Demam Berdarah
A. PENGERTIAN
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan
ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker,
2001).
Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak, remaja,
atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi
yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam
bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa
menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan
(ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
B. ETIOLOGI
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4
serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-
II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 –
1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap
inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 0C. Dengue
merupakan serotipe yang paling banyak beredar.
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan
kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody,
dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001).
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali
menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat
pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat
terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang
virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik
antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks
virus-antibodi) yang tinggi (Noer, dkk, 1999).
D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa
inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul
secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-
kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat
pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama
dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan
pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 –
12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang
berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar
yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak
petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar
ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat
menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat
dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5.
Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura,
ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya
dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan
tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan
lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan
tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
E. KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
1. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-
7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan
spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah
dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah
menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
4. Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut 140x/mnt)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan
beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling
penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
10. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-
tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien
dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti
cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau
plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
12. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 –
48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah
teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan
plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan
pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian
transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis
dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter
dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua.
Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.
G. PENCEGAHAN
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia
sembuh secara spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di
sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a. Menggunakan insektisida. Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan
demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa
dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan
malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan
temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk
aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1
ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
b. Tanpa insektisida Caranya adalah :
1) Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x
seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7–10 hari).
2) Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3) Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain
yang memungkinkan nyamuk bersarang.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian
anak, remaja dan dewasa (Effendy, 1995).
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu
makan menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal
seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu
makan menurun.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan
melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti
kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti
airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
7. Riwayat Tumbuh Kembang
8. Pengkajian Per Sistem
1) Sistem Pernapasan yaitu Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan
dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada
auskultasi terdengar ronchi, krakles.
2) Sistem Persyarafan yaitu Pada grade III pasien gelisah dan terjadi
penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi DSS.
3) Sistem Cardiovaskuler yaitu Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi,
uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi
kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut,
hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah
tak dapat diukur.
4) Sistem Pencernaan yaitu Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri
tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen
teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan,
dapat hematemesis, melena.
5) Sistem perkemihan yaitu Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30
cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna
merah.
6) Sistem Integumen. Yaitu Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering,
pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada
grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
3. Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang
menurun.
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor
pembekuan darah (trombositopeni).
c. Rencana Asuhan Keperawatan.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil
pi)
Bleeding reduction
1. Identifikasi penyebab
perdarahan
2. Monitor tren tekanan
darah dan parameter
capilary artery wedge
pressure
3. Monitor status cairan
yang meliputi inake dan
output
4. Monitor penentuan
pengiriman oksigen
kejraingan (PaO2, SaO2
dan level Hb dan cardiac
output)
5. Pertahankan retensi IV
line
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Salemba Medika
: Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta
Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan Keperawatan pada
Anak. Sagung Seto : Jakarta