NIM : 131711123071
Kelas :AJ2 / B20
KASUS 1 :
Tn. B usia 45 tahun, datang diantar oleh saudara ke UGD dengan keluhan kedua lengan kanan
dan kiri lumpuh atau paralisis. Gejala mirip Gulillain Bare Syndrome (GBS). Keluarga juga
mengatakan sudah 20 jam Tn.A tidak berkemih. Hasil pengkajian fisik suhu = 39,80C,
kesadaran menurun, RR=32x/menit dan Nadi 90x/menit. Keterangan dari keluarga
menyatakan bahwa Tn.A merupakan ODHA.
Tugas :
1. Tentukan jenis Infeksi Oportunistik pada Tn.A
2. Tentukan langkah diagnosis yang harus ditegakkan kepada Tn.A
3. Lakukan pengkajian focus pada Tn.A
4. Tentukan diagnosis keperawatan prioritas (3 diagnosis)
5. Tetapkan intervensi sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan.
JAWABAN
1. Jenis infeksi oportunistik pada Tn A
Jenis infeksi oportunistik adalah CMV, hal ini dikarenakan klien mengalami tanda dan
gejala seperti demam, kedua lengan kanan dan kiri lumpuh atau paralisis, tidak bisa
berkemih selama 20 jam. Tanda dan gejala tersebut sama seperti tanda dan gejala pada
penyakit CMV. Menurut Suromo (2007) CMV dapat menyebabkan gangguan pada
ginjal, febris (demam). Selain itu menurut CDC (2012) CVM juga dapat menyebabkan
Guillain Barre Syndrom (GBS) yang salah satu gejalanya yaitu kelumpuhan.
2. Langkah diagnosis yang harus harus ditegakkan kepada Tn. A
Menurut Suromo (2007) berikut merupakan cara – cara untuk mendiagnosis CMV :
a. Tes serologic
Tes serologic metoda enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), atau enzyme
linked immunofluorescent assay (ELFA), merupakan cara yang paling sering
dilakukan yaitu untuk menetapkan IgM, IgG, IgG avidity spesifik anti-CMV dalam
sirkulasi. Antibodi yang dideteksi dengan metoda serologik in vitro adalah antibodi
terhadap protein nonstruktural dari CMV dan bukan merupakan antibodi terhadap
protein struktural yang bersifat protektif in vivo. Hal ini berarti penetapan antibodi
anti-CMV in vitro hanya dapat dipakai untuk tujuan menunjang diagnosis dan tidak
bersifat protektif in vivo, karena struktur antigen dari antibodi ini tidak dijumpai baik
pada permukaan sel terinfeksi CMV ataupun CMV sendiri yang bersifat infeksius.
Antibodi anti-protein nonstruktural ini dijumpai menetap bertahun-tahun bahkan
sepanjang hidup.
b. Kultur virus
Kultur virus merupakan gold standard untuk infeksi CMV, namun metoda ini
memerlukan waktu 7 –10 hari. Spesimen harus diambil selama stadium akut, yaitu
ketika terjadi pelepasan virus tertinggi. Pemulihan terjadi sporadik dan hasil tidak
dapat dipercaya bila diambil selama stadium penyembuhan.11 Isolasi dilakukan dari
saliva atau urin, kadang-kadang dari darah perifer. Kultur virus tidak dapat membantu
untuk membedakan infeksi primer dengan infeksi lama, karena virus sering dijumpai
pada reaktivasi asimtomatik. Infeksi dalam jaringan dapat dideteksi , namun lebih
mudah terlihat pada sel. Antigenemia dapat diketahui dengan mendeteksi antigen
CMV pp65, yaitu fosfoprotein tegumen virus yang merupakan salah satu antigen
CMV paling imunogenik dalam leukosit segmen neutrofil darah tepi. Pemeriksaan
leukosit darah tepi merupakan tes yang valid dan sensitif untuk menilai kesembuhan
CMV, namun memerlukan waktu lebih lama dari metoda serologik. Metoda
pengecatan imunofluoresen dengan menggunakan antibodi monoklonal untuk
mendeteksi early antigen memiliki sensitivitas 84 %.
c. Identifikasi inklusi CMV intranukleus sel epitel tubulus ginjal pada sediaan sedimen
urin.
Menunjukkan replikasi virus adalah spesifik. Cara ini mudah dan sederhana, hanya
menggunakan sediaan mikroskopik sedimen urin rutin dengan pengecatan
Sternheimer- Malbin. Keterampilan, pengalaman dan kesabaran pemeriksa
dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan ini. Konfirmasi pemeriksaan rutin dapat
dilanjutkan dengan melakukan pengecatan Papanicolaou, namun perlu diperhatikan
bahwa prosedur pemeriksaan dengan pengecatan Papanicolaou memerlukan
pencucian sedimen beberapa kali, sehingga sangat mungkin sel-sel ikut terbuang.
d. Polymerase chain reaction (PCR)
Untuk mendeteksi DNA dari CMV.11,18 Bahan pemeriksaan yang dipakai ialah urin,
darah atau jaringan. Deteksi CMV dengan hibridisasi DNA atau amplifikasi PCR
diperlukan untuk memperkuat hasil serologik. Metoda PCR mempunyai sensitivitas
89,2 % dan spesifisitas 95,8%.6 Peneliti lain melaporkan bahwa spesifisitas metoda
PCR adalah 100% untuk menunjang hepatitis CMV. Hasil PCR kualitatif positif
menunjukkan replikasi virus dalam sel, namun tidak dapat dipakai untuk menjelaskan
risiko perkembangan penyakit dan transmisi ke fetus. Aitken et al melaporkan bahwa
dengan mengukur kuantitas partikel virus per milliliter dapat menjelaskan perbedaan
antara infeksi primer dengan reaktivasi-reinfeksi. Muatan virus (viral load) pada
infeksi primer lebih tinggi daripada reinfeksi.
3. Pengkajian focus pada Tn. A
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengalami sesak napas dengan RR: 32x/ menit
2) Riwayat Penyaki Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kedua lengan kanan dan kiri mengalami
kelumpuhan (Paralisis), pasien sudah 20 jam tidak berkemih. Hasil pengkajian
fisik suhu: 39,80C, kesadaran menurun, sesak napas dengan RR: 32x/menit dan
Nadi 90x/menit
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga pasien mengatakan bahwa Tn.A adalah ODHA
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit HIV ataupun CMV
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Primer
1) B1 (Breathing)
a. Keluhan: Pasien sesak napas
b. RR: 32x/ menit
c. Terdapat penggunaan otot bantu pernapasan yaitu retraksi intercosta.
d. Irama napas: Tidak teratur
e. Pola napas: Dispnoe
f. Suara napas: Wheezing
g. Alat bantu napas: Nasal kanul (flow 4 lpm)
MASALAH KEPERAWATAN : KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS
2) B2 (Blood)
a. Nadi: 90x/ menit
3) B3 (Brain)
a. Penurunan kesadaran
b. Pasien demam
c. Suhu tubuh pasien: 39,80C
MASALAH KEPERAWATAN : HIPERTERMIA
Menurut Suromo (2007) CMV juga menyerang mata , yaitu retinitis atau
chorioretinitis yang dapat menyebabkan juling (strabismus), katarak, gangguan
visus, dapat pula sampai timbul kebutaan. CMV juga dapat menyerang telinga,
umumnya disebabkan karena infeksi dengan gejala klinik nyata sampai terjadi
ketulian ( sensorineural deafness) yang
timbul di kemudian hari.
4) B4 (Bladder)
a. Keluhan: Pasien tidak bisa berkemih selama 20 jam
MASALAH KEPERAWATAN : RETENSI URIN
Menurut Suromo (2007) CMV dikenal pula sebagai salah satu penyebab infeksi
pada ginjal dan saluran kemih.
5) B5 (Bowel)
Pada Tn.A tidak terdapat masalah keperawatan pada sistem bowel. Akantetapi
pada pasien CMV pada sistem bowel biasanya terjadi masalah seperti :
a. Nyeri abdomen
b. Diare
c. Bibir tampak kering
d. Gerakan peristaltic naik turun
e. Kulit abdomen pucat
f. Mual
Menurut Suromo (2007) CMV Radang hati atau Hepatitis CMV dapat terjadi
disertai dengan atau tanpa ikterus, asites berulang.
6) B6 (Bone)
a. Pergerakan sendi: terbatas
b. Kekuatan otot:
- - -
+ +
c. Kelumpuhan (paralisis) pada kedua ekstermitas atas
d. Kelemahan (letargi)
4. Diagnosis keperawatan prioritas
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis (00032)
b. Hipertermia berhubungan dengan sespsis (00007)
c. Retensi urin berhubungan dengan berhubungan dengan inhibisi arkus refleks (00023)
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular (00085)
5. Intervensi sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan
Diagnosa
No Kriteria hasil Intervensi keperawatan Paraf
keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Monitor Pernafasan (3350)
pola nafas keperawatan selama 1 x 24
berhubungan jam diharapkan pola nafas 1. Beikan bantuan terapi nafas jika
dengan pasien kembali efektif dengan diperlukan seperti pemberian Firda
gangguan kriteria hasil : terapi oksigen dengan nasal kanul
neurplogis Status pernafasan : ventilasi atau yang lainnya
(00032) (0403) 2. Monitor pola nafas
- Frekuensi pernafasan : 16 – 3. Monitor saturasi oksigen
20 x / menit 4. Monitor kecepatan, irama,
- Irama nafas : regular kedalaman dan kesulitan bernafas
- Tidak ada suara nafas 5. Catat pergerakan dada,
tambahan ketidaksimetrisan, penggunaan
- Tidak muncul otot bantu oto bantuan nafas dan retraksi
pernafasan otot supraclaviculas dan
- Tidak ada retraksi dinding intercosta
dada 6. Auskultasi suara nafas tambahan.
- Pengembangan dinding
dada simetris Managemen Jalan Nafas (3140)
Tugas :
1. Tentukan jenis infeksi oportunistik pada anak S.!
2. Tentukan alur atau algoritma skrining Tb dan tata laksana uji tuberculin pada Anak
S!
3. Tentukan OAT pada anak S!
4. Lakukan pengkajian focus!
5. Tetapkan 3 diagnosis keperawatan prioritas !
6. Buatlah intervensi Keperawatan pada Anak S!
JAWABAN
1. Jenis infeksi oportunitis pada anak S adalah masuk pada jenis infeksi oportunitis
Tuberkulosis (TB), Mycobacterium avium complex (MAC).
2. Alur atau alogaritma skrining TB dan tata laksana uji tuberculin pada Anak S
a. Alogaritma skrining kontak TB dan tata laksana bila uji tuberkulin dan foto rontgen
dada tidak tersedia
/
Catatan:
Semua kontak serumah yang tidak menunjukkan gejala sakit TB diberikan profilaksis
isoniazid setiap hari selama 6 bulan. Cara terbaik untuk deteksi infeksi TB adalah uji
tuberkulin dan foto rontgen dada. Apabila uji tuberkulin dan foto rontgen dada tidak
tersedia, hal ini tidak boleh menghalangi skrining kontak dan tata laksana. Penilaian
klinis saja sudah cukup untuk menentukan apakah kontak sehat atau simtomatik.
Penilaian rutin terhadap kontak yang terpajan tidak memerlukan uji tuberkulin dan foto
rontgen dada. Pendekatan ini berlaku pada sumber TB paru dengan sputum BTA
positif, namun skrining juga harus tersedia untuk sumber TB paru dengan BTA sputum
negatif. Apabila kontak dengan sumber TB dengan BTA sputum negatif terdapat
gejala, maka diagnosis TB perlu dicari, tanpa melihat usia kontak. Apabila kontak
asimtomatik, investigasi lebih lanjut dan tindak lanjut tergantung pada kebijakan
nasional. Rekomendasi profilaksis untuk anak HIV yang terpajan penderita TB dewasa
adalah isoniazid 10 mg/kgBB setiap hari selama 6 bulan. Pemantauan harus dilakukan
sebulan sekali sampai terapi lengkap. Perlu dilakukan rujukan ke rumah sakit tersier
bila ada keraguan diagnosis. Sumber penularan harus diobati dan dilaporkan sesuai
ketentuan program DOTS.
b. Alogaritma skrining kontak TB dan tata laksana dengan uji tuberculin dan foto
rontgen dada.
Uji tuberculin :
Uji tuberkulin harus distandarisasi di setiap negara, baik menggunakan tuberkulin atau
derivat protein murni (purified protein derivative, PPD).
Uji tuberkulin dikatakan positif bila :
- Pada anak dengan risiko tinggi (termasuk anak terinfeksi HIV dan gizi buruk,
seperti adanya tanda klinis marasmus atau kwashiorkor): diameter indurasi > 5 mm
- Pada anak lainnya (baik dengan atau tanpa vaksin Bacille Calmette-Guerin, BCG):
diameter indurasi > 10 mm
3. OAT pada anak S
Pedoman internasional merekomendasikan bahwa TB pada anak yang terinfeksi HIV
harus diobati dengan paduan selama 6 bulan seperti pada anak yang tidak terinfeksi HIV.
Catatan:
l. Dosis rekomendasi harian etambutol lebih tinggi pada anak (20 mg/kg) daripada
dewasa (15 mg/kg), karena adanya perbedaan farmakokinetik (konsentrasi puncak dalam
serum pada anak lebih rendah daripada dewasa pada dosis mg/kg yang sama). Meskipun
etambutol sering dihilangkan dari paduan pengobatan pada anak karena adanya kesulitan
pemantauan toksisitas (khususnya neuritis optikus) pada anak yang lebih muda, literatur
menyatakan bahwa etambutol aman pada anak dengan dosis 20 mg/kg/hari (rentang 15-
25 mg/kg).
2. Streptomisin harus dihindari pada anak apabila memungkinkan karena injeksi
merupakan prosedur yang menyakitkan dan dapat menimbulkan kerusakan saraf
auditorius ireversibel. Penggunaan streptomisin pada anak terutama untuk meningitis
TB pada 2 bulan pertama.
Durasi paduan OAT
• Tuberkulosis pada anak terinfeksi HIV (selain TB milier, meningitis TB dan TB
tulang harus diberikan 4 macam obat (RHZE) selama 2 bulan pertama dilanjutkan RH
sampai minimal 9 bulan.
• Pada meningitis TB dan TB milier diberikan RHZES selama 2 bulan pertama
dilanjutkan RH sampai 12 bulan
• Pada TB tulang diberikan RHZE selama 2 bulan pertama, dilanjutkan RH sampai 12
bulan
Catatan:
Paduan terdiri dari 2 fase, yaitu inisial dan lanjutan. Nomor di depan setiap fase
menunjukkan durasi fase tersebut dalam hitungan bulan. Contoh : 2HRZ/4HR Fase inisial
terdiri dari 2HRZE, sehingga durasi fase tersebut 2 bulan. Terdiri dari isoniazid,
rifampisin pirazinamid dan etambutol. Fase lanjutan terdiri dari 4HR, durasi fase tersebut
4 bulan terdiri atas isoniazid dan rifampisin. Semua obat diminum tiap hari.
4. FOKUS PENGKAJIAN
I. IDENTITAS
Nama : An. S Tgl. MRS : 30 - 9 - 2011
Umur : 1,5 tahun Diagnosa : TB paru
Jenis kelamin : Laki-Laki
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Pendidikan :-
Alamat : sukabumi
Alasan Dirawat : sesak nafas
Analisa Data
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005) berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan :
- Dipsnea
- Penggunaan Otot Pernafasan
- Nafas cepat dan dangkal
- Suara nafas tambahan ronkhi (+)
- TD : 140/80 mmHg
- RR : 65X/Menit
- S : 37,8
INTERVENSI KEPERWATAN
Hari/Tang Wakt DIAGNOSIS INTERVENSI RASIONAL
gal u KEPERAWATAN KEPERAWATA
(TUJUAN, N
KRITERIA HASIL)
Pola nafas tidak efektif NIC 1. Memudahkan
NOC: Airway klien untuk
Respiratory Manageme bernafas
status : nt spontan,
Ventilation 1. Buka jalan memberikan
Respiratory nafas, jalan untuk
Status : Airway gunakan ventilasi
patency tehnik chin pernafasan
Vital Sign lift atau jaw 2. Memudahkan
status trust bila pasien untuk
Setelah dilakukan perlu bernafas dan
tindakan keperawatan 2. Posisikan perrtukaran
selama 1x24 ja, pola pasien udara
nafas kembali efektif, untuk 3. Untuk
dengan kriteria hasil : memaksima mendukung
1. Mendemonstrasi lkan dan
kan batuk efektif ventilasi mempertahanka
dan suara naafas 3. Identifikasi n pernafasan
yang bersih, pasien pasien
tidak ada perlunya 4. Untuk
sianosis dan pemasanga memberikan
dyspnea (mampu n alat jalan jalan masuk
mengeluarkan nafas dan keluar
sputum, mampu buatan untuk pasien
bernafas dengan 4. Pasang bernafas
mudah, tidak ada mayo bila 5. Untuk
pursed lips) perlu melunturkan
2. Menunjukkan 5. Lakukan secret atau
jalan nafas yang fisioterapi sumabatan yang
paten (klien dada jika ada pada jalan
tidak merasa perlu nafas pasien
tercekik, irama 6. Keluarkan 6. Untuk
nafas, frekuensi secret membersihkan
pernafasan dengan jalan nafas
dakam rentang batuk atau pasien agar o2
normal, tidak suction dan co2 bisa
ada suara nafas 7. Auskulltasi bertukar dengan
abnormal). suara nafas, mudah
3. Tanda-tanda catat 7. Untuk
vital dalam batas adanya meminimalkan
normal suara gangguan pada
tambahan jalan nafas
8. Lakukan 8. Untuk
suction mencegah
pada mayo terjadinya
9. Berikan sumbatan pada
bronkodilat jalan nafas
or bila perlu karena secret
10. Berikan 9. Untuk
pelembab merelaksasikan
udara kassa otot pernafasan
basah NaCl 10. Untk
lembab melembabkan
11. Atur intake udara yang
untuk masuk kedalam
cairan tubuh pasien
mengoptim 11. Untuk
alkan menyeimbangk
keseimbang an pertukaran
an gas okisigen
12. Monitor dan carbon
respirasi dioksida pada
dan status system
O2 pernafasan
pasien
Oxygen 12. Untuk
Therapy meminimalkan
13. Bersihkan terjadinya
mulut, gangguan
hidung dan pernafasan atau
secret pertukaran
trakea udara
14. Pertahanka 13. Agar jalan
n jalan system
nafas yang pernafasan
paten pasien idak
15. Atur kotor dan
peralatan tersumbat
oksigenasi dengan kotoran
16. Monitor 14. Agar
aliran pernafasan
oksigen pasien tetap
17. Pertahanka stabil
n posisi 15. Untuk
klien membantu
18. Observasi pernafasan
adanya pasien agar
tanda-tanda mendapatkan
hipoventilas okisgen yang
i cukup
19. Monitor 16. Untuk
adanya megetahui ada
kecemasan sumbatan atau
pasien tidak pada jalan
terhadap nafas pasien
oksigenasi 17. Untuk
Vital Sign mempertahanka
Monitoring n posisi system
20. Monitor pernafasan
tanda-tanda yang pas pada
vital psien
21. Catat danya 18. Mencegah
fluktuasi terjadinya
tekanan dipsnea dan
darah cyanosis
22. Monitor 19. Mencegah
vital sign pasien cemas
saat pasien dan menambha
berbaring, beratkan pada
duduk, atau kondisinya
berdiri
23. Auskultasi 20. Mengethaui
Tekanan kondisi pasien
Darah pada secara umum
kedua 21. Mencegah
lengan terjadinya
bandingkan penurunan atau
24. Monitor kenaikan
Tekanan tekanan darah
Darah, 22. Mengetahui
Nadi, RR kondisi secara
Sebelum, umum pasien
selama, dan 23. Mengetahui
setelah kondisi secara
aktivitas umum
25. Monitor padapasien
kualitas dari 24. Mengetahui
nadi konidis secara
26. Monitor umum pasien
frekuensi saat atau
dan irama setelah
pernafasan melakukan
27. Monitor aktivitas
suara paru 25. Mengetahui
28. Monitor kondisi umum
pola pasien
pernafasan 26. Mengetahui
abnormal secara umum
29. Monitpr kondisi pada
suhu, airway dan
warna, dan breathing pada
kelembaban pasien
kulit 27. Mengtehaui
gangguan pada
paru –paru
pasien
28. Mengetahui
kondisi system
pernafasan
pasien secara
umum
29. Mengetahui
kondisi pasien
secara umum
apakah
kkebutuhan
okisgen pada
pasien sudah
cukup atau
belum