(Tugas Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak)
Dosen pembimbing :
Disusun Oleh :
2018-2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Makalah ini menjelaskan tentang “Kasus malformasi anorektal” makalah ini kami buat untuk
memudahkan para pembaca memahami materi yang akan disajikan.Dengan rangkuman
materi yang kami dapatkan dari beberapa sumber diharapkan makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Dan tidak menutup kemungkinan dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan baik
penyajian maupun teknis penyusunannya sehingga sulit untuk dimengerti, maka dari itu
sudilah kiranya memberikan kritik dan saran untuk lebih meningkatkan mutu pembuatan
makalah selanjutnya. Dan mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan kami.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus
tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Banyak anak-
anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki
lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan
luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari
malformasi. ( Wong, 2009 ) Insiden terjadinya malformasi anorektal berkisar dari
1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -
75 % bayi yang menderita malformasi anorektal juga menderita anomali lain.
Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan
fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan.
(Alpers, 2006).
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan anatomi fisiologi system pencernaan?
2. Jelaskan definisi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
3. Jelaskan etiologi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
4. Jelaskan klasifikasi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
5. Sebutkan tanda dan gejala pada Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
6. Sebutkan komplikasi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
7. Jelaskan patofisiologi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
8. Jelaskan pemeriksaan dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
9. Jelaskan penatalaksanaan dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
10. Sebutkan penegakan diagnosis dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal?
11. Sebutkan diagnosa dan intervensi keperawatan yang sering muncul pada Atresia
Ani/Malformasi Anorektal?
1
2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi system pencernaan
2. Untuk mengetahui definisi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
7. Untuk mengetahui patofisiologi dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
10. Untuk mengetahui penegakan diagnostik dari Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
11. Untuk mengetahui diagnosa dan intervensi keperawatan yang sering muncul pada
Atresia Ani/Malformasi Anorektal.
BAB II
PEMBAHASAN KONSEP
3
4
lipatan selaput lendir. Pada petengahan flika sublingual ini terdapat saluran dari
grandula parotis, submaksilaris, dan grandula sublingualis. Fungsi lidah yaitu
mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan menelan, serta
merasakan makanan.
3. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan
(esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan terhadap
infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang, ke atas
bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantara lubang bernama
koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang
yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior disebut nasofaring,
pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang
telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar
lidah, sedangkan bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring. Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi
penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan
sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari ruas
tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melaui ressus piriformis masuk
ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah
masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup
sementara.
4. Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah
lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan
submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung. Setelah melalui
thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan
lambung.
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat
dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen di
5
sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas
berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata
dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati mempunyai dua jenis peredaran
darah yaitu arteri hepatika dan vena porta. Arteri hepatika, keluar dari aorta dan
member 1/5 darah pada hati, masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah
bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatica. Vena porta yang
terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke
hati.Fungsi hati :
a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu
tempat dalam tubuh.
b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu dan
urine.
c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem
retikuloendotelium.
e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.
6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma
di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri. Sekresi getah
lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat makanan dan mencium
bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan merangsang
sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsang kimiawi yang
menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah
lambung. Getah lambung di halangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada
waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut. Fungsi lambung :
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
a) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan
pepton).
6
9. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada
papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus kolektekus
yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga
menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan
tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan
polipeptida.Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk
memproduksi getah intestinum.
10. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas adalah
jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m. Lekukan jejunum
dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Sambungan antara
jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium
ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini
terdapat katup valvula sekalis.Valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah
cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum.
11. Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-
lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan
otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri.
12. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh
peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat
diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
8
D. Klasifikasi
Tipe atresia ani secara umum ada 4, yaitu :
a. Tipe I: terdapat penyempitan pada sebelah proksimal sehingga dari luar tampak
anus normal.
b. Tipe II: terdapat selaput/membrane dekat dengan selubung anus.
c. Tipe III: ujung rectum berakhir buntu, sehingga dari luar jelas tidak terlihat anus.
d. Tipe IV: ujung rectum buntu, tetapi terdapat lekukan ke dalam dari usus, sehingga
dari luar anus tampak normal.
Sedangkan menurut klasifikasi wingspread, atresia ani di bagi 2 golongan yang di
kelompokan menurut jenis kelamin.Pada laki-laki golongan I di bagi menjadi 4
kelainan yaitu kelainan fiste urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak
ada.Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum
uretra.Mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria.Cara praktis
menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin.Bila dengan kateter
terpasang dan urin jernih, berarti fistel teretak pada uretra karea fiste tertutup
kateter.Bila dengan kateter urin mengandung meconium maka fistel ke
vesikaurinaria.Bila evakuasi feses tidak lancer penderita memerlukan
kolostomi.Jika fistel tidak ada dean udara > 1 cm dari kulit pada ivertogram, maka
perlu segera di lakuka kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I di bagi menjadi 5 kelainan yaitu kloaka,
fistel vagina, vistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada.Pada fistel
vagina, meconium tampak keluar dari vagina.Evakuasi feces menjadi tidak lancer
sehingga sebaiknya di lakukan kolostomi.Pada fistel vestibulum, muara fistel
terdapat di vulva. Umunya evkuasi feses lancer selama penderita hanya minum
susu. Evakuasi terhambar saat penderita mulai makan makanan padat, kolostomi
dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.Bila terdapat kloak
maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan
cerna.
Golongan II pada laki-laki di bagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel
perineum, membran anal, stenosis anus, fistel perineum, membran anal, stenosis
12
anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita : lubangnya
terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak
bayangan meconium dibawah selaput,. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya
dilakukan terapi definit secepat mungkin pada stenosis anus, sama dengan
perempuan, tindakan definitive harus di lakukan bila tidak ada fistel dan udara.
Sedangkan golongan II pada perempuan di bagi menjadi 3 kelainan yaiitu
kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada.Lubang fistel perineum
biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah
anus yang buntu menimbulkan obstipasi.Pada stenosis anus, lubang anus terletak
di tempat yang seharusnya.Tetapi sangat sempit.Evakuasi feses tidak lancar
sehingga biasanya haru segera dilakukan terapi definitive.Bila tidak ada fistel dan
pada invertogram udara.
E. Tanda dan Gejala Atresia Ani
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fisula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi berharap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fisula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rektal touche terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
2. Kerusakan uretra akibat prosedur bedah.
3. Komplikasi jangka panjang. Eversi mokusa anal dan stenosis (akibat kontriksi
jaringan perut dianastomisis).
4. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet trening.
5. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
6. Prolaps mukosa anorektal.
7. Fistula kambuhan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi).
13
G. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah
traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90%
dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki
umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan
merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis)
(Faradilla, 2009).
H. Pemeriksaan
Pemeriksaan rutin dilakukan untuk mencari kelainan janin. Lebih dari 50% penderita
mempunyai kelainan kongenital lain. Yang sering ditemukan adalah kelainan saluran
genito-urinal (30%), kelainan jantung (75%), kelainan saluran cerna misalnya, atresia
esofagus atau atresia duodenum, dan kelainan tulang.
a. Pemeriksaan khusus pada perempuan.
Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan
fistel ke vestibulum atau vagina (80-90%).
Kelompok I. Pada fistel vagina, mekonium banyak keluar dari
vagina.Evakuasi feses menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya cepat
dilakukan kolostomi.Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu.
Evakuasi muli terhambat saat penderita mulai makan makanan
padat.Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan
optimal.Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisah antara traktus urinarius,
traktus gentalis, dan jalan cerna.Evakuasi feses umunya tidak semprna
sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok
dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidk ada fistel, dibuat
invertogram, yaitu foto Rontgen diambil pada bayi diletak inversi (pembalikan
14
posisi) sehingga udara di kolon akan naik sampai di ujung buntu rektum. Jika
udara >1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Kelompok II. Lubang fistel perineum biasaya terdapat diantara vulva dan
tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di
posteriornya.Kelainan ini umumnya obtipasi.Pada stenosis anus, lubang anus
terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus dilakukan terapi definitif.
Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit, dapat
segera dilakukan pembedahan definitif. Daam hal ini evakuasi tidak ada,
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
b. Pemeriksaan khusus pada laki-laki.
Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum
dan ada tidaknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki-
laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urine dan fistel perineum.
Kelompok I. Jika ada fistel urine, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika
urinaria.Cara praktis untuk menentukan letak fistel ialah dengan memasang
kateter urine.Bila kateter terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak di
uretra karena fistel tertutp kateter.Bila dengan kateter urine mengandung
mekonium berarti fistel ke vesika urinaria.Bila evakuasi feses tidak lancar,
penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya
sama dengan pada perempuan, harus dibuat kolostomi.
Jika tidak ada fistel dan udara >1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu
dilakukan kolostomi.
Kelompok II. Fistel perineum sama dengan pada wanita, lubangnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada mebran anal biasanya tampak bayangan
mekonium dibawah selaput.Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan
terapi definitif secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada
wanita, tindakan definitif harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <
1cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan
bedah.
15
I. Penatalaksanaan Medis
Malformasi anorektal di eksplorsi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi
posterosagital atau plastic anorektal posterosagital.
Pada tindak bedah plastic anorektal posterolateral yang dimulai dari oskoksigi,
kolostomi merupakan perlindungan sementara. Ada dua tempat kolostomi yang
dianjurkan dipakai pada neonates dan bayi, yaitu transversokolostomi dan
sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang mudah dan aman adalah stoma laras ganda.
Pada pembedahan harus diperhatikan preservasi seluruh otot dasar panggul
persarafannya.
Prognosis bergantung dari fungsi klinis.Dengan khusus dinilai pengendalian defekasi,
pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rectum dan kekuatan kontraksi otot sfingter
pada colok dubur.
Fungsi kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau
sinsibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental
penderita.
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan.Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya.Untuk
kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti prineal
yaitu di buat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukann
pada bayi berusia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk
membesar pada otot otot untuk berkembang.Tindakan ini juga memungkinkan bayi
untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisinya.
abnormal
5. Beri posisi miring pada bayi
dengan panggul di tinggikan atau
telentang dengan kaki di sokong
pada sudut 90o untuk mencegah
tekanan pada jahitan perineal.
2. perubahan proses keluarga berhubungan dengan perawatan anak dengan defek fisik, hospitalisasi
Sasaran Hasil yang di harapkan Intervensi
Keluarga mengetahui Keluarga menunjukkan Ajarkan perawatan yang dibutuhkan
perawatan yang di butuhkan kemampuan untuk untuk penatalaksanaan di rumah
untuk penatalaksanaan di memberikan perawatan untuk seperti :
rumah seperti: dilatasi rektal anak di rumah 1. Dilatasi rektal bila tepat
(bila tepat), perawatan luka, 2. Perawatan luka
perawatan kolostomi, latihan 3. Perawatan kolostomi.
kebiasaan defekasi, dan Perlindungan kulitsekitar
modifikasi diet (misalnya kolostomiadalah bagian yang
serat) sangat penting dari
perawatan anak. Apabila
kulit sekitar kolostomi
teriritasi (basah atau merah),
bantu menyembuhkan area
tersebut secepat mungkin
menjadi suatu hal yang
sangat penting.
4. Lihat kebiasaan defekasi
5. Modifikasi diet (misalnya
serat)
19
Pathway
Kelainan kongenintal
Gangguan stenosisasi
pertumhbuhan
saat bayi dalam Penyampitan pada kanal
kandungananus
Pembentukan 12 dari anorektal
minggu
benjolan emrionik
Perkembangan dan migrasi kolon pada
rektal usia 7-12 minggu tidak sempurna
Abnormalitas
vagina
Tidak ada
Atresia ani pembukaan usus
besar
Fecal tidak dapat
Tidak ada pembukaan dikeluarkan
usus besar melalui
anus Intestinal
obstruksi
Feses tidak bisa keluar
Feses menumpuk
Impuls/rangsangan Pre-operasi
Resiko infeksi
Medulla spinalis
Kurang
Talamus informasi
Korteks serebral
Ansietas
Persepsi nyeri
(keluarga)
Nyeri akut
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
An.R, usia 8 bulan, perempuan, klien dibawa oleh orangtua untuk pembuatan lubang anus
sesuai dengan instruksi dokter bedah sebelumnya. Operasi PSARP akan dilakukan besok.
Kondisi saat ini BAB lancar, flatus ada, mual muntah tidak ada, produksi stoma lancar,
kembung tidak ada. Saat dilakukan pengkajian, klien tampak lemas, suhu tubuh 36,9 celsius,
Nadi 110 x/ mnt, Respirasi 30 x/mnt.orang tua klien tapak scemas menghadapi operasi
anaknya,. Orang tua tampak bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan kepada anaknya.
Anak tampak rewel, tidak mau lepas dari gendongan ibunya.Klien BAB spontan sejak lahir
namun tidak dari lubang anus melainkan dari lubang vagina (menurut persepsi orang tua saat itu).
Klien lalu dirujuk ke RSCM dan terdiagnosis Atresia ani fistel rectovestibular. Klien dilakukan
kolostomi sigmoid pada tanggal usia 3 bulan.Klien lahir pada usia kehamilan 39 minggu, spontan,
ditolong oleh bidan, dengan BBL 3000 gr, PBL 48 cm, langsung menangis. Selama hamil ibu tidak
mengalami masalah serius.
Terapi : Parasetamol 3x150 mg (k/p), Cefotaxime 2x500 mg, IVFD KaEN3B 1000 cc +KCl 25 meq,
Ventolin : Bisolvon : NaCl = 1:1:1 (2x 1cc). Pemeriksaan Penunjang :DPL: Hb: 9,8 gr/dl ; Ht
27,9 % Leukosit : 15.000 gr/dl ; Trombosit 45.000 ; LED 40 mm : Elektrolit: K: 2,56 meq/dl.
Pengkajian fisik pasca PSARP: Abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi dengan produksi
feses lancar, terdapat kemerahan pada area sekitar anus. Paska operasi tampak luka jahitan di
anus.Ibu memfiksasi posisi an.R dengan membedong bagian pinggang kebawah dengan kain
gendongan. BB 6,8 kg, TB 64 cm, klien tampak rewel dan gelisah, selalu menangis ketika
ada perawat yang datang untuk melakukan tindakan. Skala nyeri (FLACC Scale) 5. Makan
bubur/tim habis ½ porsi. Paska operasi minum bertahap. Kesadaran compos mentis, suhu
380C, frekuensi nadi 115 x/mnt, RR 36 x/mnt, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis,
bising usus normal, akral hangat, CRT <2 dtk, suara napas ronchi, terdengar batuk sesekali,
tidak terdapat nafas cuping hidung dan retraksi.
20
21
B. PENGKAJIAN
Pengumpulan data
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : An. R
Umur : 8 bulan
Jenis kelamin : perempuan
Pendidikan :-
Suku bangsa :-
Alamat :-
Tanggal pengkajian :-
Nomor Medrec :-
Diagnosa Medis : Malformasi Anorektal
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Nyeri akut post op PSARP dengan Skala nyeri (FLACC Scale) 5
b. Riwayat Penyakit Sekarang
klien dibawa oleh orangtua untuk pembuatan lubang anus sesuai dengan instruksi
dokter bedah sebelumnya. Operasi PSARP akan dilakukan besok. Kondisi saat
ini BAB lancar, flatus ada, mual muntah tidak ada, produksi stoma lancar,
kembung tidak ada. Saat dilakukan pengkajian, klien tampak lemas.
22
Pengkajian fisik pasca PSARP: Abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi dengan
produksi feses lancar, terdapat kemerahan pada area sekitar anus. Paska operasi
tampak luka jahitan di anus.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien dilakukan kolostomi sigmoid pada tanggal usia 3 bulan.Klien lahir pada usia
kehamilan 39 minggu, spontan, ditolong oleh bidan, dengan BBL 3000 gr, PBL 48 cm,
langsung menangis. Selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan
klien ataupun penyakit lainnya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Tingkat Kesadaran : compos mentis
2) GCS : 15
3) Tanda Tanda Vital
Sebelum operasi PSARP
Tekanan Darah :-
Nadi : 110 x/menit
RR : 30 x/menit
Suhu : 36,90C
Sesudah operasi PSARP
Tekanan Darah :-
Nadi : 115 x/menit
RR : 36 x/menit
Suhu : 380C
Tinggi Badan :64 cm
Berat Badan :6,8 kg
b. Pemeriksaan Fisik Persistem
1) Sistem pencernaan
Sebelum dilakukan operasi PSARP BAB lancar, tidak terdapat flaktus, tidak
ada mual muntah, produksi stoma lancar, dan tidak ada kembung.
Setelah dilakukan operasi PSARP abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi
dengan produksi feses lancer, terdapat kemerahan pada area sekitar anus.
23
Tampak luka jahitan di anus, bising usus normal, makan bubur/tim habis ½
porsi, minum bertahap
2) Sistem pernapasan
Sebelum dilakukan operasi PSARP respirasi 30x/menit
Setelah dilakukan operasi PSARP respirasi 36x/menit, suara napas ronchi,
terdapat batuk sesekali, nafas cuping hidung (-), retraksi dada(-)
3) Sistem kardiovaskular
Sebelum dilakukan operasi PSARP frekuensi nadi 110x/menit
Setelah dilakukan operasi PSARP frekuensi nadi 115x/menit, CRT< 2 detik
4) Sistem Perkemihan
-
5) Sistem Integumen
turgor kulit elastic, mukosa bibir lembab, akral teraba hangat
4. Data penunjang :
a. Hasil Laboratorium
C. Analisa data
Pembedahan
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Impuls/rangsangan
Medulla spinalis
Talamus
Korteks serebral
Persepsi nyeri
26
Nyeri Akut
Pembedahan
Terpapar infeksi
Resiko infeksi
DS : Orang tua bertanya Kelainan kongenital
tentang tindakan yang akan Ansietas (Keluarga)
dilakukan kepada anaknya dan Atresia ani
orang tua klien mengatakan
cemas terhadap operasi yang Tidak ada pembukaan
akan di lakukan pada anaknya. usus besar melalui anus
DO : orang tua klien tampak
cemas dan orang tua klien Feses tidak bisa keluar
sering bertanya
Feses menumpuk
27
Pembedahan
Pre operasi
Kurang informasi
Cemas/ansietas
E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan KriteriaHasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang 1. Agar mengetahui nyeri yang di
berhubungan dengan keperawatan, nyeri akut dapat teratasi meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi, rasakan oleh klien dan
adanya luka post dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan memberikan tindakan
operasi PSARP 1. bayi tampak tidak rewel faktor pencetus. keperawatan secara tepat.
2. FLACC SCALE 4 menjadi 0 2. observasi adanya petunjuk nonverbal 2. Agar mengetahui seberapa berat
3. bayi tampak tidak gelisah mengenai ketidaknyamanan terutama pada nyeri yang dirasakan klien
mereka yang tidak dapat berkomunikasi terutama pada anak.
secara efektif 3. Sebagai terapi farmakologi dalam
3. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian menurunkan nyeri
analgetik (parasetamol) 4. Agar mengetahui reaksi dari obat
4. monitor tanda vital sebelum dan setelah yang di berikan dan menjaga
memberikan anlgesik dalam pemberian kestabilan pasien .
dosis pertama kali atau jika di temukan
tanda-tanda yang tidak biasa
29
2. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan 1. untuk meminimalisir terhadap
berhubungan dengan keperawatan, risiko infeksi dapat pada saat memasuki dan meninggalkan infeksi yang mungkin muncul.
prosedur invasif teratasi dengan kriteria hasil : ruangan pasien 2. agar mengetahui secara dini
1. Klien bebas dari tanda dan gejala 2. monitor adanya tanda dan gejala infeksi apabila ada tanda-tanda infeksi.
infeksi sistemik dan lokal 3. agar asupan yang di berikan sesuai
2. TTV normal 3. anjurkan asupan cairan, dengan tepat dengan kebutuhan
4. ajarkan keluarga bagaimana cara 4. untuk meminimalisir terhadap
3. leukosit dalam batas normal
menghindari infeksi infeksi yang mungkin muncul pada
5. periksa kondisi setiap sayatan bedah atau klien.
luka 5. agar mengetahui jenis sayatan dan
6. kolaborasi dalam pemberian terapi antibiotik memudahkan dalam perawatan luka
yang sesuai 6. sebagai terapi farmakologi dalam
menimalisir pertumbuhan bakteri
3 Ansietas (Keluarga) Setelah dilakukan tindakan 1. berikan informasi faktual terkait diagnosis, 1. Agar keluarga mengetahui
berhubungan dengan keperawatan, ansietas (keluarga) dapat perawatan dan prognosis. denganjelas tentang kondisi dan
perubahan status teratasi dengan kriteria hasil : 2. ciptakan atmosfer rasa aman untuk perawatan yang di berikan pada
kesehatan meningkatkan kepercayaan klien.
1. Keluarga klien tidak cemas lagi 3. dukung penggunaan mekanisme koping yang 2. Agar keluarga lebih tenang dan
terhadap tindakan dan perawatan sesuai percaya terhadap tindakan yang
yang akan diberikan pada anak. 4. berikan terapi komplementer berupa diberikan.
2. Keluarga klien mengetahui 3. Untuk menciptakan mekanisme
30
tentang tindakan yang akan dukungan psikologis kepada orang tua koping yang adaptif.
diberikan. 4. Agar orang tua klien dapat
memahami terkait prosedur dan
dapat merawat anaknya dalam
perkembangan kognitif anak
sesuai dengan tahapan usia.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang
keluar.Aterisia ani adalah tidak lengkap nya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal.
Etiologi secara pasti atresia ani belum di ketahui, namun sebaguan besar kelainan bawaan
anus disebabkan oleh kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu/3 bulan.Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah
usus, rectum bagian distal serta traktus urogenitalis.
Tanda dan gejalanya biasanya diawali dengan: Mekonium tidak keluar dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran,Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada
bayi,Mekonium keluar melalui sebuah fisula atau anus yang salah letaknya.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan
pembaca.Selanjutnya kami pembuat makalah mengharapkan kritik dan saran pembaca dan
dosen demi kesempurnaan makalah ini.
31
DAFTAR PUSTAKA
Arif, mansjoer.( 2010 ). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI.
Nurhayati, Dede dan Ai Mardiyah dkk. 2017. Jurnal tentang kualitas hidup anak usia toddler
paska kolostomi di Bandung. Vol. 2 No.2 November 2017 [online 1 november 2018]
Wong, D., Hockenberry-Eaton M., Wilson D., Winkklestein Marilyn., Schwart, Patricia.(
2009 ). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester
(Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.