Anda di halaman 1dari 27

Assalamua’laikum warahmatullahi wabarokatu

Puji syukur kami ucapkan atas khadirat allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun sebagai tugas matakuliah “Akuntansi Syariah ” dengan judul
“MAKALAH KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN
KEUANGAN SYARIAH”.
kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar dalam makalah ini baik
dari segi kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Kami akhiri “Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh”

Bandar Lampung, 26 februari 2018

Pemakalah

DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................. I
KATA PENGANTAR ........................................................................................... II
DAFTAR ISI ............................................................................................. .......... III
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah ..................................................................... ... 1
Rumusan Masalah ......................................................................... ............. 1
Tujuan Masalah ........................................................................ .......... 2
BAB II PEMBAHASAN
Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan
syariah (PSAK) ..................................................................... ..................... 3
Konsep dasar akuntansi menurut aaoifi dan pemikir islam ...... ........ 19
Perdebatan para pemikir akuntansi mengenai kerangka akuntansi ........ 23
Beberapa pemikiran ke depan mengenai akuntansi islam .................. 26

BAB III PENUTUP


Kesimpulan ........................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... .......... 29

BAB 1

PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Proses akuntansi yang dimulai dari identifikasi kejadian dan transaksi hingga
penyajian dalam laporan keuangan, memerlukan sebuah kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keuangn. Kerangka dasar atau kerangka konseptual akuntansi, adalah suatu
sistem yang melekat dengan tujuan-tujuan serta sifat dasar yang mengarah pada standar yang
konsisten dan terdiri atas sifat, fungsi dan batasan dari akuntansi dan laporan keuangan.
Dalam makalah ini kami akan membahas kerangka dasar penyusunan dan penyajian
laporan keuangna syariah. Pembahasan diawali dengan diskusi tentang perkembangan
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) dan
diikuti dengan tujuan KDPPLKS, pemakai laporan keuangan syariah, tujuan laporan
keuangn, asumsi dasar, unsur-unsur laporan keuangan, dan pengakuan serta pengukuran
unsur-unsur laporan keuangan terseut. Relevansi bab ini adalah sebagai dasar dalam
memahami landasan yang digunakan oleh penyusun standar dalam membuat standar
akuntansi standar.
Telah banyak peneliti di bidang akuntansi, baik muslim maupun nonmuslim yang
menelaah teori maupun penelitian tentang tujuan maupun kerangka dasar atas laporan
keuangan syariah. Misalnya, AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions), Dewan Standar Akintansi Indonesia (DSAK) menusun PSAK Syariah
tentang kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Kenapa kita mempelajari tentang kerangka dasar laporan keuangan syariah, yaitu agar
kita mampu mengetahui seperti apa kerangka dasar laporan keuangan syariah setelah
mengetahui dasar kerangka laporan keuangan syariah kita akan lebih mudah untuk membuat
laporan keuangan syariah.

2. Rumusan Masalah :
Adapun Rumusan Masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syari’ah di Indonesia menurut PSAK?
b. Bagaimana Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syari’ah di Indonesia menurut AAOIFI?
c. Jelaskan pemikiran-pemikiran dari perdebatan oleh para pemikir akuntansi mengenai
kerangka akuntansi!
d. Jelaskan beberapa pemikiran-pemikiran kedepan mengenai akuntansi islam!

3. Tujuan Masalah:
Adapun Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syari’ah di Indonesia menurut PSAK.
b. Untuk mengetahui Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syari’ah di Indonesia menurut AAOIFI.
c. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran dari perdebatan oleh para pemikir akuntansi
mengenai kerangka akuntansi.
d. Untuk mengetahui beberapa pemikiran-pemikiran kedepan mengenai akuntansi islam.
BAB II
PEMBAHASAN

KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN


SYARIAH (PSAK)

Kerangka dasar merupakan rumusan konsep yang mendasari penyusunan dan


penyajian laporan keuangan bagi para pemakai eksternal. Adanya perbedaan karakteristik
antara bisnis yang berlandaskan pada syariah dengan bisnis konvensional menyebabkan
ikatan akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan kerangka dasar penyusunan dan penyajian
laporan keungan bank syari’ah (KDPPLKBS) pada tahun 2002. KDPPLKBS selanjutnya di
sempurnakan pada tahun 2007 menjadi kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan
keuangan syari’ah (KDPPLKS). Penyempurnaan KDPPLKS terhadap KDPPLKBS di
lakukan untuk memperluas cakupannya sehingga tidak hanya untuk transaksi syari’ah pada
bank syari’ah, melainkan juga pada jenis institusi bisnis lain, baik yang berupa institas
syari’ah maupun institas konvensional yang bertransaksi dengan skema syari’ah.
Berdasarkan pengantar yang disampaikan oleh Dewan standar Akuntansi Keuangan
dalam Exposure Draf KDPPLKS dengan KDPLKBS (2002). Sistematika KDPPLKBS
(2002) hanya menyajikan kerangka dasar yang berbeda dari KDPPLK (2004) dan jika diatur
secara khusus diasumsiokan kerangka dasar yang ada dalam KDPPLK (1994) doianggap juga
berlaku dalam bank syari’ah.

1. Tujuan Kerangka Dasar


Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan
penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis
transaksi syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik
sektor publik maupun sektor swasta. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan
sebagai acuan bagi:
a. Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya membuat
standar.
b. Penyusun laporan keuangan, untuk menaggulangi masalah akuntansi syariah yang belum
diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
c. Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi syariah yanh berlaku umum
d. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.

2. Pemakai dan kebutuhan informasi


Pemakai laporan keuangan meliputi:
1. Investor sekarang dan investor potensial
2. pemilik dana qardh
3. Pemilik dana syirkah temporer
4. Pemilik dana titipan
5. Pembayar dan penerima zakat, infak, shodakoh, dan wakaf
6. Pengawas syariah
7. Karyawan
8. Pemasoh dan mitra usaha lainnya
9. Pelanggan
10. Pemerintah serta lembaga-lembaganya
11. Masyarakat

3. Paradigm transaksi syari’ah


Transaksi syari’ah berlandaskan pada paradigm bahwa alam semesta
diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup
bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual
(falah).1[1] Paradigma dasar ini menekankan bahwa setiap aktifitas manusia memiliki
akuntabilitas dan nillai ilahiah yang menempatkan perangkat syari’ah dan akhlak sebagai
parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktifitas usaha. Syari’ah merupakan ketentuan
hukum islam yang mengatur aktifitas manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang
menyangkut hubungan interaksi vertical dengan Tuhan maupun interaksi horizontal dengan
sesama makhluk. Prinsip syari’ah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah mengikat
secara hukum bagi semua pelaku dan pemangku kepentingn entitas yang melakukan transaksi
syari’ah. Adapun akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam
interaksi sesame makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis,
dan harmonis.

4. Asas transaksi syari’ah


 Persaudaraan (ukhuwah): Yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai
kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapatkan
keuntungan diatas kerugian orang lain. Prinsip ini didasarkan atas prinsip saling mengenal
(ta’aruf), saling memahami (tafahun), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful),
saling bersinergi dan saling beraliansi (tahafu).
 Keadilan (‘adalah): yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan
sesuai dengan posisinya. Realisasi prinsip ini dalam bingkai aturan muamalah adalah
melarang adanya unsur:
a) Riba/bunga dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah /fadhl.
b) Kezaliman, baik terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
c) Judi atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktifitas (maysir).
d) Unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian
kriterian kualitas, kuantitas, harga objek akad, atau eksploitasi karena salah satu pihak tidak
mengerti ini perjanjian (gharar).
e) Haram atau segala sesuatu (unsur) yang dilarang tegas dalam Al-quran dan As-sunnah, baik
baik barang maupun jasa atau aktivitas operasional terkait.

1[1] Sri nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 3(Jakarta: Salemba Empat, 2013),
hlm. 96.
 Kemaslahatan (maslahah): Yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi
duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
 Keseimbangan (tawazum): transaksi harus memperhatikan keseimbangan aspek material dan
spiritual, aspek privat dan public, sektort keuangan dan riil, bisnis dan social, serta
keseimbangan aspek pengembangan dan pelestarian.
 Universalisme (syumuliyah): transaksi syariah dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk
semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan sesuai
dengan semangat rahmatan lil alamin.

5. Karakteristik transaksi syari’ah


Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah
harus memenuhi karakteristik dan persyaratan antara lain:
 Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
 Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
 Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas
 Tidak mengandung unsur riba
 Tidak mengandung unsur kezaliman
 Tidak mengandung unsur masyir
 Tidak mengandung unsur gharar
 Tidak mengandung unsur haram
 Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money)
 Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk
keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain .
 Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy).
 Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
Karakteristik tersebut dapat diterapkan pada transaksi bisnis yang bersifat komersial maupun
yang bersifat nonkomersial.

6. Tujuan Laporan Keuangan


Tujuan utama Laporan Keuangan adalah untuk menyediakan informasi,
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syarian
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan
ekonomi.Beberapa tujuan lainnya adalah :
1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.
2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi asset,
kewajiban, pendapatan, dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan
bagaimana perolehan dan pengguanaannya.
3. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah
terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan
yang layak.
4. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasiyang diperoleh penanam modal dan pemilik
dana syirkah temporer dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban( obligation) fungsi
social entitas syariah termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infaq, sedekah, dan wakaf.

7. Bentuk laporan keuangan


Laporan keuangan entitas syariah terdiri atas:
1. Posisi keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan informasi
tentang sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas serta
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan.
2. Informasi kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini diperlukan
untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di
masa depan.
3. Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi
dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, aset atau kas. Kerangka ini tidak
mendefinisikan dana secara spesifik. Akan tetapi, melalui laporan ini dapat diketahui
aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan.
4. Informasi lain, seperti laporan penjelasan tentang pemenuhan fungsi sosial entitas syariah.
5. Catatan dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan
termasuk pengungkapan tentang risiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi entitas.

8. Asumsi dasar
1. Dasar akrual
Laporan keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan
peristiwa lain diakui pada saat terjadi (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan. Namun, dalam
penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas. Hal
ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau
hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto.
2. Kelangsungan usaha.
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah
yang akan melanjutkan usahanya dimasa depan. Oleh karena itu, entitas syariah diasumsikan
tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala
usahanya.
9. Karakteristik kualitatif informasi keuangan syariah

Karakteristik kualitatif merupakan cirri khas yang membuat informasi dalam laporan
keuangan berguna bagi pemakai. terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu:

a. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam lapiran keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai
diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,
akuntansi, serta kemampuan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.
Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan
tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut sulit untuk
dapat dipahami oleh pemakai tertentu.
b. Relevan
Maksudnya adalah memiliki kemampuan untuk memengaruhi keputusan ekonomi
pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi masa lalu, masa kini, atau masa depan
dengan mernegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.

c. Andal
Andal diartikan sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material,
dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithul
representation) dari yang seharusnya di sajikan atau yang sevara wajar diharapkan dapat
disajikan. Agar dapat diandalkan maka informasi harus memenuhi hal sebagai berikut:
 Menggambarkan dengan jujur transaksi (penyajian jujur) serta peristiwa lainnya yang
seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk di sajikan.
 Dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi yang sesuai dengan
prinsif syari’ah dan bukan hanya bentuk hukumnya (substansi mengungguli bentuk).
 Harus diarahkan untuk kebutuhan umum pemakai dan bukan pihak tertentu saja
(netral).
 Di dasarkan atas pertimbangan yang sehat dalam hal menghadapi ketidakpastian
peristiwa dan keadaan tertentu.
 Lengkap dalam batasan materialitas dan biaya.

d. Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat dibandingkan laporan keuangan entitas syari’ah antar periode
untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Agar dapat
dibandingkan, informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan
laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut juga harus
diungkapkan termasuk ketaatan atas standar akuntansi yang berlaku.

10. Kendala informasi yang relevan dan andal

Kendala informasi yang relevan dan andal terdapat dalam hal sebagai berikut :
a. Tepat waktu
Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka
informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Manajemen mungkin perlu
menyeimbangkan manfaat relativ antara pelaporan tepat waktu dan ketentuan informasi
andal.

b. Keseimbangan antara biaya dan manfaat


Keseimbangan antara biaya dan manfaat lebih merupakan suatu kendala yang
dapat terjadi (pervasive) dari suatu karakteristik kualutatif. Manfaat yang dihasilkan
informasi seharisnya melebihi biaya penyusunannya. Namun demikian, secara substabsi,
evaluasu biaya dan manfaat merupakan suatu prpses pertimbangaan (judgement proces).

11. Unsur-unsur laporan keuangan


Sesuai karakteristik, laporan keuangan entitas syari’ah, antara lain meliputi:
a. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas :

1. Posisi keuangan
Unsur yang terkait secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset,
kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai berikut:
 Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syari’ah sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dimasa depn diharapkan akan diperoleh entitas
syari’ah. .
 Kewajiban merupakan utang entitas syari’ah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesayannya di harapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas syari’ah
yang mengandung manfaat ekonomi.
 Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu
tertentu dari individu dan pihak lainnya dimana entitas syari’ah mempunyai hak untuk
mengelola dan menginvesatasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi
berdasarkan kesepakatan.
 Ekuitas adalah hak resijual atas aset entitas syari’ah setelah dikurangi semua kewajiban dan
dana syirkah temporer. Ekuitas dapat disubklasifikasikan menjadi setoran modal pemegang
saham, saldo laba, penyisihan saldo laba dan penyisihan penyesuaian pemeliharaan modal.
Contoh penyususnan laporan posisi keuangan pada bank syariah:
LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA)

PT Bank Syariah “X”


Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Per 31 Desember 20X1
Aset Xxx
Kas Xxx
Penempatan pada Bank Indonesia Xxx
Giro pada bank lain Xxx
Penempatan pada bank lain Xxx
Investasi pada efek/surat berharga
Piutang: Xxx
Murabahah Xxx
Salam Xxx
Istishna Xxx
Ijarah
pembiayaa: Xxx
Mudharabah Xxx
Musyarakah Xxx
Persediaan Xxx
Tagihan dan kewajiban akseptasi Xxx
Aset ijarah Xxx
Aset istishna dalam penyelesaian Xxx
Penyertaan pada entitas lain xxx
Aset tetap dan akumulasi penyusutan xxx
Aset lainnya xxx
Jumlah Aset

KEWAJIBAN xxx
Kewajiban segera xxx
Bagi hasil yang belum dibagikan xxx
Simpanan xxx
Simpanan dari bank lain xxx
Utang: xxx
Salam xxx
Istishna xxx
Kewajiban kepada bank lain xxx
Pembiayaan yang diterima xxx
Utang pajak xxx
Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi xxx
Pinjaman yang diterima xxx
Kewajiban lainnya xxx
Pinjaman subordinasi xxx
Jumlah Kewajiban

DANA SYIRKAH TEMPORER


Dana syirkah temporer dari bukan bank: xxx
Tabungan mudharabah xxx
Deposito mudharabah xxx
Dana syirkah temporer dari bank: xxx
Tabungan mudharabah xxx
Deposito mudharabah xxx
Musyarakah xxx
Jumlah Dana Syirkah temporer

EKUITAS xxx
Modal disetor xxx
Tambahan modal disetor xxx
Saldo laba (rugi) xxx
Jumlah Ekuitas xxx
Jumlah Kewajiban, Dana Syirkah tempporer dan ekuitas xxx

LAPORAN LABA-RUGI

Komponen-komponen laporan laba rugi bank syariah disusun dengan mengacu pada PSAK
untuk pos-pos umum. Dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK terkait, bank syariah
menyajikan laporan laba rugi yang mencakup, tetapi tidak terbatas, pada pos-pos berikut:

PT Bank Syariah “X”


Laporan Laba Rugi
Periode 1 Januari s.d. 31 Desember 20X
Pendapatan Pengelolaan Dana oleh bank sebagai
mudharib

Pendapatan dari jual beli:


Pendapatan marjin Xxx
murabahah
Pendapatan neto salam
parallel Xxx
Pendapatan neto istishna
parallel Xxx
Pendapatan dari
sewa:
Pendapatan neto
ijarah Xxx
Pendapatan dari bagi hasil:
Pendapatan bagi hasil
mudharabah Xxx
Pendapatan bagi hasil
musyarakah Xxx
Pendapatan usaha utama
lainnya Xxx
Jumlah Pendapatan Pengelolaan Dana oleh bank sebagai
mudharib Xxx
Hak pihak ketiga atas bagi
hasil (xxx)

Pendapatan Usaha Lainnya


Pendapatan imbalan jasa
perbankan xxx
Pendapatan imbalan investasi
terikat Xxx
Jumlah Pendapatan Usaha
Lainnya
Beban Usaha (xxx)
Beban kepegawaian (xxx)
Beban
administrasi (xxx)
Beban penyusutan dan (xxx)
amortisasi
Beban usaha
lain (xxx)
Jumlah Beban Usaha (xxx)

Laba (Rugi) Usaha Xxx


Pendapatan dan Beban
Nonusaha
Pendapatan nonusaha Xxx
Beban
nonusaha (xxx)
Jumlah Pendapatan (Beban)
Nonusaha Xxx

Laba (Rugi) sebelum Pajak Xxx

Beban Pajak (xxx)

Laba (Rugi) Neto Periode


Berjalan Xxx

2. Kinerja
Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah
penghasilan dan beban. Unsur penghasilan beban didefinisikan berikut ini:
 Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari konstribusi penanam modal.
Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gain).
 Beban (ekspenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk arus keluar berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan
penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal, termasuk di
dalamnya beban untuk pelaksanaan aktivitas entitas syari’ah maupun kerugian yang timbul.
 Hak pihak ketiga atau bagi hasil
Hak pihak ketiga atau bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik dana
atau keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syari’ah dalam suatu periode
laporan keuangan.
Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokan sebagai beban (ketika untung) atau
pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi
keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan bersama dengan
entitas syari’ah.

b. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial, meliputi laporan sumber
dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.

c. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab
khusus entitas syari’ah tersebut.

12. Pengukuran Unsur-Unsur Laporan Keuangan


Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:
a. Biaya historis (historical cost)
Aset di catat sebesar pengeluaran kas (setara kas) yang di bayar atau sebesar nilai wajar dari
imbalan (consideration) yang di berikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation),
atau dalam keadaan tertentu (misalnya:pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas)
yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang
normal. Dasar ini adalah dasar pengukuhan yang lazim digunakan entitas syariah dalam
penyusunan laporan keuangan.

b. Biaya kini (current cost)


Aset dinilai dalam jumlah kas (stara kas) yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau
stara aset diperoleh sekarang.
kewajiban dinyatakn dalm jumlah kas (atau setara kas )yang tidak didiskonkan
(undiscounted) yang mungkin dapat diperlukan untuk menyelesaiakan kewajiban (obligation)
sekarang.

c. Nilai realisasi atau penyelesaian (realizable atau settement value)


Aset dinyatakan dalam jumlah pas (setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan
menjual aset dalam pelepasan normal (orderly disporal).
Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian : yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang
tidak didiskonkan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam
pelaksanaan usaha normal. Dasar pengukuhn ini walaupun dapat digunakan tetapi tidak
mudah untuk diterapkan dalam kondisi saat ini. Mengingat manajemen harus menjamin
informasi yang disajikan adalah andal serta dapat dibandingkan.

13. Catatan atas laporan keuangan


Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang
tertera dalam laporan keuangan utama. Catatan atas laporan keuangan suatu entitas syariah
harus mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
 Informasi tentang dasar penyusunsn laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih
dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting.
 Informasi yang diwajiobkan dalam PSAK, tetapi tidak disajikan dalam neraca, laporan laba
rugi, laporan arus kas: perubahan ekuitas: laporan sumber dan penggunaan zakat : dan
laporan penggunaan dana kebajikan.
 Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan, tetapi diperlukan dalam
rangka penyajian secara wajar.

Dalam rangka membantu pengguna laporan memahami laporan keuangan dan


membandingkannya dengan laporan keuangan entitas syariah lain , catatan atas laporan
keuangan umumnya disajikan dengan urutan sebagai berikut:
 Pengungkapan mengenai dasar pengukuran dan kebijakan akuntansi yang diterapkan.
 Informasi pendukung pos-pos laporan keuangan sesuai urutan sebagaimana pos-pos tersebut
disajikan dalam laporan keuangan dan urutan penyajian komponen laporan keuangan.
 Pengungkapan lain termasuk kontijensi, komitmen dan pengungkapan keuangan lainnya serta
pengungkapan yang bersifat non-keuangan.
KONSEP DASAR AKUNTANSI MENURUT AAOIFI DAN PEMIKIR ISLAM
1. Tujuan akuntansi keuangan dan laporan keuangan
Kerangka dasar akuntansi disadari merupakan hal penting, dan untuk itu, AAOIFI
telah mengeluarkan pernyataan no. 1 dan 2. Manfaat dengan ditentukannya tujuan akuntansi
keuanagan untuk lembaga keuangan syariah menurut AAOIFI yaitu sebagai berikut:
1. Dapat digunakan panduan bagi dewan standar untuk menghasilkan standar yang
konsisten.
2. Tujuan akan membatu bank dan lembaga keuangan syariah untuk memilih berbagai
alternatif metode akuntansi pada saat standar akuntansi belum mengatur.
3. Tujuan akan membantu untuk memandu manajemen dalam membuat pertimbangan
/judgement pada saat akan menyusun laporan keuangan.
4. Tujuan jika diungkapkan dengan baik, akan meningkatkan kepercayaan pengguna
serta meningkatkan pemahaman informasi akuntansi sehingga akhirnya akan meningkatkan
kepercayaan atas lembaga keuanagn syariah.
5. Penetapan tujuan yang mendukung penyusunan standar akuntansi yang konsisten. Ini
seharusnya dapat meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan.

Pendekatan yang digunakan oleh para pemikir islam dalam AAOIFI untuk menyusun
tujuan laporan keuangan lembaga keuangan syariah adalah dengan cara mengambil seluruh
pemikiran akuntansi kontemporer yang berlaku kemudian melakukan tes dan analisis apakah
pemikiran tersebut sejalan atau bertentangan dengan syariah islam.

1. Tujuan akuntansi keuangan


a. Untuk menentukan hak dan kewajiban dari pihak yang terlibat dengan lembaga
keuangan syariah tersebut, termasuk hak dan kewajiban dari transaksi yang belum selesai,
terkait dengan penerapan, kewajaran dan ketaatan atas prinsip dan etika syariah islam.
b. Untuk menjaga asset dan hak-hak lembaga keuangan syariah.
c. Untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan produktivitas dari lembaga keuangan
syariah.
d. Untuk menyiapkan informasi laporan keuangan yang berguna kepada pengguna laporan
keuangan sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat dalam berhubungan dengan
lembaga keuangan.
2. Tujuan laporan keuangan kepada pengguna informasi luar
a. Memberikan informasi tentang kepatuhan lembaga keuangan syariah terhadap syariah
islam, termasuk informasi tentang pemisahan antara pendapatan dan pengeluaran yang boleh
dan tidak menurut syariat islam.
b. Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban lembaga keuangan
syariah.
c. Memberikan informasi kepada pihak yang terkait dengan penerimaan dan penyaluran
zakat pada lembaga keuangan syariah.
d. Memberikan informasi untuk mengestimasi arus kas yang dapat direalisasikan,
wakturealisasi dan resiko yang mungkin timbul dari transaksi dengan lembaga keuangan
syariah.
e. Memberikan informasi agar pengguna laporan keuangan dapat menilai dan
mengevaluasi lembaga keuangan syariah apakah telah menjaga dana serta melakukan
investasi dengan tepat termasuk memperoleh imbal hasil yang memuaskan.
f. Memberikan indormasi tentang pelaksanaan tanggung jawab sosial dari lembaga
keuangan syariah.

Akuntansi syariah memberikan penekanan pada dua hal, yaitu akuntabilitas dan
pelaporan. Akuntabilitas tercermin melalui tauhid bahwa segala sesuatu di dunia ini harus
berjalan sesuai aturan Allah SWT, dan melalui fungsi manusia sebagai Khalifah di bumi.
Pada saat yang sama, akuntansi merupakan bentuk pertanggungjawaban manusia kepada
Allah dimana seluruh aturan dalam melakukan kegiatan bisnis dan personal harus sesuai
dengan aturan Allah SWT.

2. Pemakai dan kebutuhan informasi


pemakai laporan keuangan menurut AAOIFI antara lain sebagai berikut:
1. Pemegang saham
2. Pemegang investasi
3. Pemilik dana (bagi Deposan Bank)
4. Pemilik dana tabungan
5. Pihak yang melakukan transaksi bisnis
6. Pengelola zakat
7. Pihak yang mengatur2[2]

3. Paradigma, asas, dan karakteristik transaksi syariah


Transaksi syariah berlandaskan pada paradigma dasar bahwa alam samesta diciptakan
Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat
manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual. transaksi syariah
menetapkan asas yang luhur, manusiawi, dan bersifat melindungi pada umat manusia secara
keseluruhan dalam hal bermuamalah. Azas transaksi yang ditetapkan adalah prinsip
persaudaraan (ukhuwah), keadilan (‘adalah), keseimbangan (tawazun), universal
(syumuliyah).
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan azas transaksi syariah harus
memenuhi karakteristik sebagai berikut:
a) Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan dan saling ridha.
b) Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik.
c) Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas.
d) Tidak mengandung unsur riba.
e) Tidak mengandung unsur kedzaliman.
f) Tidak mengandung unsur masyir.
g) Tidak mengandung unsur gharar.
h) Tidak mengandung unsur haram.
i) Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelasdan benar serta untuk
keuntungan semua pihaktanpa merugikan pihak lain.
j) Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan ( najasy), maupun melalui rekayasa
penawaran (ikhtikar).
k) Tidak mngandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risyawah).3[3]
4. Bentuk Laporan Keuangan

2[2] Ibid., hal.97-116

3[3] Slamet Wiyono dan Taufan Mualamin, Memahami Akuntansi Syariah Di Indonesia, ( Jakarta:
Mitra Wacana Media, 2013), hal 74
Bentuk laporan keuangan AAOIFI adalah laporan keuangan untuk perbankan syariah. Antara
lain berbentuk:
a) Laporan perubahan posisi keuangan.
b) Laporan laba rugi.
c) Laporan perubahan ekuitas atau laporan perubahan saldo laba.
d) Laporan arus kas.
e) Laporan perubahan ninvestasi yang dibatasi dan ekuivalennya.
f) Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana sumbangan.
g) Laporan sumber dan penggunaaan dana qard hasan.
5. Syarat Laporan Keuangan
Syarat kualitatif laporan keuangan menurut AAOIFI yaitu:
a) Relevan, laporan keuangan relevan harus memiliki nilai prediksi dan nilai umpan balik
serta harus disajikan tepat waktu, baik untuk laporan intern maupun untuk laporan tahunan.
b) Dapat diandalkan, Hal ini berkaitan berarti dapat diandalakan sesuai dengan kondisi yang
melekat pada transaksi termasuk penggunaan cara atau metode untuk penghitungan dari suatu
transaksi.
c) Dapat dibandingkan, Informasi keuangan dapat dibandingkan antara lembaga keuangan
syariah dan diantara dua periode akuntansi yang berbeda bagi lembaga keuangan yang sama.
d) Konsisten,Metode yang akan digunakan untuk penghitungan pada pengungkapan
akuntansi yang sama untuk dua periode penyajian laporan keuangan.
e) Dapat dimengerti, Informasi yang disajikan dapat dimengerti dengan mudah bagi rata-rata
pengguna laporan keuangan.

PERDEBATAN PARA PEMIKIR AKUNTANSI MENGENAI KERANGKA AKUNTANSI


1. Entitas unit akuntansi
Konsep ini diartikan bahwa setiap perusahaan adalah suatu unit akuntansi yang
terpisah dan harus dibedakan dengan pemiliknya atau dengan perusahaan lain. Terdapat
beberapa teori tentang kepemilikan diantaranya ;
a. Proprietary theory, dimana kepemilikan terhadap perusahaan tercermin pada akun
ekuitas sehingga persamaanya Aset – kewajiban = ekuitas
b. Entity theory, dimana pemilik hanya memiliki hak atas sebagian dari kepemilikan
perusahaan, karena pemilik adalah hanya salah satu yang berhak atas perusahaan, sehingga
persamaannya adalah Aset = kewajiban = ekuitas.[4]
Para ulama fikih baik klasik maupun kontemporer serta para pemilik akuntansi islam, masih
berbeda pandapat mengenai teori ini. Mereka yang mendukung diantarannya adalah Adnan
dan Gaffikin (1997), Abdul Rahman (Napier, 2007), Attiah (1989). Konsep tersebut
beralasan bahwa dalam islam ada juga konsep akuntansi yang harus terpisah dari unit
akuntansi seperti Wakaf, Baitul Mall, Zakat, dan pemerintahan.

Sedangkan mereka yang tidak setuju dengan konsep ini di antaranya: Gambling dan
Karim (1991), Khan (Napier, 2007) beralasan bahwa perusahaan adalah suatu bentuk entitas
hukum yang tidak dapat dipisahkan dengan pemiliknya terutama yang berkaitan dengan
utang.
AAOIFI menerima konsep ini dengan dasar saling mempercayai dan masjid telah
menjadi contoh adanya konsep entitas unit akuntansi yang terpisah dalam masyarakat islam.
2. Kegiatan usaha yang berkelanjutan
Konsep berkelanjutan ini dijelaskan “Mengasumsikan bahwa perusahaan akan
terus berlanjut dimasa yang akan datang”.Konsep ini juga banyak dikritisasi oleh pemikir
akuntansi, termasuk pemikir akuntasi islam. Mereka yang menolak konsep ini (adnan dan
Gaffakin 1997) beralasan bahwa semua makhluk adalah fana (tidak dapat hidup selamanya)
dan hanya Allah yang akan terus hidup selamanya.
Pendapat ini ditolak oleh mereka yang mendukung dengan mengatakan bahwa
islam sangat mendukung orang yang bekerja keras dan menabung untuk mengantisipasi hari
dimasa depan sebagai mana dalam QS 57:7 dan Al Hadis: “Allah menyayangi orang yang
mencari nafkah yang baik dan menafkahkan secara sederhana serta menabung sisanya untuk
persiapan pada hari ia membutuhkan dan pada hari fakirnya”. (HR. Bukhari)
3. Periodisasi
Menurut konsep ini, adanya perubahan atas kekayaan perusahaan pada laporan
keuangan harus dijelaskan secara periodic. Konsep ini berhubungan dengan konsep kegatan
usaha yang berkelanjutan. Konsep ini diterima oleh AAOIFI dan para pemikir islam.
4. Satuan mata Uang
Pemikir akuntasi dan ulama fikih berbeda pandapat tentang konsep ini, antara
lain adalah Ahmed (Napier, 2007) yang menyatakan bahwa penggunaan uang sebagai alat
perhitungan dalam lingkungan inflasi tinggi sangat dipertanyakan. Attiah (1989)
mengusulkan penggunaan emas dan perak sebagai alat ukur karena kedua komoditas tersebut
memiliki nilai yang konsisten dan penentuan nisab zakat juga menggunakan komoditas
tersebut.
AAOFI menerima konsep ini berdasarkan hasil pertemuan The Islamic
Academy di Kuwait pada bulan Desember 1988 yang menyatakan bahwa utang seharusnya
dinilai pada jumlah uang tanpa melihat perubahan nilai uangnya. Pemikir akuntansi yang
menerima konsep ini, bersikap pragmatis karena belumada metode yang lebih baik lagi
mengatasi masalah ini.
5. Konservatif
Merupakan konsep yang digunakan oleh akuntan untuk melaporkan nilai yang
rendah untuk aset dan pendapatan serta nilai yang tinggi untuk kewajiban dan beban. Hal ini
memiliki dampak bahwa untuk transaksi yang berpengaruh terhadap kewajiban dan beban
akan diakui dengan cepat sedangkan untuk aset dan pendapatan sebaliknya
Konsep ini dikritik oleh pemikir islam karena akan membuat perhitungan
zakat didasarkan atas aset menjadi terlalu rendah, akan tetapi jika dilihat dari perhitungan
pembagian laba untuk transaksi mudhorobah memang konsep ini dapat digunakan, mengingat
bagi hasil dilakukan setelah dijetahui laba direalisasikan.
6. Harga perolehan
Merupakan konsep dimana aset dicatat sejumlah kas atau setara kas yang
dibayarkan pada aset memperoleh sesuatu, sedangkan kewajiban dicatat pada jumlah uang
yang akan diterima dari pertukaran atas kewajiban. Pemikir akuntansi islam lebih memilih
untuk menggunakan nilai sekarang dibandingkan harga perolehan khususnya untuk
merealisasikan zakat.
7. Penandingan antara pendapatan dan beban.
Merupakan konsep dimana pendapatan diakui pada suatu periode tertentu
sesuai prinsip pengakuan pendapatan secara bersamaan dengan pengakuan beban. Peneliti
akuntansi islam berbeda tentang konsep ini, mereka mengangap konsep ini kurang penting
karena akan lebih baik melakukan penilaian laba dengan pendekatan aset liability sehingga
jika aset bersih naik berarti telah terjadi laba.
8. Dasar akrual
Konsep ini mengatakan bahwa pengakuan pendapatan dilakukan saat suatu
manfaat itu diperoleh. Konsep ini diterima oleh AAOIFI, sedangkan para pemikir yang lain
mengatakan bahwa konsep ini tidak dapat digunakan sebagai cara menghitung zakat
mengingat zakat harus dibayar berdasarkan kekayaan yang telah diterima manfaatnya
(madzhab maliki) dan juga bagi hasil atas mudhorobah didasarkan atas keuntungan kas yang
diterima (madzhab syafi'i)
9. Pengungkapan penuh
Konsep ini mengharuskan pengungkapan informasi sesuai dengan kebutuhan
informasi dari mayoritas pembaca laporan keuangan. Konsep ini diterima oleh para pemikir
akuntansi islam karena islam sangat mengutamakan prinsip keadilan termasuk keadilan
dalam memperoleh informasi. AAOIFI tidak menjelaskan konsep ini pada bagian tujuan dan
konsep akuntansi untuk lembaga keuangan syari'ah.
10. Substansi mengungguli bentuk
Konsep ini mengatakan bahwa hakikat dari suatu transaksi lebih penting dari
bentuk hukum transaksi itu sendiri. Penerapan substansi mengungguli bentuk pada akuntansi
konvensional adalah capital leasing. Ketentuan syariah tidah mengenal konsep ini mengingat
seluruh transaksi didasarkan atas akad dan akad tersebut akan selalu sama antara bunyi
bakad (dalam bentuk hukum) dengan substansi dari akad itu sendiri, karena islam melarang
transaksi yang kurang jelas. AAOIFI sendiri tidak menjelaskan tenrang konsep ini.

BEBERAPA PEMIKIRAN KE DEPAN MENGENAI AKUNTANSI ISLAM


1. Neraca yang menggunakan Nilai saat ini (current value balance sheet)
Untuk mengatasi kelemahan dari historical cost yang kurang cocok dengan
pola perhitungan zakat yang mengharuskan perhitungan kekayaan dengan nilai sekarang.
Alasan lain, adalah dengan menggunakan nilai sekarang akan mempermudah pengguna
laporan keuangan untuk mengambil keputusan karena nilai yang disajikan lebih relevan
dibandingkan nilai historical cost.
2. IFRS (International Financial Reporting Standard)
IFRS telah merekomendasikan nilai saat ini (current value) untuk aset yang
disajikan dalam laporan keuangan, dan negara-negara didunia sedang dalam proses untuk
mengadopsi IFRS sebagai standar pelaporan dinegara masing-masing.
3. Laporan Nilai Tambah (value added statement)
Laporan Nilai Tambah sebagai pengganti laporan laba atau sebagai laporan
tambah atas neraca dan laporan laba rugi. Usulan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa
unsur terpenting didalam akuntansi syariah bukanlah kinerja operasional (laba bersih), tetapi
kinerja dari sisi pandang para stakeholders dan nilai sosial yang dapat didistribusikan secara
adil kepada sekelompok yang terlibat dengan dengan perusahaan dalam menghasilkan nilai
tambah. Konsep nilai tambah dianggap sebagai jawaban atas kelemahan akuntansi keuangan
konvensional sehingga diusulkan sebagai laporan tambahan.
Dalam perkembangannya, syariah value added statement dianggap lebih
sesuai dengan aktivitas ekonomi islam yang adil dan beretika, serta sejalan dengan tujuan
akuntabilitas dari akuntansi syariah, khususnya pendapatan dan beban yang harus ditanggung
oleh publik. Pemikir akuntansi islam juga melakukan perubahan atas format value added
statement dengan cara megeluarkan zakat yang awalnya dianggap bagian dari charity dan
menyajikan secara khusus setelah Gross Value Added. Hal ini sesuai dengan makna zakat
yang bukan hanya sekedar sumbangan tetapi juga memiliki nilai pembersihan serta
merupakan hal yang wajib bagi muslim.
Laporan nilai tambah ini masih dalam tataran konsep mengingat AAOIFI
belum mewajibkan haltersebut pada pernyataannya. Disamping itu hasil penelitian oleh
sulaiman (1998) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi tentang kegunaan maraca
dengan nilai sekarang sreta laporan nilai tambah di kalangan orang muslim dan non muslim
termasuk pengelola zakat.4[4]

4[4] Sri nurhayati, Op.cit.,117-124


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Akuntansi dikembangkan untuk mendukung ekonomi dengan mengikuti paradigma
dari sitem ekonominya. Jadi, akuntansi memerlukan kerangka dasar untuk akuntansi dan
pelaporan keuangan , tidak tekecuali dalam akuntansi syariah. Ada berbagai macamkerangka
dasar akuntansi. Yaitu: Keuangan dasar penyusunan dan penyajiann laporan keuangan
syariah (KDPPLKDS) menurut PSAK, Konsep dasar akuntansi menurut AAOIFI dan Konsep
dasar akuntansi menurut Pemikir Islam. Berbagai macam kerangka dasarakuntansi tersebut
memiliki perbedaan. KDPPLKDS menurut PSAK dan Konsep dasar akuntansi menurut
AAOIFI mempunyai perbedaan dalam segi paradigma, asas, karakteristik, bentuk laporan
keuangan, syarat laporan keuangan dll.
Sedangkan konsep dasar akuntansi menurut pemikir islam masih terdapat banyak
perdebatan antara para pemikir. Perdebatan para pemikir akuntansi mengenai kerangka
akuntansi yaitu mengenai: (1) Entitas unit akuntansi, (2) Kegiatan usaha yang
berkelanjutan, (3) Periodisasi, (4) Satuan mata Uang, (5) Konservatif, (6) Harga perolehan,
(7) Penandingan antara pendapatan dan beban, (8) Dasar akrual, (9) Pengungkapan
penuh, (10) Substansi mengungguli bentuk. Sedangkan perdebatan beberapa pemikiran ke
depan diantaranya: (1) Neraca yang menggunakan Nilai saat ini (current value balance sheet),
(2) Kegiatan usaha yang berkelanjutan IFRS (International Financial Reporting Standard, (3)
Laporan Nilai Tambah (value added statement) .

DAFTAR PUSTAKA
Sri nurhayati dan Wasilah. 2013. Akuntansi Syariah di Indonesia jilid 3. Jakarta: Salemba
Empat.
Wiyono, Slamet dan Taufan Mualamin. 2013. Memahami Akuntansi Syariah Di Indonesia.
Jakarta: Mitra Wacana Media.

bonus video bisa disubscribe, like, comment, dan share ya....!

Diposting 25th February oleh tessa_neechan

Anda mungkin juga menyukai