Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap peradangan sebagai
sesuatu yang tidak diinginkan, karena peradangan dapat menyebabkan keadaan
yang menggelisahkan. Tetapi peradangan sebenarnya adalah gejala yang
menguntungkan dan pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan
pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan
keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Sifat menguntungkan
dari reaksi peradangan secara drmatis diperlihatkan dengan apa yang terjadi jika
penderita tidak dapat menimbulkan reaksi peradangan yang dibutuhkan.
Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi obat-obatan yang
mempunyai efek samping yang menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini,ada
peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat, penyabaran yang cepat atau
infeksi yang mematikan, yang disebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya
tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang
terkoodinasi dengan baik yang dinamis dan kontiniu. Untuk menimbulkan reaksi
peradangan, maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki
mikrosirkulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas, maka reaksi jaringan
tidak ditemukan ditengah jaringan, tetapi pada tepinya, yaitu antara jaringan mati
dan jaringan hidup dengan sirkulasi yang utuh. Juga jika cidera yang langsung
mematikan hospes, maka tidak ada petunjuk adanya reaksi peradangan, karena
untuk timbulnya reaksi peradangan diperlukan waktu. Sebab-sebab peradangan
banyak sekali dan beraneka ragam, dan penting sekali untuk diketahui bahwa
peradangan dan infeksi itu tidak bersinonim. Dengan demikian, maka infeksi
(adanya mikrooganisme hidup dalam jaringan) hanya merupakan salah satu
penyebab dari peradangan. Peradangan dapat terjadi denagan mudah steril
sempurna, seperti waktu sebagian jaringan mati karena hilangnya suplai darah.
Karena banyaknya keadaan yang mengakibatkan peradangan, maka pemahaman

1
proses ini merupakan dasar bagi ilmu biologi dan kesehatan. Tanpa memahami
proses ini, orang tidak dapat memahami prinsip-prinsip penyakit manular,
pembedahan, penyembuhan luka, dan respon terhadap berbagai trauma atau
prinsip-prinsip bagaimana tubuh menanggulangi bencana kematian jaringan,
sperti stroke, serangan jantung dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran mikrokopis inflamasi ?
2. Bagaimana aspek cairan dan seluler inflamasi ?
3. Apa jenis dan fungsi leukosit ?
4. Bagaimana bentuk inflamasi ?
5. Seperti apa reaksi inflamasi ?
6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi inflamasi ?
C. Tujuan
1. Mampu mendefinisikan gambaran mikrokopis inflamasi.
2. Mampu mendeskripsikan aspek cairan dan seluler inflamasi.
3. Mampu mendeskripsikan jenis dan fungsi leukosit.
4. Mampu mendeskripsikan bentuk inflamasi.
5. Mampu mendeskripsikan reaksi inflamasi.
6. Mampu mendeskripsikan Faktor-faktor yang mempengaruhi inflamasi dan
penyembuhan.
.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Mikrokopis Inflamasi.


Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu
organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa
rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera,
seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari
respon utama system kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.
Menurut Kamus Kedokteran Dorland radang atau inflamasi ialah respon
protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang
berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung baik agen pencedera
maupun jaringan yang cedera itu.
Menurut Katzung (2002) radang ialah suatu proses yang dinamis dari
jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau injury (jejas) yang dilakukan
terutama oleh pembuluh darah (vaskuler) dan jaringan ikat (connective tissue).
Jenis-jenis Radang
a. Radang Akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang
didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan
berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan
nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan
penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.
Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran
darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan
memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah.
Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan
selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.

3
b. Radang Kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang
(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan
dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan
radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan
infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh
infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi
jaringan, dan perbaikan. Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan.
Dapat timbul menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik.
Perubahan radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang
akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat
gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak
awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah
dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3
kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh
mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan
jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur
(misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih lama
dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon
efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya.
Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi
reaksi.
a. Radang Kronis Eksaserbasi Akut
Radang kronis eksaserbasi akut adalah radang yang merupakan
peningkatan keparahan dari suatu gejala penyakit. Tanda-tanda klinis radang akut
kembali timbul pada radang ini, seperti rubor, kalor, tumor, dolor, functio laesa.
Tanda-tanda Radang
Reaksi tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai
berikut:

4
1. Rubor : Warna merah
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak
darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi
penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan
warna merah lokal karena peradangan akut.
2. Kalor : Panas
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan aku
Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang
memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang
lebih banyak dari pada ke daerah normal.
3. Tumor : Pembengkakan
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-
jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat meradang.
4. Dolor : Rasa nyeri
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif
lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang
meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang.
5. Functiolaesa : Gangguan fungsi
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang
(Dorland,2002).Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal.
Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi
jaringan yang meradang. Radang kadang-kadang dapat menimbulkan gejala
systemic misalnya :

5
a. Fever/Demam
Yang merupakan akibat dari pelepasan zat pirogen endogen yang berasal
dari neutrofil dan makrofag. Selanjutnya zat tersebut akan memacu pusat
pengendali suhu tubuh yang ada dihypothalamus, disebabkan :
- bacteriamia
- efek prostaglandin E 2
- karena lepasnya endotoksin bakteri yang disebut interleukin-1 ( IL-1)
b. Perubahan hematologis.
Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan mempengaruhi proses
maturasi dan pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan
kenaikan suatu jenis leukosit, kenaikan ini disebut leukositosis. Perubahan protein
darah tertentu juga terjadi bersamaan dengan perubahan apa yang dinamakan laju
endap darah.
c. Gejala konstitusional.
Pada cedera yang hebat, terjadi perubahan metabolisme dan endokrin
yang menyolok. Akhirnya reaksi peradangan local sering diiringi oleh berbagai
gejala konstitusional yang berupa malaise, anoreksia atau tidak ada nafsu makan
dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda bahkan
sampai tidak berdaya melakukan apapun.
d. leukositosis
Jumlah leukosit dalam darah bertambah, kadang-kadang sangat banyak
bisa 50.000/mm. Tidak semua radang member leukositosis, misalnya :
lymkphositosis : infections mononucleosis, batuk rejan.
eosinofilia : terutama penyakit alergi seperti : asthma, bronchiale, hay-fever,
infeksi parasite.
leucopenia : jumlah lekosit , dari pada normal. missal : infeksi karena virus atau
salmonella.
e. pusing, malise, tidak nafsu makan, berat badan berkurang.

6
Fungsi dan Peran inflamasi
a. Fungsi:
1. Melokalisasi dan mengisolasi jaringan yang mengalami jelas melindungi
jaringan sekitar yang sehat.
2. Menetralisasi dan inaktifasi zat-zat toksis yang dihasilkan oleh faktor
humoral dan enzim.
3. Merusak dan membatasi pertumbuhan mikroorganisme yang menginfeksi.
4. Mempersiapkan daerah yang sakit untuk penyembuhan dan perbaikan.
b. Peran:
Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap
infeksi
1. memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi
untuk meningkatkan performa makrofaga.
2. menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
3. mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
Macam-macam inflamasi
Macam-macam radang yang sering terjadi, yaitu:
a. Radang Tenggorokan
Penyakit ini ditandai dengan rasa nyeri di tenggorokan sehingga si
penderita susah sekali saat menelan makanan. Radang tenggorokan atau faringitis
akut sering diikuti dengan gejala flu seperti demam, sakit kepala, pilek, dan batuk.
Disebarkan oleh virus EBV atau kuman Strep.
Pyogenes, radang tenggorokan mudah dikenali dengan memeriksakannya ke
dokter THT. Jika daerah faring ditemukan peradangan dengan tanda berupa
kemerahan serta terjadi pembesaran pada kelenjar limfe regional di sekitarnya,
bisa dikatakan orang tersebut menderita radang tenggorokan. Pada kasus yang
sudah berat, di tenggorokan akan dijumpai nanah atau eksudat. Dalam beberapa
kejadian, penyakit radang tenggorokan tidak bersifat serius. Sebagian

7
besar penderita akan sembuh setelah tiga sampai dengan sepuluh hari tanpa terapi
yang biasanya menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Memang masalah utama
seorang penderita radang tenggorokan adalah rasa tidak nyaman dan tidak bisa
bernapas secara wajar. Untuk radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri
streptococcal, antibiotik bias diberikan kepada si pasien agar komplikasi seperti
demam rematik bisa dihindari. Jika hal ini tidak segera ditangani, ancaman
diptheria mengintai kesehatan si penderita.
Gejala-gejala seorang penderita radang tenggorokan:
1) Bengkak, berwarna merah pada tenggorokan
2) Susah berbicara, menelan, dan bernapas
3) Biasanya terjadi benjolan di sekitar leher
4) Demam tinggi
5) Sakit kepala yang luar biasa
6) Telinga pekak
b. Radang Usus Buntu
Radang usus buntu merupakan peradangan pada usus buntu, yaitu sebuah
usus kecil yang berbentuk jari yang melekat pada usus besar di sebelah kanan
bawah rongga perut. Usus buntu yang mengalami peradangan kadang-kadang
pecah terbuka, yang menyebabkan peradangan selaput perut(peritonitis).
Peradangan selaput perut adalah peradangan yang gawat dan mendadak pada
selaput yang melapisi dinding dalam rongga perut atau pada kantong yang
membungkus usus. Peradangan ini terjadi kalau usus lainnya pecah atau robek.
Penyebab umum adalah:
Adanya benda kecil atau keras (faecaliths) yang berada di appendix dan tidak bisa
keluar.
Tanda-tanda appendicitis:
Tanda yang utama ialah keluha nyeri yang menetap pada perut dan semakin lama
semakin memburuk.
-Rasa nyeri mulai terjadi di sekitar pusar, tetapi segera nyeri tersebut berpindah
kesisi kanan bawah.

8
-Mungkin selera makan menghilang, muntah, sembelit atau terdapat panas yang
ringan.
c. Radang Kulit
Radang kulit, dermatitis, merupakan suatu gejala pada kulit saat jaringan
terinfeksi oleh bakteri atau virus.
Ada beberapa tipe radang kulit, yaitu:
1. sebhorrheic dermatitits.
2. atopic dermatitis (eczema).
Kedua tipe tersebut sangat bervariasi tergantung dari penyebab dan gejala yang
terjadi. Sesungguhnya penyakit ini tidak merupakan penyakit seumur hidup. Ia
hanya akan menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan mengurangi penampilan
diri. Kombinasi antara perawatan kesehatan mandiri dan pengobatan medis akan
menghilangkan radang kulit.

B. Aspek Cairan Dan Selular Inflamasi.


Aspek Cairan pada Peradangan Biasanya dinding saluran darah yang
terkecil (kapiler dan venula) memungkinkan molekul-molekul kecil lewat, tetapi
akan menahan molekul-molekul yang besar seperti protein plasma untuk tetap
didalam lumen pembuluh. Sifat pembuluh yang semipermeabel ini menyebabkan
gaya osmotik yang cenderung untuk menahan cairan dalam pembuluh. Hal ini
juga diimbangi oleh dorongan keluar dari tekanan hidrostatik didalam pembuluh.
Pergeseran cairan dalam reaksi peradangan sangat cepat. Eksudat dari peradangan
luka bakar akibat cidera termal mengandung protein plasma yang cukup berarti.
Jadi, peristiwa penting dari peradangan akut adalah perubahan permeabilitas
pembuluh-pembuluh yang sangat kecil yang menyebabkan kebocoran protein dan
diikuti pergeseran keseimbangan osmotik dan air keluar bersama protein,
sehingga menimbulkan pembengkakan jaringan. Dilatasi arteriol yang
menimbulkan hiperemia lokal dan kemerahan juga mengakibatkan kenaikan
tekanan Intravaskuler lokal, karena pembuluh darah penuh. Dalam sistem
limfatik, biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran

9
limfe jaringan dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan
bergabung kembali kedarah vena. Daerah yang terkena radang biasanya terjadi
kenaikan yang mencolok pada aliran limfe daerah tersebut. Selama peradangan
akut, tidak hanya aliran limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel
dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama seperti pada sistem
vaskuler darah. Tetapi sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui
pembuluh limfe menguntungkan, karena cenderung mengurangi pembengkakan
jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Bila
pembuluh limfe terkena radang, disebut dengan limfangitis dan jika kelenjar limfe
yang terkena radang, maka disebut dengan limfadenitis. Limfadenitis regional
sering menyertai peradangan, salah satu contoh yang terkenal adalah pembesaran
kelenjar limfe servikal, yang nyeri terlihat pada tonsillitis.
Aspek Seluler pada Peradangan
1. Marginal dan Emigrasi
Pada awal peradangan akut, waktu arteriol berdilatasi, aliran darah
radang bertambah, namun sifat aliran darah segera berubah. Hal ini disebabkan
karena cairan bocor keluar dari mikrosirkulasi yang permeabilitasnya bertambah.
Sejumlah besar dari eritrosit, trombosit dan leukosit ditinggalkan, dan viskositas
naik, sirkulasi didaerah yang terkena radang menjadi lambat. Hal menyebabkan
leukosit akan mengalami marginasi, yaitu bergerak kebagian arusperifer
sepanjang aliran pembulh darah, dan mulai melekat pada endotel. Akibatnya
pembuluh darah tampak seperti jalan berbatu, peristiwa ini disebut dengan
emigrasi.
2. Kemotaksis
Pergerakan leukosit pada interstisial dari jaringan yang meradang, waktu
mereka sudah beremigrasi, merupakan gerakan yang bertujuan. Hal ini disebabkan
adanya sinyal kimia. Fenomena ini disebut dengan kemotaksis.
3. Mediator peradangan

10
Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen, yang dikenal dengan
substansi dari peradangan. Mediator dapat digolongkan kedalam beberapa
kelompok:

1. Amina vasoaktif
2. Substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma
3. Metabolit asam arakhidona
4. Berbagai macam produk sel
4. Histamine
Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin, yang mampu
menghasilkan vasodilatasi dan penigkatan permeabilitas vaskuler. Sebagian besar
histamin disimpan dalam sel mast yang tersebar luas dalam tubuh.
5. Factor-faktor plasma
Plasma darah adalah sumber yang kaya akan sejumlah mediator penting.
Agen utama yang mengatur sistem ini adalah faktor Hageman (faktor XII), yang
berada dalam plasma, dalam bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh berbagai
cidera.
6. Metabolit asam arakhidonat
Berasal dari banyak fosfolipid membrane sel, ketika fosfolipid diaktifkan
oleh cidera atau mediator lain. Asam arakhidonat dapat dimetabolisasikan dalam
dua jalur yang berbeda, yaitu jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase,
menghasilkan sejumlah prostaglandin, trombokson dan leukotrin.

C. Jenis dan fungsi leukosit.


Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan emigrasi ke dalam
eksudat peradangan berasal dari sumsum tulang, di mana tidak saja leukosit tetapi
juga sel-sel darah merah dan trombosit dihasilkan secara terus memenerus.Dalam
keadaan normal, di dalam sumsum tulang dapat ditemukan banyak sekali leukosit
yang belum matang dari berbagai jenis dan "pool" leukosit matang yang ditahan
sebagai cadangan untuk dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis

11
leukosit yang bersirkulasi dalam darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah
"sesuai kebutuhan" jika timbul proses peradangan. Artinya, dengan rangsangan
respon peradangan, sinyal umpan balik pada sumsum tulang mengubah laju
produksi dan pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran darah.
a. Granulosit
Granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil, masing-masing
memiliki granula dalam sitoplasma. Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah
besar didalam eksudat adalah netrofil. Netrofil mampu bergerak aktif seperti
amoeba dan mampu menelan berbagai zat (fagositosis). Eosinofil memberikan
respon terhadap rangsangan kemotaktik khas tertentu pada reksi alergi dan
mengandung zat-zat yang toksik terhadap parasi-parasit tertentu dan zat-zat yang
memperantarai peradangan. Basofil berasal dari sumsum tulang seperti granulosit
lainnya. Basofil darah dan sel mast jaringan dirangsang untuk melepaskan
kandungan granulanya kedalam lingkungan sekitarnya pada berbagai keadaan
cidera, baik rekasi imunologis maupun reaksi nonspesifik.
b. Monosit
Merupakan bentuk monosit yang berbeda dari granulosit, karena susunan
morfologi intinya dan sift sitoplasmanya yang relatif agranular. Sel yang sama,
yang terdapat dalam pembuluh darah disebut juga dengan monosit, dan jika
terdapat dalam eksudat, disebut dengan makrofag. Makrofag mempunyai fungsi
yang sama denganfugsi netrofil polimorfonuklear, dimana makrofag adalah sel
yang bergerak aktif yang memberi respon terhadap rangsang kemotaksis, fagosit
aktif dan mampu mematikan serta mencerna berbagai agen.
c. Limfosit
Umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat kecil, dalam
waktu yang cukup lama, yaitu sampai reaksi peradangan menjadi kronik. Leukosit
yang telah dimobilisasi tidak hanya menangkap mikroba yang menyerbu, tetapi
juga menghancurkan sisa jaringan hingga proses perbaikan dapat dimulai.

12
D. Bentuk inflamasi.
inflamasi 1. Eksudat nonseluler
a. Eksudat serosa
Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa,
yang pada dasarnya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah
saat radang. Contoh eksudat serosa adalah cairan luka melepuh. Pengumpulan
yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik, bukan disebabkan oleh peradangan,
disebut dengan transudat.
b. Eksudat fibrinosa
Terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul
pada daerah peradangan yang mengandung banyak fibrinogen. Eksudat fibrinosa
sering dijumpai diatas permukaan serosa yang meradang.
c. Eksudat misinosa
Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membrane mukosa, dimana terdapat
sel-sel yang dapat mensekresi musin. Eksudat ini merupakan sekresi sel, bukan
dari bahan yang keluar dari pembuluh darah. Contoh eksudat ini adalah pilek yang
disertai berbagai infeksi pernapasan bagian atas.
2. Eksudat seluler
a. Eksudat netrofilik
Disebut juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi bakteri.
Infeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi netrofil yang luar biasa tingginya
didalam jaringan, banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim
hidrolisis yang kuat kesekitarnya.
b. Eksudat campuran
Campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai dengan
campurannya. Misalnya, eksudat fibrinopurulen terdiri dari fibrin dan netrofil
polimorfonuklear.
3. Peradangan granulamatosa
Jenis radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam jumlah
besar dan pengelompokannya menjadi gumpalan nodular yang disebut granuloma.

13
E. Reaksi Peradangan
Bila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi
oleh kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang
menyebabkan musnahnya agens yang membahayakan jaringan atau yan mencegah
agens ini menyebar lebih luas. Reaksi- reaksi ini juga kemudian juga
menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru.
Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini disebut radang.
Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif (pertahanan diri) sebagai respon
terhadap cedera berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman
cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan
interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Peradangan dapat juga dimasukkan
dalam suatu reaksi non spesifik, dari hospes terhadap infeksi. Hasil reaksi
peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran
jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan
dan pemulihan
Syarat reaksi radang adalah :
1. Jaringan harus hidup.
2. Memiliki mikrosirkulasi fungsional.
Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang
terbentuk, organ atau jaringan tertentu yang terlibat dan lamanya proses
peradangan. Tata nama proses peradangan memperhitungkan masing-masing
variable ini. Berbagai eksudat diberi nama deskriptif, berdasarkan lamanya respon
peradangan disebut akut, subakut dan kronik. Lokasi reaksi peradangan disebut
dengan akhiran -tis yang ditambahkan pada nama organ (misalnya; apendisitis,
tonsillitis, gastritis dan sebagainya). Peradangan dan infeksi itu tidak sinonim.
Pada infeksi ditandai adanya mikroorganisme dalam jaringan, sedang pada
peradangan belum tentu, karena banyak peradangan yang terjadi steril sempurna.
Jadi infeksi hanyalah merupakan sebagian dari peradangan.

14
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi peradangan dan penyembuhan.
Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh kedaerah
yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai darah kedaerah yang terkena, maka
proses peradangannya sangat lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan
yang jelek. Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau daerah
cidera atau daerah peradangan lainnya, salah satunya adalah bergantung pada
poliferasi sel dan aktivitas sintetik, khususnya sensitif terhadap defisiensi suplai
darah lokal dan juga peka terhadap keadaan gizi penderita.
Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing atau jaringan nekrotik
dalam luka, oleh adanya infeksi luka dan immobilisasi yang tidak sempurna.
Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi saat proses
penyembuhan luka. Jaringan parut mempunyai sifat alami untuk memendek dan
menjadi lebih padat, dan kompak setelah beberapa lama. Akibatnya adalah
kontraktur yang dapat membuat dareah menjadi cacat dan pembatasan gerak pada
persendian.
Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai adalah
amputasi atau neuroma traumatik, yang secara sederhana merupakan poliferasi
regeneratif dari serabut-serabut saraf kedalam daerah penyembuhan dimana
mereka terjerat pada jaringan parut yang padat.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dapat kita simpulkan bahwa radang bukanlah suatu penyakit, melainkan
manifestasi dari suatu penyakit. Dimana radang merupakan respon fisiologis lokal
terhadap cidera jaringan. Radang dapat pula mempunyai pengaruh yang
menguntungkan, selain berfungsi sebagai penghancuran mikroorganisme yang
masuk dan pembuatan dinding pada rongga akses, radang juga dapat mencegah
penyebaran infeksi. Tetapi ada juga pengaruh yang merugikan dari radang, karena
secara seimbang radang juga memproduksi penyakit. Misalnya, abses otak dan
mengakibatkan terjadinya distori jaringan yang permanen dan menyebabkan
gangguan fungsi.
B. Saran
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan
membaca dan mempelajari isi makalah ini, diharapkan pengetahuan pembaca
tentang radang dapat bertambah, serta mengerti tentang akibat dan pengaruh yang
disebabkan oleh radang itu sendiri. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah
ini belum sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi perbaikan penulisan
yang akan datang.

16
DAFTAR PUSTAKA

Tambayong, dr. Jan.2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC
J. Corwin, Elisabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC

17

Anda mungkin juga menyukai