Anda di halaman 1dari 4

DIAGNOSA DHF

Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah
melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk
melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen
virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun
karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
dengue berupa antibodi total, lgM maupun lgG.-lebih banyak

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

1. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45 %
dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang
pada fase syok akan meningkat.
Pada kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai lekopenia
ringan.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel
lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan faktor konversi jumlah lekosit per µ/l darah
(R.Ganda Soebrata,2004).
2. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma biru 4 % dengan
berbagai macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan blastoid. Terdapat limfosit Monositoid
mempunyai hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan IgG positif, dan limfosit non monositoid
(plasmositoid dan blastoid) dengan derajat penyakit I dan IgM positif. (E.N Kosasih,1984).

Prinsip: Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100 sel jenis-jenis lekosit.Penderita DHF
sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan karna limfosit merupakan satu-satunya sel
tubuh yang mampu mengenal antigen secara spesifik dan mampu membedakan penentu antigenik,
sehingga respon imunnya bersifat spesifik. Respon imun spesifik adalah reaksi tubuh terhadap
antigen mencakup rangkain interaksi selluler yang di ekspresikan dengan panyebaran produk-
produk sel spesifik. Sel yang berperan dalam respon imun spesifik adalah limfosit, yaitu limfosit B
dan limfosit T. Limfosit yang normal berukuran kecil, kira-kira sebesar eritrosit, berbentuk bulat
dengan diameter 8-10 µ. Inti limfosit penuh hampir mengisi sebagian besar dari ukuran sel,
kromatin padat dan berwarna biru, sitoplasma tidak mengandung granula (A.V.Hoffbard 1996).
Limfosit yang berstimulasi dengan antigen akan mengalami perubahan struktural dan biokimia.
Istilah yang biasa untuk menggambarkan perubahan morfologi tersebut antara lain limfosit plasma
biru, limfosit reaktif, limfosit atipik. Limfosit Plasma Biru adalah mononucleus yang besar dengan
kromatin nucleus yang homogen dan halus dengan sitoplasma biru tua dan bervakuola, berdiameter
20µ. Jumlah limfosit plasma biru yang ditemukan pada preparat darah hapus untuk penyakit DHF
biasanya 4 % dan apabila dilakukan pemeriksaan lmfosit plasma biru pada buffy coat akan terlihat
lebih banyak / meningkat 20% - 50%. (Imam Budiwiyono,2002) Peningkatan jumlah limfosit
atipik/limfosit plasma biru 4 % di daerah darah tepi dan

3. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa sebagai
pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah
trombosit tersebut normal atau menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /µl atau kurang
dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang pada
pemeriksaan hapusan darah tepi.

Prinsip: Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel
trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung dengan menggunakan faktor konversi
jumlah trombosit per µ/l darah (R.Ganda Soebrata,2004)

4. Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit > 20%
dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang merupakan
indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih dari 20%. Pemeriksaan kadar
hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan mikro.
Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut
dengan % dari volume darah itu (R.Ganda Soebrata,2004).
5. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan
yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup kebocoran dinding
pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah
trombosit dalam darah akan menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu
perdarahan dan pembekuan menjadi memanjang.Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana
terjadinya perdarahan setelah dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya
perdarahan tersebut secara spontan. (R.Ganda Soebrata,2004).
Pemeriksaan waktu pembekuan juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan hemostatis.
Prinsip : Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur waktunya mulai dari keluarnya
darah sampai membeku. (R.Ganda Soebrata,2004).
6. Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
7. SGOT/SGPT dapat meningkat.
8. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
9. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
10. Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
11. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan lgM dan lgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
lgG: pada infeksi primer, lgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder lgG mulai
terdeteksi hari ke-2.
12. Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini
digunakan untuk kepentingan surveilans.
13. NS 1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke delapan.
Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% - 93,4% dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan
spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya
infeksi virus dengue.

Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama padahemitoraks kanan tetapi apabila terjadi
perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto
rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah
kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
Demam Dengue (DD) probable dengue. Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari,
ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
 Nyeri kepala.
 Nyeri retro-orbital.
 Mialgia
 Artralgia.
 Ruam kulit.
 Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).
 Leukopenia.(leuko < 5000)
 Trombosit <150.000
 Hematokrit naik 5-10%

Dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi
pada lokasi dan waktu yang sama.
Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi :
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekirnosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat
lain.
- Hematemesis atau melena.
 Trombositopenia (jurnlah trombosit <100.000/ul).
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut : -
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah ditemukan
kebocoran plasma pada DBD.

Anda mungkin juga menyukai