Pada tanggal 29 Mei 1945 panitia tersebut membuka sidangnya yang pertama.
Pada sidang pertama itulah Mr. Moh. Yamin mengemukakan pokok-pokok pikiran sebagai
dasar filsafat Negara Indonesia yanag merdeka dikelak kemudian hari sebagai berikut :
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan Rakyat
Perlu dikemukakan bahwa lima asas Dasar Negara yang dikemukakan oleh Mr.
Moh. Yamin terdapat perbedaan dengan yang dikemukakan secara lisan dan yang tertulis,
baik perumusan kata-katanya maupun sistematikanya. Di dalam pembukaan dari
Rancangan UUD itu tercantum perumusan lima asas dasar Negara sebagai berikut :
Dengan fakta secara lisan/pidato dan tertulis dari beliau itu meyakinkan kepada kita,
bahwa Pancasila tidaklah lahir pada tanggal 1 Juni 1945, karena pada tanggal 29 Mei 1945
itu Mr. Moh. Yamin telah mengucapkan pidato dan menyampaikan usulan Rancangan
UUD Negara Republik Indonesia yang berisi lima asas dasar negara.
Selanjutnya pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Soepomo dalam sidang itu
berpendapat sebagai berikut :
a. Negara Indonesia Merdeka yang hendak didirikan itu hendaknya merupakan Negara
Nasional yang bersatu dalam arti totalitas. Maksudnya ialah Negara Indonesia Merdeka
itu nanti tidak akan mempersatukan diri dengan golonaan yang terbesar, tetapi yang akan
mengatasi segala golongan, baik golongan yang besar maupun golongan yang kecil.
b. Setiap warganegara dianjurkan takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap waktu ingat
kepada Tuhan. Sehubungan dengan pokok pikiran itu beliau mengusulkan bahwa di dalam
negara Nasional yang bersatu, urusan agama akan terpisah dengan urusan negara, yang
dengan sendirinya urusan agama akan diserahkan kepada golongan-golongan agarna
yang bersangkutan.
e. Dalam hubungan antar bangsa beliau mengusulkan supaya Negara Indonesia bersifat
Negara Asia Timur Raya sebagai anggota daripada kekeluargaan Asia Timur Raya.
Dengan pokok pokok pikiran Prof. DR. Soepomo itu, kita dapat merasakan adanya satu
jiwa 5 hal untuk dasar negara Indonesia Merdeka, meskipun tidak diuraikan secara
terperinci sebagaimana yang diucapkan oleh Mr. Moh. Yammin.
Pada tanggal 1 Juni 1945, hari terakhir masa sidang pertama BPUPKI, Soekarno
menyampaikan pidato tentang dasar negara. Pidato ini kemudian amat terkenal dengan
sebutan “Pidato Lahirnya Pancasila”. Di dalam pidato ini, Soekarno menawarkan agar
Indonesia Merdeka bukan negara agama dan bukan pula negara sekuler, tetapi negara
yang berdasarkan Pancasila. Pancasila seperti yang diusulkan oleh Soekarno dirumuskan
menurut urutan sebagai berikut :
1. Kebangsaan
2. Internasionalisme
4. Kesejahteraan Sosial
Jika perumusan dan sistematika yang dikemukakan/diusulkan oleh Ir. Soekarno itu kita
bandingkan dengan Pancasila yang sekarang, nyata sekali bahwa perumusan dan
sistimatika Ir. Soekarno itu lain dari perumusan dan sistematika Pancasila yang
sekarang[1].
Sesudah sidang I BPUPKI, berlangsung pertemuan di luar sidang. Pertemuan itu dilakukan
oleh para anggota BPUPKI yang tinggal di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Pertermuan
itu dimaksudkan untuk menjembatani perbedaan antara golongan nasionalis dan Islam.
Dalam pertemuan itu, diupayakan kompromi antara kedua belah pihak mengenai
rumusan dasar negara bagi negara Indonesia merdeka.
Pada kesempatan itu sebuah panitia, yang kemudian dikenal dengan sebutan Panitia
Sembilan, dibentuk untuk merumuskan kesepakatan antara kedua belah pihak. Panitia itu
beranggotakan sembilan tokoh nasional yang juga tokoh-tokoh BPUPKI, yaitu Soekarno,
Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Subardjo, A.A. Maramis, Abdul Kahar Moezakhir,
Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, dan K.H. Agus Salim.
3. Persatuan Indonesia
Ketika BPUPKI memasuki sidang kedua pada tanggal 10 Juli sampai 17 Juli 1945, Soekarno
selaku ketua Panitia Sembilan melaporkan isi Piagam Jakarta sebagai usul Pembukaan
UUD kepada sidang BPUPKI.
Ketua BPUPKI kemudian membentuk Panitia Perancang UUD, diketuai oleh Soekarno.
Pada 11 Juli 1945, Panitia membicarakan rancangan Pembukaan UUD. Lalu, Ketua
membentuk Panitia Kecil beranggotakan 7 orang diketuai oleh Soepomo untuk
membentuk rancangan UUD. Hasil kerja Panitia Kecil ini dibicarakan pada 13 Juli 1945 dan
diterima oleh Panitia Perancang UUD.
Pada 14 Juli 1945 sidang pleno BPUPKI membicarakan rancangan Pembukaan UUD itu dan
menerimanya dengan sedikit perubahan. Pada 15 Juli 1945, dibicarakan rancangan UUD.
Setelah Soekarno dan Soepomo memberikan penjelasan umum dan penjelasan pasal
demi pasal, masing-masing anggota memberikan tanggapan.
Pada 7 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), terdiri
atas 21 orang. Tugas PPKI adalah melaksanakan kemerdekaan Indonesia dan mengambil
langkah-langkah yang perlu untuk membentuk suatu negara. Soekarno ditunjuk sebagai
Ketua dan Muhammad Hatta sebagai Wakil Ketua.
Pada 18 Agustus 1945, PPKI bersidang dan mengambil beberapa keputusan penting, yaitu:
· Mengesahkan UUD;
Lalu, Pancasila ditetapkan dalam Pembukaan UUD sebagai dasar negara Republik
Indonesia, seperti berikut:
“... maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam susunan negara Republik
Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil clan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Adapun hubungan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, meliputi hubungan secara formal
dan secara material.
a. Hubungan Secara Formal, bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945; bahwa Pembukaan UUD
1945 berkedudukan dan berfungsi selain sebagai Mukadimah UUD 1945 juga sebagai
suatu yang bereksistensi sendiri karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya Pancasila
tidak tergantung pada batang tubuh UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya; bahwa
Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945 dengan demikian mempunyai kedudukan
yang kuat, tetap, tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara RI.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa Pancasila
terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan secara formal,
dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai dasar negara
(Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut terangkum di dalam
empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di mana keempatnya sama
hakikatnya dengan Pancasila. Empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945.
Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan lagi ke dalam banyak
peraturan perundang-undangan lainnya, seperti misalnya ketetapan MPR, undang-
undang, peraturan pemerintah dan lain sebagainya. Jadi selain tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea 4, Pancasila terangkum dalam empat pokok pikiran
Pembukaan UUD 1945.
Jika mencermati Pembukaan UUD 1945, masing-masing alenia mengandung pula cita-cita
luhur dan filosofis yang harus menjiwai keseluruhan sistem berpikir materi Undang-
Undang Dasar. Alenia pertama menegaskan keyakinan bangsa Indonesia bahwa
kemerdekaan adalah hak asasi segala bangsa, dan karena itu segala bentuk penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri
keadilan. Alenia kedua menggambarkan proses perjuangan bangsa Indonesia yang
panjang dan penuh penderitaan yang akhirnya berhasil mengantarkan bangsa Indonesia
ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Alenia ketiga menegaskan pengakuan bangsa Indonesia akan ke-Maha Kuasaan
Tuhan Yang Maha Esa, yang memberikan dorongan spiritual kepada segenap bangsa
untuk memperjuangkan perwujudan cita-cita luhurnya sehingga rakyat Indonesia
menyatakan kemerdekaannya. Terakhir alenia keempat menggambarkan visi bangsa
Indonesia mengenai bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk dan diselenggarakan
dalam rangka melembagakan keseluruhan cita-cita bangsa untuk merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur dalam wadah Negara Indonesia. Dalam alenia keempat inilah
disebutkan tujuan negara dan dasar negara.
Keseluruhan Pembukaan UUD 1945 yang berisi latar belakang kemerdekaan, pandangan
hidup, tujuan negara, dan dasar negara dalam bentuk pokok-pokok pikiran sebagaimana
telah diuraikan tersebut-lah yang dalam bahasa Soekarno disebut sebagai Philosofische
grondslag atau dasar negara secara umum. Jelas bahwa Pembukaan UUD 1945 sebagai
ideologi bangsa tidak hanya berisi Pancasila. Dalam ilmu politik, Pembukaan UUD 1945
tersebut dapat disebut sebagai ideologi bangsa Indonesia.
Seperti telah disinggung di muka bahwa di samping Undang-Undang dasar, masih ada
hukum dasar yang tidak tertulis yang juga merupakan sumber hukum, yang menurut
penjelasan UUD 1945 merupakan ‘aturan-auran dasar yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelengaraan negara, meskipun tidak tertulis’. Inilah yang dimaksudkan
dengan konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan sebagai pelengkap atau pengisi
kekosongan yang timbul dari praktek kenegaraan, karena aturan tersebut tidak terdapat
dalam Undang-Undang dasar.
UUD 1945 yang hanya terdiri dari 37 pasal ditambah dengan Empat pasal Aturan Peralihan
dan dua ayat aturan Tambahan, maka UUD 1945 termasuk singkat dan bersifat supel atau
fleksibal. Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh
(16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan
49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan,
dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal
Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Aturan Peralihan
Pasal I
Pasal II
Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal III
Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.
Pasal IV
Aturan Tambahan
Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia
mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar ini.
Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu
bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.
Bila kita hubungkan antara inti isi pengertian Pembukaan dengan Proklamasi 17 Agustus
1945 maka kedua-duanya memiliki hubungan azasi (prinsip) yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain.
1. Pernyataan pertama proklamasi dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan pada alinea
pertama, kedua, dan ketiga.
2. Pernyataan kedua proklamasi dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan pada alinea
keempat. Selain itu pernyataan “pemindahan kekuasaan” kemudian diatur dalam Aturan
Peralihan UUD 1945. [3]
Oleh karena itu, wajar kalau Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan yang sangat
penting bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia karena terlekat pada proklamasi 17
Agustus 1945, sehingga tidak bisa dirubah baik secara formal maupun material. Adapun
kedudukan hakiki Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengandung dasar, rangka dan suasana bagi
negara dan tertib hukum Indonesia.
2. 16 Agustus 1945
1). Jam 06.00 (Tokyo) atau 04.30 waktu Jawa Jepang atau 04.00 WIB
b. Maksud pengamanan yang dilakukan oleh golongan Pemuda yang terdiri dari Sukarni
dibantu Winoto Danu Asmoro, Abdurrahman dan Yusuf Kunto adalah untuk menjauhkan
In Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dari segala pengaruh dan siasat Jepang.
2). Jam 19.30 (Tokyo) atau 18.00 waktu Jawa Jepang atau 17.30 WIB.
a. Rombongan terdiri dari Mr. A. Subarjo, Sudiro (Mbah) dan Yusuf Kunto tiba di
Rengasdengklok.
b. Maksud kedatangan mereka adalah untuk menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. hatta
kembali-ke Jakarta.
3). Jam 01.00 (Tokyo) keesokan hari atau 23.30 waktu Jawa Zaman Jepang atau 23. WIB.
a. Rombongan yang membawa In Soekarno dan Drs. Moh Hatta tiba di Jakarta. Drs. Moh.
Hatta singgah di rumahnya sebentar di Jl. Diponegoro 57. Kemudian menuju rumah
Laksamana Muda Tadashi Maeda di Jl. Imam Bonjol 1.
c. Teks versi terakhir Proklamasi yang telah diketik ditanda tangani oleh Ir. Soekarno dan
Drs. Moh Hatta.
3. 17 Agustus 1945 (jam 12.00 Tokyo atau 10.30 waktu Jawa zaman Jepang atau 10.00
WIB : Pembacaan Teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno di Pegangsaan Timur 56, Jalannya
upacara:
a. Ir. Soekarno tampil kemuka micropon satu-satunya untuk membacakan teks Proklamasi
Kemerdekaan.
c. Pengibaran bendera merah putih dilakukan oleh Cudanco Latief Hendraningrat dengan
diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh para hadirin.[4]
Untuk mewujudkan tujuan Proklamasi Kemerdekaan maka pada tanggal 18 Agustus 1945
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia bersidang untuk mengesahkan :
Dengan kata lain, cita-cita dan inti isi jiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
(Pancasila) dituangkan ke dalam Pembuakaan dan UUD 1945.[5]
Dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945 itu, PPKI yang telah disempurnakan antara
lain tekah mengesahkan Undang-undang dasar negara yang kini terkenal dengan sebutan
UUD 1945.[6]
Tanggal 18 Agustus 1945 sidang PPKI dimulai jam 11.30. Acara dari sidang pleno ini ialah
“Untuk membahas naskah rancangan Hukum Dasar dan mengesahkan Undang-undang
Dasar atas Kemerdekaan yang telah diucapkan dalam Proklamasi sehari sebelumnya.
(1) Meneatapkan Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan sebagai pembukaan dari
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.
(2) Menetapkan Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima BPUPK pada tanggal 17 Juli
1945 setelah mengalami beberapa perubahan sebagai Undang-undang Dasar Republik
Indonesia.
Dengan hubungan erat golongan tua dari kaum pergerakan Indonesia dengan pihak
pemerintah pendudukan Jepang oleh pemuda yang tidak disukai, dan ingin agar segera
kemerdekaan Indonesia segera di Proklamasikan. Seperti yang kita ketahui bahwa dua
orang pemimin pergerakan Indonesia yang paling terkemuka pada zaman jepang adalah
Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta. Karena itulah semua golongan sepakat bahwa
kemerdekaan Indonesia yang telah dirancang sejak lama itu, oleh berbagai golongan
dalam kalangan pergerakan Nasional tidak dapat diumumkan tanpa mengikut sertakan
mereka berdua.
Karena sifat radikal dan pandangan Politik dari golongan pemuda menemui kesulitan
dalam mengajak bung Karno dan Bung Hatta mengikuti garis politik mereka untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Untuk keluar dari kesulitan tersebut maka
politisi muda demham bekerja sama pihak PETA (Pembela Tanah Air) menugaskan
Shodanco “ Singgih ” Umar Bachsan Suheryana, Affan (Letnan I), Subeno dan Sucipto
sudah dipersiapkan rapih jauh sebelumnya. Bahkan Bendera Sang Saka Merah Putih telah
dikibarkan pada tanggal 16 Agustus 1945 di markas PETA di Rengasdengklok atas perintah
Shodanco Affan, Pada hari itu tercapailah kata sepakat antara Mr. Achmad Soebardjo
sebagai salah seorang tokoh golongan tua dengan wakil-wakil golongan pemuda untuk
mengembalikan Soekarno-Hatta ke Jakarta.
Persetujuan para pemuda itu diberikan atas dasar jaminan yang diberikan oleh Achmad
Soebardjo, bahwa keesokan harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 proklamasi sudah akan
disiarkan ke seluruh dunia. Berdasarkan persetujuan itulah menjelang tengah malam
tanggal 1 6 Agustus 1945 itu juga Soekarno-Hatta dikembalikan ke Jakarta dengan
perantaraan Mr. Soebardjo langsung menuju ke rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda.
Rumah Laksamana Jepang itu dianggap tempat yang aman dari penindakan Angkatan
Darat Jepang yang menjadi penguasa di daerah Jawa (Dada Zaman pendudukan Jepang
Sumatera dan Jawa diperintah oleh pernerintah militer Angkatan Darat atau Rikugun,
sedang wilayah Indonesia selebihnya diperintah oleh Angkatan Laut atau Kaigun).
Laksamana Maeda adalah kepala kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan
Angkatan Darat.
Mr. Achmad Soebardjo dan sejumlah pemuda Indonesia bekerja pada kantornya dan
karena itu mempunyai hubungan baik dengan Laksamana tersebut. Berdasarkan
hubungan baik itu, rumah Maeda yang terletak di Jalan Imam Bonjol 1 dan kini menjadi
tempat kediaman Duta Besar (nggris dijadikan tempat pertemuan antar pelbagai
golongan pergerakan nasional yang tua dan yang muda.
Di rumah itulah naskah proklamasi dirumuskan oleh tiga orang pimpinan golongan tua,
yaitu Soekarno, Hatta dan Soebardjo dengan disaksikan oleh tiga orang eksponen pemuda
yakni Sukarni, BM Diah dan Mbah Diro serta beberapa orang Jepang. Mereka duduk
menyendiri di kamar makan itu, sedangkan yang lain menunggu di serambi muka. Yang
menuliskan ‘kladnya’ adalah Ir. Soekarno sedangkan Drs. Moh. Hatta dan Mr. Soebardjo
menyumbangkan pikiran secara lisan. Sebagai hasil perbincangan mereka bertiga itulah
diperoleh rumusan tulisan tangan Ir. Soekarno yang berbunyi sebagai berikut :
Proklamasi
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara
seksama clan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya.
Djakarta, 17 - 8 - 05,
Rombongan yang menyendiri di ruang makan itu kemudian menuju ke serambi muka
untuk menemui mereka yang telah hadir. Di sana Ir. Soekarno membacakan draft (naskah)
rumusan yang telah mereka hasilkan itu dan menyarankan agar segenap mereka yang
hadir itu bersama sama menandatangani naskah Proklamasi itu selaku wakil-wakil bangsa
Indonesia.
Saran itu ditolak oleh pemuda yang menyatakan tidak rela bahwa budak-budak Jepang
ikut menandatangani Naskah Proklamasi (Budak-budak Jepang adalah tokoh golongan tua
yaang dinilainya bukan orang pergerakan nasional, melainkan hanya oportunis-oportunis
yang memperoleh kursi, karena pengabdialnnya kepada pemerintah pendudukan Dai
Nippon).
Pernyataan itu menimbulkan kehebohan dari pihak yang dituduh budak-budak Jepang.
Kemudian Sukarni selaku salah seorang pemimpin pemuda mengusulkan agar yang
menandatangani naskah proklamasi itu hanyalah Soekarno - Hatta atas nama bangsa
Indonesia.
Usul itu diterima baik segenap hadirin dan Ir. Soekarno memimta kepada Sayuti Melik
untuk mengetik naskah bersih berdasarkan draft rumusan dengan perubahan-perubahan
yang disetujui yakni:
Naskah yang diketik oleh Sayuti Melik itu kemudian ditandatangani oleh Soekarno dan
Hatta di rumah itu juga. Bunyi naskah itu selengkapnya adalah sebagai berikut:
Proklamasi
SOEKARNO/HA TTA.
Naskah yang diketik itulah yang beberapa jam kemudian setelah hari terang pada tanggal
17 Agustus 1945 dibacakan oleh Ir. Soekarno di Gedung Proklamasi di Jalan Pegangsaan
Timur 56. Adalah ironis sekali, bahwa Orde Lama di bawah apimpinan Ir. Soekarno telah
menghancurkan Gedung Proklamasi yang bersejarah itu). Sampai sekrang belum jelas
bagaimana urutan kejadian, sehingga naskah otentik proklamasi itu dapat menghilang
selama kurang lebih dua puluh tahun dan baru muncul pada tahun 1965. Selama naskah
otentik itu hilang maka yang dikenal seluas-luasnya adalah konsep atau ‘Klad’ tutisan
tangan Ir. Soekarno. Menurut Sayuti Melik naskah otentik proklamasi itu dibawa pulang
dari rumah Laksamana Maeda oleh B.M. Diah, yang kemudian rnenyimpannya setelah
mencetaknya di dalam surat Kabar Merdeka yang diterbitkannya dalam Bulan Oktober
1945.
Oleh karena itulah foto copy dari naskah otentik Proklamasi itu pada tahun 1969 oleh
Presiden Soeharto sudah dibagi-bagikan kepada para Gubernur/Kepala Daerah dan telah
dimuat dalam berbagai surat kabar.[8]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah kami tulis diatas, kami dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
a. Dengan pokok-pokok pikiran Prof. DR. Soepomo itu, kita dapat merasakan adanya satu
jiwa 5 hal untuk dasar negara Indonesia Merdeka, meskipun tidak diuraikan secara
terperinci sebagaimana yang diucapkan oleh Mr. Moh. Yammin.
b. Adapun hubungan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, meliputi hubungan secara
formal dan secara material.
17 Agustus 1945 : Pembacaan Teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno di Pegangsaan Timur 56.
d. Sifat radikal dan pandangan Politik dari golongan pemuda menemui kesulitan dalam
mengajak bung Karno dan Bung Hatta mengikuti garis politik mereka untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Untuk keluar dari kesulitan tersebut maka
politisi muda demham bekerja sama pihak PETA (Pembela Tanah Air) menugaskan
Shodanco “ Singgih ” Umar Bachsan Suheryana, Affan (Letnan I), Subeno dan Sucipto
sudah dipersiapkan rapih jauh sebelumnya. Bahkan Bendera Sang Saka Merah Putih telah
dikibarkan pada tanggal 16 Agustus 1945 di markas PETA di Rengasdengklok atas perintah
Shodanco Affan, Pada hari itu tercapailah kata sepakat antara Mr. Achmad Soebardjo
sebagai salah seorang tokoh golongan tua dengan wakil-wakil golongan pemuda untuk
mengembalikan Soekarno-Hatta ke Jakarta.
Saran-saran
Harapan kami adalah saran serta kritik yang bisa membangun juga menambah tentang
ilmu pengetahuan kami. Semoga dengan saran dan kritik dari dosen pada khususnya dan
pemabaca pada umumnya bisa membantu kami dalam menambah wawasan terutama
dalam penulisan atau penyusunan karya tulis untuk menjadi menjadi lebih baik lagi.
0 komentar:
Posting Komentar
INGAT WAKTU
Pengunjung ke :
Blog Archive
iwAi