Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Palpebra adalah lipatan tipis kulit, otot, dan jaringan fibrosa yang
berfungsi melindungi struktur-struktur jaringan mata. Palpebra sangat mudah
digerakkan karena lapisan kulit di sini paling tipis di antara kulit di bagian
tubuh lain. Penutupan palpebra atau kelopak mata berguna untuk menyalurkan
air mata ke seluruh permukaan mata dan memompa air mata melalui punctum
lakrimalis (Ilyas, 2010).
Di palpebra terdapat rambut halus, yang hanya tampak dengan
pembesaran. Di bawah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang dapat
meluas pada edema masif. Muskulus orbikularis oculi melekat pada kulit.
Permukaan dalamnya dipersarafi nervus fascialis (VII), dan fungsinya adalah
untuk menutup palpebra (Ilyas, 2009).
Kelainan yang didapat pada palpebra bermacam-macam, mulai dari yang
jinak sampai keganasan, proses inflamasi, infeksi maupun masalah struktur
seperti ektropion, entropion dan blepharoptosis. Untungnya, kebanyakan dari
kelainan kelopak mata tidak mengancam jiwa atau pun mengancam
penglihatan (Ilyas, 2010).
Kalazion umumnya nodul yang berkembang perlahan dan tidak nyeri pada
palpebra yang disebabkan oleh inflamasi kelenjar meibom (kalazion dalam),
kalazion sering kronik, tanpa tanda-tanda peradangan akut.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kelopak Mata


Palpebra atau kelopak mata merupakan alat pelindung mata. Kelopak
mata melindungi mata dengan cara menutup mata bila terdapat rangsangan
dari luar, selain itu juga membasahi mata agar tidak kering (Ilyas, 2010).
Palpebra terdiri atas palpebra superior dan inferior. Palpebra superior
berakhir pada alis mata; palpebra inferior menyatu dengan pipi. Palpebra
mempunyai lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam terdapat
lapis kulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan
fibrosa (tarsus), dan lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebrae) (Ilyas,
2009).

Gambar 1. Anatomi palpebra

2
1. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis,
longgar, dan elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
2. Muskulus Orbikularis okuli
Fungsi otot ini adalah untuk munutup palpebra. Serat ototnya mengelilingi
fissura palpebra secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian orbita.
Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam
palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian diatas septum orbitae
adalah bagian praseptal. Segmen luar palpebra disebut bagian orbita.
Orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus facialis.
3. Jaringan Areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan degan lapis
subaponeurotik dari kujlit kepala.
4. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa
padat yang disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan
penyokong kelopak mata dengan kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas
dan 20 buah di kelopak bawah).
5. Konjungtiva Palpebra
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva
palpebra, yang melekat erat pada tarsus. Tepian palpebra dipisahkan oleh
garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior. Tepian
anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll. Glandula Zeiss
adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam folikel rambut
pada dasar bulu mata. Glandula Moll adalah modifikasi kelenjar keringat
yang bermuara ke dalam satu baris dekat bulu mata. Tepian posterior
berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini terdapat muara-muara
kecil dari kelenjar sebasesa yang telah dimodifikasi (glandula Meibom atau
tarsal).
Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra superior,
bagian otot rangka adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks
orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan

3
bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari
muskulus Muller (tarsalis superior). Di palpebra inferior, retraktor utama
adalah muskulus rektus inferior, yang menjulurkan jaringan fibrosa untuk
membungkus meuskulus obliqus inferior dan berinsersio ke dalam batas
bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli. Otot polos dari retraktor palpebra
disarafi oleh nervus simpatis. Levator dan muskulus rektus inferior dipasok
oleh nervus okulomotoris.
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebra adalah a. Palpebra.
Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal nervus
V, sedang kelopak mata bawah oleh cabang kedua nervus V.

2.2 Kalazion
2.2.1 Definisi
Kalazion adalah peradangan granulomatosa kelenjar meibom yang
tersumbat, sehingga mengakibatkan pembengkakan yang tidak sakit pada
mata. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar meibom dengan infeksi
ringan yang mengakibatkan peradangan kronis. Awalnya dapat berupa
radang ringan disertai nyeri tekan yang mirip hordeolum, dibedakan dengan
hordeolum karena tidak adanya tanda- tanda radang akut (Ilyas, 2009).

A B
Gambar 2. Kalazion palpebra superior (a) dan kalazion palpebra inferior (b)

2.2.2 Epidemiologi
Kalazion bisa terjadi pada semua umur, kasus pada anak- anak mungkin
juga bisa terjadi. Pengaruh hormonal terhadap sekresi sabaseous dan

4
viskositas mungkin menjelaskan terjadinya penumpukan pada masa
pubertas dan selama kehamilan (Wessels, 2010).
2.2.3 Etiologi
Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebab kalazion adalah
idiopatik, tetapi ada yang menyebutkan bahwa penyebabnya adalah
berhubungan dengan blefaritis kronik. Blefaritis adalah peradangan
palpebra dengan gejala utama tepi kelopak meradang yang disebabkan oleh
infeksi dan alergi yang berjalan kronis atau menahun. (Ilyas, 2009)
Kalazion mungkin timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada
saluran kelenjar atau sekunder dari hordeolum internum. Kalazion
dihubungkan dengan seborrhea, chronic blepharitis, dan acne rosacea.

2.2.4 Patofisiologi
Kalazion memiliki gejala adanya benjolan pada kelopak mata, tidak
hiperemi, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Kelenjar
preaurikuler tidak membesar. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan
bentuk bola mata akibat tekanan dari kalazion tersebut sehingga terjadi
kelainan refraksi pada mata.(Ilyas, 2009)
Kerusakan lipid yang mengakibatkan tertahannya sekresi kelenjar,
kemungkinan karena enzim dari bakteri, membentuk jaringan granulasi dan
mengakibatkan inflamasi. Proses granulomatous ini yang membedakan
antara kalazion dengan hordeolum internal atau eksternal (terutama proses
piogenik yang menimbulkan pustul), walaupun kalazion dapat
menyebabkan hordeolum, begitupun sebaliknya. Secara klinik, nodul
tunggal (jarang multipel) yang agak keras berlokasi jauh di dalam palpebra
atau pada tarsal (Wessels, 2010).

2.2.5 Gejala Klinis


Pasien biasanya datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada
palpebra baru-baru ini, diikuti dengan peradangan akut (misalnya merah,
pembengkakan, perlunakan). Seringkali terdapat riwayat keluhan yang

5
sama pada waktu yang lampau, karena kalazion memiliki kecenderungan
kambuh pada individu-individu tertentu (Kanski JJ, 2009).
Kalazion lebih sering timbul pada palpebra superior, di mana jumlah
kelenjar Meibom terdapat lebih banyak daripada palpebra inferior.
Penebalan dari saluran kelenjar Meibom juga dapat menimbulkan disfungsi
dari kelenjar Meibom. Kondisi ini tampak dengan penekanan pada kelopak
mata yang akan menyebabkan keluarnya cairan putih seperti pasta gigi,
yang seharusnya hanya sejumlah kecil cairan jernih berminyak.
Gejala klinis dari kalazion menurut Prof. Sidharta Ilyas (2009) adalah:
- benjolan pada kelopak mata
- tidak hiperemi
- tidak ada nyeri tekan
- pseudoptosis
- tidak ada pembesaran kelenjar preaurikuler
- kadang- kadang terjadi kelainan refraksi pada mata, karena
penekanan yang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata
- pada anak muda : diabsorbsi spontan
2.2.6 Diagnosa
Diagnosa kalazion yaitu dengan melakukan anamnesa identitas, keluhan
dari kalazion yang disebutkan sebelumnya, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, riwayat
pengobatan, dan riwayat kebiasaan. Setelah dilakukan anamnesa dilakukan
pemeriksaan mata seperti visus, tekanan intra ocular, kedudukan bola mata,
pergerakan, palpebra, konjungtiva, sclera, kornea, camera okuli anterior,
iris, pupil, serta lensa (Sahni, 2004) (Kanski JJ, 2009).
Kadang saluran kelenjar Meibom bisa tersumbat oleh suatu kanker
kulit, untuk memastikan hal ini maka perlu dilakukan pemeriksaan
biopsi. Pemeriksaan histopatologi dilakukan bila kalazion terjadi berulang
kali sehingga dicurigai keganasan.

6
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada pasien dengan kalazion adalah
pemeriksaan fisik pada kelopak mata pasien.
Inpeksi : pada pemeriksaan secra inspeksi dapat dilihat adanya nodul pada
kelopak mata atas atau bawah, dimana nodul menonjol ke arah
konjungtiva dan tampak adanya daerah berwarna kemerahan
pada palpebra bagian dalam.
Palpasi : pada pemeriksaan secara palpasi dapat ditemukan adanya masa
yang keras dan terfiksasi pada tarsus.
b. Pemeriksaan Histopatologi, pemeriksaan histopatologi dilakukan bila
kalazion terjadi berulang kali sehingga dicurigai keganasan.
c. Pemeriksaan Tonografi
Untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan tekanan intra okuler (TIO)
pada mata. Biasanya tidak terjadi peningkatan, namun pemeriksaan tetap
dilakukan untuk memperkuat diagnosis
d. Pemeriksaan Darah Lengkap
Kadang kalazion dapat diikuti infeksi pada mata.Selain itu juga untuk
membedakan antara kalazion dan herdeolum.
e. Pemeriksaan Lipid Serum
Digunakan untuk memperkuat diagnosis.

2.2.7 Diagnosis Banding


HORDEOLUM
1. Pengertian
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata.
Hordeolum biasanya merupakan infeksi staphylococcus pada kelenjar
sabasea kelopak mata. Biasanya sembuh sendiri dan dapat diobati dengan
hanya kompres hangat. Hordeolum secara histopatologik gambarannya
seperti abses.(Ilyas, 2009)

2. Klasifikasi
Hordeolum dikenal dalam bentuk (Ilyas, 2009):

7
1. Hordeolum internum atau radang kelenjar meibom, dengan penonjolan
terutama ke daerah konjungtiva tarsal.
2. Hordeolum eksternum atau radang kelenjar zeis atau moll, dengan
penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak.

Gambar 4. Hordeolum interna

Gambar 5. Hordeolum eksterna


3. Etiologi
Penyebab hordeolum pada umumnya adalah infeksi dari
Staphylococcus aureus adalah agent infeksi pada 90-95% kasus hordeolum
(Vaughan DG, 2000).

4. Patofisiologi
Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar
Zeiss atau Moll. Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar
Meibom yang terletak di dalam tarsus. Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini
memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Kedua tipe
hordeolum dapat timbul dari komplikasi blefaritis.(Ilyas, 2009)

8
5.Gejala Klinis
Hordeolum memberikan gejala radang pada kelopak mata seperti
bengkak, mengganjal dengan rasa sakit, merah, dan nyeri bila ditekan.
Hordeolum internum biasanya berukuran lebih besar dibanding hordeolum
eksternum. Adanya pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah
beratnya kelopak sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum,
kelenjar preaurikel biasanya ikut membesar. Hordeolum sering
membentuk abses dan pecah dengan sendirinya. (Ilyas, 2010).
Gejala klinis hordeolum menurut Prof. Sidharta Ilyas (2009) adalah:
1. Pembengkakan
2. Rasa nyeri pada kelopak mata
3. Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata
4. Riwayat penyakit yang sama
Tanda hordeolum menurut Prof. Sidharta Ilyas (2009) adalah:
1. Eritema
2. Edema
3. Nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata
4. Seperti gambaran absces kecil

Gambar 6. Hordeolum eksterna

9
6. Pengobatan

Untuk mempercepat peradangan kelenjar dapat dapat diberikan kompres


hangat, 3 kali sehari selama 10 menit sampai nanah keluar. Pengangkatan
bulu mata dapat memberikan jalan untuk drainase nanah. Diberi antibiotik
lokal terutama bila rekuren atau terjadinya pembesaran kelenjar aurikel.
Antibiotik sistemik yang diberikan eritromisin 250 mg atau 125-250 mg
diklosasilin 4 kali sehari, dapat juga diberi tetrasiklin. Bila terdapat infeksi
stafilokokus di bagian tubuh lain maka sebaiknya diobati juga bersama-
sama. Pada nanah dan kantong nanah tidak dapat keluar dilakukan insisi.
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesia topikal dengan
pentokain tetes mata. Dilakukan anestesi infiltrasi dengan prokain atau
lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi bila :
1. Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus
pada margo palpebra.
2. Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.
Setelah dilakukan insisi dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi
jaringan meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberi salep
antibiotik.(Ilyas, 2009)

1. Komplikasi
Penyulit hordeolum adalah selulitis palpebra, yang merupakan radang
jaringan ikat jarang palpebra di depan septum orbita dan abses palpebra.
2. Prognosis
Hordeolum biasanya sembuh spontan dalam waktu 1-2 minggu.
Resolusi lebih cepat dengan penggunaan kompres hangat dan ditutup yang
bersih. Hordeolum Internal terkadang berkembang menjadi kalazion, yang
mungkin memerlukan steroid topikal atau bahkan insisi dan
kuretase.(Ilyas, 2009)

10
BLEFARITIS
Blepharitis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak mata(palpebra)
baik itu letaknya tepat di kelopak ataupun pada tepian kelopak. Blepharitis
dapatdisebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang biasanya berjalan kronis
atau menahun. Blepharitis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan
kimia iritatif, dan bahkan bahan kosmetik,sedangkan Blepharitis infeksi
bisa disebabkan oleh kuman streptococcus, pneumococcus, pseudomonas,
dan lain sebagainya (ilyas, 2009)
Gejala yang di timbulkan terkadang hanya berupa iritasi kecil disertai
dengan rasa gatal, tetapi dalam beberapa kasus bisa menyebabkan
kemerahan pada mata, rasa seperti tersengat atau terbakar. (Sahni,2004).

Secara klinis blefaritis dikategorikan menjadi staphylococcal, seborrheic,


meibomiangland dysfunction (MGD) atau kombinasinya, sedangkan
berdasarkan bentuknya blepharitisdibagi menjadi blepharitis seborrheic dan
blepharitis ulcerative.

11
Gambar 7. Blefaritis

2.2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari kalazion Menurut Prof. Sidharta Ilyas (2009)
adalah:
1. Penanganan konservatif kalazion adalah dengan kompres air hangat 15
menit (4 kali sehari). Lebih dari 50% kalazion sembuh dengan
pengobatan konservatif.
2. Obat tetes mata atau salep mata jika infeksi diperkirakan sebagai
penyebabnya.
3. Injeksi steroid ke dalam kalazion untuk mengurangi inflamasi, jika tidak
ada bukti infeksi
4. Steroid menghentikan inflamasi dan sering menyebabkan regresi dari
kalazion dalam beberapa minggu kemudian.
Eksisi kalazion
1. Jika perlu, buatlah insisi vertikal pada permukaan konjungtiva palpebra.
2. Untuk kalazion yang kecil, lakukan kuretase pada granuloma inflamasi
pada kelopak mata.
3. Untuk kalazion yang besar, iris granuloma untuk dibuang seluruhnya
4. Cauter atau pembuangan kelenjar meibom (yang biasa dilakukan)
5. Untuk kalazion yang menonjol ke kulit, insisi permukaan kulit secara
horisontal lebih sering dilakukan daripada lewat konjungtiva untuk
pembuangan seluruh jaringan yang mengalami inflamasi.

12
Eskokleasi Kalazion
Terlebih dahulu mata ditetes dengan anestesi topikal pentokain. Obat
anestesia infiltratif disuntikkan di bawah kulit di depan kalazion. Kalazion
dijepit dengan klem kalazion dan kemudian klem dibalik sehingga
konjungitva tarsal dan kalazion terlihat. Dilakukan insisi tegak lurus margo
palpebra dan kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih. Klem kalazion
dilepas dan diberi salep mata.(Ilyas, 2009) (Leonid SJ, 2014) (Wessels,
2002).

13
Gambar 8. Eskokleasi Kalazion

2.2.9 Komplikasi
Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat menyebabkan trichiasis,
dan kehilangan bulu mata. Kalazion yang rekuren atau tampat atipik perlu
dibiopsi untuk menyingkirkan adanya keganasan. Astigmatisma dapat
terjadi jika massa pada palpebra sudah mengubah kontur kornea. Kalazion
yang drainasenya hanya sebagian dapat menyebabkan massa jaringan
granulasi prolapsus diatas konjungtiva atau kulit (Santen S, 2010).
2.2.10 Prognosis
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil
yang baik. Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada
lokasi yang sama akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak
memperoleh perawatan dapat mengering dengan sendirinya, namun sering
terjadi peradangan akut intermiten.
Kalazion rekuren atau berulang, terutama yang terjadi di tempat
yang sama meskipun telah dilakukan drainase dengan baik sebelumnya,
harus dipertimbangkan adanya suatu keganasan berupa karsinoma sel
sebasea. Biopsi langsung dengan potongan beku perlu dilakukan.
Insisi yang kurang baik dapat menyebabkan terbentuknya tonjolan.
Sedangkan insisi yang terlalu dalam dapat menyebabkan timbulnya fistula
dan jaringan parut.Suntikan kortikosteroid intralesi dapat menimbulkan
hilangnya pigmentasi pada kulit. Pada pasien tertentu, pemberian
kortikosteroid dapat menimbulkan peningkatan tekanan intra
okular.Kuretase dan drainase yang inadekuat dapat menyebabkan
berulangnya atau berkembangnya suatu granulomata.

14
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil
yang baik. Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada
lokasi yang sama akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak
memperoleh perawatan dapat mengering dengan sendirinya, namun sering
terjadi peradangan akut intermiten (Wessels, 2002) (Ilyas S,2010).

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Sidarta H: Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta.2009. Hal 28-29.

2. Kanski JJ. 2009. Clinical Ophthalmology A Synopsis. Butterworth-

Heinemann, Boston.

3. Santen S. Chalazion. Available at : www.emedicine.com. 2010. Diakses 31

januari 2013

4. Sahni, Dr. Blepharitis,. Dr.Sahni's Homoeopathy Clinic & Research


Center Pvt. Ltd.Available at:
www.homoeopathyclinic.com/articles/diseases/eye/Blepharitis.pdf. 2004
diakses 6 November 2015
5. Wessels IF. Chalazion. Available at : www.emedicine.com. Last Updated : 23

September 2002. Diakses 6 November 2015

6. Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman R, Simarwata M, Widodo PS

(eds). 2010. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa

kedokteran. Jakarta: Sagung Seto.

7. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.

Jakarta: Widya Medika, 2000.

8. Leonid SJ (2014). Hordeolum and Chalazion Treatment.

www.optometry.co.uk. Diakses tanggal 7 November 2015.

16

Anda mungkin juga menyukai