Anda di halaman 1dari 6

HIGIENE PANGAN

“ DAYA IKAT AIR “

( Pengukuran Cooking Loss dan Drip Loss serta Pengukuran pH pada Daging )

Oleh :

1. Helda A.N Gadja (1309011002)


2. Agnes L. Tandjung (1309012004)
3. Romula A. Jemadi (1309012014)
4. Elmarlen I.N.P Oematan (1309012020)
5. Yunita A. Nope (1309012024)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daging merupakan salah satu produk ternak yang menjadi penyuplai protein
hewani terbesar bagi masyarakat Indonesia. Menurut SNI (2008), daging adalah
bagian otot skeletal yang aman, layak dan lazim dikonsumsi manusia, dapat berupa
daging segar, daging segar dingin dan daging beku. Daging mempunyai nilai gizi
yang terdiri dari protein (merupakan kandungan terbesar), air, lemak, karbohidrat, dan
komponen anorganik. Menurut Rahimah (2009), komposisi daging terdiri dari 60 %
air, 21 % lemak, 18 % protein dan 1 % abu.
Beberapa hal yang menjadi patokan kualitas daging diantaranya daya
mengikat air, tingkat keempukan, besarnya susut masak dan pH dari daging tersebut.
Hal-hal tersebut menjadi indikator akan mutu daging yang dikonsumsi. Hal lain yang
bisa diaplikasikan dalam memilih daging adalah dengan memperhatikan warna
daging dan bau dari daging tersebut agar terhindar dari tindakan penipuan seperti
pengoplosan daging.
Daya ikat air oleh protein daging dalam bahasa asing disebut sebagai Water
Holding Capacity (WHC), didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan
airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya
pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daging juga mempunyai
kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung
cairan (water absorption).
Ada tiga bentuk ikatan air di dalam otot yakni air yang terikat secara kimiawi
oleh protein otot sebesar 4 – 5% sebagai lapisan monomolekuler pertama, kedua air
terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik,
sebesar kira-kira 4%, dimana lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan
uap air meningkat. Ketiga dalah adalah lapisan molekul-molekul air bebas diantara
molekul protein, besarnya kira-kira 10%. Denaturasi protein tidak akan
mempengaruhi perubahan molekul pada air terikat (lapisan pertama dan kedua),
sedang air bebas yang berada diantara molekul akan menurun pada saat protein
daging mengalami denaturasi (Wismer-Pedersen, 1971).
Faktor yang dapat mempengaruhi daya ikat air daging selain protein dan pH
antara lain faktor stres, spesies, pembentukan aktin miosin (rigormortis), temperatur
dan kelembaban, pelayuan karkas dan daging, tipe otot dan lokasi otot, spesies, umur,
fungsi otot, pakan, dan lemak intramuskuler (Soeparno, 2005).
Daging mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena kandungan
gizi dan kadar airnya yang tinggi. Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan
bau dan timbulnya lendir yang terjadi pada daging tersebut. Oleh sebab itu diperlukan
uji fisik sebelum daging dikonsumsi. Melalui pengujian fisik dapat di tentukan
kualitas daging yang baik. Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian daya ikat air
untuk mengetahui kualitas daging dalam kemampuannya mempertahankan
kandungan airnya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini, yaitu untuk mengetahui metode
pengujian kualitas daging melalui pengukuran pH daging dan mengetahui
kemampuan daging mempertahankan airnya melalui drip loss dan cooking loss.

BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Kamis, 6 Oktober 2016
Pukul : 10.10 WITA-12.10 WITA
Tempat: Laboratorium C Fakultas Kedokteran Hewan Undana
2.2 Alat dan Bahan
Pengukuran nilai pH daging

1. Sampel daging 6. Papan iris


2. Akuades 7. Cawan petri
3. Larutan pH 8. Timbangan
standar digital
4. Pisau 9. pH meter
5. Pinset 10. Gelas ukur
Pemeriksaan cooking loss

1. Sampel daging 6. Timbangan


2. Kantong plastik
digital
3. Tissue
7. Kompor listrik
4. Panci air
8. Benang
5. Timbangan
9. Thermometer

1. Daging Babi, Sapi, Ayam dan Ikan


Pemeriksaan drip loss
1. Sampel daging
2. Benang
3. Tissue
4. Kantong plastik
5. Gunting
6. Timbangan digital
7. Lemari es
2.3 Cara Kerja

 Pengukuran nilai pH daging


 Persiapan pH meter
1) Sebelum dilakukan pengukuran, dilakukan kalibrasi pada pH meter
dengan menggunakan larutan standar.
2) Gelas elektroda selalu dibilas dengan akuades setiap selesai
dilakukan pencelupan, kemudian dikeringkan dengan kertas tissue.
 Persiapan contoh
 Pengukuran langsung
1) Sampel daging diiris kecil, kemudian ditimbang berat awal
daging.
2) Gelas elektroda ditusukkan ke dalam daging atau ditempelkan ke
atas permukaan daging.
 Pengukuran
1) Setelah electrode pH meter dimasukkan ke dalam sampel daging,
dibiarkan beberapa waktu hingga mencapai nilai pH konstan.
2) Dilakukan pengukuran pH sebanyak dua kali pada tempat yang
berbeda.
3) Nilai pH dihitung dengan menghitung rata-rata dari kedua hasil
pengukuran.
 Pemeriksaan cooking loss
 Sampel daging dipotong dan ditimbang dengan berat 70-100 gram
kemudian dicatat.
 Sampel daging kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan udara
di dalam plastic dihilangkan.
 Air dipanaskan hingga mencapai suhu 750 C.
 Dimasukkan kantong plastik ke dalam air panas dan didiamkan selama 50
menit.
 Kantong plastik kemudian dialiri dengan air mengalir selama 40 menit.
 Sampel daging kemudian dikeluarkan.
 Permukaan daging dikeringkan dengan menggunakan kertas tissue tanpa
ditekan.
 Dilakukan penimbangan berat akhir dengan menggunakan rumus:

% cooking loss

 Pemeriksaan drip loss


 Sampel daging ditimbang dengan berat ± 5 gram.
 Daging digantung dengan benang dan dimasukkan ke dalam kantong
plastik dan daging diupayakan agar tidak bersentuhan dengan sisi kantong
plastik.
 Daging digantung di dalam lemari es dengan suhu 70 C selama 48 jam.
 Setelah 48 jam, daging dikeluarkan dan permukaan daging dikeringkan
secara perlahan dengan menggunakan kertas tissue.
 Daging ditimbang dan dihitung presentase driploss dengan menggunakan
rumus:

% drip loss

Anda mungkin juga menyukai