TINJAUAN TEORI
1.1 Pengertian
Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak
dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Theo,2004).
Autism bersal dari kata auoto yang berarti sendiri. Penyandang autism seakan-
akan hidup didunianya sendiri. Istilah autism baru dipekenalkan sejak tahun 1943 oleh
Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau
(Handojo,2003)
Dahulu dikatakan autism merupakan kelainan seumur hidup tetapi kini autism masa
kanak-kanak ini dapat dikoreksi. Tatalaksana koreksi harus dilakukan pada usia sedini
mungkin, sebaikanya jangan melebihi 5 tahun karena diatas usia ini perkembangan otak
anak akan sangat melambat. Usia paling ideal 2-3 tahun, karena anak pada usia ini
perkembangan otak anak berada pada tahap paling cepat. Disamping itu lama terpi yang
rata-rata 2-3 tahun, dapat mempersiapkan anak untuk masuki sekolah regular sesuai
umurnya. Oleh karena itu diagnose harus ditegakkan sejak dini, artinya anak harus segera
dikonsulkan kepada dokter spesialis jiwa anak atau langsung ke center-center yang telah
berpengalaman.
1.2 Etiologi
Teori di awal mengatakan penyebab anak mengalami autis adalah gangguan yang
bersifat psikogenik yaitu faktor-faktor psikologis yang bertanggung jawab atas terjadinya
gangguan ini (Davison, 2006). Perspektif ini kemudian digantikan oleh bukti-bukti
penelitian terbaru yang mengatakan bahwa banyak faktor lain yang menjadi penyebab anak
mengalami gangguan autis diantaranya adalah:
a. Gangguan susunan saraf pusat
Ditemukan kelainan neuranotomi (anatomi susunan saraf pusat) pada beberapa
tempat didalam otak anak autis. Selain itu, ditemukan kelainan struktur pada pusat
emosi di dalam otak sehingga emosi anak autis sering terganggu. Penemuan ini
membantu dokter menentukan obat yang lebih tepat. Obat-obatan yang sering dipakai
adalah dari jenis psikotropika, yang bekerja pada susunan saraf pusat.
1
Gangguan sususnan saraf pusat dapat mengganggu fungsi otak. Kelainan fungsi
ini bisa disebabkan berbagai macam trauma seperti:
Sewaktu bayi dalam kandungan, misalnya karena keadaan keracunan kehamilan
(toxemia gravidarum), infeksi virus rubella, virus cytomegalo, dan lain-lain
Kejadian segera setelah lahir seperti kekurangan oksigen
Keadaan selama kehamilan seperti pembentukan otak yang kecil, misalnya vermis
otak kecil yang lebih kecil atau terjadi pengerutan jaringan otak (tubersklerosis)
Mungkin karena kelainan metabolisme seperti pada penyakit Addison
Karena kelainan kromosom seperti pada syndrome kromosoma X yang fragil dan
sindrom kromosom XYY
b. Gangguan sistem pencernaan
Ada hubungan antara gangguan sistem pencernaan dengan gejala autis. Tahun
1997, seorang pasien autis Parker Beck, mengeluhkan gangguan pencernaan yang
sangat buruk. Ternyata, ia kekurangan enzim sekretin. Setelah mendapat suntikan
sekretin, Beck sembuh dan mengalami kemajuan luar biasa. Kasus ini memicu
penelitian-penelitian yang mengaruh pada gangguan metabolisme pencernaan.
c. Peradangan dinding usus
Berdasarkan pemeriksaan endoskopi atau peneropongan usus pada sejumlah
anak autis yang memiliki pencernaan buruk ditemukan adanya peradangan usus pada
sebagian besar anak. Dr. Andrew Wakefiled ahli pencernaan asal inggris,menduga
peradangan tersebut disebabkan virus,mungkin virus campak. Itu sebabnya, banyak
orangtua yang kemudian menolak imunisasi MMR (measles,mumps,rubella) karena
diduga menjadi biang keladi autis pada anak.
d. Faktor genetika
Ditemukan 20 gen yang terkait dengan autisme. Namun, gejala autisme baru
bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak gen. Bisa saja autisme tidak muncul, meski
anak membawa gen autisme. Jadi perlu faktor pemicu lain.
e. Keracunan logam berat
Berdasarkan tes laboratorium yang dilakukan pada rambut dan darah ditemukan
kandungan logam berat dan beracun pada banyak anak autis. Diduga kemampuan
sekresi logam berat dari tubuh terganggu secara genetik.
2
1.3 Tanda dan Gejala
Autisme terjadi sejak usia muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autisme bisa
mengenai siapa saja, baik yang sosio-ekonomi mapan maupun kurang, anak atau dewasa,
dan semua etnis.
Autisme ditandai oleh ciri-ciri utama, antara lain:
a. Tidak peduli dengan lingkungan sosialnya
b. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang
c. Selektif berlebihan terhadap rangsangan
d. Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
e. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal
f. Reaksi/pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang dan tidak padan.
1.4 Klasifikasi
3
Sangat tergantung pada kegiatan sehari-hari
b. Kelompok anak autisme yang pasif
Lebih bisa bertahan pada kontak fisik dan agak mampu bermain dengan
kelompok
Mempunyai pembendaharaan kata yang lebih banyak meskipun masih agak
terlambat biasa berbicarannya.
Kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun kadang ada kata yang
kurang tepat
Gangguan kelompok ini tidak seberat anak kelompok menyendiri.
Kelompok ini bisa diajari dan dilatih
c. Anak autisme kelompok yang aktif tetapi menggunakan cara sendiri
Kelompok ini lebih cepat mempunyai pembendaharaan kata paling banyak dan
cepat bisa berbicaramasih bisa ikut berbagi rasa dengan teman
Meskipun bisa merangkai kata dengan baik namun masih terselip kata yang
aneh dan kurang dimengerti
Menyenangi dan terpaku pada salah satu jenis barang tertentu.
1. Amygdala : merupakan salah satu bagian otak utama yang berkaitan dengan perilaku
kita, Karena ia mempengaruhi sebagian sekresi kelenjar endokrin (kelenjar sekresi),
terutama yang berkenaan dengan kecondongan-kecondongan seksual.
4
Amigdala berasal dari bahasa latin amygdalae (bahasa
Yunani αμυγδαλή, amygdalē, almond, 'amandel') adalah
sekelompok saraf yang berbentuk kacang almond. Pada
otak vertebrata terletak pada bagian medial temporal
lobe, secara anatomi amigdala dianggap sebagai bagian
dari basal ganglia. Amigdala dipercayai merupakan
bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi
emosi. Oleh karenanya amigdala juga merupakan bagian dari sistem limbik yang
dipelajari pada ilmu neurosains kognitif.
Pada autis, gangguan pada amygdale akan mengakibatkan disfungsi terhadap sekresi
kelenjar, hasrat seksual, pengolahan informasi dan ingatan.
5
Menurut Power (1989) karakteristik anak
dengan autisme adalah adanya 6 gangguan
dalam bidang:
1. interaksi sosial, behubungan dengan otak
amigdala
2. komunikasi (bahasa dan bicara),berhubungan
dengan otak tengah,otak kiri dan otak kanan.
3. pola bermain, berhubungan dengan otak kiri
dan otak kanan
4. gangguan sensorik dan motorik : otak kecil, otak tengah (lobus optikus)
5. perkembangan terlambat atau tidak normal.
1.6 Patofisiologi
6
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama
mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps
yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah
dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik
melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar
anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian
otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan
sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak
(brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide,
calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel
saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without
guidance sehingga bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar
hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel
Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem
saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau
7
sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas,
peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan
kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang
terjadi sejak awal masa kehamilan.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel
neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan
proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam
proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan
oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid,
asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu
pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain.
8
1.8 Penatalaksanaan
Banyak cara yang bisa dilakukan terhadap penderita autisme,antara lain (faisal,2003)
1) Melalui program pendidikan dan latihan diikuti pelayanan dan perlakuan lingkungan
yang wajar
2) Pengasuh dan orangtua harus diajari cara menghadapi anak autisme untuk mengurangi
perlakuan yang tidak wajar.
3) Pengobatan yang dilakuakan adalah untuk membatasi memberatnya gejala dan keluhan
sejalan dengan pertambahan usia anak
4) Diusahakan agar anak meningkatkan perhatian dan dan tanggung jawab terhadap orang
sekitarnya
5) Bimbingan dilakukan secara perorangan agar efektif
9
e) Terapi okupasi
Terapi ini bertujuan membantu anak autis yang mempunyai perkembangan
motorik kurang baik,antara lain gerak-geriknya kasar dan kurang luwes. Terapi
okupasi akan menguatkan,memperbaiki koordinasi dan ketrampilan otot halus
anak.
10
BAB II
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin
terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya
autisme. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai
APGAR SCORE rendah < 6), komplikasi selama persalinan, lamanya
persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah (< 2500 gram)
c. Psikososial
Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
11
Perilaku menstimulasi diri
Pola tidur tidak teratur
Permainan stereotip
Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
Tantrum yang sering
Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
Kemampuan bertutur kata menurun
Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
d. Neurologis
Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
Refleks mengisap buruk
Tidak mampu menangis ketika lapar
e. Gastrointestinal
Penurunan nafsu makan
Penurunan berat badan
f. Pemeriksaan fisik
Tidak ada kontak mata pada anak
Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh)
Terdapat Ekolalia
Tidak ada ekspresi non verbal
Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain
Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
Peka terhadap bau
2.2 Diagnosa
a. Diagnosa Keperawatan: Hambatan interaksi sosial
12
Keluarga melaporkan perubahan Isolasi terapeutik
dalam berinteraksi (mis., gaya, pola) Kendala komunikasi
Ketidaknyamanan dalam situasi Kendala lingkungan
sosial Ketiadaan orang terdekat
Ketidakpuasan dengan hubungan Ketidaksesuaian sosiokultural
sosial (mis., rasa memiliki, Kurang keterampilan untuk
memperhatikan, minat, berbagi meningkatkan mutualitas
cerita)
Intervensi :
13
4. Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi, mulai dengan
penguatan yang positif pada kontak mata, perkenalkan dengan berangsur-angsur,
dengan sentuhan, senyuman, dan pelukan. Pasien autisme dapat merasa terancam
oleh suatu rangsangan yangn gencar pada pasien yang tidak terbiasa.
Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagian-
bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk
mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang dengan
kriteria hasil:
14
a) Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan
bagian-bagian tubuh orang lain
b) Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungannya
dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata yang didengar) dan
ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang dilihatnya)
Intervensi:
2.5 Evaluasi
1. Pasien mulai berinteraksi dengan orang tua
2. Pasien mulai melakukan kontak mata
3. Pasien dapat membedakan beberapa bagian-bagian tubuhnya
4. Pasien mulai jarang melakukan ekolalia
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
17