Anda di halaman 1dari 6

Oral Manifestations of Tuberculosis: Step towards Early Diagnosis

ABSTRAK
Tuberkulosis, yang sudah mendunia ini, merupakan penyakit infeksi kronis yang dapat
mempengaruhi bagian tubuh manapun termasuk rongga mulut. TB biasanya mempengaruhi
paru-paru, basil TB dapat menyebar di pembuluh darah ke bagian tubuh yang lain, termasuk
mandibular dan maksila. TB dapat muncul di mulut termasuk lidah dengan bentuk dan ciri-
ciri yang tidak biasa. Lesi oral, meskipun jarang, sangat penting untuk dilakukan diagnosis
awal dan pecegahan tuberkulosis primer.
KATA KUNCI: Bacille Calmette Guerin (BCG), lesi sekunder, inokulasi

PENDAHULUAN
Tuberkulosis ialah penyakit granulomatosa kronis yang disebabkan oleh berbagai strain
mikobakteri, biasanya Mycobacterium Tuberculosis pada manusia1. Robert Koch, seorang
dokter dari Jerman, menemukan basil tuberculosis pada tahun 1882. TB sudah menjadi
masalah utama kesehatan di seluruh dunia selama berabad-abad. Meskipun prevalensinya
menurun sejak sepuluh tahun yang lalu, prevalensinya masih tinggi di Asia. India tercatat
hampir sepertiga dari total menderita tuberkulosis. Secara klinis dapat berbegai bentuk yang
muncul, namun dengan menurunnya jumlah penderitanya, lesi tuberkulosis di rongga mulut
menjadi semakin jarang sehingga sering dilewatkan dari diagnosis diferensial3,4.
Meskipun manifestasi oral dari tuberkulosis jarang muncul, tetapi telah dilaporkan sebanyak
0,1-5% dari seluruh infeksi TB. Lesi ini biasanya inokulasi sekunder dengan sputum yang
terinfeksi atau karena penyebaran darah.
Saat ini manifestasi oral TB muncul kembali seiring dengan banyaknya yang lupa akan
infeksi ekstrapulmonari yang merupakan konsekuensi dari terjangkit dan munculnya
resistensi obat TB serta munculnya sindrom acquired immune-deficiency5.
Tinjauan ini merupakan usaha untuk menilai kebutuhan diagnosis awal manifestasi dan gejala
dari TB di rongga mulut seperti yang sudah didokumentasi sebelumnya. Tidak berlebihan jika
dibilang identifikiasi dental dari lesi tuberkulosis berpotensi membantu dalam mengkontrol
penyakit yang berbahaya dan fatal ini.
LATAR BELAKANG
Sejarah TB dimulai dari 15.000 hingga 20.000 tahun yang lalu. Ditemukan sebuah relik mesir
kuno, cina, dan india. Arkeologis telah mendeteksi tuberkulosis tulang belakang sebagai
penyakit Pott di mumi mesir6. Jaman dahulu disebut dengan rajanya penyakit. Di abad ke 18,
mencapai puncaknya dimana 900 kematian per 100.000 dan disebut dengan wabah. Penyakit
tersebut menimbulkan stigma di masyarakat dan dibandingkan dengan ‘lahapan naga’ di
beberapa bagian eropa.
Setelah Robert Koch mendemonstrasikan kausatif organisme di 1882, Edward Livingson
Trudeau di tahun 1884 memulai konsep isolasi pasien dari masyarakat, merawat mereka
dengan istirahat dan pemberian nutrisi6. Asosiasi Tuberkulosis Nasional (Asosiasi Paru
Amerika) terbentuk6.
Selanjutnya, Bacillus Calmette Guerin ditemukan oleh Albert Calmette dan Camille Guerin di
Lille, Perancis tahun 1908. Ditemukan pertama di tubuh manusia tahun 1921. Hal ini
mengakibatkan revolusi dan saat ini vaksin masuk ke dalam daftar obat-obatan yang penting
untuk sistem kesehatan dasar oleh WHO.
Meskipun demikian insidensi tuberkulosis mengalami kejatuhan saat ini, pemberantasan yang
tuntas tampaknya sangat sulit dikarenakan infeksi konkomitan dari HIV dan membentuk
resistensi bakteri TB.
BEBAN GLOBAL TERHADAP PENYAKIT DAN PREVALENSI
Berdasarkan laporan WHO terbaru (2013), hamper 8,6 juta orang di seluruh dunia terinfeksi
oleh TB. Terdapat sekitar 1,3 juta kematian terkait TB di seluruh dunia.
Diestimasi 1,1 juta dari 8,6 juta yang menderita TB di tahun 2012 merupakan positif HIV.
Sekitar 75% kasus ini berada di benua Afrika.
HIV-1 terkait TB hingga menjadi endemik di negara-negara Afrika. Prevalensi dan insidensi
TB mirip di pasien yang positif HIV maupun tidak, namun resiko TB aktif meningkat hanya
untuk subjek yang seropositif. Meningkatnya masalah dengan TB mungkin akan berlanjut
dikarenakan munculnya MDR dari M.TB, yang menjadi ancaman utama terutama pasien
dengan infeksi HIV dan AIDS yang tingkat kematiannya tinggi.
Secara keseluruhan di 2012, diperkirkan 4,5 juta orang mengalami MDR-TB (Multi-drug
resistant Tuberculosis) dan diestimasi 1,7 juta kematian dikarenakan MDR-TB.
Kebanyakan kasus di tahun 2012 berasal dari Asia (29%), Afrika (27%), dan Paisifik Barat
(19%). India dan Cina sendiri terhitung masing-masing 26% dan 12% dari seluruh kasus7.
Lesi tuberkulosis oral sangat jarang muncul. Berdasarkan beberapa penelitian insidensinya
telah dilaporkan 0.5-1% dari seluruh pasien TB.
Saliva dianggap berperan penting yang mengakibatkan tertundanya lesi oral, meskipun
jumlah basili yang ada di sputum berkontak dengan mukosa oral yang menjadi tipikal dari TB
paru. Faktor lain yang menyebabkan resistensi rongga oral terhadap TB karena adanya
saprophytes, resistensi otot lurik terhadap invasi bakteri, dan ketebalan epitel pelindung.
Dipercayai bahwa organisme masuk melalui lubang kecil di permukaan epitel yang menjadi
lokasi kolonisasi bakteri. Faktor lokal yang memfasilitasi invasi mukosa oral ialah kebersihan
mulut yang buruk, leukoplakia, trauma lokal, dan iritasi akibat mengunyak cengkeh, dan lain
lain. Inokulasi diri oleh pasien biasanya diakibatkan oleh sputum yang terinfeksi atau oleh
penyebaranhematogen atau limfatik8-10.
Kondisi yang memicu penyakit ini ialah migrasi penduduk, penggunaan obat-obatan
terlarang, kesehatan dan kebersihan yang buruk, kemiskinan. Infeksi virus seperti HIV
dengan atau tanpa AIDS mengakibatkan imunosupresi yang menjadi fakor resiko terjadinya
TB11.
MANIFESTASI ORAL TUBERKULOSIS
Lesi TB oral dapat berupa primer dan sekunder dalam tampilannya. Lesi primer sangat
jatrang, muncul pada pasien yang lebih muda, dan tampak sebagai ulkus tunggal tidak sakit
dengan pembengkakan kelenjar limfonodi. Lesi sekunder sering dijumpai sering berkaitan
dengan penyakit paru, biasanya dengan tampakan ulkus tunggal, indurasi, irregular, sakit,
yang dilapisi dengan eksudat inflamasi di pasien dengan berbagai usia, lebih sering di pasien
usia paruh baya dan pasien lansia8,12.
TB oral muncul di lokas manapun di mukosa oral, tapi yang paling sering terkena di lidah.
Lokasi lain di palatum, bibir, mukosa bukal, gingiva, tonsil palatine, dan dasar mulut.
Glandula saliva, tonsil, dan uvula juga sering terkena. TB oral primer dapat berupa ulkus
tidak sakit dengan durasi yang lama dan pembesaran region limfonodi13.
Lesi oral dapat muncul dengan berbagai bentuk seperti ulkus superfisial, patche, lesi indurasi,
atau lesi di dalam rahang yang berbentuk TB osteomyelitis atau radiolusensi tulang
sederhana14,15. Dari semua bentuk lesi oral, bentuk ulkus yang paling sering muncul 15,16.
Sering terasa sakit tapi tidak ada pengkejuan linfonodi.
Lesi oral dari TB tidak spesifik di penampakan klinisnyadan sering terlewat dari diferensial
diagnosis, terutama ketika lesi oral muncul sebelum gejala sistemik muncul.
Keterkaitan gingiva primer lebih sering muncul di anak-anak dan reamaja daripada dewasa.
Biasanya muncul sebagai ulkus indolen tunggal yang tidak sakit, dengan pelebaran dari
margin gingivake kedalaman vestibulum, sering berkaitan dengan pelebaran limfonodi
servikal. Bisa tunggal maupun multiple, nyeri atau tidak biasanya muncul ulkus irregular,
berbatas tegas di kelilingi eritema tanpa indurasu dan lesi satelit sering ditemukan17.
Ketika muncul oral TB sebagai lesi primer, manifestasi yang paling sering muncul ialah ulkus
di lateral margin lidah yang berlokasi di area yang berlawanan dengan bagian yang kasar,
tajam, gigi yang patah atau daerah iritan lainnya. Pasien dengan lesi oral tubercular sering
memiliki riwayat trauma. Daerah yang sering dikenai trauma menjadi lokasi favorit
Mycobacterium yang berkaitan dengan penyakit18. Ulkus dalam tubercular pada lidah muncul
dengan material mucus di dasarnya. Lesi di lidah ini dikarakteristikkan dengan nyeri yang
progresif dan tak kunjung berkurang yang mengganggu saat pemasukan nutrisi dan istirahat.
Biasanya ulkus tubercular di liah meliputi ujung, tepi, dorsum, dan dasar lidah. Lesi tersebut
irregular, pucat, dan lebam disertai dengan tepi terbalik dan granulasi di dasarnya serta
jaringan yang mengelupas19.
Peningkatan jumlah kasus TB, bentuk-bentuk lesi yang tidakbiaa di rongga mulut akan
muncul dan dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Meskipun langka, dokter dan dokter
gigi harus sadar akan lesi oral dari TB dan memasukkannya ke dalam diagnosis diferensial
dari ulkus oral. TB di rongga mulut menstimulasi lesi kanker dan lesi seperti ulkus traumatic
lainnya, ulkus aptosa, actinomycosis, ulkus sifilis, atau Wegener's granuloma. Ulkus
traumatik, yang muncul di area iritasi kronis dari tonjol gigi yang tajam atau protesa, tampak
akut dan lunak. Sumber iritasi juga bisa menjadi bukti pemeriksaan. Ulkus kronik dengan
indurasi harus dibedakan dari karsinoma, lesi TB yang lain di leher dan kepala, mereka akan
tampak sama dan sering berkesinambungan.
PERAN ORAL PATOLOGIS
Klinisi sulit untuk membedakan oral TB dari kondisi lainnya dari tanda dan gejala klinis saja.
Ketika mengevaluasi ulkus kronik, indurasi klinisi harus mempertimbangkan diferensial
diagnosis dari proses infeksi seperti sifilis primer, penyakit jamur dalam, dan proses non
infeksius seperti ulkus traumatic kronis dan karsinoma sel squamor. Jika tidak ada masalah
sitemik yang berkaitan dapat dilakukan biopsi jaringan dan pemeriksaan bakteriologi dengan
kultur untuk diagnosis definitif. Efisiensi penampakan acid fast bacilli di spesimen sangat
rendah, dikarenakan biopsy oral sedikit adanyan basil tuberkulus.
Berdasarkan berbagai penelitian hanya sedikit (7.8%) spesimen histologi yang menunjukkan
positif acid fast bacilli. Oleh karena itu hasil negatif tidak membantu menghilangkan
kemungkinan TB. Perhatian lain ialah munculnya infeksi mycobacterium sebagai bagian dari
AIDS. Jumlah limfosit yang rendah dan granuloma epiteloid non-caseating atipikal terlihat di
pemeriksaan histologis mengindikasikan kasus imunokompromise. Secara histologi pasien
imunokompromise dapat tidak menunjukkan granuloma atau pengkejuan. Hal ini dapat
mengakibatkan masalah dalam mendiagnosis tuberkulosis. Meskipun pasien dalam kasus ini
menunjukkan hasil negatif untuk rapid assay, infeksi HIV belum sepenuhnya dapat
dikesampingkan.
Pemeriksaan yang lebih lanjut dengan western blot untuk mengetahui AIDS tidak dapat
dilakukan karena pasien kurang kooperatif.
Pemeriksaan radiologi di dada dan tes kulit Mantoux wajib dilakukan untuk mengetahui
adanya TB.
Biopsi lesi oral merupakan tes penentu namun kebanyakan kasus sekali biopsi tidak cukup
karena perubahan granulomatosa yang tidak ada di lesi awal. Lesi biasanya akan nampak
dengan biopsi yang berulang. Diagnosis diferensial dibuat dengan identifikasi granuloma
caseating berasosiasi dengan sel-sel epitheloid dan sel raksasa tipe Langerhans selama
pemeriksaan histlogis dari jaringan yang dibiopsi. Biopsi yang lebih dalam tidak akan
menunjukkan etiologi dikarenakan hiperplasi epitel.
Aspirasi sitologi jarum kecil sangat spesifik dan alat yang sensitif untuk identifikasi parotitis
dan/atau TB di glandula saliva20.
Riwayat yang disebutkan oleh pasien dan klinsi serta hasil pemeriksaan radiologi memegang
peran penting dalam diagnosis TB. Tetapi penegasan dari pemeriksaan laboratorium dan
melalui pemeriksaan histopatologi yang paling penting untuk diagnosis, dengan kultur
mikroorganisme didapatkan bukti dari suatu penyakit.
PERAWATAN
Perawatan lesi oral TB sama dengan sistemik TB. Saat ini obat yang paling efektif ialah
kombinasi antara empat obat (isoniazid, rifampicin, pyrazynamide, dan ethambutol) diberikan
setiap hari dalam 2 bulan pertama, diikuti dengan tambahan empat bulan hanya dengan dua
obat (isoniazid dan rifampicin)14. Kerumitan dari obat-obatan ini membuat World Health
Organization (WHO) mengeluarkan strategi baru untuk kontrol TB yang dikenal dengan
“directly observed therapy, short course” (DOTS) di tahun 1997. Komponen sentral dari
strategi ini yaitu pengamatan langsung, oleh personel yang terlatih, yang memastikan pasien
patuh dengan jadwal minum obat serta mengurangi resisten obat. Namun strategi ini juga
meningkatkan biaya perawatan dan membuat terapi TB lebih tidak nyaman.
Mengkontrol TB itu sulit dikarenakan 2 faktor utama: persisten dan resisten. Berdasarkan
fakta tersebut antibiotik tersedia, M. tuberculosis sangat persisten, kemungkinan dikarenakan
bakteri menginduksi inflamasi kronis yang mengasingkan di dalam jaringan, melindunginya
dari paparan obat21. Maka dari itu obat harua diperpanjang untuk sepenuhnya menghancurkan
bakteri dan mencegah kambuh kembali
Resistensi obat adalah hasil mutasi genetik yang mengakibatkan kerentanan obat menurun
secara terus menerus. Meskipun resisten terhadap satu jenis obat tidak membuat terapi tidak
efektif, resisten terhadap banyak obat yang mengakibatkan TB lebih mahal dan sulit untuk
ditangani21. Dengan alasan ini kebutuhan obat yang lebih baru dan efektif yang dapat
mencapai berbagai tujuan dalam kontrol TB sangat penting22.
Terdapat dua jenis resistensi biasanya diamati dalam konteks TB; MDR (multidrug resistant
TB), XDR (Extensively drug resistant). MDR-TB definisi dari resistensi Mycobacterium
tuberculosis (M. tuberculosis) terhdapa obat garis pertama anti-TB, isoniazid dan rifampicin
Sementara itu XDR-TB memiliki resistensi tambahan terhadap obat garis kedua, obat yang
disuntikkan (aminoglycosides dan/atau cyclic polypeptides-capreomycin, kanamycin dan
amikacin) dan fluoroquinolones.
Kebutuhan waktu digunakan untuk memanjangkan jarak perawatan dengan meningkatkan
pemberian agen yang sudah ada atau mengenalkan obat yang baru.
Potensi agen yang baru seharusnya mengurangi durasi perawatan, memiliki profil toleransi,
aktif melawan MDR/XDR TB, dapat digunakan pasien HIV dengan TB, dan dapat melawan
TB laten.
Berbagai obat baru yang dikenalkan di pasar saat ini menjanjikan menjadi alternative yang
lebih baik seperti, grup Nitroimadazoles (PA 824, OPC 67683), Diarylquinolines (TMC 207
atau Bedaquiline atau J compound)23, Oxazolidinones (PNU-100480 dan AZD5847), SQ109,
Phenothiazines (Thioridazine), LL385824.
PENCEGAHAN UNTUK TENAGA KESEHATAN GIGI
Klinik gigi memiliki potensi penyebaran berbagai infeksi dari pasien ke dokter gigi, antar
pasien, serta dokter gigi ke pasien dikarenakan dekatnya jarak hidung dan mulut pasien.
Sebuah batasan harus dibuat untuk mencegah transmisi infeksi dan membua prosedur aman
dari ancaman infeksi.
Pengambilan riwayat TB harus detil untuk mengetahui apakah pasien sedang dalam
perawatan aktif, pasien yang aktif TB tanpa dilakukan perawatan mapun sebelumnya pernah
terinfeksi namun saat ini sedang tidak sakit. Pasien aktif yang tidak dirawat memiliki resiko
tertinggi untuk pekerja kesehatan gigi25.
Pekerja kesehatan gigi memiliki resiko konstan untuk terkena TB karena terciprat, dari udara
mapun darah yang terinfeksi. Perawatan gigi untuk pasien yang aktif TB harus dibatasi hanya
untuk yang darurat dan prosedur yang penting saja.
Banyak kasus yang tersebar melalui udara, darah, atau dapat melalui kontak cairan tubuh dan
tidak mungkin diketahui pasien mana yang terinfeksi,sehingga penting untuk menghindari
kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, membran mukosa. Standar tinggi utnuk
desinfesi dan sterilisasi instrument harus tetap dijaga.
Seperti yang diketahui pasien TB aktif, ruang isolasi TB yang dilengkapi dengan evakuasi
udara yang efektif, dengan pembuangan ke luar atau HEPA filter jika diperlukan resirkuasi
dengan volume suction untuk prosedur apapun meminimalkan aerosol. Suction portable harus
dihindari.
Rubber dam dapat digunakan untuk meminimalkan kontak aerosol, namun jika batuk muncuk
rubber dam tidak boleh digunakan.
Menjaga kebersihan tangan, peralatan pelindung (pelidung mata, masker, headcaps, sarung
tangan and surgical gowns) dan prosedur sterilisasi yang baik harus dipatuhi. Masker standar
tidak dapat mencegah transmisi TB; pekerja kesehatan gigi harus menggunakan masker.
Masker harus diganti secara regular, antar kunjungan (antar pasien) dan antar perjanjian
(selama perawatan) jika maskernya basah.
Barang yang dapat terkontaminasi merupakan berpotensi menjadi sumber paparan, dengan
meminimal kontaminasi sebisa mungkin, anggota tim kesehatan gigi meminimalkan resiko
terpapar dengan material infeksi dan sebaliknya, potensi untuk transmisi penyakit
Peralatan pelindung muka yang dapat digunakan kembali (pelindung mata atau pelindung
wajah) hars dibersihkan dan desinfeksi antar kunjungan pasien. Handpiece dan instrument
lainnya harus dibersihkan dan di autoklaf secara berkala.
Sarung tangan harus digunakan saat melakukan pengambilan gambar radiograf, memegang
dan memindahkan specimen biopsi, protesa.
Tujuan dari program kontrol infeksi di kedokteran gigi untuk memberikan lingkugan kerja
yang aman dan mengurangi resiko baik bagi tenaga kesehatan dan pasien serta paparan antar
tenaga kesehatan26.
DISKUSI
Sejumlah dokter gigi dan konsultan otolaringologi di India tidak memiliki banyak
pengalaman dengan tuberculosis di jalur atas aero digestif. Dikarenakan presesntasi klinis lesi
tersebut tidak spesifik dan sering diabaikan dalam diferensial diagnosis. Sangat sering lesi
oral muncul sebelum diketahui penyakit sistemiknya27.
Lesi oral tuberculosis dapat primer atau sekunder, lesi sekunder lebih umum terjadi. Lokasi
yang paling sering terkena ialah lidah, gingiva, dasar mulut, mukosa bukal. Dorsum lidah
tempat yang paling sering muncul ulkus stelata. Ulkus tersebut juga dapat muncul di lidah
sebagai makrogosia, sekitar jalur atas areodigestif sebagai parotitis, lesi intra osseus,
pembengkakan preaurikular serta trismus, trakeitis, dan laringitis28.
Diagnosis lesi-lesi ini menjadi sulit ketika lesi-lesi lain seperti ulkus aptosa, ulkus traumatik,
ulkus sifilis, atau karsinoma sel skuamos menjadi yang pertama dipikirkan dalam suatu
diferensial diagnosis sebelum menjurus ke tuberkulosis, sehingga mengarahakan ke
misdiagnosis28. Bahkan saat pemeriksaan histologi kita melihat lesi granulomatosa kita akan
menyebutnya entitis seperti sarkoid, Crohn’s disease, cat scratch disease, reaksi benda asing,
sifilis tersier, dan sindrom Melkersson Rosenthal.
Berdasarkan fakta yang ada, pemeriksaa laboratorium memiliki peran penting dalam
menetapkan suatu penyakit.
Penetapan diagnosis tuberculosis dengan adanya Acid Fast Bacilli dalam specimen atau dapat
juga disimpulkan dengan kultur basil tuberkulosis29. Kultur sputum dan radiografi merupakan
model lain untuk menetapkan diagnosis.
Protokol pengambilan biopsi yang lebih dalam juga dapat meringankan pekerjaan. Langkah-
langkah yang diperintahkan harus dilakukan untuk mengatahui sistemik TB seperti ronsen
dada dan Mantoux skin test.
Pemberian antituberkulosis standar, dengan antibiotik seprti isoniazid, rifampisisn,
pyrazinamide, dan ethambutol selama 6 bulan, merupakan cara utama untuk mencegah lesi
tuberkulosis.
KESIMPULAN
Kami menyimpulkan bahwa insidensi lesi oral di kasus tuberkulosis sangat sedikit, sehingga
setiap lesi oral yang persisten dan atipikla harus diperika secara teliti untuk menetukan dan
mencegah penyakit sejak dini. Mencegah penyakit sejak dini akan menurunkan kematian
pasien.
Menjadi tugas dokter gigi untuk menyertakan TB dalam diagnosis diferensial pada lesi oral
yang mencurigakan untuk menghindari tertundanya perawatan untuk penyakit ini.

Anda mungkin juga menyukai