Anda di halaman 1dari 2

III.

PERSPEKTIF ANAK DISELEKSIA

Intelegensi anak diseleksia umumnya normal, bahkan tak sedikit yang memiliki IQ di
atas rata-rata. Meskipun mereka kesulitan dalam hal membaca namun apabila mereka
mempunyai minat dan bakat pada suatu bidang khusus mereka bahkan dapat mencapai hasil
yang tak terduga. Jadi, jangan menganggap anak diseleksia sendiri merupakan gifted children
(Anak cerdas istimewa).

Secara kenyataannya masyarakat cenderung memandang orang diseleksia sebagai


individu yang hanya suka melamun, lambat dalam mencerna informasi, bodoh dan ceroboh. Jika
kita melihat fakta yang ada saat ini, justru banyak tokoh ternama yang berhasil mencapai
kesuksesan meski mempunyai “keunikan tambahan” dalam hidupnya. Terdapat satu hal yang
menarik yaitu diseleksia tidak berhubungan dengan bakat, kecerdasan dan prestasi secara
signifikan.

Kasus diseleksia sendiri bukan lagi hal baru, mengutip dari nasional ,kompas.com selasa
(02/12/2014) Riyani T Bondan (ketua asosiasi diseleksia Indonesia periode 2010)
mengungkapkan didunia ada 10 hingga 15 persen anak sekolah yang menyandang diseleksia.
Kesulitan membaca yang dialami anak diseleksia membuat mereka mendapat perlakuan tidak
baik, karna dianggap berbeda atau tidak normal.

Ketidakpedulian orang tua, pengajar,dan lingkungan sekitar akhirnya para penderita


diseleksia cenderung dianggap “anak bodoh”. Pernyataan bodoh untuk penderita diseleksia
sangatlah tidak tepat. Karena di beberapa studi, ditemukan bahwa penderita diseleksia memiliki
kecerdasan IQ di atas rata-rata. Di dunia akademik label “anak-anak bodoh”, “anak-anak malas”,
“tidak fokus” kerap diletakkan pada mereka, hal ini jelas berpengaruh pada kondisi
psikologisnya, yang ujung-ujungnya dapat mepengaruhi tingkat kepercayaan diri anak. anak
menjadi minder, tak mau sekolah, atau menutup diri dari pergaulan karna sering kali di ejek atau
di bully karna kekurangannya yang justru tidak bisa ia pahami.

Selain hal terserbut masyarakat juga menganggap anak diseleksia itu termasuk anak yang
berkebutuhan khusus sehingga mereka beranggapan bahwa anak diseleksia itu lebih cocok
dimasukkan ke sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah tersebut menampung anak-anak dengan
kecerdasan dibawah normal atau IQ di bawah 62, sementara anak diseleksia memiliki IQ rata-
rata 90 hingga 110 bahkan bisa lebih. Dari pernyataan tersebut tersirat jelas bahwa anak
diseleksia bukan anak ABK, mereka semua adalah anak-anak normal pada umumnya bahkan
berpotensi menjadi anak jenius, hanya saja yang membedakannya adalah cara belajarnya.

Penelitan menunjukkan bahwa pengajaran bagi disleksia perlu penanganan khusus dan
intensif. Cara belajar dyslexia harus melibatkan beberapa metode khusus pembelajaran. Seperti
sentuhan, yang dimulai dari otak penglihatan dan juga suara. Kebanyakan Orang Mengira Bahwa
Disleksia Hanya Diidap Anak Laki-Laki, Bob Cunningham, seorang guru sekolah, memaparkan
bahwa hanya anak laki-laki yang menderita dyslexia lebih mudah ditemukan,namun bukan
berarti disleksia hanya diderita oleh anak laki-laki. Disleksia bisa terjadi pada laki-laki dan
perempuan. Hanya saja, anak laki-laki yang mengidap dyslexia di sekolah lebih mudah
ditemukan karena biasanya seorang anak laki-laki perilakunya lebih terbuka hingga lebih mudah
untuk menarik perhatian guru, dibanding anak-anak perempuan yang cenderung hanya bisa
berdiam diri.

Anggapan yang salah lagi yang mencoba mematahkan semangat dyslexia adalah bahwa
disleksia tidak akan berprestasi dan suses dalam karir, tidak begitu sebenarnya tak sedikit dari
dyslexia sukses menjadi politisi, artis bahkan atlet olimpiade. Beberapa di antaranya yaitu artis
Octavia Spencer, bintang film Holywood Tom Cruise. Richard Bronson jurnalis CNN Anderson
Cooper, atlet Olimpiade Michelle Carter. Dan lain sebagainya terbukti sukses dalam bidangnya
masing-masing bahkan banyak ilmuwan dan penemu dunia berangkat dari dyslexia.

D engan bantuan orang tua, guru para ahli dan orang-orang terdekat dyslexia bisa
disembuhkan. dyslexia adalah kondisi yang didasari karena perkembangan otak. Namun,
penanganan sejak dini dengan pembelajaran yang menyenangkan dapat memiliki dampak positif
dan signifikan terhadap kemampuan membaca dan prestasi akademik. Oleh karena itu, orang tua
dan keluarga memiliki peran penting agar anak dyslexia bisa bekerja, sekolah dan membaca
dengan baik, sehingga bisa sukses baik di sekolah atau pun karir.

Anda mungkin juga menyukai