Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

Kasus 2 tentang Malformasi Anorektal

(Tugas Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak)

Dosen pembimbing :

Eli Lusiani, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

Ressa oktaviani Retno Anesti

Rekha Rahmanilah Nenda Nurfenda

Yuthika Nurul Ihsani Utari Ayunda Oktariano

Riska Lestari Fakhri Agustyosa

Diyan Nurjanah Winda Sri Nurany

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKes ‘AISYIYAH BANDUNG

2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Makalah ini menjelaskan tentang “Kasus malformasi anorektal” makalah ini kami buat untuk
memudahkan para pembaca memahami materi yang akan disajikan.Dengan rangkuman
materi yang kami dapatkan dari beberapa sumber diharapkan makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Dan tidak menutup kemungkinan dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan baik
penyajian maupun teknis penyusunannya sehingga sulit untuk dimengerti, maka dari itu
sudilah kiranya memberikan kritik dan saran untuk lebih meningkatkan mutu pembuatan
makalah selanjutnya. Dan mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan kami.

Bandung, 01 November 2018

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN KONSEP........................................................................................... 3
A. Anatomi dan FisiologI .................................................................................................... 3
B. Definisi Atresia Ani/Malformasi Anorektal ................................................................... 9
C. Etiologi Atresia Ani ...................................................................................................... 10
D. Klasifikasi ..................................................................................................................... 11
E. Tanda dan Gejala Atresia Ani ....................................................................................... 12
F. Komplikasi .................................................................................................................... 12
G. Patofisiologi .............................................................................................................. 13
H. Pemeriksaan .............................................................................................................. 13
a. Pemeriksaan khusus pada perempuan. ...................................................................... 13
b. Pemeriksaan khusus pada laki-laki. .......................................................................... 14
I. Penatalaksanaan Medis ................................................................................................. 15
J. Penegakan Diagnosis/Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 17
K. diagnosa dan intervensi keperawatan yang sering muncul pada Atresia
Ani/Malformasi Anorektal. .................................................................................................. 17
BAB III PEMBAHASAN KASUS .......................................................................................... 20
A. KASUS ANAK 3 MAR ................................................................................................ 20
B. PENGKAJIAN .............................................................................................................. 21
C. Analisa data ................................................................................................................... 25
D. Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas masalah................................................. 27
E. Intervensi Keperawatan ................................................................................................ 28
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 31
A. Kesimpulan...................................................................................................................... 31
B. Saran ................................................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus
tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Banyak anak-
anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki
lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan
luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari
malformasi. ( Wong, 2009 ) Insiden terjadinya malformasi anorektal berkisar dari
1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -
75 % bayi yang menderita malformasi anorektal juga menderita anomali lain.
Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan
fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan.
(Alpers, 2006).
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan anatomi fisiologi system pencernaan?
2. Jelaskan definisi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
3. Jelaskan etiologi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
4. Jelaskan klasifikasi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
5. Sebutkan tanda dan gejala pada Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
6. Sebutkan komplikasi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
7. Jelaskan patofisiologi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
8. Jelaskan pemeriksaan dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
9. Jelaskan penatalaksanaan dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
10. Sebutkan penegakan diagnosis dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
11. Sebutkan diagnosa dan intervensi keperawatan yang sering muncul pada Atresia
Ani/Malformasi Anorektal?

1
2

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi system pencernaan
2. Untuk mengetahui definisi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
7. Untuk mengetahui patofisiologi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
10. Untuk mengetahui penegakan diagnostik dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
11. Untuk mengetahui diagnosa dan intervensi keperawatan yang sering muncul pada
Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
BAB II

PEMBAHASAN KONSEP

A. Anatomi dan FisiologI


Susunan saluran pencernaan terdiri dari :
1. Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir, pipi.
b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum mandibularis, di sebelah belakang bersambung dengan
faring. Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya
terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan
pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. Di sebelah
luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir
(mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat
dan depresor anguli oris menekan ujung mulut.
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan sebelah
depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang palatum.
b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak di belakang
yang merupakan lipatan menggantung atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan dan kiri dari tiang
fauses terdapat saluran lendir menembus ke tonsil.
2. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah ini
dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua
(pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada
pangkal lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan
nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan
nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecap atau ujung
saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian
bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas nampak selaput lendir. Flika
sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum lingua, di sini terdapat pula

3
4

lipatan selaput lendir. Pada petengahan flika sublingual ini terdapat saluran dari
grandula parotis, submaksilaris, dan grandula sublingualis. Fungsi lidah yaitu
mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan menelan, serta
merasakan makanan.
3. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan
(esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan terhadap
infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang, ke atas
bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantara lubang bernama
koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang
yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior disebut nasofaring,
pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang
telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar
lidah, sedangkan bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring. Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi
penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan
sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari ruas
tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melaui ressus piriformis masuk
ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah
masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup
sementara.
4. Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah
lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan
submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung. Setelah melalui
thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan
lambung.
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat
dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen di
5

sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas
berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata
dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati mempunyai dua jenis peredaran
darah yaitu arteri hepatika dan vena porta. Arteri hepatika, keluar dari aorta dan
member 1/5 darah pada hati, masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah
bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatica. Vena porta yang
terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke
hati.Fungsi hati :
a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu
tempat dalam tubuh.
b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu dan
urine.
c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem
retikuloendotelium.
e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.
6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma
di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri. Sekresi getah
lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat makanan dan mencium
bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan merangsang
sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsang kimiawi yang
menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah
lambung. Getah lambung di halangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada
waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut. Fungsi lambung :
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
a) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan
pepton).
6

b) Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptic


dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga
menjadi pepsin.
c) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk
kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d.) Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam
lemak yang merangsang sekresi getah lambung.
7. Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa.
Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan
di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya. Korpus pankreas, merupakan
bagian utama dari organ ini, letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra
umbalis pertama. Ekor pancreas, bagian runcing sebelah kiri menyentuh limpa.
8. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan
yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil
pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam),
lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan
lapisan serosa (sebelah luar)). Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya
berlangsung di dalam usus halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam
darah dan seluruh limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi
lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan
limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili
keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang
diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke
dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk
mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus :
a) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
b) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
7

9. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada
papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus kolektekus
yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga
menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan
tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan
polipeptida.Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk
memproduksi getah intestinum.
10. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas adalah
jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m. Lekukan jejunum
dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Sambungan antara
jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium
ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini
terdapat katup valvula sekalis.Valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah
cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum.
11. Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-
lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan
otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri.
12. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh
peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat
diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
8

13. Kolon asendens


Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari
ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut
fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
14. Apendiks
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai
pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi
usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga
pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan
terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa
menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen.
15. Kolon transversum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
16. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke
bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon
sigmoid.
17. kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
18. Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis. Organ
ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara.
19. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan
dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh sfingter :
a) Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. Defekasi
(buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam rektum yang
mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan rangsangan untuk
9

reflex defekasi sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. Levator ani


relaksasi secara volunter dan tekanan ditimbulkan oleh otot-otot abdomen

B. Definisi Atresia Ani/Malformasi Anorektal


Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang
keluar.Aterisia ani adalah tidak lengkap nya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnormal.
Malformasi anorektal (anus imperforate) adalah malformasi kongenital dimana
rektum tidak mempunyai lubang keluar.Anus tidak ada, abnormal atau
ektopik.Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan
hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus, muskulus levator ani,
kulit, uretra dan vagina. (Wong, 2009 ). Imperforata anus adalah tidak komplitnya
perkembangan embrionik pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara
abnormal. (Suryadi, 2006 ).
Malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik.( Arif mansjoer, 2010 ).
Dari pengertian diatas bisa dapat disimpulkan bahwa marformasi anorektal adalah
suatu kelainan kongenital dan tidak lengkapnya perkembangan embrionik dimana
rektum tidak mempunyai lubang keluar yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan
dan pembentukan anus.
Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang
seharusnya berlubang.Sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada
anus.Klasifikasi :
a. Anomali bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat spingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal, dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinaria.
b. Anomali intermediate
Rektum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal
dan spingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rektum diatas otot puborektralis, dan spingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius rektouretral (pria)
atau rektovaginalis (wanita).
10

C. Etiologi Atresia Ani


Etiologi secara pasti atresia ani belum di ketahui, namun sebaguan besar kelainan
bawaan anus disebabkan oleh kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu/3 bulan. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan
embriologik di daerah usus, rectum bagian distal serta traktus urogenitalis .yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
Pada kelianan bawaan anus umumnya tidak ada keainan rectum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namun demikian pada usus, sfingter internal ungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli yang masih jarang terjadi bahwa gen autosomal
resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang memunyai gen carrier
penyakit ini mempunyan peluang sekitar 25% untuk di turunkan pada anaknya saat
kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau
kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.Sedangkan kelainan
bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus
urogenital sehingga biasanya disertai dengan ganggaun perkembangan septum
urorektal yang memisahkan nya.
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus umumnya embriogenik.Pada kelainan bawaan anus umumnya
tidak ada kelainan rectum, sfingter dan otot dasar panggul.Namun demikian pada
agnesis anus, sfingter intern mungkintidak memadai.
Kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum
dan sinus urogenitasl sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan
septum urorektal yang memisahkannya.Dalam hal ini terjadi fistel antara saluran
kemih dan saluran genital.Pada kelainan rectum yang tinggi, sfingter intern tidak ada
sedangkan sfingter ekstern hipoplastik.

Atresi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:


1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu / 3
bulan.
11

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,


rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan.

D. Klasifikasi
Tipe atresia ani secara umum ada 4, yaitu :
a. Tipe I: terdapat penyempitan pada sebelah proksimal sehingga dari luar tampak
anus normal.
b. Tipe II: terdapat selaput/membrane dekat dengan selubung anus.
c. Tipe III: ujung rectum berakhir buntu, sehingga dari luar jelas tidak terlihat anus.
d. Tipe IV: ujung rectum buntu, tetapi terdapat lekukan ke dalam dari usus, sehingga
dari luar anus tampak normal.
Sedangkan menurut klasifikasi wingspread, atresia ani di bagi 2 golongan yang di
kelompokan menurut jenis kelamin.Pada laki-laki golongan I di bagi menjadi 4
kelainan yaitu kelainan fiste urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak
ada.Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum
uretra.Mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria.Cara praktis
menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin.Bila dengan kateter
terpasang dan urin jernih, berarti fistel teretak pada uretra karea fiste tertutup
kateter.Bila dengan kateter urin mengandung meconium maka fistel ke
vesikaurinaria.Bila evakuasi feses tidak lancer penderita memerlukan
kolostomi.Jika fistel tidak ada dean udara > 1 cm dari kulit pada ivertogram, maka
perlu segera di lakuka kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I di bagi menjadi 5 kelainan yaitu kloaka,
fistel vagina, vistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada.Pada fistel
vagina, meconium tampak keluar dari vagina.Evakuasi feces menjadi tidak lancer
sehingga sebaiknya di lakukan kolostomi.Pada fistel vestibulum, muara fistel
terdapat di vulva. Umunya evkuasi feses lancer selama penderita hanya minum
susu. Evakuasi terhambar saat penderita mulai makan makanan padat, kolostomi
dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.Bila terdapat kloak
maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan
cerna.
Golongan II pada laki-laki di bagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel
perineum, membran anal, stenosis anus, fistel perineum, membran anal, stenosis
12

anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita : lubangnya
terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak
bayangan meconium dibawah selaput,. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya
dilakukan terapi definit secepat mungkin pada stenosis anus, sama dengan
perempuan, tindakan definitive harus di lakukan bila tidak ada fistel dan udara.
Sedangkan golongan II pada perempuan di bagi menjadi 3 kelainan yaiitu
kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada.Lubang fistel perineum
biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah
anus yang buntu menimbulkan obstipasi.Pada stenosis anus, lubang anus terletak
di tempat yang seharusnya.Tetapi sangat sempit.Evakuasi feses tidak lancar
sehingga biasanya haru segera dilakukan terapi definitive.Bila tidak ada fistel dan
pada invertogram udara.
E. Tanda dan Gejala Atresia Ani
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fisula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi berharap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fisula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rektal touche terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
2. Kerusakan uretra akibat prosedur bedah.
3. Komplikasi jangka panjang. Eversi mokusa anal dan stenosis (akibat kontriksi
jaringan perut dianastomisis).
4. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet trening.
5. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
6. Prolaps mukosa anorektal.
7. Fistula kambuhan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi).
13

G. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah
traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90%
dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki
umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan
merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis)
(Faradilla, 2009).
H. Pemeriksaan
Pemeriksaan rutin dilakukan untuk mencari kelainan janin. Lebih dari 50% penderita
mempunyai kelainan kongenital lain. Yang sering ditemukan adalah kelainan saluran
genito-urinal (30%), kelainan jantung (75%), kelainan saluran cerna misalnya, atresia
esofagus atau atresia duodenum, dan kelainan tulang.
a. Pemeriksaan khusus pada perempuan.
Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan
fistel ke vestibulum atau vagina (80-90%).
Kelompok I. Pada fistel vagina, mekonium banyak keluar dari
vagina.Evakuasi feses menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya cepat
dilakukan kolostomi.Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu.
Evakuasi muli terhambat saat penderita mulai makan makanan
padat.Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan
optimal.Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisah antara traktus urinarius,
traktus gentalis, dan jalan cerna.Evakuasi feses umunya tidak semprna
sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok
dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidk ada fistel, dibuat
invertogram, yaitu foto Rontgen diambil pada bayi diletak inversi (pembalikan
14

posisi) sehingga udara di kolon akan naik sampai di ujung buntu rektum. Jika
udara >1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Kelompok II. Lubang fistel perineum biasaya terdapat diantara vulva dan
tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di
posteriornya.Kelainan ini umumnya obtipasi.Pada stenosis anus, lubang anus
terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus dilakukan terapi definitif.
Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit, dapat
segera dilakukan pembedahan definitif. Daam hal ini evakuasi tidak ada,
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
b. Pemeriksaan khusus pada laki-laki.
Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum
dan ada tidaknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki-
laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urine dan fistel perineum.
Kelompok I. Jika ada fistel urine, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika
urinaria.Cara praktis untuk menentukan letak fistel ialah dengan memasang
kateter urine.Bila kateter terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak di
uretra karena fistel tertutp kateter.Bila dengan kateter urine mengandung
mekonium berarti fistel ke vesika urinaria.Bila evakuasi feses tidak lancar,
penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya
sama dengan pada perempuan, harus dibuat kolostomi.
Jika tidak ada fistel dan udara >1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu
dilakukan kolostomi.
Kelompok II. Fistel perineum sama dengan pada wanita, lubangnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada mebran anal biasanya tampak bayangan
mekonium dibawah selaput.Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan
terapi definitif secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada
wanita, tindakan definitif harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <
1cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan
bedah.
15

I. Penatalaksanaan Medis
Malformasi anorektal di eksplorsi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi
posterosagital atau plastic anorektal posterosagital.
Pada tindak bedah plastic anorektal posterolateral yang dimulai dari oskoksigi,
kolostomi merupakan perlindungan sementara. Ada dua tempat kolostomi yang
dianjurkan dipakai pada neonates dan bayi, yaitu transversokolostomi dan
sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang mudah dan aman adalah stoma laras ganda.
Pada pembedahan harus diperhatikan preservasi seluruh otot dasar panggul
persarafannya.
Prognosis bergantung dari fungsi klinis.Dengan khusus dinilai pengendalian defekasi,
pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rectum dan kekuatan kontraksi otot sfingter
pada colok dubur.
Fungsi kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau
sinsibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental
penderita.
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan.Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya.Untuk
kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti prineal
yaitu di buat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukann
pada bayi berusia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk
membesar pada otot otot untuk berkembang.Tindakan ini juga memungkinkan bayi
untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisinya.

Penanganan secara preventif antara lain :


1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati
terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alcohol yang adapt meningkatkan
resiko terjadi atresia ani.
2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai
tiga hari tidak di ketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses
atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
16

1. Teknik Operasi Kolostomi


Sayatan dilakukan pada lokasi usus yang di inginkan. Sayatan yang dibuat sekitar 5
– 6 cm. Setah peritoneum ditemukan, identifikasi segmen usus. Usus ditutupi oleh
omentum, namun beberapa pasien memliki omentum yang cukup tipis sehingga
kolon dapat terlehat. Kemudian dilakukan aspirasi pada kolon. Dilakukan penjahitan
seromuskular dan peritoneal. Kolon dibuka dengan insisi 5-6 cm panjang dinding
kolon, biasanya lebih dipilih untuk melakuakn sayatan pada taenia. Kemudian
dilakukan aspirasi yang adekuat pada usus. Selanjutnya lapangan di irigasi dengan
0,1% kanamicin solution. Penjahitan dilakukan antara pasia dan lapisan neuro
muskular dari dinding usus. Stoma selesai dengan menjahit dinding usus dan kulit.
Pembuatan stoma selesai.
2. Teknik Operasi PSARP
Dilakukan dengan genral anastesi, dengan inkubasi endotrakeal, dengan posisi
pasien tengkurep dan pelvis ditinggikan. Stimulasi perineum dengan alat vena
muscle stimulator untuk identifikasi anl dimple. Insisi bagian tengah sakrum ke arah
bawah melewati pusit spingter dan berhenti 2 cm di depannya. Di belah jaringan
subkutis, lemak, parasagital piber dan muscle komplek. Oskoksiges di belah sampai
tampak muskulus levator, dan muskulus levator di belah tampak dinding belakang
rektum. Rektum di bebas dari jaringan sekitarnya. Rektum ditarik melewati levator,
muscle komplek dan parasagital viber. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan
sampai tension.
3. Tutup Kolostomi
Penutupan dimulai dengan membuat incisi circum verential di sekeliling stoma,
termasuk sebagian kecil dari kulit. Incisi circum verential diperdalam hingga
menembus peritoneum dan kolon / intestine dan omentum di sekitarnya dapat
dipisahkan dari dinding abdomen. Kemudian stoma ditarik keluar melalui incisi tadi
dan bagian serosanya harus tampak jelas seluruhnya. Hal ini memerlukan reseksi
omentum dan jaringan ikat serta lemak di sekeliling serosa tadi. Setelah hal ini dapat
dilakukan maka penutukan stoma dapat segera dilakukan.
17

J. Penegakan Diagnosis/Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan radiologis, dilakukan untuk mengetahui dan tidak adanya obstruksi
intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen, dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan
bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen, digunakan untuk melihat fungsi organ internal
terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya factor reversible seperti
obstruksi oleh karna msa tumor.
4. CT Scan, di gunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena, digunakan untuk menilai peviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaaan fisik rectum, kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan
nmenggunakan seang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi
adanya fistula yang behubungan dengan traktus urinarus.
K. diagnosa dan intervensi keperawatan yang sering muncul pada Atresia
Ani/Malformasi Anorektal.

1. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengevakuasi rektum,


pembedahan
Sasaran Hasil yang di harapkan Intervensi
Anak tidak mengalami Anak tidak mengalami 1. Hindari megukur suhu rektal pada
komplikasi praoperasi dan komplikasi masa praoperasi dan pasca
pasca operasi operasi, untuk mencegah trauma
rektal.
2. Pertahankan pengisapan
nasogastrik, bila
diimplementasikan untuk
dekompresi abdomen
3. Pertahankan perawatan anal dan
perianal yang cermat untuk
mencegah iritasi dan infeksi kulit
4. Observasi pola defekasi untuk
mendeteksi pola normal atau
18

abnormal
5. Beri posisi miring pada bayi
dengan panggul di tinggikan atau
telentang dengan kaki di sokong
pada sudut 90o untuk mencegah
tekanan pada jahitan perineal.

2. perubahan proses keluarga berhubungan dengan perawatan anak dengan defek fisik, hospitalisasi
Sasaran Hasil yang di harapkan Intervensi
Keluarga mengetahui Keluarga menunjukkan Ajarkan perawatan yang dibutuhkan
perawatan yang di butuhkan kemampuan untuk untuk penatalaksanaan di rumah
untuk penatalaksanaan di memberikan perawatan untuk seperti :
rumah seperti: dilatasi rektal anak di rumah 1. Dilatasi rektal bila tepat
(bila tepat), perawatan luka, 2. Perawatan luka
perawatan kolostomi, latihan 3. Perawatan kolostomi.
kebiasaan defekasi, dan Perlindungan kulitsekitar
modifikasi diet (misalnya kolostomiadalah bagian yang
serat) sangat penting dari
perawatan anak. Apabila
kulit sekitar kolostomi
teriritasi (basah atau merah),
bantu menyembuhkan area
tersebut secepat mungkin
menjadi suatu hal yang
sangat penting.
4. Lihat kebiasaan defekasi
5. Modifikasi diet (misalnya
serat)
19

Pathway
Kelainan kongenintal

Gangguan stenosisasi
pertumhbuhan
saat bayi dalam Penyampitan pada kanal
kandungananus
Pembentukan 12 dari anorektal
minggu
benjolan emrionik
Perkembangan dan migrasi kolon pada
rektal usia 7-12 minggu tidak sempurna

Abnormalitas
vagina

Tidak ada
Atresia ani pembukaan usus
besar
Fecal tidak dapat
Tidak ada pembukaan dikeluarkan
usus besar melalui
anus Intestinal
obstruksi
Feses tidak bisa keluar

Feses menumpuk

Kolostomi sigmoid Tekanan intra


abdominal

Merangsang Terputusnya Pembedahan Perawatan inadekuat


mediator kontinuitas
kimia jaringan
Terpapar infeksi

Impuls/rangsangan Pre-operasi
Resiko infeksi
Medulla spinalis
Kurang
Talamus informasi

Korteks serebral

Ansietas
Persepsi nyeri
(keluarga)

Nyeri akut
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. KASUS ANAK 3 MAR

An.R, usia 8 bulan, perempuan, klien dibawa oleh orangtua untuk pembuatan lubang anus
sesuai dengan instruksi dokter bedah sebelumnya. Operasi PSARP akan dilakukan besok.
Kondisi saat ini BAB lancar, flatus ada, mual muntah tidak ada, produksi stoma lancar,
kembung tidak ada. Saat dilakukan pengkajian, klien tampak lemas, suhu tubuh 36,9 celsius,
Nadi 110 x/ mnt, Respirasi 30 x/mnt.orang tua klien tapak scemas menghadapi operasi
anaknya,. Orang tua tampak bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan kepada anaknya.
Anak tampak rewel, tidak mau lepas dari gendongan ibunya.Klien BAB spontan sejak lahir
namun tidak dari lubang anus melainkan dari lubang vagina (menurut persepsi orang tua saat itu).
Klien lalu dirujuk ke RSCM dan terdiagnosis Atresia ani fistel rectovestibular. Klien dilakukan
kolostomi sigmoid pada tanggal usia 3 bulan.Klien lahir pada usia kehamilan 39 minggu, spontan,
ditolong oleh bidan, dengan BBL 3000 gr, PBL 48 cm, langsung menangis. Selama hamil ibu tidak
mengalami masalah serius.
Terapi : Parasetamol 3x150 mg (k/p), Cefotaxime 2x500 mg, IVFD KaEN3B 1000 cc +KCl 25 meq,
Ventolin : Bisolvon : NaCl = 1:1:1 (2x 1cc). Pemeriksaan Penunjang :DPL: Hb: 9,8 gr/dl ; Ht
27,9 % Leukosit : 15.000 gr/dl ; Trombosit 45.000 ; LED 40 mm : Elektrolit: K: 2,56 meq/dl.
Pengkajian fisik pasca PSARP: Abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi dengan produksi
feses lancar, terdapat kemerahan pada area sekitar anus. Paska operasi tampak luka jahitan di
anus.Ibu memfiksasi posisi an.R dengan membedong bagian pinggang kebawah dengan kain
gendongan. BB 6,8 kg, TB 64 cm, klien tampak rewel dan gelisah, selalu menangis ketika
ada perawat yang datang untuk melakukan tindakan. Skala nyeri (FLACC Scale) 5. Makan
bubur/tim habis ½ porsi. Paska operasi minum bertahap. Kesadaran compos mentis, suhu
380C, frekuensi nadi 115 x/mnt, RR 36 x/mnt, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis,
bising usus normal, akral hangat, CRT <2 dtk, suara napas ronchi, terdengar batuk sesekali,
tidak terdapat nafas cuping hidung dan retraksi.

20
21

B. PENGKAJIAN

Pengumpulan data
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : An. R
Umur : 8 bulan
Jenis kelamin : perempuan
Pendidikan :-
Suku bangsa :-
Alamat :-
Tanggal pengkajian :-
Nomor Medrec :-
Diagnosa Medis : Malformasi Anorektal

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. M
Umur :-
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : islam
Pendidikan :-
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Hubungan Dengan Pasien : orang tua
Alamat :-

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Nyeri akut post op PSARP dengan Skala nyeri (FLACC Scale) 5
b. Riwayat Penyakit Sekarang
klien dibawa oleh orangtua untuk pembuatan lubang anus sesuai dengan instruksi
dokter bedah sebelumnya. Operasi PSARP akan dilakukan besok. Kondisi saat
ini BAB lancar, flatus ada, mual muntah tidak ada, produksi stoma lancar,
kembung tidak ada. Saat dilakukan pengkajian, klien tampak lemas.
22

Pengkajian fisik pasca PSARP: Abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi dengan
produksi feses lancar, terdapat kemerahan pada area sekitar anus. Paska operasi
tampak luka jahitan di anus.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien dilakukan kolostomi sigmoid pada tanggal usia 3 bulan.Klien lahir pada usia
kehamilan 39 minggu, spontan, ditolong oleh bidan, dengan BBL 3000 gr, PBL 48 cm,
langsung menangis. Selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan
klien ataupun penyakit lainnya.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Tingkat Kesadaran : compos mentis
2) GCS : 15
3) Tanda Tanda Vital
Sebelum operasi PSARP
Tekanan Darah :-
Nadi : 110 x/menit
RR : 30 x/menit
Suhu : 36,90C
Sesudah operasi PSARP
Tekanan Darah :-
Nadi : 115 x/menit
RR : 36 x/menit
Suhu : 380C
Tinggi Badan :64 cm
Berat Badan :6,8 kg
b. Pemeriksaan Fisik Persistem
1) Sistem pencernaan
Sebelum dilakukan operasi PSARP BAB lancar, tidak terdapat flaktus, tidak
ada mual muntah, produksi stoma lancar, dan tidak ada kembung.
Setelah dilakukan operasi PSARP abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi
dengan produksi feses lancer, terdapat kemerahan pada area sekitar anus.
23

Tampak luka jahitan di anus, bising usus normal, makan bubur/tim habis ½
porsi, minum bertahap
2) Sistem pernapasan
Sebelum dilakukan operasi PSARP respirasi 30x/menit
Setelah dilakukan operasi PSARP respirasi 36x/menit, suara napas ronchi,
terdapat batuk sesekali, nafas cuping hidung (-), retraksi dada(-)
3) Sistem kardiovaskular
Sebelum dilakukan operasi PSARP frekuensi nadi 110x/menit
Setelah dilakukan operasi PSARP frekuensi nadi 115x/menit, CRT< 2 detik
4) Sistem Perkemihan
-
5) Sistem Integumen
turgor kulit elastic, mukosa bibir lembab, akral teraba hangat

4. Data penunjang :
a. Hasil Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

1. Hemoglobin 9,8 g/dl 10-16 g/dl Rendah


2. Hematocrit 27,9% 33-38 % Rendah
9000-
3. Lekosit 15.000 Tinggi
12000/mm2
150.000-
4. Trombosit 45.000 Rendah
400.000 mcL
5. LED 40 mm 3-13 mm/jam Tinggi
3,6-5,8
6. Elektrolit: K 2,56 meq/dl Rendah
mEq/L
24

5. Terapi yang diberikan :


NO NAMA OBAT DOSIS INDIKASI
1. Parasetamol 3x150 mg Penggunaan sebagai
analgetik dan antipiretik
2 Cefotaxime 2x500 mg Untuk pengobatan
dengan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri
sensitif
3 KaEN3B 1000 cc Untuk memenuhi
kebutuhan harian air dan
elektrolit dengan
kandungan kalium cukup
untuk mengganti ekskresi
harian, pada keadaan
asupan oral terbatas
4 KCI 25 meq Pencegahan dan pengobatan
hipokalemia
5 Ventolin 2x1 cc untuk mengobati
penyakit pada saluran
pernafasan seperti asma
dan penyakit paru
obstruktif kronik
(PPOK).
6 Bisolvon 2x1 cc untuk mengobati
gangguan pada saluran
pernafasan yang
disebabkan oleh
dahak/mukus yang
berlebihan
7 NaCl 2x1 cc Pengganti cairan plasma
25

C. Analisa data

DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


DS : orang tua klien Kelainan kongenital Nyeri akut
mengatakan Anak nya rewel,
dan tidak mau lepas dari Atresia ani
gendongan ibunya
DO : klien tampak rewel dan Tidak ada pembukaan usus
gelisah, selalu menangis ketika besar melalui anus
ada perawat yang datang untuk
melakukan tindakan. Skala Feses tidak bisa keluar
nyeri (FLACC Scale) 5.
Feses menumpuk

Peningkatan Tekanan intra


abdominal

Pembedahan

Terputusnya kontinuitas
jaringan

Merangsang mediator kimia

Impuls/rangsangan

Medulla spinalis

Talamus

Korteks serebral

Persepsi nyeri
26

Nyeri Akut

DS : orang tua klien Kelainan kongenital


mengatakan Anak nya rewel Risiko infeksi
DO : Atresia ani
Abdomen sebelah kiri terdapat
kolostomi dengan produksi Tidak ada pembukaan
feses lancar, terdapat usus besar melalui anus
kemerahan pada area sekitar
anus. Paska operasi tampak Feses tidak bisa keluar
luka jahitan di anus.
Leukosit : 15.000 gr/dl Feses menumpuk
suhu 380C, frekuensi nadi 115
x/mnt, RR 36 x/mnt Tekanan intra abdominal

Pembedahan

Perawatan tdk adekuat

Terpapar infeksi

Resiko infeksi
DS : Orang tua bertanya Kelainan kongenital
tentang tindakan yang akan Ansietas (Keluarga)
dilakukan kepada anaknya dan Atresia ani
orang tua klien mengatakan
cemas terhadap operasi yang Tidak ada pembukaan
akan di lakukan pada anaknya. usus besar melalui anus
DO : orang tua klien tampak
cemas dan orang tua klien Feses tidak bisa keluar
sering bertanya
Feses menumpuk
27

Tekanan intra abdominal

Pembedahan

Pre operasi

Kurang informasi

Cemas/ansietas

D. Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas masalah


1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka post operasi PSARP.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3. Ansietas (Keluarga) berhubungan dengan perubahan status kesehat.
28

E. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan dan KriteriaHasil Intervensi Rasional
Keperawatan

1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang 1. Agar mengetahui nyeri yang di
berhubungan dengan keperawatan, nyeri akut dapat teratasi meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi, rasakan oleh klien dan
adanya luka post dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan memberikan tindakan
operasi PSARP 1. bayi tampak tidak rewel faktor pencetus. keperawatan secara tepat.
2. FLACC SCALE 4 menjadi 0 2. observasi adanya petunjuk nonverbal 2. Agar mengetahui seberapa berat
3. bayi tampak tidak gelisah mengenai ketidaknyamanan terutama pada nyeri yang dirasakan klien
mereka yang tidak dapat berkomunikasi terutama pada anak.
secara efektif 3. Sebagai terapi farmakologi dalam
3. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian menurunkan nyeri
analgetik (parasetamol) 4. Agar mengetahui reaksi dari obat
4. monitor tanda vital sebelum dan setelah yang di berikan dan menjaga
memberikan anlgesik dalam pemberian kestabilan pasien .
dosis pertama kali atau jika di temukan
tanda-tanda yang tidak biasa
29

2. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan 1. untuk meminimalisir terhadap
berhubungan dengan keperawatan, risiko infeksi dapat pada saat memasuki dan meninggalkan infeksi yang mungkin muncul.
prosedur invasif teratasi dengan kriteria hasil : ruangan pasien 2. agar mengetahui secara dini
1. Klien bebas dari tanda dan gejala 2. monitor adanya tanda dan gejala infeksi apabila ada tanda-tanda infeksi.
infeksi sistemik dan lokal 3. agar asupan yang di berikan sesuai
2. TTV normal 3. anjurkan asupan cairan, dengan tepat dengan kebutuhan
4. ajarkan keluarga bagaimana cara 4. untuk meminimalisir terhadap
3. leukosit dalam batas normal
menghindari infeksi infeksi yang mungkin muncul pada
5. periksa kondisi setiap sayatan bedah atau klien.
luka 5. agar mengetahui jenis sayatan dan
6. kolaborasi dalam pemberian terapi antibiotik memudahkan dalam perawatan luka
yang sesuai 6. sebagai terapi farmakologi dalam
menimalisir pertumbuhan bakteri

3 Ansietas (Keluarga) Setelah dilakukan tindakan 1. berikan informasi faktual terkait diagnosis, 1. Agar keluarga mengetahui
berhubungan dengan keperawatan, ansietas (keluarga) dapat perawatan dan prognosis. denganjelas tentang kondisi dan
perubahan status teratasi dengan kriteria hasil : 2. ciptakan atmosfer rasa aman untuk perawatan yang di berikan pada
kesehatan meningkatkan kepercayaan klien.
1. Keluarga klien tidak cemas lagi 3. dukung penggunaan mekanisme koping yang 2. Agar keluarga lebih tenang dan
terhadap tindakan dan perawatan sesuai percaya terhadap tindakan yang
yang akan diberikan pada anak. 4. berikan terapi komplementer berupa diberikan.
2. Keluarga klien mengetahui 3. Untuk menciptakan mekanisme
30

tentang tindakan yang akan dukungan psikologis kepada orang tua koping yang adaptif.
diberikan. 4. Agar orang tua klien dapat
memahami terkait prosedur dan
dapat merawat anaknya dalam
perkembangan kognitif anak
sesuai dengan tahapan usia.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang
keluar.Aterisia ani adalah tidak lengkap nya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal.
Etiologi secara pasti atresia ani belum di ketahui, namun sebaguan besar kelainan bawaan
anus disebabkan oleh kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu/3 bulan.Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah
usus, rectum bagian distal serta traktus urogenitalis.
Tanda dan gejalanya biasanya diawali dengan: Mekonium tidak keluar dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran,Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada
bayi,Mekonium keluar melalui sebuah fisula atau anus yang salah letaknya.

B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan
pembaca.Selanjutnya kami pembuat makalah mengharapkan kritik dan saran pembaca dan
dosen demi kesempurnaan makalah ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

Arif, mansjoer.( 2010 ). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI.

Nurhayati, Dede dan Ai Mardiyah dkk. 2017. Jurnal tentang kualitas hidup anak usia toddler
paska kolostomi di Bandung. Vol. 2 No.2 November 2017 [online 1 november 2018]

Suryadi, ( 2008 ). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sugeng seto.

Sodikin. 2011. Asuhan keperawatan anak: Gangguan sistem gastrointestinal dan


hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika

Wong, D., Hockenberry-Eaton M., Wilson D., Winkklestein Marilyn., Schwart, Patricia.(
2009 ). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester
(Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai