Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer,
2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000
mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia
dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita,lebih dari
setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh
lainya (Smeltzer and Bare, 2002 ).Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera
kepalaringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala
atau askep cidera kepala baik cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala
berat harus ditangani secara serius. Cedera pada otak dapat mengakibatkan gangguan
pada sistem syaraf pusat sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan
perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera
kepala.Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan
dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta
neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi
kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi
ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit(Sjahrir, 2004).

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian cedera kepala ?
b. Bagaimana etiologi dari cedera kepala ?
c. Bagaimana anatomi cedera kepala ?
d. Bagaimana pathway cedera kepala?
e. Bagaimana klasifikasi cedera kepala?
f. Bagaimana komplikasi cedera kepala ?
g. Bagaimana penatalaksanaan cedera kepala?

1.3 Tujuan Penulisan


1.Tujuan Umum
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”
mahasiswa mampu memahami “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”.
2.Tujuan Khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Cedera Kepala”
mahasiswa mampu :
a.Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala.
b.Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 PENGERTIAN
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal
yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif,
fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional ( widagdo,wahyu,2008)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suruadi,2003)
Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala hingga tengkorak
(cranium dan bagian bawah ) . namun penggunaan istilah cedera kepala (head injury) ini
biasanya berkaitan dengan cedera yang mengenai tengkorak atau otak atau keduanya (
Hickey, 2003). Definisi lain menurut nasional institude of neurologi disorder and strok,
cedera kepala atau yang sinonim dengan brai injury/head injury/traumatic brain ijury,
adalah cedera yang mengenai kepala atau otak (atau keduanya) yang terjadi ketika trauma
mendadak menyebabkan kerusakan pada otak .

2.2 Etiologi
a. Cidera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik ( acceselarsi – descelerasi rotasi ) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cidera primer dapat terjadi :
 Geger kepala ringan
 Memar otak
 Laserasi.
b. Cedera kepala sekunder
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi
yang timbul setelah trauma.
Timbul gejala seperti :
 Hipotensi sistemik
 Hiperkapnea
 Hipokapnea
 Udema otak
 Komplikasi pernapasan
 Infeksi komplikasi pada organ tubuh yang lain.
c. Proses-proses fisiologi yang abnormal
 Kejang-kejang
 Gangguan saluran nafas
 Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
o Edema fokal atau difusi
o Hematoma epidural
o Hematoma subdural
o Hematoma intraserebral
o Over hidrasi
 Sepsis/septik syok
 Anemia
 Shock
2.3 Anatomi fisiologi
2.3.1 Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1. Duramater : Lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat yang bersifat
liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu.
2. Arachnoid : Membran bagian tengah, bersifat tipis dan lembut. Berwarna putih
karena tidak dialiri darah, terdapat pleksus khoroid yang memproduksi cairan
serebrospinal (CSS) terdapat villi yang mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk
ke dalam sistem (akibat trauma, aneurisma, stroke).
3. Piamater : Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang
menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan otak.

2.3.2 Serebrum, terdiri dari 4 lobus, yaitu:

1. Lobus frontal : Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,


kepribadian, dan menahan diri. Lobus terbesar.
2. Lobus parietal : Lobus sensori, area ini menginterpretasikan sensasi, mengatur
individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
3. Lobus temporal : Sensasi kecap, bau, dan pendengaran, ingatan jangka pendek.
4. Lobus oksipital : menginterpretasikan penglihatan.

2.3.4 Diensefalon, terdiri dari talamus, hipotalamus, dan kelenjar hipofisis.

1.Talamus : Pusat penyambung sensasi bau dan nyeri.

2. Hipotalamus : Bekerja sama dengan kelenjar hipofisis untuk


mempertahankan keseimbangan cairan dan mempertahankan pengaturan suhu tubuh.
Sebagai pusat lapar dan mengontrol BB, pengatur tidur, tekanan darah, perilaku
agresif, seksual, respon emosional.

3. Kelenjar hipofisis : Dianggap sebagai master kelenjar, karena sejumlah hormon


dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. hipofisis lobus anterior memproduksi hormon
pertumbuhan, hormon prolaktin, TSH, ACTH, LH. Lobus posterior berisi hormon
ADH.

2.3.5 Batang otak, terdiri dari otak tengah, pons, medula oblongata.
1. Otak tengah/mesencephalon, bagian yang menghubungkan diencephalon dan
pons. Fungsi utama menghantarkan impuls ke pusat otak yang berhubungan dengan
pergerakan otot, penglihatan dan pendengaran.
2. Pons: Menghantarkan impuls ke pusat otak.
3. Medula oblongata, merupakan pusat refleks guna mengontrol fungsi involunter
seperti pernafasan, bersin, menelan, batuk, pengeluaran saliva, muntah.

2.3.6 Serebrum: merangsang dan menghambat dan tanggung jawab terhadap koordinasi
gerak, keseimbangan, posisi.

2.3.7 Sirkulasi Serebral

Menerima kira-kira 20% dari curah jantung/750 ml per menit. Sirkulasi ini sangat
dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, sementara mempunyai kebutuhan
metabolisme yang tinggi.

Pembuluh darah yang mendarahi otak tardiri dari :

1) Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat kita
raba dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang pembuluh darah
ini setelah masuk ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga :

a) Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)

b) Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)

c) Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)

Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri
komunikan posterior.

2) Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat
diraba oleh karena kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang leher,
pembuluh darah ini memperdarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua pembuluh
darah tersebut akan saling berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang
disebut anastomosis.

2.3.8 Suplay darah ke Medula Spinalis

Menerima nutrisi melalui cabang-cabang arteri vetebralis melalui cabang aorta thorakalis
dan aorta abdominalis. Arteri medula spinalis dan sistem vena berjalan secara paralel satu
dengan lainnya dan mempunyai hubungan percabangan yang luas untuk mencukupi
suplay darah ke jaringan-jaringan. Dibentuk oleh pleksus koroideus, dan bersirkulasi
dalam ventrikel-ventrikel dan ruang subaraknoid. CSF terdiri dari air, elektrolit, oksigen,
karbondioksida, glukosa dan sedikit protein, serta konsentrasi kalium dan klorida yg
tinggi. Produksi dan reabsorbsi CSF berlangsung konstan serta volume total CSF sekitar
125 cc dengan kecepatan sekresi CSF perhari 500 – 750 cc. Tekanan dalam cairan CSF
sekitar 5 sampai 12 cm H2O.
2.4 klasifikasi cedera kepala
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi dapat
dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI,
2004).
1. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a. Cedera kepala tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan
benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan decelerasi yang
menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan melakukan kontak pada
protuberas tulang tengkorak.
b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
2. Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang
meliputi :
a. Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective
tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat
longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala,
sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah
dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan
yang cukup banyak.
b. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi :
1) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang
tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi
jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak
menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk
kedalam rongga intrakranial.

2) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang
mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada
bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada
usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya
hematum epidural.
3) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen
dalam satu area fraktur..
4) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung
mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala
dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur
impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk
dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.
5) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat
erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi
menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara
anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter
daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis
melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur
daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan
kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak
(meningitis).
c. Cedera kepala di area intracranial
Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera
otak difus Cedera otak fokal yang meliputi :

1) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) Epidural hematom (EDH)


adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna
tulangtengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan
kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit
neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang
ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.
2) Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut
(6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks
cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya
kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan 10 prognosisnya jauh lebih buruk dibanding
pada perdarahan epidural.
3) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik Subdural hematom kronik adalah
terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural
hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di
ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah
atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke
dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar
(durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan
kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau likoefaksi
bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi
permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk
kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat
ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan
gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack).disamping itu dapat terjadi
defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.
4) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang
terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan
antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi
dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak
lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala
klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya 11 penurunan kesadaran. Derajat
penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang
dialami.

5) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)


Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri
maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan
disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya
kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan
memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas
dengan manifestasi edema cerebri.
3. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000) dapat
diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan menjadi :
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15.
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran.
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang.
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing.
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai
dengan pernyataan yang di berikan.
1) Amnesia paska trauma
2) Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum,
otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium (mansjoer, 2000)

2.5 MANIFESTASI KLINIK


1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing
7. Nyeri kepala hebat
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan pada
24 - 72 jam setelah injuri.

2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, perdarahan dan trauma.

4. EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8. CSF, Lumbal Pungsi


Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk
mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial

10. Kadar Elektrolit


Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrkranial

11. Screen Toxicologi


Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya pada cedera kepala meliputi :
1. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini secara
khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini penderita akan
terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun
demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya.
Penderita pada vegetatife state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
2. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali
kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini
berkembang menjadi epilepsy.
3. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan
ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain.
4. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan
kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala mengalami masalah
kesadaran.

5. Penyakit Alzheimer dan Parkinson


Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer tinggi
dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan
keparahan cedera.

2.8 Penatalaksanaan
secara umum penatalaksanaan theraupetic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:

1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. Makanan atau
cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus dextrosa 5%,
amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan ), 2-3 hari kemudian
diberikan makanan lunak
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi
4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring
5. Terapi obat-obatan.
 Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma
 Terapi hiperventilasi ( trauma kepala berat ) untuk mengurangi vasodilatasi
 Pengobatan anti edema denga larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa
40% atau gliserol 10%
 Antibiotika yang mengandung barrier darah otak ( penisilin ) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol
 Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-
hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer
dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila
kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasograstric tube (2500-3000 TKTP)

6. pembedahan bila ada indikasi


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat

b. Identitas Penanggung jawab


Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan
terakhir, pekerjaan, alamat.

c. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada
saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan


sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat
penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

d. Pengkajian persistem
1). Keadaan umum
2). Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3). TTV
4). Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.

5). Sistem Kardiovaskuler


Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi.

6). Sistem Perkemihan


Inkotenensia, distensi kandung kemih

7). Sistem Gastrointestinal


Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan selera

8). SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi

9). Sistem Persarafan


Gejala :kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan .

Tanda :perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan


pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagian
tubuh.

a. Nervus cranial
N.I : penurunan daya penciuman

N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan

N.III, N.IV, N.VI :penurunan lapang pandang, refleks cahaya


menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor.

N.V : gangguan mengunyah

N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada


2/3 anterior lidah

N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh

N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan

b. Skala Koma glasgow (GCS)


NO KOMPONEN NILAI HASIL
1 Tidak berespon

2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan


1 VERBAL
3 Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
nyambung dengan pertanyaan

4 Bicara membingungkan, jawaban tidak tepat

5 Orientasi baik

1 Tidak berespon

2 Ekstensi abnormal
2 MOTORIK
3 Fleksi abnormal

4 Menarik area nyeri

5 Melokalisasi nyeri

6 Dengan perintah

1 Tidak berespon
3 Reaksi membuka
2 Rangsang nyeri
mata (EYE)
3 Dengan perintah (rangsang suara/sentuh)

4 Spontan

c. Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang
digunakan secara internasional :

RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0

2. KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi cairan
b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata
c. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hiposksia
d. Perubahan persepsi sensori b.d defisit neorologis.
e. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.
f. Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas.
g. Resti injury b.d kejang.
h. Resti infeksi b.d kontinuitas yang rusak
i. Resti gangguan intregritas fisik b.d imobilitas
j. Resti kekurangan volume cairan b.d mual-muntah.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO. TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

a. Setelah dilakukan 1. Kaji kepatenen jalan - Ronki, mengi


asuhan keperawatan napas menunjukan aktivitas
selama 3X24 jam, sekret yang dapat
menimbulkan
diharapkan klien
penggunaan otot-otot
dapat asesoris dan
mempertahanakan meningkatkan kerja
patensi napas dengan pernapasan.
kriteria hasil : 2. Beri posisi - Membantu
semifowler. memaksimalkan
a. Bunyi napas
ekspansi paru dan
vesikuler
menurunkan upaya
b. Tidak ada spuntum
pernapasan.
c. Masukan cairan
adekuat. 3. Lakukan - Pengisapan dan
penghisapan lendir membersihkan jalan
dengan hati-hati napas dan akumulasi
selama 10-15 menit. dari sekret. Dilakukan
Catat sifat-sifat, dengan hati-hati
warna dan bau untuk menghindari
sekret. Lakukan bila terjadinya iritasi
tidak ada retak pada saluran dan reflek
tulang basal dan vagal.
robekan dural. - Posisi semi prone
dapat membantu
4. Berikan posisi semi keluarnya sekret dan
pronelateral/miring mencegah aspirasi.
atau terlentang setiap Mengubah posisi
dua jam. untuk merangsang
mobilisi sekret dari
saluran pernapasan.
- Membantu
mengencerkan sekret,
5. Pertahankan meningkatkan
masukan cairan pengeluaran sekret.
sesuai kemampuan
- Meningkatkan
klien.
ventilasi dan
membuang sekret
6. Berikan serta relaksasi otot
bronkodilator IV dan halus/spsponsne
aerosol sesuai bronkus.
indikasi.
b. Setelah dilakukan 1. Pantau frekuensi, - Perubahan dapat
asuhan keperawatan irama dan kedalaman menandakan awitan
selama 3X24 jam, pernapasan. Catat komplikasi pulmo
diharapkan klien ketidakteraturan atau menandakan
mempunyai pola pernapasan. luasnya keterlibatan
pernapasan yang otak. Pernapasan
lambat, periode aprea
efektif dengan kriteria
dapat menandakan
hasil: perlunya ventilasi
mekanis.
a. Pola napas nomal 2. Catat kompetensi
(irama teratur, RR = reflek GAG dan - Kemampuan
16-24 x/menit). kemampuan untuk mobilisasi penting
b. Tidak ada melindungi jalan untuk pemeliharaaan
pernapasan cuping napas sendiri. jalan napas.
hidung. Kehilangan reflek
c. Pergerakan dada batuk menandakan
simetris. perlunya jalan napas
d. Nilai GDA normal. 3. Tinggikan kepala buatan/intubasi.
PH darah = 7,35- tempat tidur sesuai - Untuk memudahkan
7,45. indikasi. ekspansi paru dan
menurunkan adanya
PaO2 = 80-100 kemugkinan lidah
mmHg. jatuh menutupi jalan
4. Anjurkan kllien napas.
PaCO2 = 35-45 untuk bernapas
mmHg. dalam dan batuk - Mencegah atau
efektif. menurunkan
HCO3 -
= 22-26 atelektasis.
5. Beri terapi O2
m.Eq/L - Memaksimalkan O2
tambahan.
pada darah arteri dan
membantu dalam
mencegah hipoksia.
6. Pantau analisa gas
darah, tekanan - Menentukan
oksimetri. kecukupan
pernapasan,
keseimbangan asam
basa.
c. Setelah dilakukan 1. Kaji status - Hasil dari pengkajian
asuhan keperawatan neurologis yang dapat diketahui
selama 3X24 jam, berhubungan dengan secara dini adanya
tanda-tanda tanda-tanda
diharapkan klien
peningkatan TIK, peningkatan TIK
mempunyai perfusi terutama CGS. sehingga dapat
jaringan adekuat menentukn arah
dengan kriteria hasil: tindakan selanjutnya
serta manfaat untuk
a. Tingkat kesadaran menentukan lokasi,
normal perluasan dan
(composmetis). perkembangan
b. TTV Normal. keruskan SSP.
(TD: 120/80 mmHg, 2. Monitor TTV; TD,
- Dapat mendeteksi
suhu: 36,5-37,50C, denyut nadi, suhu, secara dini tanda-
Nadi: 80-100 minimal setiap jam anda peningkatan
x/menit, RR: 16-24 sampai klien stabil. TIK, misalnya
hilangnya
x/m)
autoregulasidapat
mengikuti kerusakan
vaskularisasi selenral
lokal. Napas yang
tidak teratur dapat
menunjukkan lokasi
3. Tingggikan posisi adanya gangguan
kepala dengan sudut serebral.
15-45o tanpa bantal
- Posisi kepala dengan
dan posisi netral.
sudut 15-45o dari
kaki akan
meningkatkan dan
memperlancar aliran
balik vena kepala
sehingga mengurangi
kongesti cerebrum,
dan mencegah
4. Monitor suhu dan penekanan pada saraf
atur suhu lingkungan medula spinalis yang
sesuai indikasi. menambah TIK.
Batasi pemakaian - Deman menandakan
selimut dan kompres adanya gangguan
bila de mam. hipotalamus:
peningkatan
kebutuhan metabolik
5. Monitor asupan dan akan meningkatkan
keluaran setiap TIK.
delapan jam sekali. - Mencegah kelibahan
cairan yang dapat
menambah edema
serebri sehingga
6. Berikan O2 tambahan terjadi peningkatan
sesuai indikasi. TIK.
- Mengurangi
hipokremia yang
dapat meningkatkan
vasoditoksi cerebri,
7. Berikan obat-obatan volume darah dan
antiedema seperti TIK.
manito, gliserol dan
losix sesuai indikasi. - Manitol/gliserol
merupakan cairan
hipertonis yang
berguna untuk
menarik cairan dari
intreseluler dan
ekstraseluler. Lasix
untuk meningkatkan
ekskresi natrium dan
air yang berguna
untuk mengurangi
edema otak.
d. Setelah dilakukan 1. Kaji respon sensori - Informasi yang
asuhan keperawatan terhadap panas atau penting untuk
selama 3X24 jam, dingin, raba atau keamanan kllien ,
sentuhan. Catat semua sistem sensori
diharapkan klien
perubahan- dapat terpengaruh
mengalami perubahan perubahan yang dengan adanya
persepsi sensori terjadi. perubahan yang
dengan kriteria hasil: melibatkan
kemampuan untuk
a. Tingkat kesadaran menerima dan
normal. E4 M6V5. berespon sesuai
b. Fungsi alat-alat stimulus.
indera baik.
c. Klien kooperatif 2. Kaji persepsi klien, - Hasil pengkajian
kembali dan dapat dapat
baik respon balik dan menginformasikan
berorientasi pada koneksi kemampuan
orang, waktu dan susunan fungsi otak
klien beroerientasi yang terkena dan
tempat. terhadap orang, membantu intervensi
tempat dan waktu. sempurna.
- Merangsang kembali
3. Berikan stimulus
kemampuan persepsi-
yang berarti saat
sensori.
penurunan
kesadaran. - Gangguan persepsi
sensori dan buruknya
4. Berikan keamanan
keseimbangan dapat
klien dengan
meningkatkan resiko
pengamanan sisi
terjadinya injury.
tempat tidur, bantu
latihan jalan dan
lindungi dari cidera.
- Pendekatan antar
5. Rujuk pada ahli disiplin dapat
fisioterapi , terapi menciptakan rencana
deuposi, wicara, penatalaksanaan
terapi kognitif. terintregasi yang
berfokus pada
peningkatan evaluasi,
dan fungsi fisik,
kognitif dan
ketrampilan
perseptual.
e. Setelah dilakukan 1. Tentukan riwayat - Informasi akan
asuhan keperawatan nyeri, lokasi, memberikan data
selama 3X24 jam, intensitas, keluhan dasar untuk
dan durasi. membantu dalam
nyeri berkurang atau
menentukan
terkendali dengan pilihan/keeferktifan
2. Monitor TTV.
kriteria hasil: intervensi.
- Perubahan TTV
a. Pelaporan nyeri 3. Buat posisi kepala merupakan indikator
terkontrol. lebih tinggi (15-45o). nyeri.
b. Pasien tenang, tidak
gelisah. - Meningkatkan dan
c. Pasien dapat cukup melancarkan aliran
istirahat. balik darah vena dari
kepala sehingga dapat
4. Ajarkan latihan mengurangi edema
teknik relaksasi dan TIK.
seperti latihan napas
- Latihan napas dapat
dalam.
membantu
pemasukan O2 kebih
banyak , terutama
5. Kurangi stimulus untuk oksigenasi otot.
yang tidak
menyenangkan dari - Respon yang tidak
luas dan berikan menyenangkan
tindakan yang menambah
menyenangkan ketegagngan saraf
seperti masase. dan mamase akan
mengalihkan
rengsang terhadap
nyeri.
f.. Setelah dilakukan 1. Periksa kembali - Mengidentifikasi
asuhan keperawatan kemampuan dan kemungkinan
selama 3X24 jam, keadaan secara kerusakan yang
fungsional pada terjadi secara
diharapkan klien
kerusakan yang fungsional dan
mampu melakukan terjadi mempengaruhi
aktifitas fisik dan pilihan intervensi
ADL dengan kriteria yang akan dilakukan
hasil: - Seseorang dalam
setiap kategori
a. Klien mampu pulih 2. Kaji tingkat
kemampuan mempunyai resiko
kembali pasca akut
mobilitas dengan kecelakaan, namun
dalam
skala 0-4 dengan kategori nilai
mempertahankan
0: Klien tidak 2-4 menpunyai resiko
fungsi gerak.
yang terbesar untuk
b. Tidak terjadi bergantung orang
terjadinya bahaya.
komplikasi , seperti lain.
dekubitus,
bronkopnemonia 1: Klien butuh
tromboplebitis dan sedikit bantuan.
kontraktur sendi.
c. Mampu 2: Klien butuh
mempertahankan bantuan
keseimbangan sederhana.
fungsi tubuh.
3: Klien butuh
bantuan atau
peralatan yang
banyak. - Dapat meningkatkan
sirkulasi seluruh
4: Klien butuh sangat tubuh dan mencegah
bergantung pada adanya tekanan pada
orang lain. organ yang menonjol.

- Mempertahankan
fungsi sendi dan
mencegah resiko
3. Atur posisi klien dan tromboplebitis.
ubah posisi secara - Meningkatkan
teratur tiap dua jam sirkulasi dan
sekali bila tidak ada meningkatkan
kejang atau setelah elastisitas kulit dan
empat jam pertama. menurunkan resiko
4. Bantu klien terjadinya ekskariasi
melakukan gerakan kilit
sendi secara teratur. - Mempertahankan
mobilisasi dan fungsi
sendi/posisi normal
5. Pertahankan linen
ekstremitas dan
tetap bersih dan
menurunkan
bebas kerutan
terjadinya vena statis
- Meningkatkan
kesembuhan dan
membentuk kekuatan
otot

6. Bantu untuk
melalukan latihan
rentang gerak
aktif/pasif
7. Anjurkan klien untuk
tetap ikut serta dalam
pemenuhan
kebutuhan ADL
sesuai kemampuan

g Setelah dilakukan 1. Observasi tanda- - Mengetahui saat


asuhan keperawatan tanda kejang, waktu terjadinya kejang
selama 3X24 jam, untuk antisipasi
2. Pertahankan - Menurunkan
diharapkan klien tidak
penghalang tempat terjadinya trauma
mengalami cedera tidur terpasang
dengan kriteria hasil: 3. Jauhkan benda-benda - Menurunkan
yang dapat melukai terjadinya trauma
a. Pernyataan klien
pemahaman faktor 4. Pertahankan agar - Menurunkan
yang trlibat dalam lidah tidak tergigit terjadinya trauma
kemungkinan 5. Berikan obat sesuai - Mengendalikan
cedera. dengan indikasi, kejang
b. Menunjukkan misal antikonvulsan
perilaku , gaya
hidup untuk
menurunkan faktor
resiko dan
melindungi dari
cedera
c. Mengubah
lingkungan sesuai
indikasi untuk
meningkatkatkan
keamanan

h Setelah dilakukan 1. Pertahankan teknik - Menurunkan resiko


asuhan keperawatan aseptik dan teknik terjadinya infeksi dan
selama 3X24 jam, cuci tangan yang kontaminasi silang
tepat bagi pasien,
diharapkan klien tidak
pengunjung maupun
mengalami infeksi staf.
dengan kriteria hasil: 2. Pantau suhu secara - Peningkatan suhu
teratur merupakan salah satu
a. Tidak ada tanda- indikator terjadinya
tanda infeksi, rubor, infeksi
kalor, dolor. 3. Ubah posisi klien - Mencegah kerusakan
b. Suhu tubuh 36,5- dengan sering. kulit
37,5 oC Pertahankan linen
c. Mencapai tetap kering dan
penyembuhan tepat bebas dari kerutan.
waktu 4. Batasi/hindari - Menurunkan resiko
d. Berpartisipasi prosedur invansif kontaminasi
dalam intervensi 5. Beri antibiotik sesuai - Mengidentifikasi
dalam pencegahan indikasi infeksi
infeksi

i.. Setelah dilakukan 1. Inspeksi seluruh area - Kulit biasanya


asuhan keperawatan kulit. Catat adanya cenderung rusak
selama 3X24 jam, kemerahan karena perubahan
sirkulasi perifer,
diharapkan klien tidak
tekanan
mengalami infeksi 2. Lakukan perubahan - Meningkatkan
dengan kriteria hasil: posisi sesering sirkulasi pada kulit
mungkin dan mengurangi
a. Mengidentifikasi tekanan pada daerah
faktor resiko tulang yang menonjol
individual. 3. Pertahankan linen - mengurangi/mencega
b. Mengungkapkan tetap kering, bersih h adanya iritasi kulit
pemahaman tentang dan bebas kerutan
kebutuhan tindakan 4. Tinggikan - Meningkatkan arus
c. Berpartisipasi pada ekstremitas bawah balik vena,
tingkat kemampuan secara periodik mencegah/mengurang
untuk mencegah i pembentukan edema
kerusakan kulit. 5. Masase penonjolan - Meningkatkan
tulang dengan sirkulasi ke jaringan,
lembut menggunakan meningkatkan tonus
krim/lotion vaskuler dan
mengurangi edema
jaringan
j. Setelah dilakukan 1. Ukur haluaran dan - Penurunan haluaran
asuhan keperawatan BJ urin. Catat urin dan BJ akan
selama 3X24 jam, ketidakseimbangan menyebabkan
input dan output. hipovolemia.
diharapkan klien tidak
2. Dorong masukan - Memperbaiki
mengalami infeksi cairan peroral sesuai kebutuhan cairan
dengan kriteria hasil: toleransi
3. Pantau tekanan darah - Pengurangan dalam
a. TTV dalam batas dan denyut jantung sirkulasi volume
normal cairan dapat
TD 120/80 mmHg, mengurangi tekanan
nadi 60-100x/menit, darah, mekanisme
o
suhu 36,5-37,5 C, kompensasi awal
RR 16-24x/menit takikardi untuk
meningkatkan curah
b. Nadi perifer teraba jantung dan tekanan
kuat darah sistemik
c. Haluaran urin 4. Palpasi denyut - Denyut yang lemah,
adekuat perifer mudah hilang dapat
menyebabkan
hipovolemi
5. Kaji membran - Merupakan indikator
mukosa, turgor kulit, dari kekurangan
dan rasa haus volume cairan dan
sebagai pedoman
untuk penatalaksaan
rehidrasi
6. Berikan tambahan - Memperbaiki
cairan parenteral kebutuhan cairan
sesuai indikasi

Anda mungkin juga menyukai