Anda di halaman 1dari 34

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT GRAMEDIKA 10

PEDOMAN HAK PASIEN DAN KELUARGA

DI RUMAH SAKIT BUNDA

NOMOR : /SK/ /2018

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR RUMAH SAKIT BUNDA

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya menunaikan tanggung jawab Rumah

sakit dalam memenuhi hak pasien dan keluarganya selama

dalam pelayanan, maka diperlukan adanya Pedoman Hak

Pasien Dan Keluarga di Rumah Sakit Bunda


b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Pedoman
Hak Pasien Dan Keluarga dengan Keputusan Direktur
Rumah Sakit Bunda
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
2. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
3. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
69 Tahun 2014 Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan

Kewajiban Pasien
1
MEMUTUSKAN

Menetapkan :
PERTAMA KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
GRAMEDIKA 10 TENTANG PEDOMAN HAK PASIEN
DAN KELUARGA.
KEDUA : Pedoman Hak Pasien Dan Keluarga sebagaimana
dimaksud diktum pertama dipergunakan menjadi acuan
dalam pelaksanaan pemenuhan hak pasien dan keluarga
selama dirawat di Rs bunda
KETIG : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Baradatu

Pada Tanggal :

DIREKTUR RS BUNDA

dr. Meliza Agusti Artha


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas diselesaikannya


penyusunan Pedoman Hak Pasien dan Keluarga Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut
Provinsi Sumatera Selatan yang dijadikan sebagai acuan dalam memberikan
pelayanan berupa perlindungan terhadap hak pasien dan keluarga selama pasien
tersebut terdaftar sebagai penerima pelayanan kesehatan di Rs Bunda.

Pedoman Hak Pasien dan Keluarga ini diharapkan dapat menjadi acuan
untuk menjabarkan lebih lanjut proses pemberian perlindungan hak pasien dan
keluarga kedalam bentuk yang lebih rinci, seperti pembuatan panduan dan Standar
prosedur Operasional (SPO). Landasan utama dibuatnya Pedoman Hak Pasiendan
Keluarga ini adalah Undang – undang nomor 44 Tahun 2009 Pasal 32 yang menuat
18 hak pasien dan keluarga serta disesuaikan dengan sistem akreditasi Rumah Sakit
yang mengacu pada Joint Comission International (JCI).

Kami menyadari bahwa pedoman Hak Pasien dan Keluarga ini masih belum
sempurna dan kami mengharapkan adanya masukan bagi penyempurnaan di
kemudian hari. Tersusunnya Pedoman Hak Pasien dan Keluarga ini tidak lepas dari
adanya dukungan berbagai pihak. Untuk itu tim penyusun mengucapkan terima kasih
dan harapan agar Pedomah Hak Pasien dan Keluarga ini dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Baradatu,

Tim Akreditasi Pokja HPK


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cita – cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan


Undang – Undang Ddasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan melalui
berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara
menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional.

Sejalan dengan amanat pasal 28 H ayat (1) Undang – undang dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak
memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam pasal 34 ayat (3) dinyatakan
negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitasn pelayanan umum yang layak.

Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan


bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit mempunyai karakteristik dan Organisasi yang sangat komleks. Berbagai jenis
tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing – masing berinteraksi satu
sama lin. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang dengan
sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian
pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan di dalam
Rumah Sakit.

Pada hakekatnya Rumah sakit berfungsi sebagai tempat pemyembuhan


penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna tanggung
jawab yang syogyanya merupaka tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan
taraf kesejahteraan masyarakat.

1
Undang – undang no.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit khusus pasal 31 dan
32 tentang kewajiban dan hak pasien, yaitu :

1. Mememperoleh informasi dan tata tertib yang berlaku di Rumah Sakit


2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien
3. Memperoleh pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur tanpa diskriminasi
4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional
5. Memperoleh layana yang efektif sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik dan materi
6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapat
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar
Rumah Sakit.
9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data –
data medisnya.
10. Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternative tindakan, resiko dan komplikasi
yang mungkin akan terjadi dan prognosis terhadap tindakan medis yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
11. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritisnya
13. Menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang dianutnya selama
hal itu tidak mengganggu pasien lain.
14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
Rumah Sakit.
15. Mengusulkan usul, saran, perbaikan atas perlakukan Rumah Sakit terhadap
dirinya.
16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
17. Menggugat dan / atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar, baik perdata
maupun pidana, dan

2
18. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan Standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik, sesuai dengan ketentuan
perundang – undangan.

Rumah Sakit adalah Intitusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Sejalan dengan Undang – undang no. 8 tahun
1999 tentang pelindungan konsumen Rumah Sakit merupakan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat yang melayani masyarakat dengan sebaik – baiknya.

Berdasarkan latar belakan tersebut, maka Rs Bunda menganggap perlu untuk


menyusun buku Pedoman Hak Pasien dan Keluarga sehingga pasien dan tenaga
kesehatan yang ada di Rs Bunda dapat lebih memahami hak pasien dan keluarga.
Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi semua petugas di RSKM Prov. Sumsel.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan perlindungan terhadap hak pasien dan kelurga di Rumah


sakit.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari hak pasien dan keluarga di Rs Bunda adalah :

1. Mengidentifikasi, melindungi dan meningkatkan hak pasien


2. Memberitahukan pasien tentang hak mereka
3. Melibatkan keluarga pasien, bila mungkin dalam keputusan tentang
pelayanan pasien
4. Mendapatakan persetujuan tindakan ( Informed Consent )
5. Mendidik staf tentang hak pasien

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup hak pasien dan keluarga di Rumah Sakit terdiri dari 12 sasaran
berdasakan buku pedoman standar akreditasi Rumah sakit Tentang Hak pasien yaitu :
1. Perlindungan hak pasien dan keluarga terhadap kebutuhan privasi
2. Perlindungan kekerasan fisik

3
3. Hak memperoleh tanggapan atas keluhan
4. Hak pelayanan kerohanian pasien
5. Hak menolak resusitasi
6. Hak mendapatkan informasi yang berhubungan dengan pelayanan yang akan
diperoleh
7. Perlindungan harta milik pasien
8. Hak memperoleh second opinion didalam atau diluar rumah sakit
9. Hak memperoleh bantuan hidup dasar
10. Persetujuan tindakan ( Informed Consent )

D. Landasan Hukum
1. Undang – undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan (lembaran negara
Republik Indonesia tahun 1992 no. 100)
2. Undang – undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (
lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 nomor 165 )
3. Undang – unang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 nomor 116 )
4. Undang _ undang no.11 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional Hak – hak Ekonomi Sosial dan Budaya ( Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2005 no. 118 )
5. Undang – undang no. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional Hak – hak Sipil dan Politik ( Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2005 no. 119 )
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
7. Peraturan Presiden No. 56 Tahun 1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 312/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin
Praktik dan pelaksanaan Praktik Kedokteran.
9. Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 tahun 2008 Tentang persetujuan
Tindakan Kedokteran
10. PERMENKES No. 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tinakan
Medis
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.269/
Menkes/Per/III/2008 Tentang rekam Medik
12. Undang -undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

4
13. Undang – undang Nomor 44 tahun 2009 pasal 32 Tentang hak – hak pasien
di Rumah Sakit
14. Undang – undang no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.

5
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

Ketenagaan yang terlibat dalam pelaksanaan perlindungan Hak Pasien dan Keluarga
mengikutsertakan peran serta dar jajaran manjemen teratas di Rumah Sakit sampai
dengan pelaksana di lini terbawah, tenaga yang terlibat antara lain :

A. Jenis ketenagaan yang Terlibat


1. Direksi
Jajaran direksi yang dimaksud adalah Direktur, Wakil Direktur Pelayanan dan
Wakil Direktur Umum dan Keuangan.
2. Pejabat Struktural
Adalah Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi yang
terlibat dalam pembuatan peraturan terkait dalam pelaksanaan hak pasien dan
keluarga di Rs Bunda.
3. Pejabat Non Struktural
Meliputi Kepala Komite, SPI, Kepala Instalasi, Kepala Ruangan.
4. Tenaga Fungsional
Meliputi Dokter, Perawat, Bidan, Analis, Radiografer, Rekam Medis, Gizi,
Farmasi, dan tenaga funsional kesehatan lainnya yang ada di Rs Bunda.
5. Tenaga Lainnya
Termasuk tenaga lainnya adalah tenaga administrasi baik PNS, honor BLUD,
pihak ketiga yang bekerja di lingkungan Rs Bunda

B. Peran dan Tanggung Jawab


1. Direksi
a. Membuat kebijakan – keb ijakan terkait pelaksanaan perlindungan hak
pasien dan keluarga di Rs Bunda
b. Menyediakan fasilitas yang menunjang pelaksanaan hak pasien dan keluarga
c. Menginstruksikan pelaksanaan hak pasien dan keluarga.
d. Melakukan monitoring pelaksanaan HPK di Rs Bunda
e. Mengevaluasi kebijakan yang telah dibuat berdasarkan proses pelaksanaan
hak pasien dan keluarga
2. Pejabat Struktural dan Non Struktural
a. Merencanakan kebutuhan yang mendukung pelaksanaan HPK

6
b. Mensosialisasikan kebijakan yang telah dibuat oleh Direksi
c. Melaksanakan kebijakan HPK yang telah diberlakukan
d. Memonitoring pelaksanaan kebijakan HPK
e. Evaluasi pelaksanaan kebijakan HPK
3. Tenaga Fungsional dan Tenaga Lainnya
a. Memahami hak pasien dan keluarga
b. Melaksanakan kebijakan HPK yang telah disosialisasikan dengan pelayanan
dengan sebaik-baiknya yang mengutamakan keselamatan pasien
c. Melaporkan permasalahan yang muncul seputar pelaksanaan HPK pada atasan
langsung

7
BAB III

STANDAR FASILITAS

Standar fasilitas yang diperlukan dalam pelaksanaan HPK mencakup denah


Ruangan dan fasilitas – fasilitas yang diperlukan oleh pasien sejak pasien mulai
mendaftar baik dirawat jalan maupun dirawat inap sampai pasien keluar dari Rumah
Sakit.

A. Denah Rumah Sakit


Rumah Sakit menyediakan denah lokasi pelayanan yang tersedia dan semua
fasilitas umum yang diperlukan oleh pengunjung seperti pusat informasi, saran unit
pengaduan, saran publik (mushola, toilet umum, penunjuk arah, area parkir), ruang
perawatan poliklinik, pelayanan administrasi, ruang tunggu, laboratorium, radiologi,
farmasi, pos keamanan , jalur evakuasi dan titik kumpul bencana, diklat atau gedung
Bakordik, perpustakaan, ambulance, lift, dll.
Denah rumah sakit dapat mudah dibaca dan dipahami oleh setiap pengunjung
dan diletakkan pada posisi yang banyak dilalui pengunjung. Denah ruangan dapat
dibaca berupa petunjuk arah lokasi yang dibutuhkan. Yang diletakkan disepanjang
koridor dan lokasi – lokasi yang letaknya jauh dari gedung yang dituju.

B. Standar Fasilitas Ruangan

Fasilitas ruangan secara umum memberikan perlindungan terhadap HPK,


Ruangan dilengkapi fasilitas seperti APAR, Speaker toa dilangit – langit ruangan,
penunjuk arah evakuasi, alat cuci tangan cepat (handrub), running teks, (berada
diruang tunggu pasien di lobi pendaftaran Rumah Sakit), Nomor antrian pada
pendaftaran rawat jalan, box informasi, banner, poster tentang edukasi kesehatan,
ruang tunggu, ruang pojok asi, rawat inap dan fasilitas umum.

Pada ruang periksa pasien terdapat pembatas/sekat, pencahayaan yang


memadai, sirkulasi udara yang cukup, dan luas ruangan yang memadai. Fasilitas lain
seperti alat kesehatan penunjang yang digunakan pada rawat jalan harus memenuhi
standar yang mengutamakan keamanan, kenyamanan dan keselamatan pasien.

Kenyamanan pasien yang diperiksa harus diutamakan dengan cara mekanisme


pemanggilan pasien dilakukan berdasarkan nomor antri yang telah diberikan.

8
Standar ruangan yang diberlakukan di rawat inap dilengkapi dengan bel pasien,
jumlah pasien dalam 1 kamar maksimal 6 orang pasien, kamar ruang rawat dan kamar
mandi pasien yang terdapat di dalam ruang perawatan, terdapat pembatas/sekat pada
saat dilakukan pemeriksaan.

9
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

Pelaksanaan perlindungan Hak Pasien dan Keluarga dilaksanakan oleh semua


petugas terkait, pelayanan yang diberikan secara berkesinambungan, disesuaikan
dengan kebutuhan pasien. Perlindungan HPK dimulai sejak pasien mendaftar menjadi
pasien di RSGM Prov.Sumsel sesuai dengan standar akreditasi Rumah Sakit yang
tidak bertentangan dengan undang – undang no. 44 tahun 2009 yaitu :

A. Pelindungan Hak Pasien dan Keluarga terhadap Kebutuhan Privasi Pasien


1. Pengertian
Privasi merupakan tingkatan interkasi dan keterbukaan yang
dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan
privasi yang dikehendaki itu menyakut keterbukaan dan ketertutupan, adanya
keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain. Privasi adalah proses
pengontrolan yang selektif terhadap akses pada diri sendiri dan akses pada
orang lain.
Privasi pasien berupa privasi dari staff lain, dari pasien yang lain
bahkan dari keluarganya. Mungkin mereka juga tidak bersedia di foto
direkam atau berpartisipasi dalam wawancara survei akreditasi. Ketika staf
memberikan pelayanan kepada pasien mereka perlu menanyakan kebutuhan
dan harapan pasien terhadap privasi dalam kaitan dengan asuhan dan
pelayanan. Komunikasi antara staff dan pasien membangun kepercayaan dan
komunikasi terbuka dan tidak perlu didokumentasi.
2. Tujuan privasi pasien
a. Terlaksananya perlindungan bagi privasi pasien di RS BUNDA secara
optimal dengan melindungi hak-hak pasien terhadap privasi dan menjaga
kerahasiaan kesehatannya.
b. Sebagai acuan bagi dokter, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola
dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan di RS BUNDA dalam hal
melindungi dan menghormati hak setiap pasien akan kerahasiaan kondisi
kesehatannya.
c. Sebagai pelindung atau proteksi keamanan bagi petugas rekam medis dan
informasi tentang pasien.

10
3. Tata Laksana
a. Rekam Medis
1) Pengambilan dokumen dari rekam medis dari tempat penyimpanan
hanya dapat dilakukan oleh petugas rekam medis.
2) Peminjaman dokumen rekam medis oleh petugas medis di dalam
rumah sakit harus disertai buku expedisi peminjaman dokumen rekam
medis yang ditandatangani oleh peminjam atau pengambil serta
petugas rekam medis yang menyerahkan dokumen.
3) Peminjam dokumen rekam medis oleh petugas medis di luar rumah
sakit serta .mahasiswa harus mengajukan permohonan tertulis kepada
Direktur RS BUNDA
4) Peminjam dokumen rekam medis oleh instansi di luar rumah sakit
(pengadilan atau kepolisian) harus disertai pengajuan tertulis oleh
instansi bersangkutan kepada Direktur RS BUNDA dan
penyerahannya disertai berita acara.
5) Permintaan salinan atau copy isi dokumen rekam medis oleh pasien
atau keluarganya harus disertai pengajuan tertulis kepada Direktur RS
BUNDA serta menandatangani pernyataan kerahasiaan isi rekam
medis dan penyerahannya disertai berita acara.
6) Setiap lembar hasil fotocapy dokumen rekam medis yang diberikan
kepada pihak luar harus ditandatangani oleh pejabat yang
membawahi Instansi Rekam Medis atau Kepala Bidang Penunjang
Medis dan diberi stempel rumah sakit.
7) Orang tua baru anak adopsi menerima hak sebagai orang tua asli,
berhak untuk memeriksa dokumen rekam medis anak angkatnya
hingga dewasa, kecuali dokumen rekam medis masa lampau yang
berkaitan dengan orang tua aslinya.
8) Penyimpanan data rekam medis dilakukan secara sentralisasi di
Instansi Rekam Medis.
9) Terkait keamanan dokumen rekam medis selain petugas tidak
diperkenankan masuk ke ruang penyimpanan dokumen rekam medis.
10) Melakukan sumpah untuk petugas rekam medis yang belum
menempuh pendidikan diploma rekam medis, sedangkan untuk
mahasiswa melakukan konfirmasi dengan pihak institusi pendidikan
untuk sumpah profesinya.

11
11) Akses informasi rekam medis hanya diperbolehkan kepada orang
yang berhubungan langsung dengan pelayan pasien seperti dokter,
perawat, tenaga kesehatan lain.
12) Unit atau bagian/Staf lain yang dapat mengakses informasi rekam
medis diluar tenaga kesehatan harus diambil sumpah untuk menjaga
kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien.

b. Pelayanan Privasi Pasien


1. Tidak memasang papan nama pasien di setiap Instalasi rawat Inap.
2. Perawat melakukan serah terima dinas di kantor perawat dan pada
saat keliling ruangan bersifat konfirmasi kepada pasien.
3. Perawat rawat inap menyimpan data rekam medis di lemari atau laci
yang aman.
4. Pada saat dokter visite dan melakukan pemeriksaan fisik tetap
menjaga privasi pasien dengan cara :
a. Meminta penunggu pasien atau orang yang sedang berkunjung
untuk keluar sebentar karena dokter akan memeriksa pasien.
b. Menutup gorden atau penyekat kamar.
c. Meminta ijin kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan fisik
dan memakaikan selimut.
d. Menyediakan tempat atau ruangan untuk konsultasi antara pasien
atau keluarga dengan dokter (di ruang konsultasi dokter, ruang
kepala ruangan).
5. Rumah sakit menghormati hak pasien atau keluarga untuk tidak mau
dikunjungi karena alasan kesehatan pasien, dengan memberikan
tulisan di pintu masuk kamar pasien bertuliskan “Mohon maaf demi
kesembuhan pasien, untuk sementara pasien tidak dapat menerima
tamu atau pengunjung”. Dilengkapi dengan pengisian formulir
permintaan pembatasan pengunjung.
6. Setiap pasien mengisi formulir Pelepasan Informasi Medis yang
berisi kepada siapa saja pasien tersebut memberi kewenangan kepada
rumah sakit untuk menjelaskan status medisnya. Dan pasien
menandatangani pernyataan tersebut.

12
7. Bila ada yang menanyakan tentang kondisi kesehatan pasien melalui
telepon selain keluarga, petugas tidak diperkenankan memberikan
informasi tanpa seijin pasien atau keluarga.
8. Dokter dan perawat di RS BUNDA wajib menjaga kerahasiaan
informasi kesehatan pasien, informasi hanya diberikan kepada
keluarga terdekat dan seijin pasien.
9. Untuk pasien yang akan transfer antar unit karena akan dilakukan
pemeriksaan penunjang atau pindah rawat/kamar, pastikan saat transfer
privacy pasien terlindungi, contoh dengan menggunakan selimut
10. Jika pasien masih dalam kondisi sadar dan berkompeten dalam
mengambil keputusan, pasien wajib mengisi formulir pelepasan
informasi (termasuk dalam Persetujuan Umum) baik rawat jalan
maupun rawat inap.
11. Melakukan pembatasan jam berkunjung.
12. Untuk pasien dengan kondisi terminal atau gaduh gelisah bila ada
kamar kosong dipindahkan ke kamar tersebut, bila tidak ada,
diberitahukan kepada keluarga pasien yang lain untuk menjaga 1
(satu) orang saja yang ada di dalam ruangan.
13. Bila ada telusur kasus seperti untuk kepentingan akreditasi atau
penelitian, wajib meminta ijin kepada pasien untuk kesediaannya
ditelisur. Pihak yang berkepentingan membuat pernyataan secara
tertulis untuk menjaga kerahasiaan data rekam medis pasien.
14. Peliputan oleh media cetak maupun elektronik harus mengajukan
permohonan kepada Direktur rumah sakit secara tertulis dan harus
mendapat ijin dari pasien. Pasien wajib mengisi formulir pelepasan
informasi kepada media tersebut, dengan demikian rumah sakit tidak
bertanggungjawab terhadap kerahasiaan data rekam medis pasien.
15. Apabila dijumpai ada peliputan wartawan di area rumah sakit,
temasuk pada saat jam berkunjung maka perawat atau satuan
pengamanan berwenang menanyakan ijin dari Direktur rumah sakit
dan ijin dari pasien, apabila tidak ada ijin dari keduanya, petugas
rumah sakit wajib melarang dan menghentikan peliputan serta
meminta wartawan meninggalkan rumah sakit

13
Perlindungan hak pasien dan keluarga terhadap kebutuhan privasi terbagi menjadi :
a. Perlindungan privasi pada saat wawancara klinis dan pemerksaan fisik
b. Perlindungan privasi pada saat prosedur tindakan
c. Perlindungan privasi pada saat pengobatan
d. Perlindungan privasi pada saat transportasi
e. Perlindungan privasi terhadap informasi dan kerahasiaan tentang penyakit
f. Perlindungan privasi terhadap penolakan survei akreditasi.

B. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga Terhadap Harta Milik Pasien

Rumah sakit mengkomunikasikan tanggung jawab kepada pasien dan


keluarganya terhadap barang – barang milik pasien.pasien memperoleh informasi
tentang tanggung jawab rumah sakit dalam melindungi barang pribadi pasien yang
dibawa ke Rumah Sakit, ada proses mencatat nilai barang tersebut, dan memastikan
barang tersebut tidak hilang atau dicuri. Barang pasien dilindungi apabila Rumah
Sakit mengambil alih tanggung jawab atau apabila pasien tidak dapat melaksanakan
tanggung jawabnya. Proses ini berlaku bagi barang milik pasien emergency.

C. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga Terhadap Kekerasan Fisik dan


Pasien Beresiko
Kekerasan fisik merupakan sebuah ekspresi yang dilakukan secara fisik yang
mencerminkan suatu tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat
seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompo orang. Rumah Sakit
melindungi semua pasien yang sedang dirawat dan berobat di Rs Bunda dengan cara
memberikan perlindungan yang tersu menerus dan berkelanjutan sejak dari pasien
masuk Rumah Sakit sampai pasien keluar dari Rumah Sakit.
Perlindungan terhadap kekerasan fisik diatur oleh Rumah sakit yang termasuk
dalam semua alur pelayanan yang diberikan kepada pasien, semuanya diidentifikasi
terhadap adanya korban kekerasan fisik, diidentifikasi mulai dilaksanakan dari pintu
masuk yaitu ketika pasien terdaftar sebagai penerima layanan di Rumah sakit. Semua
petugas tidak terkecuali berkewajiban memberikan perlindungan ini dengan
mengkoordinasikannya ke bagian terkait. Adapun hal – hal penting yang harus
dilakukan dalam rangka perlindungan terhadap kekerasan fisik pada pasien ini
meliputi :
 Identifikasi pengunjung
 Penggunaan kartu jaga

14
 Penertiban lingkungan Rumah sakit
 Identifikasi ancaman di dalam Rumah Sakit.
 Fast Track kelompok beresiko

A. Pengertian
 Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang disengaja atau penganiayaan secara
langsung merusak integritas fisik maupun psikologis korban ,ini mencakup antara
lain memukul,menendang ,menampar ,mendorong menggigit,mencubit,pelecehan
seksual,dan lain lain yang dilakukan oleh pasen,staf maupun oleh pengunjung
 Kekerasan psikologis termasuk ancaman fisik terhadap individu atau kelompok
yang dapat mengakibatkan kerusakan pada fisik,mental,spiritual,moral,atau social
termasuk pelecehan secara verbal
 Tindak kekerasan adalah perilaku melukai orang lain secara verbal ( kata kata
yang sinis,memaki dan membentak )maupun fisik ( melukai atau membunuh )
atau merusak harta benda
 Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran ( penyiksaan , pemukulan
,pemerkosaan dan lain lain ) dan hingga batas tertentu
 Istilah kekerasan juga mengandung kecenderungan agresif untuk melakukan
perilku yang merusak

B. Tujuan
Adalah melindungi kelompok pasen beresiko dari kekerasan fisik yang
dilakukan oleh pengunjung,staf rumah sakitdan pasen lain serta menjamin
keselamatan kelompok pasen beresiko yang mendapat pelayanan di Rs Bunda.
Panduan ini digunakan sebagai acuan bagi seluruh staf rumah sakit dalam
melaksanaknan pelayanan perlindungan pasen terhadap kekerasan fisik ,usia
lanjut ,penderita anak anak dan yang beresiko disakiti.

C. Ruang Lingkup
Rumah sakit dalam memberikan pelayanan bagi berbagai variasi pasien
dengan variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien dalam kelompok
yang beresiko tinggi karena umur, keterbatasan fisik, serta kondisi penyakit kritis.
Untuk itu rumah sakit berupaya mencegah dan bertanggung jawab melindungi
pasien dari kekerasan fisik yang bisa saja tiba-tiba terjadi. Adapun ruang lingkup
kelompok yang beresiko tersebut adalah:

15
1. Bayi baru lahir , Kekerasan terhadap bayi meliputi semua bentuk tindakan
atau perlakuan menyakitkan secara fisik. Pelayanan medis yang tidak standar
seperti inkubator tidak layak pakai, penculikan, bayi tertukar dan
penelantaran bayi.
2. Kekerasan pada anak di rumah sakit adalah perlakuan kasar yang dapat
menimbulkan penderitaan, kesengsaraan , penganiayaan fisik, seksual,
penelantaran, dan penganiayaan emosional yang diperoleh dari orang
dewasa di lingkungan rumah sakit.
3. Lansia : dalam kehidupan sosial kitamengenal adanya kelompok rentan yaitu
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati
standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi
suatu masyarakat yang beradab, salah satu contoh kelompok rentan tersebut
adalah lansia.
4. Kekerasan pada perempuan di rumah sakit dapat berupa pelecehan dan
perkosaan , yaitu berhubungan seksual dengan seseorang atau lebih tanpa
persetujuan korbannya.
5. Orang dengan gangguan jiwa. Pasien dengan gangguan jiwa terkadang tidak
bisa mengendalikan perilakunya, sehingga pasien tersebut perlu dilakukan
tindakan pembatasan gerak atau menempatkan pasien dikamar isolasi.
6. Pasien koma : kekerasan fisik bagi pasien koma di rumah sakit bisa
disebabkan oleh pemberian asuhan medis yang tidak standar dan
penelantaran oleh tenaga kesehatan, diperlakukan kasar dan menghentikan
bantuan hidup dasar tanpa persetujuan keluarga.

D. Tata Laksana
1. Petugas rumah sakit melakukan proses mengidentifikasi pasen beresiko
melalui pengkajian secara terperinci
2. Bila tindak kekerasan fisik dilakukan oleh pasen: perawat ruangan
bertanggung jawab untuk mengamankan kondisi dan memanggil dokter
untuk menilai kebutuhan fisik dan psikologis dan mengecualikan masalah
medis pasen tersebut
3. Jika tindak kekerasan dilakukan oleh anggota staf rumah sakit : perawat
ruangan bertanggung jawab menegur staf tersebut dan melaporkan insiden ke
kepala bidang terkait untuk diproses lebih lanjut

16
4. Bila tindak kekerasan dilakukan pleh pengunjung : staf bertanggung jawab
danmemiliki wewenang untuk memutuskan diperbolehkan atau tidak
pengunjung tersebut memasuki area rumah sakit
5. Monitoring disetiap lobi ,koridor rumah sakit ,unit rawat inap,rawat jalan
maupun di lokasi terpencil atau terisolasi dengan pemasangan kamera CCTV
yang terpantau oleh petugas keamanan selama 24 jam terus menerus
6. Setiap pengunjung rumah sakit selain keluarga pasen meliputi tamu rumah
sakit,detailer ,pengantar obat atau barang wajib lapor ke petugas informasi
dan wajib memakai kartu pengenal
7. Pemberlakuan jam berkunjung pasen : Senin – Jumat jam 10.00 – 11.00 ,
sore 16.00 – 17.00 WIB
8. Petugas keamanan berwenang menanyai pengunjung yang mencurigakan dan
mendampingi pengunjung tersebut sampai ke pasen yang dimaksud
9. Staf perawat ruangan wajib melapor kepada petugas keamanan apabila
menjumpai pengunjung yang mencurigakan atau pasen yang dirawat
membuat keonaran atau kekerasan
10. Petugas keamanan mengunci akses pintu penghubung antar unit pada jam
22.00 WIB
11. Pengunjung diatas jam 22.00 WIB lapor dan menulis identitas pengunjung
pada petugas keamanan.

Tata laksana perlindungan terhadap pasen usia lanjut dan gangguan kesadaran
1. Pasen Rawat Jalan
 Pendampingan oleh petugas penerimaan pasen dan mengantarkan sampai
ketempat periksa yang dituju dengan memakai alat bantu bila diperlukan
 Perawat poli umum,spesialis dan gigi wajib mendampingi pasen saat dilakukan
pemeriksaan sampai selesai

2. Pasen Rawat Inap


 Penempatan pasen dirawat inap sedekat mungkin dengan ruang kerja perawat
 Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur
 Perawat memastikan bahwa bel pasen mudah dijangkau oleh oleh pasen dan
dapat digunakan
 Meminta keluarga untuk menjaga pasen baik oleh keluarga atau pihak yang
ditunjuk dan dipercaya

17
Tatalaksana perlindungan terhadap penderita cacat
1. Petugas penerima pasen melakukan proses penerimaan pasen penderita cacat
baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta menolong
sesuai dengan kecacatan sesuai yang disandang sampai proses selesai
dilakukan
2. Bila diperlukan ,perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasen atau
pihak lain yang ditunjuk sesuai kecacatan yang disandang
3. Memastikan bel pasen dijangkau oleh pasen dan memastikan pasen dapat
menggunakan bel tersebut
4. Perawat memasang dan memastikan pengaman tempat tidur pasen

Tata laksana perlindungan terhadap anak anak


1. Ruang perinatal harus diijaga minimal 1 orang perawat atau bidan,ruangan
tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga
2. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila
akan dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan
3. Perawat memasang pengaman tempat tidur pasen
4. Pemasangan CCTV di ruang perinatal untuk orang yang keluar masuk dari
ruuang tersebut
5. Perawat memberikan bayi dari ruang perinatal hanya kepada ibu kandung bayi
bukan kepada orang lain

Tatalaksana perlindungan kepda pasen yang beresikom disakiti ( resiko penyiksaan,


napi,korban dan tersangka tindak pidana korban kekerasan dalam rumah tangga )
1. Pasen ditempatkan dikamar perawatan sedekat mungkindengan kantor perawat
2. Peengunjung maupun penjaga pasen wajib lapor dan mencatat identitas dikantor
perawat berikut dengan penjaga pasen lain yang satu kamar perawatan dengan
pasen bersesiko
3. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi
perawatan pasen ,penjaga maupun pangunjung pasen
4. Koordinasi dengan pihak berwjib bila diperlukan

18
Daftar kelompok yang beresiko mengalami kekerasan fisik yang harus
mendapat perlindungan sesuai kebijakan yang berlaku

NO KELOMPOK TINDAKAN PENCEGAHAN


1 Bayi dan anak  Ruang bayi harus selalu dalam keadaan tertutup dan
terkunci
 Penghalang tempat tidur harus selalu terpasang
 Bagi yang dipulangkan harus diantar petugas sampai
pintu pembatas Rawat Inap
 Bayi baru lahir yang diserahkan kepada keluarga harus
menggunakan formulir serah terima bayi baru lahir
2 Manula  Setiap ruangan harus tersedia tombol darurat
 Harus selalu ditunggu oleh satu orang keluarga
 Menyediakan alat bantu gerak ( tongkat,kursi roda )
3 Penyandang  Menyediakan alat bantu gerak setiap ruangan
cacat sesuai kebutuhan
4 Tidak sadar  Ditempatkan didalam ruangan khusus penunggu
pasen diluar
5 Korban  Ditempatkan ditempat yang tidak mudah diakses
kriminal oleh orang banyak

D. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga terhadap Pasien Beresiko

Rumah sakit mengidentifikasi kelompok pasien yang lemah dan yang beresiko
dan menetapkan proses untuk melindungi hak dari kelompok pasien tersebut.
Kelompok pasien yang lemah dan tanggung jawab Rumah Sakit dapat tercantum
dalam Undang – undang atau peraturan. Saf Rumah Sakit memahami tanggung
jawabnya dalam proses ini. Sekurang – kurangnya anak – anak pasien yang cacat,
lanjut usia, dan populasi pasien lain yang beresiko juga dilindungi.pasien koma dan
mereka dengan gangguan mental atau emosional, bila ada di Rumah sakit juga akan
dilindungi. Selain dari kekerasan fisik , perlindungan juga diperluas juga untuk
masalah keamanan yang lain. Seperti perlindungan dari penyiksaan, kelalaian
pengasuhan, tidak dilaksanakannya pelayanan atau bantuan dalam kejadian
kebakaran.

19
Rumah sakit wajib membangun suatu sistem dalam melindungi pasien yang
menjadi korban kekerasan fisik. Bekerjasama dengan bagian keamanan tanpa
mengabaikan koordinasi yang baik dengan pihak berwaib. Rumah sakit melindungi
sampai batas waktu tertentu terhadap tanggung jawab keamanan pasien korban
kekerasan fisik selama pasien dirawat.

Kelompok beresiko adalah bayi, lansia, dan individu cacat. Usia yang
termasuk dalam kelompok yang beresiko adalan lansia berusia lebih dari 65 tahun,
bayi berusia kurang dari 28 hari dan individu cacat fisik. Identifikasi kelompok
beresiko ini di lakukan sejak pasien mendaftar di bagian pendaftaran,sehingga
kelompok iniakan di berikan jalur cepat atau Fasty Track.

E. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga terhadap Informasi Medis Pasien

Informasi medis dan kesehatan lainnya yang bila didokumentasikan dan dan
dikumpulkan merupakan hal penting untuk dipahami pasien dan kebutuhan serta
untuk memberikan asuhan pelayanan. Informasi tersebut dapat dalam bentuk tulisan
dikertas atau rekaman elektronik. Rumah Sakit menghormati informasi tersebut
sebagai hal yang bersifat rahasia dan telah menerapkan kebijakan dan prosedur untuk
melindungi informasi tersebut dari kehilangan dan penyalahgunaan. Kebijakan dan
prosedur tercermin dalam pelepasan informasi sebagaimana diatur dalam undang –
undang dan peraturan.

Staf menghormati kerahasiaan pasien dengan tidak memasang/memampang


informasi rahasia pada kamar pasien, nuese station dan tidak membicarakannya
ditempat umum. Staf mengetahui undang – undang dan peraturan tentang tata kelola
kerahasiaan informasi dan memberitahukan pasien tentang kapan dan pada situasi
bagaimana informasi tersebut dapat dilepas dan bagaimana meminta izin untuk itu.

F. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga untuk Mendapatkan Informasi


yang Berhubungan dengan Pelayanan yang akan diperoleh

Pelayanan Hak Pasien dan Keluarga diberikan kepada pasien saat pertama kali
mendaftar ke petugas Rumah Sakit dengan cara memberikan informasi dengan jelas
tentang pelayanan di Rumah Sakit kepada pasien atau keluarga dan kemudian
didokumentasikan dengan penandatanganan format oleh pasin (keluarga yang
bertanggung jawab yang telah diberikan informasi) serta petugas rumah sakit yang
telah memberikan informasi.

20
Pelayanan General Informasi adalah kegiatan memberikan pemahama kepada
individu dan keluarga yang berkepentingan tentang berbgaia hal yang diperlukan
untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan atau untuk menentukan arah suatu tujuan
atau rencana yang diperbaiki.

Semua pasien yang akan melakukan pendaftaran diberikan informasi tentang


semua hal terkait pelayanan yang disediakan Rs Bunda, pasien dan keluarga berhak
mendapatkan informasi yang tertuang dalam general informasi. General informasi
mencakup informasi tentang jenis pelayanan, daftar DPJP, fasilitas rawat inap dan
rawat jalan, alur berobat dll.

Tujuan pemberian informasi secara umum adalah agar terkuasainya informasi


tertentu, sedangkan secara khusus :

1. Terkait dengan fungsi pemahaman (pemahal terhadap informasi yang


diberikan)
2. Dapat memanfaatkan informasi dalam penyelesaian masalahnya.
3. Menjadikan individu mandiri yaitu memahami dan menerima diri dan
lingkungan secara positif, objektif dan dinamis.
4. Mampu mengambil keputusan dan mampu mengarahkan drinya sesuai dengan
kebutuhannya tersebut dan akhirnya dapat mengaktualisasikan dirinya.

Informasi secara umum diberikan melalui berbagai cara seperti media cetak
(koran, leaflet,dll), media elektronik (website dan running text) yang dapat dengan
mudah dipahami oleh semua pengunjung.

G. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga untuk Menolak Resusitasi / Do Not


Recucitation

DNR atau do not recucitate adalah suatu perintah yang memberitahukan


tenaga medis untuk tidak melakukan cardiopulmonary recucitation (CPR). Hal ini
berarti dokter, perawat, dan tenaga medis emergensi tidak akan melakukan usaha
CPR emergensi bila pernapasan maupun jantung pasien terhenti.

CPR adalah suatu prosedur medis yang digunakan untuk mengembalikan


fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan spontan pasien bila seorang pasien
mengalami kegagalan jantung maupun pernapasan. CPR melibatkan ventilasi paru
(resusitasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung) dan kompresi dinding dada untuk

21
mempertahankan perfusi ke jaringan organ vital selama dilakukan upaya – upaya
untuk mengembalikan respirasi dan ritma jantung spontan. CPR lanjut melibatkan DC
shock, insertasi tube untuk membuka jalan nafas, injeksi obat – obatan ke jantung dan
untuk kasus – kasus ekstrim pijat jantung langsung (melibatkan operasi bedah toraks).

Perintah DNR di Rumah Sakit memberitahukan kepada staf medis untuk tidak
berusaha menghidupkan pasien kembali sekalipun terjadi henti jantung. Tujuan
penolakan tindakan adalah untuk menyediakan suatu proses dimana pasien bisa
memilih prosedur yang nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis
emergensi dalam kasus henti jantung dan henti nafas.

Keputusan menolak pelayananan resusitasi atau tidak melanjutkan atau


menolak pengobatan bantuan hidup dasar merupakan keputusan yang paling sulit
dihadapi pasien, keluarga, professional pelayanan kesehatan dan rumah sakit. Tidak
ada satupun proses yang dapat mengantisispasi semua situasi dimana keputusan perlu
dibuat.

1. Menolak resusitasi sebelum pemberian bantuan resusitasi

Petugas rumah sakit dalam hal ini DPJP memberikan informasi kepada
keluarga pasien tentang kondisi pasien yang membutuhkan tindakan
resusitasi. Kemudian keluarga pasien berhak mengajukan pertanyaan tentang
tindakan resusitasi dan memutuskan apakah akan menerima atau menolak
tindakan resusitasi. Hal ini dijelaskan di lembar informed consent yang telah
diberlakukan.

2. Merubah keputusan tindakan resusitasi.


Bagi keluarga pasien telah menolak tindakan resusitasi pada awal informed
consent yang telah dilakukan, namun setelah sekian waktu berjalan keluarga
pasien memutuskan untuk merubah keputusan tersebut, maka keluarga pasien
berhak diberikan informasi ulang oleh DPJP tentang perkembangan kondisi
terbaru dari pasien tersebut. Setelah diberikan penjelasan dan ternyata
keluarga memutuskan untuk menyetujui tindakan resusitasi maka keluarga
pasien diberikan lembar informed consent yang baru. Dengan catatan pada
lembar informed consent yang baru dituliskan dengan jelas bahwa lembar
tersebut adalah keputusan yang benar – benar diputuskan oleh keluarga
pasien. Begitupun bila terjadi sebaliknya.

22
H. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga untuk Mendapatkan Manajemen
Nyeri yang tepat.

Nyeri merupakan bagian yang umum dari pengalaman pasien. Nyeri yang
tidak berkurang menimbulkan dampak yang tidak diharapkan kepada pasien secara
fisik maupun psikologis. Respon pasien terhadap nyeri sekaligus berada dalam
konteks norma social dan tradisi keagamaan. Jadi pasien didorong dan didukung
untuk melaporkan rasa nyeri. Proses pelayanan rumah sakit mengakui dan
menggambarkan hak pasien dalam asessmen dan managemen nyeri

I. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga terhadap Pelayanan Akhir


Kehidupan

Pasien yang sedang menghadapi kematian mempunyai kebutuhan yang unik


untuk pelayanan yang penuh hormat dan kasih sayang. Perhatian terhadap
kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek pelayanan pada tahap
akhir kehidupan. Agar dapat terlaksana, semua staf harus menyadari kebutuhan unik
pasien pada akhir kehidunpannya. Kebutuhan ini meliputi pengobatan terhadap gejala
primer dan sekunder, manajemen nyeri, respon terhadap aspek psikologis, social,
emosional, agama dan budaya pasien dan keluarganya serta keterlibatannya dalam
keputusan pelayanan.

J. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga untuk Memperoleh Tanggapan atas


Keluhan

Keluhan (grievance; complaint) adalah ketidakpuasan pelanggan atas


pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan yang disampaikan melalui
berbagai saluran. Menanggapi keluhan pelanggan adalah merupakan suatu upaya
yang dilakukan untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah kasus medis dan non
medis yang dapat berpotensi menjadi masalah hukum dalam bentuk kasus pidana dan
perdata guna meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan oleh petugas terutama
yang terlibat langsung dan dilakukan secara kolaborasi sejak pasien masuk sampai
dengan pulang secara tersu menerus dan kontinyu dengan metode disesuaikan dengan
keluhan dan keputusan pasien dan keluarga.

Dalam menanggapi keluhan pelanggan harus mengutamakan peningkatan


pengetahuan dan agar tercipatanya koordinasi dalam penanganan suatu kasus atau

23
masalah secara proporsional dan professional sesuai dengan peraturan yang berlaku
dalam bidang kesehatan.

Penanganan dalam menanggapi keluhan pelanggan dikoordinator oleh Kepala


Sub. Bagian Humas dan Pemasaran dengan melibatkan seluruh bagian dan bidang
terkait. Adapun langkah – langkah dalam menanggapi keluhan pelanggan meliputi :

 Mengklarifikasi jenis keluhan pelanggan


 Menetapkan dan mengenai sasaran kegiatan
 Perumusan tujuan
 Menetpakan metode dan emdia dalam menanggapi keluahan pelanggan
Setelah keluhan diproses sesuai dengan SPO yang berlaku maka senantiasa
harus selalu dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap perkembangan dari masukan
/ input, prosesdan keluaran/output dan perbandingan terhadap dampak pelaksanaan
penanganan menanggapi keluhan yang mengacu pada tujuan dilaksankan pengananan
kasus yaitu berubahnya perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan
pasien, keluarga maupun pelanggan yang terkait dengan masalah yang dialaminya.

K. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga terhadap Pelayanan Kerohanian


Pasien.

Setiap pasien memiliki budaya dan kepercayaaan masing – masing dan


membawanya kedalam proses pelayanan. Beberapa nilai dan kepercayaan yang ada
pada pasien sering bersumber dari budaya dan agama. Terdapat pula nilai dan
kepercayaan yang sumbernya dari pasien saja. Semua pasien didorong untuk
mengekspresikan kepercayaan mereka dengan tetap menghargai kepercayaan pihak
lain. Oleh karena itu keteguhan memegang nilai dan kepercayaan dapat
mempengaruhi bentuknya pola pelayanan dan cara pasien merespon. Sehingga setiap
praktisi pelayanan kesehatan harus berusaha memahami asuhan dan pelayanan yang
diberikan.

Apabila pasien atau keluarganya ingin bicara dengan seseorang bekenaan


dengan keagamaan dan rohaninya, rumah sakit memiliki prosedur untuk melayani hal
permintaan tersebut. Proses tersebut dapat dilaksanakan melalui staf bidang
kerohanian, dari sumber lokal atau sumber rujukan keluarga. Proses merespon dapat
lebih rumit , misalnya, rumah sakit atau negara tidak mengakui sumber agama atau
kepercayaan tertentu yang justru diminta.

24
Adapun prinsip pemenuhan kebutuhan kerohanian/spritual :

 Seluruh pasien dan keluarga pasien memiliki hak untuk mendapatkan


pemenuhan kebutuhan spriritual sesuai agama dan keyakinanya masing –
masing selama di rumah sakit.
 Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga yang bersifat rutin dalam
keseharian selama proses perawatan.
 Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien terminal yang didiagnose harapan
sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.

L. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga terhadap informasi Hak dan


Kewajiban Pasien.

Masuk sebagai pasien rawat inap atau terdaftar sebagai pasien rawat jalan di
rumah sakit dapat membuat pasien takut dan bingung sehingga mereka sulit bertindak
berdasarkan hak dan memahami tanggung jawab mereka dalam proses asuhan. Oleh
karena itu, rumah sakit menyediakan pernyataan tertulis tentang hak dan tanggung
jawab pasien dan keluarganya yang diberikan kepada pasien pada saat masuk rawat
inap atau rawat jalan dan tersedia pada setiap kunjungan dan selama dirawat.
Misalnya pernyataan tersebut dapat dipampang di rumah sakit. Pernyataan ini
disesuaikan dengan umur, pemahaman dan bahasa pasien.

Bila komunikasi tertulis tidak efektif atau tidak sesuai, pasien dan keluarganya
diberi penjelasan tentang hak dan tanggung jawab mereka dengan bahasa dan cara
yang dapat mereka pahami. Informasi secara tertulis tentang hak dan tanggung jawab
pasien diberikan pada setiap pasien. Pernyataan tetang hak dan tanggung jawab
pasien juga ditempel atau bisa diperoleh dari staf rumah sakit pada setiap saat. Rumah
sakit mempunyai prosedur untuk menjelaskan kepada pasien tentang hak dan
tanggung jawabnya bila komunikasi secara tertulis tidak efektif dan tidak sesuai.

M. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga untuk Mendapatkan Pernyataan


Persetujuan/Informed Consent

Pernyataan persetujuan (informed consent) dari pasien didapat melalui suatu


proses yang ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakn oleh staf yang terlatih dalam

25
bahasa yang dipahami pasien. Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan
keputusan tentang pelayana yang diterimanya adalah dengan cara memberikan
informed consent.

Untuk menyetujui, pasien harus diberikan penjelasan hal yang berhubungan


dengan pelayanan yang direncanakan, karena diperlukan untuk suatu keputusan
persetujuan. Informed consentdapat diperoleh pada waktu tertentu dalam proses
pelayanan. Misalnya, informed consent diperoleh ketika pasien masuk rawat inap dan
sebelum suatu tindakan atau pengobatan tertentu yang beresiko teinggi.

Proses persetujuan ditetapkan dengan jelas oleh rumah sakit dalam kebijakan
dan prosedur yang mengacu kepada undang – undang dan peraturan yang berlaku.
Pasien dan keluarga dijelaskan tentang tes, prosedur/tindakan, dan pengobatan mana
yang memerlukan persetujuan dan bagaimana mereka ddapat memberikan
persetujuan, misalnya diberikan secara lisan, dengan menandatangani formulir
persetujuan atau dengan cara lain. Pasien dan keluarga memahmi siapa yang dapat
memberikan persetujuan selain pasien. Staf yang ditugaskan telah dilatih untuk
memberikan penjelasan kepada pasien dan mendokumentasikan persetujuan tersebut.

26
BAB V

LOGISTIK

Dalam pemberian pelayanan Hak Pasien dan Keluarga perlu adanya faktor
pendukung yang menunjang pelayanan seperti tersedianya fasilitas logistic dengan
tujuan memberikan pelayanan secara optimal.

Fasilitas dan logistik tersebut meliputi :

1. Tersedianya tempat khusus (Unit Informasi dan Unit Pengaduan) untuk


menyampaiakan informasi pada saat pasien berkunjung ke Rumah Sakit.
2. Tersedianya petugas profesional yang siap melayani dan memberikan
informasi di Unit Informasi dan Unit Pengaduan.
3. Tersedianya fasilitas pendukung seperti : ruangan yang nyaman, alat
informasi (komputer, pesawat telepon, mesin nomor antrian, meja , kursi
tunggu pasien, sound system (pengeras suara di langit – langit ruangan),
poster, kursi roda, dll)
4. Tersedianya ruangan khusus untuk pasien yang beresiko (lansia, anak – anak,
individu yang cacat dan kelompok lain).
5. Format – format Kebijakan, panduan, SPO dan dokumen pendukung lainnya.

27
BAB VI

MONITORING DAN EVALUASI

Pemberian pelayanan Hak pasien dan Keluarga selalu mengutakanan


keselamatan pasien terutama kepada pasien kelompok khusus (anak-anakm lanjut
usia, individu cacat) dengan cara menyediakan fasilitas seperti : ruang khusus, kursi
roda m poster, dll. Fasilitas pendukung tersebut disediakan dengan tujuan
memberikan kenyamanan kepada pasien yang memerlukan informasi yang tepat
sehingga dapat meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan.

Kepuasan pasien dan keluarga dapatditingkatkan menlalui kerja sama


dengan komite Mutu Rumah Sakit dengan mengadakan survei sejauh mana
pemenuhan hak- hak pasien dan keluarga tersebut di Rumah Sakit setiap 6 bulan.

Selain itu juga pokja HPk akan menerapkan langkah – langkah untuk
mengontrol dan meningkatan mutu pelayanan dengan cara sebagai berikut :

1. Memantau penyediaan sarana, prasarana, tenaga terampil dan lain-lain untuk


menunjang terlaksananya pelayanan.
2. Kenyamanan antar anggota tim
3. Melakukan rapat rutin tiap bulannya
4. Mengajukan laporan mutu ke bagian Mutu Rs Bunda.

BAB VII

DOKUMENTASI

28
Seluruh kegiatan pemenuhan Hak Pasien dan Keluarga terdokumentasi
sebagai berikut :

1. Form Survey kepuasan pelanggan


2. Leaflet Hak dan Kewajiban Pasien dan Kelarga berdasarkan Undang –
Undang Nomor 44 tahun 2009

29
BAB VIII

PENUTUP

Hak Pasien dan Keluarga merupakan pelayanan utama di Rumah Sakit karena
dengan mengerti dan memahami Hak Pasien dan Keluarga maka pemberian
pelayanan akan sesuai dengan standar. Untuk itu perlunya melakukan sosialisasi
dengan menggunakan pedoman dan petunjuk yang telah dibuat.

Demikianlah pedoman Hak Pasien dan Keluarga ini kami buat, untuk
seterusnya dapat disosialisasikan dengan baik.

30

Anda mungkin juga menyukai