Anda di halaman 1dari 16

Glomerulonefritis Akut Post-Streptococcus

Theofilio Leunufna
102012065
A4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta – 11510
theofilio.leunufna@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan

Di negara berkembang, glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS)


masih sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif terbanyak pada
anak. Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini menjadi
berat, karena tidak ada perbedaan klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam
gagal ginjal akut (GGA) dan yang sembuh sempurna. Diperkirakan insiden berkisar 0-28%
pasca infeksi streptokokus. Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus β
Hemolyticus group A tipe nefritogenik. Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus
dapat terjadi secara epidemik atau sporadik, paling sering pada anak usia sekolah yang lebih
muda, antara 5-8 tahun.1 Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Glomerulus
yang terdapat pada ginjal berfungsi membuang kelebihan cairan, elektrolit dan limbah dari
aliran darah dan meneruskannya ke dalam urin. Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal
dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama
disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan
mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak, kebanyakan kasus glomerulonefritis akut
adalah pasca infeksi. Paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A.
Glomerulonefritis dapat menyerang secara mendadak dan menyebabkan peradangan kronis
secara bertahap.

Rumusan Masalah

Seorang anak laki – laki berusia 5 tahun mengalami infeksi pada luka bekas gigitan
nyamuk di daerah leher dan dagu. Kemudian ibunya membawa anak tersebut ke klinik
dengan keluhan buang air kecil berwarna gelap, bengkak di kedua mata, dan nafas pendek.
Terdapat hipertensi dan edema pada wajah serta kedua tungkai.

1
Hipotesis

Anak laki-laki berusia 5 tahun diduga menderita glomerulonefritis akut post-


streptococcus.

Pembahasan

Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal


antara vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari
korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar
piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor.
Pada daerah korteks terdaat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. 1 Panjang dan
beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau
lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian
akan menghilang dengan bertambahnya umur.1

Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan
dengannya). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru
tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia
struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.1 Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan
kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama
dengan kapsula bowman juga disebut badan malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di
glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya.1

Fungsi Ginjal

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.2

Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :

1. Fungsi ekskresi

2
 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi
air.
 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3ˉ.
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
 Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam
urat dan kreatinin.2

2. Fungsi non ekskresi

 Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.


 Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.
 Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
 Degradasi insulin.
 Menghasilkan prostaglandin.

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling
penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat
dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk
berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.2

Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan
dalam tubuh adalah:

1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan


menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke
dalam plasma dan kapiler peritubulus.2

Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang
tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan
disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan

3
tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-
substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.2

Sistem Glomerulus Normal

Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari
arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua
arteriola itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan
tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut,
ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial.
Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada
kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar
kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-
tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu sel epitel
viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana
basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak
mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana
basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna,
lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel
epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman.
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler,
dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel
epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (crescent). Bulan sabit
bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.2

Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu:

1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar
korteks.
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke
bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan

4
medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi
air dan slut.2

Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai


penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang
sangat tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A.
Membran basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel
endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.2

Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :

1. Lamina dense yang padat (ditengah).

2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel.

3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel,2

Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan
sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-
tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A.
Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphragma. Mesangium (sel-sel
mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler glomerulus dan membentuk bagian
medial dinding kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan
mungkin berperan dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada
glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-
saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.2

Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus
menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel
endotel, membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion
negatif yang kuat. Muatan anion ini adalah hasil dari 2 muatan negatif: proteoglikan
(heparan-sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam darah relatif
memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka
ditolak oleh dinding kapiler gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi
filtrasi.2

5
Anamnesis

Berdasarkan keluhan yang dinyatakan oleh pasien 5 tahun tersebut, diketahui adanya
air seni yang berwarna gelap, bengkak di kedua mata, dan nafas pendek. Darah yang terdapat
dalam urin bisa terdeteksi oleh pasien: jumlah yang lebih sedikit (misalnya pada
glomerulonefritis) bisa menimbulkan urin tampak “berkabut” dan bahkan jumlah yang lebih
sedikit lagi dapat terdeteksi pada pemeriksaan dipstik atau mikroskopi. Adanya darah dalam
urin bisa disebabkan oleh keganasan di bagian manapun di saluran ginjal, batu, infeksi,
glomerulonefritis atau penyakit ginjal lainnya, dan sering ditemukan pada wanita yang
sedang menstruasi. Hematuria mikroskopik umumnya mengenai 5% populasi dalam
sebagian penelitian. Hematuria mikroskopik yang persisten biasanya memerlukan
pertimbangan teliti mengenai kemungkinan adanya glomerulonefritis atau keganasan sebagai
penyakit dasar. Yang harus dilakukan adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap
dengan fokus khusus pada gejala yang timbul dari saluran kemih, proteinuria dan hipertensi.
Pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi, biopsi ginjal, dan sistoskopi seringkali perlu
dilakukan untuk mengetahui penyebab yang pasti.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
 Adakah hematuria? Jika ya, kapan dan berapa kali?
 Dibagian mana dari pancaran urin tampak hematuria: sepanjang pancaran atau hanya di
akhir kecing (menunjukkan penyakit pada saluran kencing bagian bawah)?
 Adakah tanda penyerta seperti disuria, demam, frekuensi nyeri pinggang?
 Adakah gejala gangguan saluran kemih lainnya, seperti hesitansi, pancaran kecil,
tetesan di akhir kencing?
 Adakah gejala sistemik seperti penurunan berat badan, gatal, mual, anoreksia, bengkak
pada tungkai, mata, dan lain-lain?
 Pernahkan sebelumnya ditemukan hematuria (misalnya dengan dipstik saat
pemeriksaan medis)?

2. Riwayat Penyakit Dahulu


 Adakah riwayat hematuria sebelumnya atau penyakit lain yang mengenai saluran
ginjal?

3. Riwayat Keluarga
 Adakah riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (misalnya penyakit ginjal polikistik)?

6
4. Obat-obatan
 Apakah pasien mengkonsumsi antikoagulan? (Tetapi hematuria masih menunjukkan
kemungkinan abnormalitas yang mendasari)
 Apakah pasien mengkonsumsi obat anti hipertensi?3

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan kepada pasien dengan keluhan air seni gelap,
bengkak kedua mata dan nafas pendek adalah dengan memeriksa:
o Melihat pasien tampak sakit ringan atau berat.
o Disertai tanda-tanda penurunan berat badan, demam, lesu, sakit kepala, anemia, atau
gagal ginjal?
o Periksa tekanan darah dan periksa tanda-tanda kerusakan hipertensif (misalnya
retinopati, hipertrofi ventrikel kiri).
o Adakah massa abnormal, kandung kemih, ginjal, atau pembesaran prostat?

Pada pasien penderita glomerulonefritis akus (post infectious glomerulonefrinis)


didapati tanda dan gejala klinis berupa:
o Gejala bervariasi dari asimptomatik sampai berat
o Edema preorbital atau diseluruh tubuh
o Urin warna gelap (hematuria)
 Oliguria
 Lesu, sakit kepala
 Dapat timbul gejala gastrointestinal: muntah, tidak nafsu makan, konstipasi, dam
diare
 Hipertensi (50-90%), bila hipertensi berat dapat menimbulkan hipertensi
encephalopati yang ditandai dengan timbulnya kejang pada anak atau bahkan
penurunan kesadaran.3

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume
urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging.
Hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit
7
khas terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus. Proteinuria
biasanya sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi protein umumnya tidak melebihi
2gr/m2 luas permukaan tubuh per hari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti
gambaran nefrotik.
Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam,
menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya
permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar anak yang dirawat
dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum kreatinin.
Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan membaik
bila edem menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup
eritrosit. Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan
berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus.
Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak dengan GNA harus
diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit
penting untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan
uji serologi respon imun terhadap antigen streptokokus. Peningkatan titer antibodi terhadap
streptolisin-O (ASTO) terjadi 10-14 hari setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO
terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi
streptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi
lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (anti DNase B)
umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah
terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Pemeriksaan gabungan titer
ASTO, Ahase dan anti DNase B dapat mendeteksi infeksi streptokokus sebelumnya pada
hampir 100% kasus.4
Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama,
sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar
sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar IgG sering meningkat lebih dari 1600
mg/100 ml pada hampir 93% pasien. Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai
krioglobulin dalam sirkulasi yang mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.
Hampir sepertiga pasien menunjukkan pembendungan paru. Penelitian Albar dkk., di
Ujung Pandang pada tahun 1980-1990 pada 176 kasus mendapatkan gambaran radiologis
berupa kardiomegali 84,1%, bendungan sirkulasi paru 68,2 % dan edem paru 48,9%.
Gambaran tersebut lebih sering terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis disertai edem
yang berat. Foto abdomen menunjukkan kekaburan yang diduga sebagai asites.4

8
Diagnosis Kerja

Glomerulonefritis Akut Post-Streptococcus

Etiologi

Streptokokus dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan


menghancurkan sel darah merah, yaitu Streptococcus β haemolyticus jika kuman dapat
melakukan hemolisis lengkap, Streptococcus α-haemolyticus jika melakukan hemolisis
parsial, dan Streptococcus γ-haemolyticus jika tidak menyebabkan hemolisis. Streptococcus β
haemolyticus dapat dibagi menjadi 20 grup serologis yaitu grup A hingga T. Sistem
penentuan serotipe grup A streptokokus dibuat menurut abjad berdasarkan jenis polisakarida
dinding sel (Lancefield group) atas dasar reaksi presipitin protein M atau reaksi aglutinin
protein T dinding sel. Disebut sebagai streptokokus grup A karena dinding sel terdiri dari
polisakarida polimer l-ramnose dan N-asetil-D-glukosamin dengan rasio 2:1. Polisakarida
grup A ini mengadakan ikatan ke peptidoglikan yang disusun dari N-asetil-D-glukosamin, N-
asetil-Dmuraminic acid, dan tetrapeptida asam d-glutamat, serta d- dan l-lisin pada dinding
sel. Streptokokus grup A, B, C, D, dan G merupakan grup yang paling sering ditemukan pada
manusia. Streptococcus β haemolyticus grup A merupakan bentuk yang paling virulen.
Streptokokus grup A disebut juga dengan Streptokokus piogenes, dan termasuk kelompok
Streptococcus β haemolyticus yang dapat menyebabkan GNAPS dan demam reumatik. Pada
kuman streptokokus grup A ini, telah diidentifikasi sejumlah konstituen somatik dan produk
ekstraselular, namun peranannya dalam patogenesis GNAPS belum semuanya diketahui.4

Epidemiologi

Glomerulonefritis akut post-streptococcus menyertai infeksi tenggorokan atau kulit


oleh strain “nefritogenik” dari Streptococcus β hemolitikus grup A tertentu. Faktor-faktor
yang memungkinkan bahwa hanya strain streptokokus tertentu saja yang menjadi
“nefritogenik” tetap belum jelas. Selama cuaca dingin glomerulonefritis streptokokus
biasanya menyertai faringitis streptokokus, sedangkan selama cuaca panas glomerulonefritis
biasanya menyertai infeksi kulit atau pioderma streptokokus. Epidemiologi nefritis telah
diuraikan bersama dengan infeksi tenggorokan (serotipe 12) maupun infeksi kulit (serotipe
49), tetapi penyakit ini sekarang paling lazim terjadi secara sporadik.5

9
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau
sporadik, paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun.5
Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Di Indonesia, penelitian multisenter
selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%),
dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak
menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).4,5

Patogenesis

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Faktor genetik diduga berperan
dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR. Periode laten antara
infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang
peran penting dalam mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistem imun
pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan
terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus.
Disini terjadi aktivasi sistem komplemen yang melepas substansi yang akan menarik
neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk merusak
glomerulus. Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan
mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang
telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi,
kemudian mengendap dalam ginjal. Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop
cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang
dari sel mesangial dan matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan
sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan
lumen kapiler.3
Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan untuk
menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini.3 Bentuk bulan sabit dan inflamasi
interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam
mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler
glomerulus didominasi oleh IgG dan sebagian kecil IgM atau IgA yang dapat dilihat dengan
mikroskop imunofluoresen. Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau
humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab
kompleks.3

10
Manifestasi Klinis

Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimptomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali
dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya
sembab. Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit.2
Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik. Gross
hematuria terjadi pada 30-50% pasien yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik bisa
dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala atau lesu. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan
atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu
tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah
sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar
35% pasien dengan edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipnea dan
dispnea. Gejala-gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG).
Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa
hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi
streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi
streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk
menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti:
• Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut
• Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal
• Hematuria idiopatik
• Nefritis herediter (sindrom Alport)
• Lupus eritematosus sistemik3,5-6

Penatalaksanaan

Penanganan pasien adalah suportif dan simptomatik. Perawatan dibutuhkan apabila


dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat (klirens kreatinin < 60 ml/1 menit/1,73
m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensi
ensefalopati, anuria atau oliguria menetap. Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti
hipertensi. Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg)

11
umumnya diobservasi tanpa diberi terapi. Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 –
150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau
intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat
inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang lama. Pada hipertensi
berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kgBB intravena, dapat diulang setiap 2-4 jam atau
reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 mg/kgBB/menit.
Pada krisis hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5
mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain, klonidin drip 0,002
mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan
dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.

Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan
sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari)
ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi
diuretik seperti furosemid 2 mg/kgBB, 1-2 kali/hari. Pemakaian antibiotik tidak
mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan
antibiotik untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan
antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40
mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. Pembatasan bahan makanan
tergantung beratnya edem, gagal ginjal dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar
urea (N < 75 mg/dL atau 100 mg/dL). Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5
g/kgBB/hari. Pada edem berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari
sedangkan bila edem minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/ hari. Bila disertai
oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi
pada 5-10 % anak. Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai penyebab dan jarang
menimbulkan kematian.3,5-6

Prognosis

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain
umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokokus tertentu, pola serangan
sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus.
Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau orang
dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus. Perbaikan

12
klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik. Insiden
gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %;
sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam
beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Angka kematian pada
GNAPS bervariasi antara 0-7 %. Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka
penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal. Pencegahan dapat
berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi
kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal
di kemudian hari.3,5-6

Komplikasi

Komplikasinya adalah gagal ginjal akut, dan meliputi kelebihan beban volume,
kongesti sirkulasi, hipertensi, hiperkalemi, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang-
kejang dan uremia.3,5-6

Edukasi

Edukasi sangat penting karena setelah pasien menjalani terapi obat-obatan, pasien juga
harus diminta menghindari beberapa hal agar menunjang pengobatan yang optimal berupa:

 Pembatasan cairan dan natirum untuk edema setempat.


 Banyak istirahat.
 Mengurangi asupan protein.
 Menghindari obat-obatan golongan NSAID yang dapat berpengaruh secara langsung pada
ginjal.7

Pencegahan

Terapi antibiotik sistemik pada awal infeksi streptokokus tenggorokan dan kulit tidak
akan menghilangkan risiko glomerulonefritis. Anggota keluarga penderita dengan
glomerulonefritis akut harus melakukan biakan untuk streptokokus β-hemolitikus grup A dan
diobati jika biakan positif. 3,5-6

Diagnosis Banding

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

13
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang mengenai bagian dari saluran
kemih. Ketika mengenai saluran kemih bawah dinamai sistitis (infeksi kandung kemih)
sederhana, dan ketika mengenai saluran kemih atas dinamai pielonefritis (infeksi ginjal).
Gejala dari saluran kemih bawah meliputi buang air kecil terasa sakit dan sering buang air
kecil atau desakan untuk buang air kecil (atau keduanya), sementara gejala pielonefritis
meliputi demam dan nyeri panggul di samping gejala ISK bawah. Pada orang lanjut usia dan
anak kecil, gejalanya bisa jadi samar atau tidak spesifik. Kuman tersering penyebab kedua
tipe tersebut adalah Escherichia coli, tetapi bakteri lain, virus, maupun jamur dapat menjadi
penyebab meskipun jarang.7

Infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki,
dengan separuh perempuan mengalami setidaknya satu kali infeksi selama hidupnya.
Kekambuhan juga sering terjadi. Faktor risikonya antara anatomi perempuan, hubungan
seksual, dan riwayat keluarga. Pielonefritis, bila terjadi, biasanya ditemukan setelah infeksi
kandung kemih namun juga dapat diakibatkan oleh infeksi yang ditularkan melalui darah.
Diagnosis pada perempuan muda yang sehat dapat didasarkan pada gejalanya saja. Pada
orang dengan gejala yang samar, diagnosis mungkin sulit karena bakteri mungkin ditemukan
tanpa menyebabkan infeksi. Pada kasus yang kompleks atau apabila pengobatan gagal, kultur
urin mungkin dapat bermanfaat. Pada orang yang sering mengalami infeksi, antibiotik dosis
rendah dapat dikonsumsi sebagai langkah pencegahan.7

Dalam kasus yang tidak kompleks, infeksi saluran kemih mudah diobati dengan
antibiotik jangka pendek, walaupun resistensi terhadap banyak antibiotik yang digunakan
untuk mengobati kondisi ini cenderung meningkat. Dalam kasus yang kompleks, antibiotik
dalam jangka waktu lebih panjang atau intravena mungkin diperlukan, dan bila gejala belum
membaik dalam dua atau tiga hari, diperlukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut. Pada
perempuan, infeksi saluran kemih adalah infeksi bakteri yang paling sering ditemukan, yaitu
10% mengalami infeksi saluran kemih setiap tahun.7

Sindrom Nefrotik Idiopati

Sindroma nefrotik merupakan suatu penyakit kronik yang sering dijumpai pada masa
kanak-kanak. Kelainan histopatologik yang terbanyak pada sindrom nefrotik idiopatik pada
anak adalah kelainan minimal. Sindrom nefropati dapat menyerang semua umur, tetapi
terutama menyerang anak-anak berusia antara 2-6 tahun, anak laki-laki lebih banyak

14
dibandingkan anak perempuan dengan rasio 2:3. Sindroma nefrotik berdasarkan 4 gejala
klinik yang khas yaitu:

1. Proteinuria masif atau proteinuria nefrotik


Urin terdapat protein ≥ 40 mg/m2lpb/jam atau > 50 mg/kgBB/24 jam, atau dalam
rasio albumin/kreatinin pada urin sewaktu > 2mg/mg, atau dipstik ≥ 2+. Proteinuria
pada sindrom nefrotik kelainan minimal relatif selektif, yang terbentuk terutama oleh
albumin.
2. Hipoalbuminemia
Albumin serum < 2,5 g/dl. Normal, kadar albumin plasma pada anak dengan gizi baik
berkisar 3,6-4,4 g/dl. Pada sindrom nefrotik retensi cairan dan sembab baru akan
terlihat apabila kadar albumin plasma turun dibawah 2,5-3,0 g/dl, sedangkan sering
dijumpai kadar albumin plasma yang jauh dibawah kadar tersebut.
3. Sembab
4. Hiperlipidemia
Pasien sindrom nefrotik idiopatik mengalami hiperkolesterolemia (kolesterol serum >
200mg/dl.

Pasien sindrom nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila
lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang disetai
oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Pada pemeriksaan fisik harus
disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut dan tekanan darah.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain urinalisis dan bila perlu biakan
urin, protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
pertama pagi hari, pemeriksaan darah: darah tepi, kadar albumin dan kolesterol plasma, kadar
ureum, kreatinin, serta klirens klasik atau dengan rumus Schwartz, titer ASO dan kadar
komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskop persisten. Bila dicurigai lupus
eritromatosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar komplemen C4,
ANA (anti nuclear antibody), dan anti-dsDNA.
Pasien yang menunjukan gambaran klinik dan laboratorium yang tidak sesuai dengan
gejala kelainan minimal, sebaiknya dilakukan biopsi ginjal sebelum terapi steroid. Indikasi
biopsi ginjal, saat onset umur kurang dari 1 tahun atau lebih dari 16 tahun.

Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi dipertimbangkan bila:

15
 Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas (berkembang menjadi
gagal ginjal atau sindrom nefrotik).
 Tidak ada bukti infeksi streptokokus
 Tidak terdapat penurunan kadar komplemen
 Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross hematuria
setelah 3 minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu, proteinuria yang menetap
setelah 6 bulan dan hematuria yang menetap setelah 12 bulan.7

Kesimpulan

Anak laki – laki pada skenario di atas menderita glomerulonefritis akut et causa streptococcal.
Glomerulonefritis merupakan suatu bagian dari suatu penyakit ginjal, yang dimana dapat
bermanifestasi menjadi penyakit-penyakit yang lebih parah lagi, penyakit ini memiliki pencetus yang
bermacam-macam dan akan membawa penyakit ini menjadi akut dan kronik yang bergejala namun
tidak menutup kemungkinan bahwa gejala yang timbulnya dapat disebabkan oleh infeksi bakteri.
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada anak dengan GNA adalah hematuria,
proteinuria, edem, hipertensi, dan oligo/anuria.

Daftar Pustaka

1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2007. h. 228-43.
2. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 2. Jakarta: EGC; 2005. hal
3. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi 1. Jakarta: Erlangga; 2007. h. 98.
4. Lumbanbatu SM. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Sari Pediatri; 2003. Vol.
5 (2). h. 58-63.
5. Pardede SO. Struktur sel streptokokus dan patogenesis glomerulonefritis akut
paskastreptokokus. Sari Pediatri; 2009: Vol. 11 (1). h. 56-65.
6. Alpers, Ann. Buku ajar pediatri rudolph. Ed. 20. Jakarta: EGC. 2006. h. 1647-51.
7. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson: textbook of pediatrics. Ed. 18th. Philadelphia:
W.B. Saunders; 2007. p. 1906-10.

16

Anda mungkin juga menyukai