanan. Dosen selaku civitas
akan menyebabkan seorang individu akademika dalam setiap aktivitasnya pasti
mengalami burnout. akan mengadakan kontak langsung dengan
Menurut Greenberg (2002) burnout individu-individu lain, seperti dalam
adalah reaksi dari stres kerja baik secara bentuk pertemuan rapat secara periodik
psikologis, psikofisiologis dan perilaku dengan atasannya, hubungan rekan kerja
yang bersifat merugikan. Burnout dengan sesama dosen dan staf administasi

JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 29


Hubungan Burnout dengan Work-Life Balance pada Dosen Wanita

secara rutin maupun interaksi antara dosen memberikan kontribusi dan pelayanan
dengan mahasiswa dalam bentuk terbaik.
perkuliahan, seminar, bimbingan dan Work-life balance merupakan hal
hubungan dalam bentuk lainnya (Tamaela, yang penting dalam kehidupan manusia.
2011). Tidak dapat dipungkiri untuk mewujudkan
Saat ini sulit membedakan antara keseimbangan tersebut tidaklah mudah,
kehidupan kantor dan rumah. Dahulu, ada beberapa hal yang bisa mengganggu
ketika di kantor seorang karyawan dituntut keseimbangan ini, salah satunya adalah
untuk rasional dan terorganisir, dan sisi burnout. Semua bidang pekerjaan
emosional seseorang hanya bermain saat memiliki resiko terjadinya burnout, tidak
mereka berada di rumah. (liputan 6, 2012). terkecuali dosen. Burnout sendiri diawali
Perkembangan teknologi komunikasi saat dengan munculnya stress kerja yang
ini membuat komunikasi bisa dilakukan berkepanjangan. Tidak adanya “balance”
melalui berbagai cara, seperti chatting dan atau keseimbangan antara kehidupan dan
e-mail, sehingga membuat orang tetap pekerjaan juga akan berakibat pada
berhubungan dengan rekan kerja mereka burnout (Netemeyer, Boles & McMurrian,
dan membicarakan tentang pekerjaan 1996). Penelitian yang sudah ada
meskipun mereka berada di luar kantor. menjelaskan bahwa burnout lebih rentan
Fisher, Bulger, & Smith (2009) terjadi pada wanita mereka lebih memiliki
menjelaskan bahwa ketika pekerjaan sudah banyak konflik peran yang menyebabkan
mengintervensi atau mencampuri wanita rentan mengalami kelelahan
kehidupan pribadi maka akan mengganggu emosional.
keseimbangan kehidupan kerja (work-life Berdasarkan pemaparan di atas,
balance) para karyawan. Fisher (2001) maka peneliti tertarik untuk melihat
mendefinisikan work-life balance sebagai hubungan antara burnout dengan work-life
upaya yang dilakukan oleh individu untuk balance pada dosen wanita. Adapun
menyeimbangkan dua peran atau lebih hipotesis penelitian adalah terdapat
yang dijalani. Marks & MacDermid hubungan antara burnout dengan work-life
(Greenhaus, Collins & Shaw, 2003) balance pada dosen wanita.
menjelaskan keseimbangan ini sebagai
kecenderungan untuk sepenuhnya terlibat METODE
dalam setiap peran yang ada dalam hidup Partisipan
seorang individu, dan melaksanakan setiap Jumlah sampel yang dalam
peran yang ada dengan penuh perhatian. penelitian ini berjumlah 98 orang dosen
Work-life balance merupakan hal yang terdiri dari 14 orang dosen dari
yang sangat penting bagi organisasi dan Universitas Islam Negeri Maulana Malik
individu. Dikutip dari Djajendra (2013) Ibrahim (UIN Maliki), 40 orang dosen dari
yang ditulis di harian kompas, work-life Universitas Negeri Malang (UM), dan 44
balance dapat menciptakan etos kerja yang orang dosen dari Universitas Brawijaya
unggul. Ketika keseimbangan dalam (UB) yang diperoleh dengan menggunakan
pekerjaan dan kehidupan berada di tingkat teknik quota sampling.
kepuasan yang tinggi, maka saat itu etos
kerja akan menjadi lebih berkualitas, untuk

JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 30


DARMAWAN, SILVIANDARI, & SUSILAWATI

Desain Penelitian Moment Pearson dengan bantun program


Metode penelitian yang digunakan SPSS (Statistical Product and Service
dalam penelitian ini adalah metode Solution) for windows versi 20.
penelitian kuantitatif korelasional, yaitu
penelitian yang bertujuan menguji HASIL
keterkaitan antara variabel-variabel yang Analisis deskriptif dilakukan dengan
diteliti yang didasarkan pada hipotesis cara mengkategorikan subjek penelitian.
yang telah ditetapkan (Sumintono & Tabel analisis deskriptif berdasarkan
Widhiarso, 2013). Variabel dalam kategori data demografis subjek penelitian
penelitian ini terdiri dari variabel bebas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
(burnout) dan variabel terikat (work-life
balance). Tabel 1.

Analisis
Instrumen Penelitian Kategori Jumlah %
Deskriptif
1. Skala Burnout Pendidikan S1 1 1.02
Skala burnout merupakan modifikasi S2 61 62.24
dari Kusuma (2013) dengan try out S3 36 36.73
Masa Kerja 1-3 Tahun 15 15.31
terpakai, dimana aitem-aitem yang lolos
4-6 Tahun 17 17.35
dalam analisis aitem saja yang akan >7 Tahun 66 67.35
digunakan dalam analisis data. Setelah Status Belum
24 24.49
dilakukan analisis aitem didapatkan hasil Pernikahan Menikah
74 72.45
dari 45 aitem yang ada terdapat 24 aitem Menikah
3 3..6
Cerai
yang lolos dengan nilai reliabilitas
Analisis deskriptif Berdasarkan Data Demografis
cronbach alpha 0.901.
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat
2. Skala Work-Life Balance
jumlah responden dari beberapa kategori.
Skala work-life balance merupakan
Tidak banyak responden dalam penelitian
skala dari Fisher, Bulger, & Smith (2009)
ini yang memiliki pendidikan tinggi.
yang sudah melalui transadaptasi pada
Pendidikan tinggi yang dimaksud untuk
penelitian dari Silviandari, Pratiwi,
dosen wanita adalah setara S3. Responden
Widyasari & Rahma (2014) terdiri dari 15
dari penelitian ini sebagian besar memiliki
aitem dengan nilai reliabilitas cronbach
masa kerja di atas 7 tahun, kemudian
alpha 0.823.
responden terbanyak berstatus Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Sebagian besar
Analisis Data
rensponden sudah menikah. Dari
Tahap analisa data dilakukan dengan
responden yang menikah tersebut ada yang
melalui uji normalitas One-Sampel
sudah memiliki anak dan belum. Para
Kolmogorov-Smirnov, uji linieritas dengan
responden ada yang sudah memiliki rumah
mencari persamaan garis regresi variabel
sendiri, kontrak, dan masih ada yang
X terhadap variabel Y, kriteria pengujian
tinggal di rumah kost. Sebagian besar
linieritas adalah apabila nilai signifikasi
responden hanya bekerja sebagai dosen
lebih kecil dari 0.05, dan uji hipotesis
saja tanpa memiliki pekerjaan sampingan.
menggunakan analisis korelasi Product

JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 31


Hubungan Burnout dengan Work-Life Balance pada Dosen Wanita

Selain data demografis, analisis Dari tabel 3 tersebut maka diketahui


deskriptif juga dilakukan dengan melihat bahwa burnout untuk kategori rendah
variabel penelitian. Analisis dilakukan sebanyak 78 orang, kategori sedang 18
dengan membandingkan antara skor orang, dan kategori tinggi sebanyak 2
hipotetik dan empirik pada tiap-tiap orang.
variabel penelitian. Untuk variabel Y (work-life balance)
dengan jumlah subjek yang sama yakni 98
Tabel 2.
orang, diperoleh kategorisasi sebagai
Deskripsi Data Variabel Penelitian
Variabel Statistik Hipotetik Empirik
berikut.
Burnout Nilai Minimal 24 29
Tabel 4.
Nilai Maksimal 96 74
Norma Variabel Work-Life Balance
Mean (µ) 60 42.80
Daerah Jumlah
Standar 12 8.86 Kategori (%)
Keputusan Subjek
Deviasi (σ)
Rendah X < 30 0 0
Work- Nilai Minimal 15 33
Sedang 30 ≤ X < 45 49 50
Life Nilai Maksimal 60 57
Tinggi 45 ≤ X 49 50
Balance Mean (µ) 37.5 45.86
Standar 7.5 5.02
Deviasi (σ) Dari tabel 4 diketahui bahwa tidak
ada subjek yang memiliki skor work-life
Dari skor empirik dan hipotetik balance yang termasuk kategori rendah,
tersebut, dapat diperoleh gambaran kemudian untuk kategori sedang dan tinggi
mengenai variabel X (burnout) dan memiliki jumlah yang sama yaitu 49 orang
variabel Y (work-life balance). Untuk masuk dalam kategori sedang dan 49
mengetahui kategorinya, disusun sebuah orang masuk dalam kategori tinggi.
norma berdasarkan ketentuan kategorisasi Berikut adalah hasil dari uji normalitas.
jenjang berdasarkan subjek penelitian
(Azwar, 2012). Dengan formula untuk Tabel 5.
kategori rendah adalah X < (µ - σ). Hasil Uji Normalitas
Variabel Sig Ket
kemudian untuk kategori sedang (µ - σ) ≤ Burnout 0.189 Normal
X < (µ + σ) dan untuk kategori tinggi (µ + Work-life balance 0.122 Normal
σ) ≤ X.
Berdasarkan perhitungan tersebut,
Berdasarkan uji Kolmogorov-
maka pada variabel X (burnout) dengan
Smirnov pada variabel burnout,
jumlah subjek 98 orang dosen diperoleh
didapatkan taraf signifikansi atau nilai p-
kategorisasi seperti di bawah ini.
value variabel burnout sebesar 0.189 dan
nilai tersebut lebih besar dari α = 0.05.
Tabel 3.
Norma Variabel Burnout Dari pengujian tersebut ditunjukkan bahwa
Kategori Daerah Jumlah residual memiliki distribusi normal.
(%)
Keputusan Subjek Berikut adalah hasil dari uji linearitas.
Rendah X < 48 78 79.6
Sedang 48 ≤ X < 72 18 18.4
Tinggi 72 ≤ X 2 2

JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 32


DARMAWAN, SILVIANDARI, & SUSILAWATI

Tabel 6. rendah burnout maka akan semakin tinggi


Hasil Uji Linearitas
work-life balance.
Variabel Sig Ket
Burnout*Work-Life Setelah didapatkan nilai koefisien
0.000 Linear
Balance korelasi antara variabel burnout dan work-
Keterangan : (*) = Terhadap life balance, selanjutnya adalah mencari
nilai koefisien determinasi untuk
Berdasarkan tabel 6 di atas, dapat mengetahui presentase hubungan antara
diketahui bahwa uji linearitas antara kedua variabel. Koefisien determinasi
variabel burnout dan work-life balance dalam penelitian ini bernilai 31.70%. Ini
memiliki nilai F sebesar 46.297 dengan berarti hubungan variabel burnout dalam
nilai signifikansi 0.000 yang nilainya lebih mempengaruhi variabel work-life balance
kecil dari 0.05. Hasil tersebut sebesar 31.70% dan sisanya 68.30%
menunjukkan bahwa variabel burnout berhubungan dengan faktor lain yang tidak
memiliki hubungan yang linier dengan terdapat pada penelitian ini.
variabel work-life balance. Uji hipotesis Analisis tambahan dengan
menggunakan korelasi Product Moment melakukan uji regresi linier sederhana dan
Pearson. Hasil uji korelasi Product uji beda. Uji regresi linier sederhana
Moment Pearson dapat dilihat pada tabel dilakukan untuk melihat pengaruh variabel
berikut : burnout terhadap variabel work-life
balance. Dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 7.
Hasil Uji Korelasi Tabel 8.
Koefisien Hasil Uji Regresi Linier Sederhana
Variabel Sig Ket
Korelasi R square Sig. Koefisien Ket.
Burnout*Work- 0.00 Signifi-
-0.563 Sedang 0,317 0.000 -6.679
Life Balance 0 kan
Keterangan : (*) = Terhadap
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa skor
signifikansinya adalah 0.000 lebih rendah
koefisien korelasi Product Moment
dari nilai alpha (α) = 0.05 (Sig.< 0.05). Ini
Pearson dalam penelitian ini bernilai -
berarti bahwa variabel burnout
0.563 dengan signifikansi 0.000. Sesuai
berpengaruh secara signifikan terhadap
dengan pedoman interpretasi berdasarkan
variabel work-life balance. Nilai R square
skor koefisien korelasi Product Moment
adalah 0. 317 yang berarti besarnya
Pearson, disebutkan bahwa jika skor
pengaruh variabel burnout terhadap
koefisien korelasi Product Moment
variabel work-life balance adalah 31.7%.
Pearson berada pada rentang 0.40 – 0.599
Selain uji regresi linier sederhana,
berarti hubungan antar variabel dalam
dilakukan uji perbedaan untuk melihat
penelitian ini termasuk dalam kategori
apakah terdapat perbedaan tingkat burnout
sedang. Skor koefisien korelasi bernilai
dan work-life balance pada beberapa
negatif, ini berarti variabel dalam
kelompok penelitian. Hasil uji perbedaan
penelitian ini memiliki hubungan yang
dapat dilihat pada tabel berikut :
saling berkebalikan. Semakin tinggi
burnout maka akan semakin rendah work-
life balance dan sebaliknya semakin
JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 33
Hubungan Burnout dengan Work-Life Balance pada Dosen Wanita

Tabel 9. keterkaitan antara dua variabel ini berada


Uji Perbedaan Variabel Burnout pada tingkat sedang, tidak kuat dan tidak
Kelompok uji perbedaan Sig lemah.
Status pernikahan p-value = 0.309 Hasil dari penelitian ini sejalan
Masa kerja p-value = 0.538
dengan penelitian yang pernah ada.
Tingkat pendidikan p-value = 0.563
Penelitian dari Shanafelt,Tait D., Boone,
Sonja., Tan, Litjen., Dyrbye, Lotte N.,
Tabel 9 menjelaskan bahwa tidak
Sotile, Wayne., Satele, Daniel., West,
ada perbedaan yang bermakna pada
Colin P., Sloan, Jeff., Oreskovich, Michael
tingkat burnout dilihat dari status
R (2012) menunjukkan bahwa sebagian
pernikahan, masa kerja, dan tingkat
besar sampel penelitian (dokter) yang
pendidikan (p-value > 0.05).
diketahui memiliki gejala-gejala burnout
Sedangkan uji perbedaan untuk
digambarkan memiliki tingkat work-life
work-life balance dilakukan berdasarkan
balance yang rendah, karena jam kerja
status pernikahan dengan hasil sebagai
mereka tidak memberikan cukup waktu
berikut :
untuk kehidupan pribadi maupun waktu
untuk keluarga mereka.
Tabel 10.
Uji Perbedaan Variabel Work-Life Balance Hasil dari penelitian ini
Kelompok uji memperlihatkan bahwa terdapat hubungan
Sig
perbedaan antara burn out dengan work-life balance,
Status pernikahan p-value = 0.615 yang dijelaskan lebih detil bahwa sebagian
besar dosen wanita berada pada tingkat
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa burnout yang rendah dan sedang serta
tidak ada perbedaan yang bermakna pada work-life balance tingkat sedang dan
tingkat work-life balance dilihat dari status tinggi. Untuk variabel burnout, sebagian
pernikahan (p-value > 0.05). besar dosen wanita berada pada tingkat
burnout rendah, yaitu sebanyak 78 orang
DISKUSI (79.6%), tingkat burnout sedang 18 orang
Hasil dari penelitian ini sesuai (18.4%), dan tingkat burnout tinggi hanya
dengan hipotesis yang diajukan oleh 2 orang (2%).
peneliti bahwa terdapat hubungan antara Burnout rendah yang ditunjukkan
burnout dan work-life balance pada dosen responden dalam penelitian ini bisa
wanita. Nilai koefisien korelasi dijelaskan dengan beberapa faktor.
menunjukkan nilai negatif (-0.563) Menurut Maslach, dkk (2001) karakteristik
sehingga dapat disimpulkan kedua variabel demografis seperti usia dalam hal ini
memiliki hubungan linear negatif dan adalah masa kerja, jenis kelamin, tingkat
tergolong dalam rentang sedang. Ini berarti pendidikan, dan status pernikahan bisa
semakin tinggi burnout, maka akan berpengaruh terhadap burnout.
semakin rendah work-life balance dan Karyawan yang baru bekerja akan
sebaliknya semakin rendah burnout maka lebih cenderung untuk mengalami burnout
akan semakin tinggi work-life balance. daripada karyawan yang sudah bekerja
Hubungan kedua variabel berada pada
rentang sedang yang berarti hubungan

JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 34


DARMAWAN, SILVIANDARI, & SUSILAWATI

dalam waktu yang lama. Ini merupakan Wills (Purba, et al, 2007) menjelaskan
resiko awal dari karir seseorang (Maslach, bagi mereka yang lajang, ketidakhadiran
et al 2001). Dalam data demografis dapat pasangan mengurangi kemungkinan untuk
dilihat bahwa sebagian besar sampel yang mendapatkan dukungan ketika
memiliki masa kerja di atas 7 tahun menghadapi masalah. Sebaliknya mereka
berjumlah 66 orang dosen (67.35%), 17 yang menikah, pasangan hidup merupakan
orang (17.35) memiliki masa kerja antara pribadi yang dipandang paling banyak
4-6 tahun, dan sisanya yaitu 15 orang memberi dukungan ketika menghadapi
(15.31) memiliki masa kerja antara 1-3 masalah.
tahun. Dari data tersebut dapat dilihat Seperti yang dijelaskan di awal
bahwa sebagian besar responden memiliki pembahasan, bahwa hasil analisis
masa kerja di atas 7 tahun. menunjukkan adanya hubungan negatif
Berdasarkan tingkat pendidikan, antara burnout dan work-life balance.
beberapa penelitian menemukan bahwa Ketika burnout rendah maka work-life
semakin tinggi tingkat pendidikan, balance tinggi. Hasil penelitian
semakin tinggi tingkat burnout. Hal ini memperlihatkan responden berada pada
dimungkinkan karena seseorang dengan tingkat work-life balance sedang 49 orang
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, (50%) dan tinggi 49 orang (50%) dan tidak
bekerja dengan tanggung jawab yang lebih ada responden yang berada pada tingkat
besar dan tingkat stress yang tinggi. work-life balance rendah.
Dimungkinkan juga bahwa orang yang Hasil dari penelitian ini
berpendidikan tinggi memiliki ekspektasi memperlihatkan tidak adanya dosen yang
yang lebih tinggi terhadap pekerjaannya masuk dalam kategori work-life balance
dan mereka menjadi lebih tertekan saat rendah, 49 orang (50%) masuk dalam
ekspektasi tidak terealisasi (Maslach, et al, kategori sedang dan 49 orang (50%)
2001). Hal ini sejalan dengan data sisanya masuk dalam kategori tinggi. Hal
demografis penelitian ini yang ini bisa dijelaskan dengan role theory.
menunjukkan bahwa 36 orang dosen Fisher (2001) menjelaskan dalam role
(36.73%) berpendidikan S3, sisanya 61 theory bahwa manusia dipandang sebagai
orang (62.24%) memiliki pendidikan S2, individu yang memiliki banyak peran
dan 1 orang (1.02%) berpendidikan S1, dalam hiduonya. Dari hasil analisis dapat
menunjukkan burnout yang rendah. disimpulkan bahwa dosen wanita yang
Berdasarkan status pernikahan, menjadi sampel dalam penelitian ini
seseorang yang belum menikah cenderung memiliki tingkat “balance” yang baik
lebih mudah untuk mengalami burnout karena mereka bisa menjalankan peran-
dibanding karyawan yang sudah menikah peran yang mereka miliki, sehingga tidak
(Maslach, et al, 2001). Data penelitian ini menimbulkan konflik peran dalam
menunjukkan sebagian besar dosen sudah kehidupan mereka.
berumah tangga, yaitu 24 orang dosen Dalam penelitian ini, terlihat nilai
(24.49%) belum menikah, 74 orang koefisien determinasinya adalah 31.70%.
(72.45%) sudah menikah, dan sisanya 3 Ini berarti hubungan variabel burnout
orang dosen (3.06%) sudah pernah dalam mempengaruhi variabel work-life
menikah namun mengalami perceraian. balance sebesar 31.70% dan sisanya

JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 35


Hubungan Burnout dengan Work-Life Balance pada Dosen Wanita

68.30% berhubungan dengan faktor lain saja. Dikutip dari buku pedoman beban
yang tidak terdapat pada penelitian ini. kerja dan evaluasi pelaksanaan tridharma
Faktor-faktor lain yang berhubungan perguruan tinggi tahun 2010, beban kerja
dengan work-life balance menurut dosen paling sedikit sepadan dengan 12
Schabracq, Winnubst, dan Coope (dua belas) SKS dan paling banyak 16
(Novelia, 2013) yang pertama berasal dari (enam belas) SKS pada setiap semester
karakteristik kepribadian masing-masing sesuai dengan kualifikasi akademik, dan
karyawan. Faktor kedua adalah perbedaan nilai dari 1 SKS tersebut sama dengan 50
karakteristik keluarga dimana setiap orang menit.
memiliki cara yang berbeda dalam Selain waktu, karakteristik sebuah
membentuk dan membina keluarga itu pekerjaan juga menjadi faktor dari burnout
sendiri. Ketiga adalah perbedaan (Maslach, et al, 2001) dan menurut
karakteristik pekerjaan. Setiap karyawan Schabracq, Winnubst dan Coope (Novelia,
pasti memiliki perbedaan dalam pola kerja, 2013) karakteristik pekerjaan akan
beban kerja, jumlah jam kerja sampai pada memberikan beban kerja yang berbeda-
perbedaan resiko adanya konflik kerja. beda sehingga akan mempengaruhi
Faktor keempat dan yang terakhir yang persepsi seorang dosen terhadap work-life
mempengaruhi work-life balance yaitu balance. Tugas utama seorang dosen
perbedaan sikap dari masing-masing orang adalah mengajar, baik itu pelajaran
dalam memandang work-life balance itu akademis maupun pelajaran moral.
sendiri. Perbedaan mengenai skala Pekerjaan menjadi pengajar dianggap
prioritas hidup juga membuat tiap orang cocok dengan naluri perempuan sebagai
memiliki pandangan yang berbeda pengasuh anak (Khilmiyah, 2012). Karena
mengenai work-life balance. stereotipnya yang sabar dan suka melayani
Dilihat dari penjelasan tentang kedua serta karakteristik perempuan yang selain
variabel tersebut, dan setelah melalui tahap sabar juga luwes, dan berjiwa pendidik,
analisa data, maka dapat disimpulkan perempuan lebih tepat menjadi pengajar
kedua variabel tersebut memiliki (Jatiningsih & Setyowati, 2006).
hubungan yang linier dan bersifat negatif. Peran ganda yang dimiliki oleh
Tingkat burnout yang dialami dosen wanita juga berpengaruh terhadap tingkat
wanita akan berbanding terbalik dengan kelelahan seseorang. Seorang pekerja
keseimbangan kehidupan kerja mereka wanita, dalam kasus ini adalah seorang
(work-life balance). Ada beberapa faktor Dosen wanita dapat menjalankan peran
yang berpengaruh, misalnya adalah waktu yang berbeda-beda. Hal ini dapat
yang merupakan faktor yang mengakibatkan tuntutan yang berbeda-
mempengaruhi burnout (Maslach, Te al, beda pula dari masing-masing peran.
2001). Menurut Fisher (2001) waktu juga Diferensiasi dalam beberapa peran itu
merupakan komponen utama dari work-life dapat menumbuhkan kompetisi dalam
balance. Arwildayanto (2012) menggunakan waktu, energi, perhatian dan
menjelaskan pembagian waktu kerja dosen komitmen. Hal ini dapat menimbulkan
haruslah proporsional dan berkeadilan, konflik peran perempuan yang berkaitan
tidak boleh terjadi adanya penumpukan kelelahan kerja akibat beban kerja yang
beban mengajar ke salah seorang dosen berat (Nurastuti, 2008). Sejalan dengan

JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 36


DARMAWAN, SILVIANDARI, & SUSILAWATI

salah satu model teori dalam work-life penelitian ini, seperti karakteristik
balance yang dikemukakan oleh Fisher kepribadian, perbedaan karakteristik
(2001), yaitu role theory menyebutkan keluarga, perbedaan karakteristik
bahwa berdasarkan teori ini, manusia pekerjaan, dan perbedaan sikap dari
dipandang sebagai individu yang memiliki masing-masing orang dalam memandang
banyak peran dalam hidupnya, termasuk work-life balance itu sendiri.
peran di lingkungan kerja dan peran di luar Hasil uji beda memperlihatkan
lingkungan kerja. Adanya berbagai peran bahwa tidak terdapat perbedaan yang
yang harus dijalankan ini akan bermakna pada tingkat burnout
menimbulkan konflik ketika tekanan dari berdasarkan status pernikahan, masa kerja,
dua atau lebih peran terjadi dalam satu dan tingkat pendidikan. Hal yang sama
waktu, dan satu peran menghambat juga terlihat pada variabel work-life
pelaksanaan dari peran yang lain. balance, tidak ada perbedaan yang
Dari analisis tambahan terlihat bermakna pada tingkat work-life balance
bahwa variabel burnout mempengaruhi berdasarkan status pernikahan.
variabel work-life balance sebesar 31.7%
kemudian tidak ada perbedaan tingkat DAFTAR PUSTAKA
burnout yang signifikan pada beberapa
Ananda, M. R. (2013). Self Esteem antara
kelompok (masa kerja, status pendidikan, Ibu Rumah Tangga yang Bekerja
dan status pernikahan) serta tidak ada dengan yang Tidak Bekerja. Jurnal
perbedaan work-life balance yang Online Psikologi Vol. 01 No. 01,
signifikan dilihat dari status pernikahan. Thn. 2013
Anna, L.K. (2013). Wanita Lebi Rentan
KESIMPULAN Stres Emosional.
Dari hasil analisis data, didapatkan http://health.kompas.com/read/2013/
kesimpulan yakni terdapat hubungan linier 05/25/08244338/Wanita.Lebih.Renta
yang negatif antara burnout dengan work- n.Stres.Emosional diakses pada
life balance, hal ini berarti semakin tinggi Selasa, 5 Agustus 2014 pukul 17:05
burnout maka akan semakin rendah work- Arwildayanto. (2012). Manajemen Sumber
life balance dan sebaliknya. Daya Manusia Perguruan Tinggi ;
Responden dalam penelitian ini Pendekatan Budaya Kerja dosen
menunjukkan tingkat burnout yang rendah Profesional. Gorontalo : Ideas
dan tingkat work-life balance tinggi. Publishing.
Burnout yang rendah tersebut disebabkan
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan
karena beberapa faktor, yaitu tingkat
Validitas. Yogyakarta : Pustaka
pendidikan, masa kerja, dan status Pelajar
pernikahan.
Variabel burnout memiliki Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala
sumbangan efektif terhadap terciptanya Psikologi. Yogyakarta : Pustaka
work-life balance sebesar 31.70% dan Pelajar
68.30% sisanya berhubungan dengan
faktor lain yang tidak terdapat pada

JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 37


Hubungan Burnout dengan Work-Life Balance pada Dosen Wanita

Cahyolaksono, S. M. (2008). Stress Kerja Work–Family Balance and Quality


pada Dosen Perempuan Ditinjau dari of Life. Journal of Vocational
Konflik Peran Ganda dan Dukungan Behavior 63 (2003) 510–531
Sosial Suami. Skripsi Mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Jatiningsih, Oksiana & Setyowati, Nanik.
Katolik Soegijapranata Semarang (2006). Konstruksi Gender Guru di
Sekolah Dasar Negeri di Surabaya.
Deny, S. (2014). 42% Wanita RI Lebih LENTERA, Jurnal Studi Perempuan,
Pilih Bekerja Daripada Diam di Vol. 2/No. 1/Juni 2006, ISSN 1858-
Rumah.http://bisnis.liputan6.com/rea 4845
d/2019532/42-wanita-ri-lebih-pilih-
bekerja-daripada-diam-di-rumah Khilmiyah, A. (2012). Stres Kerja Guru
diakses pada Rabu 20 Agustus 2014 Perempuan di Kecamatan Kasihan
pukul 22:00 Bantul Yogyakarta. Lentera
Pendidikan, Vol. 15 No. 2 Desember
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 2012: 135-143
Departemen Pendidikan Nasional.
(2010). Pedoman Beban Kerja Kusuma, A. P. (2013). Pengaruh Leader-
Dosen Dan Evaluasi Pelaksanaan Member Exchange (LMX) dan
Tridharma Perguruan Tinggi Organizational Climate (Iklim
Organisasi) terhadap Tingkat
Djajendra. (2013). Work-Life Balance Burnout Karyawan (Studi pada
Menciptakan Etos Kerja yang Kepala Unit dan Karyawan
Unggul.http://ekonomi.kompasiana.c Customer Service BRI Mojokerto).
om/manajemen/2013/03/23/work- Skripsi (Tidak Diterbitkan). Malang :
life-balance-menciptakan-etos-kerja- Program Studi Psikologi Universitas
yang-unggul-545200.html diakses Brawijaya
pada Jum’at 25 Juli 2014 pukul
10:30 Liputan 6 . (2012). Karyawan Menangis di
Kantor Wajar Nggak?.
Fisher, G. G. (2001). Work / Personal Life http://health.liputan6.com/read/4587
Balance: A Construct Development 66/karyawan-menangis-di-kantor-
Study. A Dissertation Submitted to wajar-nggak diakses pada Sabtu 23
the Graduate College o f Bowling Agustus 2014 pukul 07:24
Green State University in partial
fulfillment of the requirements for Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi
the degree of Doctor of Philosophy edisi 10. Jogjakarta : ANDI

Fisher, G. G., Bulger, C. A., & Smith, C. Maslach, C. & Jackson, S. E. (1981). The
S. (2009). Beyond Work and Family: Measurement of Experienced
A Measure of Work/Nonwork Burnout. Journal of Occupational
Interference and Enhancement. Behaviour, Vol. 2, 99-113 (1981)
Journal of Occupational Health
Maslach, C., Schaufeli, W. B., Leiter, M.
Psychology 2009, Vol. 14, No. 4,
P. (2001). Job Burnout. Annu. Rev.
441–456
Psychol. 2001. 52:397–422
Greenberg, J.S. 2002. Comprehensive
Mizmir. (2011). Hubungan Bunrout
Stress Management (7th Edition).
dengan Kepuasan Kerja Pustakawan
McGraw Hill : New York di Pusat Jasa Perpustakaan dan
Greenhaus, J. H., Collins, K. M., & Shaw, Informasi Perpustakaan Nasional
J. D. (2003). The Relation Between Republik Indonesia. Skripsi

JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 38


DARMAWAN, SILVIANDARI, & SUSILAWATI

Mahasiswa Program Studi Ilmu


Perpustakaan Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia.

JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 39

Anda mungkin juga menyukai