DISUSUN OLEH :
Herliena Dyah Indriani 10/298821/KG/8652
Indah Chairunnisa 10/299223/KG/8684
Rizka Triana 10/299553/KG/8710
Greta Fauziah 10/304982/KG/8773
Sulistyaningsih 10/299662/KG/8721
PENDAHULUAN
lain. Potensi untuk terjadinya infeksi silang sangat tinggi terjadi pada perawatan
menyebar jika kriteria untuk terjadinya penyebaran infeksi terpenuhi yaitu: adanya
Jika satu dari kriteria yang telah disebutkan tidak ada, maka dapat
infeksi ialah untuk menghilangkan satu atau seluruh penyebab terjadinya infeksi.
Prosedur – prosedur yang dapat mencegah terjadinya infeksi silang antara pasien
dan tenaga kesehatan harus selalu dilakukan. Hal ini dikarenakan seseorang yang
melalui darah, dan dampak yang muncul, penularan lewat pernafasan dan
PEMBAHASAN
A. HEPATITIS
Penularan hepatitis dapat terjadi melalui transfusi darah, paparan alat yang
terkontaminasi pada kulit, dan kontak darah. Penularan lain dapat terjadi melalui
kontak seksual dan jalur perinatal atau idiopatik. Gejala awal hepatitis yaitu
malaise, mudah lelah, anoreksia yang terjadi selama 1-2 minggu. Infeksi akut dari
hepatitis dapat menunjukkan tanda dan gejala antara lain, mual, muntah, sakit
perut, dan penyakit kuning, sedangkan infeksi kronis yaitu penyakit hati kronis
seperti sirosis dan kanker hepatoseluler. Hepatitis yang paling umum terdiri atas
banyak ditemui dalam praktik dokter gigi terutama melalui darah, saliva dan
Manifestasi oral dari hepatitis yaitu lichen planus, sjorgen syndrome, dan
sialadenitis. Gangguan hemostatis yang terjadi pada pasien dengan penyakit hati
dapat bermanifestasi dalam rongga mulut yaitu berupa petekie atau perdarahan
giginva yang hebat walau hanya dengan trauma minor apabila terjadi pada area
yang mengalami inflamasi. Hemoragi yang parah pada pasien hepatitis dapat pula
pada pasien akan menunjukkan hasil posistif HBsAg positif. Pasien hepatitis juga
Kondisi xerostomia yang disertai dengan kebersihan mulut yang buruk dapat
pasien dengan xerostomia yaitu mengemut permen bebas gula dan pasien
disarankan untuk tidak makan makanan yang pedas dan panas serta penggunaan
Masalah utama yang dihadapi seorang dokter gigi yaitu kontak antara
pasien hepatitis dengan dokter gigi dan pasien lain, risiko perdarahan, dan
toksisitas (Setio dkk., 2013). Peningkatan kasus dan prognosis hepatitis yang
terhadap infeksi tersebut. Menghindari paparan darah adalah cara utama untuk
harus diberikan 1 bulan setelah dosis pertama; dosis ketiga harus diberikan
setidaknya 2 bulan setelah dosis kedua (dan minimal 4 bulan setelah dosis
berikan 3 dosis pada 0, 1, dan 6 bulan; alternatif 4 dosis Jadwal Twinrix, diberikan
pada hari ke 0, 7, dan 21-30 diikuti dengan dosis penguat pada bulan ke-12 (Vyas
dkk., 2014).
Apabila seseorang telah terpapar virus hepatitis, hal yang dapat dilakukan
adalah mencuci luka tanpa gerakan mengusap secara hati-hati karena dapat
sabun dan air atau dengan menggunakan disinfektan yang mempunyai efektivitas
tinggi dalam melawan virus yaitu larutan iodin atau klorin. Beberapa penulis juga
Hal yang perlu dilakukan sebelum melakukan perawatan terhadap pasien hepatitis
B dan C, yaitu;
pasien
sehingga apabila akan dilakukan tindakan invasive maka perlu dilakukan tes
local seperti selulosa regenerasi dan oksidasi dan agen fibrinolitik (asam
traneksamat, plasma, platelet, dan vitamin K). Pasien penyakit hati biasanya
interaksi obat. Pemberian analgesik, antibiotik dan anastesi local masih dapat
langsung seperti hati. Rokok menginduksi 3 efek samping utama pada hati,
TNFa) yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel hati. Hal tersebut
limfosit. Merokok juga meningkatkan serum dan zat besi pada hati yang
menginduksi stres oksidatif dan peroksidasi lipid yang mengarah aktivasi sel
(HCC) pada pasien dengan virus hepatitis maupun infeksi virus independen
(El-zayadi, 2006).
B. HIV
infeksi HIV. Sel CD4 adalah salah satu jenis dari limfosit (sinonim jumlah
cel T4 atau helper cells) yang berkorelasi dengan status imun pasien. Jumlah
normal untuk orang dewasa adalah 750-1000 sel/ml. Pasien dengan jumlah
sel CD4 kurang dari 200 sel/ml beresiko terhadap penyakit yang berasosiasi
Tes virus digunakan untuk melihat jumlah virus RNA didalam plasma.
ditubuh. Tes virus juga digunakan sebagai indikator prognosis, ketika nilainya
tinggi maka resiko penurunan jumlah sel CD4 dan perjalanan penyakit
nilai yang rendah maka perjalanan penyakit masih rendah (Barron, 2003).
Bagi para dokter gigi, jumlah sel CD4 bisa dijadikan indikator status
imun pasien. Tes viral tidak bisa dijadikan indikator dalam perawatan dental.
Jumlah virus yang tinggi bisa diartikan pasien sedang dalam kondisi awal
penyakit yang asimptomatik. Sedangkan jumlah viral yang rendah pasien bisa
marker dari kesehatan umum pasien tersebut mampu membantu dokter gigi
melihat resiko dari progress penyakit tersebut. Dokter gigi bisa sebagai
reminding pada pasien untuk follow up dari hasil tes lab yang seharusnya
rutin setiap 3 bulan sekali, karena ketika obat tidak rutin dikonsumsi bahkan
terlewatkan dalam sebulan bisa mengakibatkan virus menjadi resisten
(Barron, 2003).
candidiasis yang berkorelasi dengan jumlah sel CD4 yang rendah yaitu
(Greenspan, 2000). Kondisi yang biasanya terjadi sebagai tanda awal infeksi
HIV adalah oral candidiasis, oral hairy leukoplakia, severe herpetic ulcers,
Kaposi’s sarcoma) adalah indikator klinis wajar pada pasien yang mengalami
(Bonito, 2002)
khusus untuk pasien yang terinfeksi HIV, pedoman umum adalah sebagai
berikut:
luka.
3. Disarankan adanya sikap proaktif terhadap pasien dengan HIV seperti
perawatan pencegahan
4. Perencanaan dan prioritas perawatan gigi merupakan tahap penting untuk
yang terkait dengan lesi oral. Seperti pasien imunosupresan lainnya yaitu pasien
kanker, nutrisi yang tepat sangat penting untuk menjaga kenyamanan pasien
makan. Perawatan pasien dengan analgesic untuk mengurangi nyeri pada oral lesi
merupakan hal penting dan perlakuan yang dilakukan sama dengan pasien HIV
negative. Perawatan lainnya bisa berupa pemberian tetesan lemon untuk merawat
pasien dengan keluhan mulut kering sebagai efek dari HAART (Highly Active
fluconazole karena nyaman bagi pasien dan juga mampu memenuhi nutrisi pasien
(Goldman, 2005).
C. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis
yang merupakan bakteri BTA (Basil Tahan Asam). Sifat bakteri ini sangat
menular. Bakteri tersebut masuk ke dlam paru-paru dan menyebar sistem tubuh
lama kontak dengan droplet, dan kedekatan pasien dengan penderita TB yang lain
Gejala umum TB adalah berat badan turun dalam waktu 3 bulan dan tidak
naik dalam 1 bulan disertai demam berkepanjangan. Gejala pada saluran nafas dan
saluran cerna dirassakan batuk cairan, nyeri di dada, diare, cairan dan masa di
2007).
Etambutol, Streptomisin). Pengobatan terbagi menjadi fase awal dan fase lanjutan.
ulkus kronis pada bibir, lidah, maupun bagian mukosa bukal hingga osteomielitis.
terhadap anestesi umum di klinik dokter gigi, dan pada kasus ini harus digunakan
1. Triase
Pengenalan segera pasien suspek atau konfirm TB adalah langkah pertama. Hal
ini bisa dilakukan dengan menempatkan petugas untuk menyaring pasien dengan
batuk lama segera pada saat datang difasilitas. Pasien dengan batuk >2minggu,
pasien lain untuk mendaftar atau mendapatkan kartu. Mereka harus segera
2. Penyuluhan
Yaitu untuk menutup hidung dan mulut ketika batuk atau bersin. Kalau perlu
berikan masker atau tisu untuk menutup mulut dan mencegah terjadinya aerosol.
Petugas harus mampu memberi edukasi yang adekuat mengenai pentingnya
menjalankan etika batuk kepada pasien untuk mengurangi penularan. Pasien yang
hidung dengan tisu. Kalau tidak memiliki tisu maka mulut dan hidung ditutup
dengan tangan atau pangkal lengan. Sesudah batuk, tangan dibersihkan, dan tisu
dibuang pada tempat sampah yang khusus disediakan untuk ini. Petugas yang
sedang sakit sebaiknya tidak merawat pasien. Apabila tetap merawat pasien, maka
petugas harus mengenakan masker bedah. Apabila petugas bersin atau batuk,
maka etika batuk dan kebersihan tangan seperti di atas harus diterapkan.
3. Pemisahan
dipisahkan dari pasien lain, dan diminta menunggu di ruang terpisah dengan
ventilasi baik serta diberi masker bedah atau tisu untuk menutup mulut dan hidung
waktu tunggu sehingga orang lain tidak terpajan lebih lama. Ditempat pelayanan
terpadu TB --‐ HIV, usahakan agar jadwal pelayanan HIV dibedakan jam atau
ditempat pelayanan itu, tetapi bila layanan ini tidak tersedia, fasilitas perlu
1. Imunisasi
Semua tenaga kesehatan gigi disarankan untuk melakukan imunisasi HBV
sebelumnya
2. Seragam
Seragam yang digunakan harus diganti secara teratur dan ketika kotor.
tangan harus diganti untuk setiap pasien baru. Jika sarung tangan sobek
harus segera diganti. Tangan harus dicuci secara menyeluruh dengan sabun
Jika ada luka atau lecet di tangan maupun pergelangan tangan harus
ditutup dengan balutan bahan perekat yang anti air sepanjang perawatan.
4. Kaca mata masker dan pelindung muka
Kaca mata, masker, maupun pelindung muka harus digunakan ketika
operator dan asisten operator untuk memproteksi diri dari percikan yang
mungkin muncul ketika preparasi kavitas, scalling dan pembersihan
instrumen.
5. Instrument tajam dan jarum
Instrument tajam dan jarung harus ditangani dengan baik untuk mencegah
dilakkan sterilisasi dengan menggosok dengan air dan sabun. Percikan air
harus dihindari. Sarung tangan tebal dan pelindung muka harus dipakai.
Semua alat yang dapat melukai jaringan harus disterilisasi
wadah tertutup sesuai dengan cara pemakaian dari pabrik, semua bahan
etilen oksida) untuk peralatan yang tidak tahan panas (Vyas dkk., 2014).
Panas lembab (autoklaf) dapat membunuh HIV/HBV pada 1210C selama
15 menit atau 126 0C selama 10 menit atau 134 0C selama 3-5 menit
Panas kering pada suhu 1210C selama 16 jam, 1400C selama 3jam ,
1600C selama 2 jam atau 1700C selama 1 jam dapat membunuh HIV /
HBV
Menggunakan paparan etilen oksida antara 4 dan 16 jam, tergantung
pada objek dan volumenya. Diamkan objek selama beberapa hari untuk
kotak yang bersih dan terhindar dari kontaminasi. Instrument bedah dan
diperlukan.
7. Disinfeksi permukaan
Permukaan yang dapat terjadi kontaminasi dapat didekontaminasi
dan dekontaminasi dengan ethyl alcohol (70%). Jika ada darah atau pus
sodium hipoklorit (0,5%) lalu dibersihkan dengan air. Sarung tangan harus
secara langsung.
8. Aspirasi dan ventilasi
Penggunaan high volume aspiration mereduksi resiko akan infeksi silang
dari pernafasan. Resiko lebih tereduksi jika ada peredaran udara yang baik.
Tabung high volume aspirators dan saliva ejector dapat disiram saat
9. Pembuangan limbah
Benda tajam termasuk jarum dan scalpel dan catridge anestesi harud
ditempatkan kotak yang tidak mudah sobek dan tertutup dengan baik.
Limbah non infeksius haus dibuang di plastic hitam dan ditutup rapat.
atau sodium hipoklorit. Material lain seperti alginate dan plyeter dapat
aspirators.
Hindari instrument yang tidak mudak didekontaminasi. Instrumen dan
sputum, aspirasi sekret saluran napas, dan pembedahan paru. Selain itu,
BAB III
KESIMPULAN
melibatkan managemen dental dan alat perlindungan diri pada pasien dengan
kondisi tersebut. Hal ini wajib dilakukan untuk menghindari bentuk infeksi silang
yang terjadi selama proses perawatan. Prinsipnya seluruh penyakit infeksius dapat
DAFTAR PUSTAKA
Abel, Stephen N., et all, 2000, Principles of Oral Health Management for The
HIV, AIDS Patients, Dental Alliance for AIDS/HIV Care (DAAC).
Amin, Z., dan Bahar, A., 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi 4,
Balai Penerbit FK UI, Jakarta
Barron, Abbe., et.all, 2003, Practice Guidelines for The Treatment of HIV
Patients in General Dentistry, the dental steering commite of the pacific
AIDS education and training center.
Bonito AJ, Patton LL, Shugars DA, et al. 2002, Management of dental patients
who are HIV-positive. Rockville (MD): Agency for Healthcare Research
and Quality.
El-Zayadi, Abdel-Rahman, 2006, Heavy Smoking and Liver, World J.
Gastroenterol 2006 October 14, 2(38):6098-6101
Goldman M, Cloud GA, Wade KD, et al. A randomized study of the use of
fluconazole in continuous versus episodic therapy in patients with
advanced HIV infection and a history of oropharyngeal candidiasis: AIDS
Clinical Trials Group Study 323/Mycoses Study Group Study 40. Clin
Infect Dis. 2005;41(10):1473-1480
Greenspan D, Gange SJ, Phelan JA, et al. Incidence of oral lesions in HIV-1-
infected women: reduction with HAART. J Dent Res. 2004;83(2): 145-
150.
Greenspan D, Komaroff E, Redford M, et al. Oral mucosal lesions and HIV viral
load in the Women’s Interagency HIV Study (WIHS). J Acquir Immune
Defic Syndr. 2000;25(1):44-50.
Howe, Geoffrey L., 1993, Pencabutan Gigi Geligi Edisi II, Penerbit buku
kedokteran EGC, Jakarta
Kemenkes RI, 2012, Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Direktorat Bina Upaya Kesehatan,
Jakarta
PDPI, 2006, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberculosis di Indonesia,
dapat diakses di http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
Scarlett, Margaret I., Dental Treatment Issues for Patients with HIV/AIDS,
dentalaegis, 2009: 5(6).
Setia, S., Gambhir, R.S., Kapoor, V., 2013, Hepatitis B and C infection: Clinical
implications in dental practice, Europ J Gen Dent, 2(1): 13-19
Vyas, A., Vyas, D.,Parakh, D.,Rajput, R., Mazumdar, U., Purohit, C., 2014,
Management of HIV/Hepatitis Patients in Oral and Maxillofacial Surgery,
J Pre Clin Dent Res,1(3):42-47