Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM KEPANITERAAN

ILMU PENYAKIT DALAM


MULTIPLE MYELOMA

Disusun Oleh:
Ikmal Hafizi 07/ KG/ 08219
Nur Aji Pratama Putra 07/ KG/ 08225

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.SADJITO
YOGYAKARTA
2013

0
BAB I

PENDAHULUAN

Multipel mieloma adalah suatu malignansi yang menyerang sel plasma. Sel

plasma merupakan komponen yang diproduksi di sumsum tulang dan merupakan

komponen yang sangat berpengaruh dalam mempertahankan imun tubuh. Apabila

terjadi suatu malignansi pada sel plasma yang menyebabkan produksinya tidak

terkendali, maka sel tersebut akan menyebabkan terjadinya plasmasitoma yang

biasa ditemukan pada tulang atau jaringan lainnya. Apabila terdapat hanya satu

tumor sel plasma, maka kondisi ini disebut plasmasitoma soliter, namun apabila

terdapat lebih dari satu tumor sel plasma, maka kondisi ini disebut multipel

mieloma (ACS, 2011). Multipel mieloma pada seorang individu pada umumnya

akan menyebabkan manifestasi berupa hiperkalsemia (C), kerusakan fungsi ginjal

(R), anemia (A), dan osteoporosis (B). (Kumar, 2010).

Pada sebuah studi diketahui bahwa anemia menjadi gejala terbanyak yang

didapatkan pada pasien yang menderita multipel mieloma, yaitu sebanyak 73%,

66% lytic bone lesions, 13% hiperkalsemia, dan 19% sisanya adalah kerusakan

pada fungsi ginjal (Kumar, 2010). Anemia adalah defisiensi sel darah merah atau

kekurangan hemoglobin. Apabila seseorang terkena anemia, maka seseorang

tersebut akan terlihat pucat atau kurang tenaga yang disebabkan oleh suplai

oksigen yang dibawa oleh darah berkurang. Individu yang menderita anemia juga

dapat menyebabkab manifestasi di oral berupa lidah yang terlihat licin dan pucat

(Sloane, 2003).

Sel myeloma juga menyebabkan kerusakan tulang dengan mengirim

1
stimulasi pada osteoklas untuk berkerja lebih cepat, sedangkan osteoblas tidak

mendapatkan stimulasi untuk memproduksi sel tulang yang baru. Hal ini

menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah fraktur (ACS, 2011). Sebuah studi

di Amerika Serikat pada tahun 2012 didapatkan data bahwa 12.190 kasus multipel

mieloma ditemukan pada pria, sedangkan 9510 ditemukan pada wanita.

Kemungkinan sembuh pada pasien dengan multipel mieloma mencapai 40%

apabila ditangani dengan baik dan terdiagnosa segera, semakin muda usia pasien,

maka semakin tinggi pula kesempatan sembuhnya (ACS, 2011).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Multiple Myeloma
1. Definisi
Multiple myeloma merupakan salah satu bentuk tumor sel plasma

yang ditandai dengan proliferasi neoplastik limfoid sel B yang

mempengaruhi beberapa tulang dalam tubuh penderita. Menurut National

Cancer Institute, terdapat 20.000 pasien yang didiagnosis menderita

penyakit ini, namun tetap dapat berusia panjang dengan pemantauan yang

kontinu. Mieloma bermula ebagai sel plasma yang menjadi abnormal. Sel

yang abnormal ini membelah secara terus menerus dan terkonsentrasi pada

sumsum tulang, tulang keras, dan sel darah normal. Sel abnormal tersebut

juga memproduksi suatu protein yang disebut M component, protein inilah

yang menyebabkan kerusakan pada sel darah dan fungsi ginjal. Pada

umumnya 70% pasien juga akan mengalami peningkatan IgG dan 20% IgA

(CAP, 2011).

Multipel mieloma biasanya ditemukan pada individu berusia 65-70

tahun, hanya 1% saja yang ditemukan pada individu berusia di bawah 40

tahun. Penyakit ini juga lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan

wanita. Multipel mieloma dapat disebabkan oleh faktor genetik, radiasi,

obesitas, dan sistem imun yang buruk (CAP, 2011).

2. Gejala Klinis

3
Pada umumnya, 30% pasien ditemukan asimtomatik saat terdiagnosis

multipel mieloma. Ciri-ciri dari multipel mieloma adalah terdapatnya

kalsium yang sangat tinggi dalam darah, anemia, kerusakan ginjal, mudah

terkena infeksi bakteri/imun turun, dan osteoporosis. Pasien akan merasa

sakit pada bagian punggung, patah tulang juga ditemukan pada beberapa

pasien, lemas, mudah lelah, kehausan, demam, mual, berat badan yang

berkurang, konstipasi, dan sering buang air kecil (CAP, 2011).

Pada pasien yang menderita multipel myeloma, tulang akan mudah

fraktur dikarenakan sel myeloma akan mengirimkan stimulasi agar

osteoklas bekerja lebih cepat, sedangkan osteoblas tidak menerima stimulasi

untuk bekerja membuat sel tulang yang baru. Hal ini menyebabkan tulang

menjadi lemah dan terasa sakit. Semua bagian tulang dapat terkena dampak,

namun bagian yang biasanya terasa paling sakit adalah tulang punggung,

pinggang, dan kepala (ACS, 2011).

Sel myeloma dapat menggantikan pembentukan sel darah normal di

sumsum tulang dan menyebabkan menurunnya pembentukan sel darah

merah, sel darah putih, dan platelet. Apabila yang menurun adalah sel darah

merah, maka akan menyebabkan pasien menderita anemia. Pasien yang

menderita anemia akan merasa lemas, mengalami penurunan kemampuan

beraktifitas, memperpendek napas, sakit kepala/pusing (ACS, 2011).

Saat sel myeloma menyebabkan reduksi sel tulang, maka kalsium

akan dilepaskan. Hal ini menyebabkan tingginya level kasium pada darah

(hiperkalsemia) dan menyebabkan pasien merasa kehausan, minum lebih

4
banyak, dan banyak buang air kecil. Kondisi ini dapat menyebabkan

dehidrasi, bahkan gagal ginjal. Tingginya kadar kalsium juga menyebabkan

konstipasi yang parah dan kehilangan selera makan. Pasien akan merasa

mengantuk/malas, kebingungan/linglung, bahkan koma (ACS, 2011).

Pada 12-15% kasus multiple myeloma, onset proses tersebut

ditentukan oleh symptom-simptom oral seperti sakit gigi, nyeri oral/ facial,

dan deviasi mandibula. Lesi tulang pada kasus MM secara radiografi dapat

terlihat dengan batas tegas, area radiolusen soliter atau multiple, tanpa

reinforcement perifer, tendensi konvergen, dan menunjukkan gambaran

seperti “bubble soap” karena adanya septa-septa (Shibata dkk, 2003).

Menurut Lee dkk.(1996 ), lesi di tulang cranium lebih umum terjadi

daripada di rahang. Lesi multiple radiolusen dengan berbagai ukuran, batas

tidak jelas, dan sedikit aktivitas osteosklerotik sirkumferensial, dapat

menentukan diagnosis.

Tampak samping cranium dengan lesi radiolusen “punched out”


multiple (Lee dkk, 1996)

3. Klasifikasi

5
Pasien dengan multipel myeloma dapat diklasifikasikan menjadi

asimtomatik multipel mieloma atau yang disebut smoldering dan asimtomatik

multipel myeloma. Akronim simtom, yaitu CRAB, hiperkalsemia (C), kerusakan

ginjal (R), anemia (A), dan lesi pada tulang (B) dapat dijadikan acuan untuk

menentukan multipel mieloma aktif.

Klasifikasi Multipel Mieloma

Asimtomatik Mieloma Simtomatik Mieloma (Active)

(Smoldering)

Serum M Protein > 3 gr/dl dan atau Terdapat penyakit tulang yang

klonal sel plasma di sumsum tulang berhubungan dengan osteoporosis,

≥10% osteopenia dengan fraktur

Tidak ada simtom Level kalsium tinggi >11.5g/dl

Tidak ada dampak pada Anemia (hemoglobin <10g/dl atau

jaringan/organ 2g<normal)

Kerusakan ginjal (serum kreatinin

>2mg/dl

4. Diagnosis

Sangat sulit untuk mengetahui seseorang menderita multipel myeloma

apabila penyakit tersebut tidak menunjukkan simtom apapun dan masih pada

tahap awal. Dalam beberapa kasus, seseorang diketahui menderita multipel

myeloma setelah menunjukkan jumlah protein yang sangat tinggi pada saat

pemeriksaan darah rutin (ACS, 2011).

6
Apabila seseorang dicurigai menderita anemia multipel mieloma

maka diperlukan pemeriksaan darah dan urin. Kadar kalsium dalam darah

dan indikasi adanya anemia protein monoklonal. Urin diperiksa dengan

untuk protein Bence Jones yaitu protein monoklonal yang dapat

menyebabkan kerusakan ginjal, selanjutnya diperlukan pengambilan

spesimen sumsum tulang untuk pemeriksaan lebih lanjut (CAP, 2011).

Diagnosis multipel mieloma ditegakkan atas dasar pemeriksaan

kimiawi termasuk kandungan kalsium dan kreatinin dalam darah, protein

serum elektroforesis dan imunofiksasi, level imunoglobulin kuantitatif, dan

protein urin 24 jam. Apabila terdapat monoklonal protein, maka diperlukan

pemeriksaan sumsum tulang dan biopsi untuk pemeriksaan jumlah sel

plasma, pemeriksaan kromosom dan flow cytometry. Tes level

imunoglobulin akan menunjukkan adanya kenaikan beberapa jenis

imunoglobulin. Beberapa tes penunjang juga perlu dilakukan, yaitu B2

mikroglobulin, LDH, dan C-reactive protein (Kumar, 2010).

5. Patofisiologi

Penelitian selama ini belum dapat menentukan secara pasti penyebab

utama dari multipel mieloma. Namun, dari beberapa penelitian didapatkan

keterangan bahwa perubahan DNA dapat menyebabkan kanker sel plasma.

DNA adalah suatu informasi kimiawi yang membawa instruksi dalam

pekerjaan setiap sel pada tubuh manusia. Beberapa gen di dalam DNA

mengandung instruksi yang mengontrol pertumbuhan dan pembelahan sel.

Gen yang menstimulasi pembelahan sel disebut oncogenes, sedangkan sel

7
yang memperlambat pembelahan sel atau mematikan suatu sel untuk mati

dalam waktu yang tepat disebut tumor suppressor genes. Kanker dapat

disebabkan oleh kesalahan atau defek pada DNA yang disebut mutasi, hal ini

menyebabkan oncogenes terstimulasi bekerja lebih cepat atau mematikan

fungsi dari tumor suppressor genes (ACS, 2011).

Sel myeloma juga menunjukkan abnormalitas pada kromosom.

Kromosom manusia normal adalah 46 kromosom. Pada multipel myeloma,

kromosom nomor 13 akan menghilang. Suatu sel pada sumsum tulang yang

disebut sel dendritik akan melepaskan hormon IL-6 yang menstimulasi

pertumbuhan sel plasma dan menjadi faktor penting yang menentukan

kecepatan pertumbuhan tumor sel plasma (ACS, 2011).

6. Komplikasi

Anemia merupakan komplikasi hematologi tersering dari penderita

Multiple Myeloma. Sekitar 10-35% dari penderita dengan Multiple Myeloma

mempunyai Hb kurang dari 8 g/dL – 9 g/dL. Anemia sering dikaitkan dengan

hilangnya kualitas hidup dan hal ini merupakan faktor prognosis yang jelek.

Ditambah lagi pada penderita Multiple Myeloma sering datang dengan anemi

berat karena perjalanan penyakitnya saat didiagnosis (Ami, 2008).

BAB III

PEMBAHASAN

A. Identifikasi Pasien

Nama : Ny. Sarinten

8
Umur : 57 tahun 6 bulan

Tanggal Masuk : 2 Januari 2013

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Brosot, Kulonprogo, DIY

No RM : 01-5977-98

No Kamar : Bugenvil 4 no.11 (Jamkesmas)

B. Pemeriksaan Subyektif

Keluhan Utama:

Pasien mengeluhkan lemas

Riwayat Penyakit Sekarang:

Orang sakit (OS) adalah penderita MM tegak sejak agustus 2012

dan direncananakan untuk kemoterapi dengan mephalan-prednison 4x.

OS sudah menjaani kemoterapi 3x. kemo ke-4 direncanakan November

2012, namun tertunda karena mephalan kosong. Saat sudah ada obat,

desember 2012, os kontrol dan dikatakan Hb berkurang dengan nilai Hb

7, pada tanggal 19 Desember 2012. Os tidak disarankan untuk transfusi,

kemoterapi ditunda.

Gusi berdarah (-), BAB berdarah (-), BAB hitam (-), BAK merah

(-). Pasca kemo 3x os merasa keluhan membaik, nyeri pada tulang

berkurang (+) os menjadi kuat berjalan dari sebelumya mesti digotong.

Saat ini batuk (-) pilek (-) demam (-) mual (-) muntah (-) linu (+) sedikit

Riwayat Penyakit :

9
Hipertensi (-) DM (-)

Riwayat Pribadi:

Pasien adalah seorang istri dari seorang suami. Memiliki kesulitan

biaya, biaya ditanggung Jamkesmas.

B. Pemeriksaan Obyektif

Vital Signs: (3/1/13)

TD : 150/80 mmHg

N : 82 x/ menit

R : 20x/menit

S : 36,8

Keadaan umum :

 Tampak sesak, Compose Mentis, Gizi cukup

 Kepala : Conjungtiva anemis +/+, Sclera ikterik -/-

 Leher : Juguler Vein Pressure 5+4

 Mata : (-)

 Jantung : (-)

 Paru : (-)

 Abdomen : (-)

 Muskuloskeletal nyeri pada tungkai kiri

Ekstra oral:

 Kliking pada TMJ kanan

10
Intra oral :
 Oral Hygiene Baik
 Xerostomia
 Jaringan lunak :
o Gingivitis pada regio gigi 33,32,31,21,22,23
o gingiva berwarna merah pucat
 Jaringan Keras :
o radices pada gigi
o karies dentin pada gigi
o kalkulus pada regio gigi 33,32,31,21,22,23

C. Pemeriksaan Penunjang:

Hb = 6,6 MCV = 104

AL = : 3,7 MCH = 36

AE = 1,82 Alb = 4,5

AT = 149 BUN = 10

Ht = 1,82 Cr = 0,63

S = 56,9 Asam urat = 7,0

L = 25,6 SGOT =27

M = 15,8 SGPT =31

E = 0,9 Na = 143

B = 0,8 K = 5,5 Cl = 0,5

HBsAg = non-reaktif GDS 100

Calc =1,99 Corrected Calc 1,89

D. DIAGNOSIS

 Multiple MyelomaPro Perbaikan KU Pro SS 4


 Anemia

E. TERAPI

11
 Diet TKTP + EPT
 Infus elektrolit (NaCl 0,9%) 20 tpm
 Transfusi PRC s/d Hb ≥ 10
 Mephalen 10 mg (I)
 Prednison 100mg (I-IV)

F. REKOMENDASI ORAL

1. DHE

a. Instruksi menyikat gigi yang teratur

b. Minum air putih yang banyak dan mengunyah permen karet

untuk mengatasi xerostomia

2. Opdent

3. Scaling

4. Eksodonsia

Tabel 1. (ASA) klasifikasi status resiko fisik: panduan untuk kelainan


hematologik

12
Berdasarkan tabel di atas, multiple myeloma masuk ke dalam kategori

ASA IV. Pasien dengan status ASA IV membutuhkan terapi di rumah sakit.

Seorang hematologis harus terlibat dalam evaluasi pra-bedah, persiapan, dan

manajemen pasca-bedah pasien tersebut. Tidak ada prosedur dental yang dapat

dilakukan hingga masalah utama dapat diperbaiki. Perawatan dental kompleks

(ORA III, IV, V) merupakan kontraindikasi pada pasien dengan kategori ASA IV

(Bricker dkk, 2002).

Pada kasus ini penderita mengalami anemia dan kondisi tersebut

merupakan keadaan yang sering ditemui pada penderita malignansi hematologi.

Pasien dengan anemia berat sering mengeluh mudah lelah (fatigue) dan tidak

dapat dilakukan perawatan dental dalam waktu yang lama. Kebutuhan akan

produk darah dan tindakan dental yang tepat harus didiskusikan dengan onkologis

13
karena sewaktu-waktu dibutuhkan monitoring tanda-tanda vital dan jumlah sel

darah perioperatif.

Menurut Franch dkk (2011), manajemen perawatan dental pasien dengan

malignansi hematologi yaitu pasien dengan penyakit keganasan yang kronis dan

menerima remisi jangka panjang dapat menerima perawatan dental, sedangkan

pasien dengan keadaan akut dapat menerima terapi paliatif atau yang bersifat

urgent. Perawatan dental harus dilakukan setelah konsultasi dengan spesialis,

untuk menentukan modifikasi perawatan dan mengetahui prognosis penyakit

pasien. Riwayat penderita secara lengkap mutlak diperlukan meliputi diagnosis

dan status neoplasia, durasi perawatan yang telah dan sedang dilakukan, kondisi

medis, medikasi, riwayat dental, dan infeksi oral dan non oral sebelumnya.
Semua pasien dengan malignansi hematologis harus melalui evaluasi oral

dan dental yang penting utnuk:


1. Mengevaluasi adanya peteki, ekimosis, hemoragi gingival,

mobilitas gigi, migrasi gigi, nyeri fasial, parestesi, indikasi

manifestasi local malignansi hematologis


2. Mengevaluasi adanya penyakit dental/ periodontal sebagai faktor

risiko dalam perkembangan perjalanan penyakit osteoradionekrosis

rahang dan bakteremia


3. Mengevaluasi radiografi (panoramic dan periapikal sesuai indikasi)

untuk mengetahui adanya lesi osteolitik dan untuk menentukan

risiko potensial terjadinya osteoradionekrosis

Perawatan dental pada pasien seperti ini harus dilakukan sebelum memulai

kemo/radioterapi, merawat adanya patologi pulpa dan jaringan periapikal, abses

periodontal, perikoronitis, karies, dan penyakit jaringan periodontal. Profilaksis

14
oral, instruksi oral hygiene dan eliminasi infeksi oral sebelum perawatan kanker

dapat mengurangi risiko infeksi secara signifikan. Perawatan oral meliputi

antibiotic broad spectrum, chlorhexidine kumur, skaling dan kuretase, ekstraksi

gigi yang tidak dapat dipertahankan. Ekstraksi harus dilakukan seawal mungkin

sebelum dimulai perawatan kanker untuk meningkatkan proses penyembuhan.

Sebelum dilakukan ekstraksi atau prosedur invasive lainnya harus dilakukan

pengecekan jumlah platelet dan neutrofil untuk meminimalisasi risiko komplikasi.

Pasien dengan multiple myeloma perlu dilakukan evaluasi adanya massa

jaringan keras atau lunak yang dapat mengindikasikan deposisi sel plasma atau

adanya light chain yang terkait dengan amyloid. Pasien dengan MM dan nyeri

tulang khususnya di tulang belakang, membutuhkan waktu istirahat dan reposisi

secara frekuen selama perawatan dental (Franch dkk, 2011)

Setelah dilakukan penatalaksanaan penyakit multiple myeloma yang

dideritanya disertai dengan konsultasi medis pada dokter spesialis sehingga

kondisi penyakit sistemik pasien dalam keadaan terkontrol, maka dapat dilakukan

tindakan dental selanjutnya. Tindakan dental sebaiknya dijadwalkan pada pagi

hari setelah pasien mengkonsumsi obat-obatannya karena pagi hari adalah waktu

yang terbaik, selain untuk mereduksi kecemasan pasien dan pasien masih dalam

keadaan segar sehingga tidak mudah lelah saat dilakukan prosedur perawatan

tindakan dental. Tindakan dental dilakukan secara bertahap, pada kunjungan

pertama dapat dilakukan scaling dengan mempertimbangkan waktu yang

dibutuhkan untuk tindakan. Tindakan dimulai dari yang resikonya paling rendah

agar meminimalisir kecemasan pasien dan membuat pasien merasa nyaman.

15
Perawatan scaling dapat dilakukan dengan catatan jumlah hitung leukosit dalam

keadaan normal dan melalui konsultasi medis dengan dokter spesialis. Scaling

dilakukan untuk mencegah resorbsi tulang alveolar karena faktor lokal dan

mengatasi gingivitis yang diderita pasien. Pada pertemuan berikutnya dapat

dilakukan pencabutan gigi dengan syarat yang sama dengan akan dilakukannya

perawatan skaling sehingga waktu pencabutan cepat dan meminimalisir

kecemasan pasien dan menghindari kelelahan pasien. Sebelumnya dapat diberikan

antibiotika 1 jam sebelum tindakan sebagai tindakan profilaksis terhadap

bakterimia. Pencabutan gigi yang sudah tinggal radiksdilakukan bertahap 1 per

satu pada satu regio untuk menghindari kelelahan dan kecemasan pasien serta dan

jika luka hasil pencabutan terlalu besar dapat dilakukan penjahitan untuk

membantu mempercepat proses penyembuhan luka dan menghindarkan soket

bekas pencabutan dari infeksi bakteri. Pemberian anestesi lokal dan analgetika

pasca pencabutan dapat dilakukan seperti biasa. Setelah pencabutan, dilakukan

kontrol 5 hari pasca pencabutan dan bila luka penyembuhannya baik dapat

dilakukan penumpatan gigi-geligi yang karies. Setelah penyembuhan luka

menutup sempurna, dapat dilakukan pencetakan gigi pasien untuk pembuatan

protesa gigi. Protesa gigi yang digunakan adalah protesa lepasan berbahan

valplast yang elastis dan tidak memerlukan kawat dengan penjangkar gigi, tujuan

menggunakan valplast adalah mengurangi beban terhadap gigi sehingga

mencegah kegoyahan gigi dan mengembalikan fungsi pengunyahan pasien.

Perawatan pasien tersebut hanya dapat dilakukan pada saat pasien belum

menerima tindaka kemoterapi. Pada pasien ini, sudah menerima kemoterapi

16
sehingga segala tindakan yang menimbulkan perdarahan dilakukan setelah

kemoterapi selesai dilakukan dan pasien dala keadaan yang membaik dengan

terlabih dahulu dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorik untuk mengetahui

fungsi perdarahan dan radiografi untuk melihat kondisi tulang alveolar pasien.

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society,2011,


http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003121-
pdf.pdf , diunduh 1/12/12
Bricker, S.L., Langlais, R.P., Miller, C.S., 2002, Oral Diagnosis and Oral
Medicine, BC Dekker Inc, Ontario
College of American Pathologists, 2011, Blood Cancer: Multiple Myeloma,
http://www.cap.org/apps/docs/reference/myBiopsy/MultipleMyeloma.pdf ,
diunduh 1/12/12
Franch, A.M., Esteve, C.G., dan Perez, G. S., 2011, Oral Manifestations and
Dental Management of Patient with Leucocyte Alteration, J Clin Exp Dent,
3 (1):53-9
Kumar, S., 2010, Multiple Myeloma, Demos Medical Publishing, New York

17
Lee SH, Huang JJ, Pau WL, Chan CP. Gingival mass as the primary manifestation
of multiple myeloma. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1996;82:75– 79
Shibata, M., Kodani, I., Doi, R., Takubo, K., Kidani, K., Sakai, H., Sonoda, M.,
dan Ryoke, K., 2003, Multiple Myeloma Presenting Symptoms in the Oral
and Maxillofacial Region, Yonago Acta Medica, 46:77-81
Siegenthaler, W., 2007, Differential Diagnosis in Internal Medicine: From
Symptom to Diagnosis, Georg Thieme Verlag, Stuttgart.
Sloane, E., 2003, Anatomi dan Fisiologi terj., EGC, Jakarta
Sonis ST, Fazio RC, Fangil. 1995. Principles and Practice of Oral Medicine. WB
Saunders. USA.

18

Anda mungkin juga menyukai