Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas berkat dan rahmatnya, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul : “Isolasi Sosial” penulisan ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu syarat mata kuliah Keperawatn Jiwa.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal, dengan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun.
Akhir kata, kelompok kami berharap semoga makalah tentang “Isolasi Sosial”
ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya menambah khasanah dalam ilmu
keperawatan.

Jakarta, 26 Oktober 2018

Kelompok V
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi
klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Melinda Hermann,
2008). Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional gangguan utama
pada proses pikir serta disharmoni (keretakan, pecahan). Antara proses pikir,
afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan,
terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi sehingga timbul inkoheren.
Sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental
maupun sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau
kelemahan, tidak hanya terbebas dari penyakit serta kelemahan.
Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai
13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang
menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian tersebut akan memberikan andil
meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di berbagai
Negara. Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004,
diperkirakan 26,2% penduduk yang berusia 18-30 tahun atau lebih mengalami
gangguan jiwa, jika prevalensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000
penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000 penduduk.
Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional Tahun 2007, menyebutkan
bahwa sebanyak 0,46 per mil masyarakat Indonesia mengalami gangguan jiwa
berat. Mereka adalah yang diketahui mengidap skizofrenia dan mengalami
gangguan psikotik berat (Depkes RI, 2007).
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provisi
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (24,3%), di ikuti Nangroe Aceh Darussalam
(18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB (10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan
Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI, 2008).
Kebijakan Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa
tercantum dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa,
disebutkan dalam pasal 149 ayat (2) mengatakan bahwa Pemerintah dan
masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan mengganggu ketertiban atau keamanan
umum, termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan
jiwa untuk masyarakat miskin.
Peran perawat dalam penanggulangan klien dengan gangguan konsep
diri : Isolasi Sosial Menarik Diri meliputi peran promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Pada peran promotif, perawat meningkatkan dan memelihara
kesehatan mental melalui penyuluhan dan pendidikan untuk klien dan
keluarga. Dari aspek preventif yaitu untuk meningkatkan kesehatan mental
dan pencegahan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri.
Sedangkan pada peran kuratif perawat merencanakan dan melaksanakan
rencana tindakan keperawatan untuk klien dan keluarga. Kemudian peran
rehabilitatif berperan pada follow up perawat klien dengan gangguan konsep
diri : Isolasi Sosial Menarik Diri melalui pelayanan di rumah atau home visite.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Agar pembaca dapat mengetahui mengenai masalah Isolasi Sosial.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian kepada klien dengan isolasi sosial
b. Mampu merumuskan msalah keperawatan pada klien dengan isolasi
sosial
c. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan isolasi
sosial
d. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan isolasi sosial
e. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara kasus dan
teori pada klien dengan isolasi sosial
f. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam
bentuk narasi
C. PROSES PEMBUATAN MAKALAH
Pada proses penyusunan makalah ini kelompok memfokuskan maslah
utama asuhan keperawatan pada klien Tn.R dengan isolasi sosial di ruang
Nuri RSJSH dengan proses pendekatan proses keperawatan dari tanggal 8
oktober sampai dengan 12 oktober 2018.
Didahului dengan membagi jumlah klien diruangan diluar kasus
kelolaan dan resume, maka kelompok mengambil kesepakatan untuk
mengambil Tn.R sebagai kasus kelolaan kelompok. Dari hasil pengkajian
pada tanggal 8 oktober 2018 dan diskusikan kelompok masalah yang dialami
Tn.R adalah: Isolasi sosial, kemudian kelompok mempelajari tentang asuhan
keperawatan klien dengan isolasi sosial, dan melakukan konsultasi dengan
pembimbing dan menyajikan makalah dalam bentuk seminar.
BAB II
GAMBARAN KASUS

A. PENGKAJIAN
I. IDENTITAS PASIEN
Inisial : Tn. R
Tanggal pengkajian : 02 – 10 – 2018
Umur : 26 tahun
No. RM :
Informan : Klien
II. ALASAN MASUK
Klien mengatakan masuk Rumah Sakit Jiwa diantar oleh ibunya, karena suka
menyendiri dirumah, malas berinteraksi dengan keluarga dan orang-orang
sekitar, saat dikaji klien tampak berdiam diri, menunduk, pandangan searah ,
kontak mata (-) dan sedikit bicara.
III. FAKTOR PREDISPOSISI
Klien mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya. Klien tidak
pernah mengalami penganiayaan fisik, seksual, tindakan kriminal dan klien
tidak pernah melakukan penganiayaan.
MASALAH KEPERAWATAN : tidak ada masalah keperawatan
IV. FISIK
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 Mmhg
Nadi : 92x/menit
Suhu : 36.1’C
Pernafasan : 20x/menit
2. Ukur
Tinggi Badan : 171 cm
Berat Badan : 71 kg
3. Keluhan fisik
Dari hasil pengkajian didapatkan klien tidak mengeluh terhadap keadaan
fisiknya dan pada tubuh klien tidak menunjukan adanya kelainan atau
gangguan fisik lainnya.
MASALAH KEPERAWATAN : tidak ada masalah keperawatan
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: klien
X : meninggal

2. Konsep diri
a. Gambaran diri : Klien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya.
Tidak ada kecacatan anggota tubuh dan berfungsi
sebagaimana mestinya.
b. Identitas : Di rumah klien adalah seorang anak. Klien merasa
puas sebagai seorang laki-laki, karena dikeluarga
klien diajarkan untuk bertanggung jawab dan
disiplin, serta diperlakukan sebagai seorang anak
laki-laki.
a. Peran : Klien berperan sebagai seorang anak tapi tidak diberi
oleh ibunya untuk mengemukakan pendapat sehingga ketika bertemu
dengan orang lain klien tidak mau berbicara dan timbul rasa malu dalam
dirinya.
c. Ideal diri : klien ingin cepat pulang, dan bertemu dengan ibunya,
d. Harga diri : Klien mengatakan dirinya tidak berguna lagi sebagai
anak, dan sedih tidak bertemu dengan ibunya.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah

3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti : Klien mengatakan orang yang berarti adalah orang
tua.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
Klien mengatakan belum pernah mengikuti kegiatan apapun di
masyarakat, selama di RSJ klien
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien mengatakan di rumah klien termasuk orang pendiam, malas bicara
dengan orang lain tidak ada teman dekat dengan klien dan jarang
berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Klien beragama Islam dan yakin adanya Allah
SWT , klien pasrah dengan keadaannya.
b. Kegiatan ibadah : Klien mengatakan selama berada di RSJ tidak pernah
menjalankan shalat 5 waktu, klien hanya berdoa dan
yakin atas kesembuhannya.
Masalah Keperawatan :
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan : kurang rapi , agak sedikit bau , rambut kotor .
Masalah Keperawatan : defisit perawatan diri
2. Pembicaraan :
Bicara lambat Kontak mata kurang selama komunikasi, bicara seperlunya,
bicara bila dimotivasi, klien tampak tidak mampu memulai pembicaraan,
cenderung menolak untuk diajak komunikasi.
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
3. Aktifitas Motorik :
Klien terlihat lesu, lebih banyak duduk menyendiri dan tiduran daripada
beraktivitas, klien mau beraktivitas apabila dimotivasi afeknya tampak
tumpul.
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
4. Alam perasaan:
Klien tampak sedih, karena klien merasa sendiri, klien ingin bertemu
keluarganya.
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
5. Afek:
Klien tampak diam, tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus
yang menyenangkan atau menyedihkan (afek tumpul).
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial
6. Interaksi selama wawancara:
Klien lebih banyak diam, kontak mata pada saat wawancara kurang, klien
lebih sering menunduk.
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
7. Persepsi:
Klien mengatakan dulu pernah mendengar suara-suara, isi suara itu tidak
jelas.
Masalah Keperawatan : Resiko GSP : Halusinasi Pendengaran.
8. Proses Pikir:
Pembicaraan klien secukupnya.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
9. Isi Pikir:
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
10. Tingkat Kesadaran:
Klien sadar sepenuhnya ditandai klien tidak tampak bingung klien bisa
menyebutkan namanya dengan benar, juga bias membedakan waktu pagi,
siang dan malam serta dapat menyebutkan tempat dimana klien berada.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
11. Memori:
klien mampu mengingat kegiatan-kegiatan sebelum masuk rumah sakit
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berhitung sederhana, klien mampu menyebutkan angka, klien
juga mampu menjawab 2 ditambah 4 klien menjawab 6, 2 dikali 4 klien
menjawab 8. Karena klien hanya tamatan SMP.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
13. Kemampuan Penilaian:
Klien mampu mengambil keputusan yang ringan misalnya jika mandi, BAB,
BAK di kamar mandi atau toilet dan memilih cuci tangan dulu sebelum
makan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
14. Daya Tilik Diri :
Klien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Klien makan 3x sehari, mampu menghabiskan 1 porsi makan dengan menu
seimbang yang sudah disiapkan dari instalasi gizi (nasi, lauk, sayur, buah-
buahan), klien makan pagi pukul 07.00 WIB, makan siang pukul 12.00 WIB,
makan malam pukul 18.00 WIB, setelah klien makan klien merapikannya
sendiri.
2. BAB / BAK
Bila klien ingin BAB / BAK pergi ke WC tanpa bantuan orang lain, BAK ±
3x sehari BAB ± 1x sehari.
Mandi
Klien mandi di kamar mandi 2x sehari tanpa bantuan orang lain dan tidak
lupa menggosok gigi, mencuci rambut.
3. Berpakaian / berhias
Klien mengganti pakaian 1x sehari dilakukan sendiri walaupun kurang rapi.
4. Istirahat dan tidur
Klien tidur siang pukul WIB dan tidur malam pukul WIB, aktivitas sebelum
klien tidur adalah melamun dan diam.
5. Penggunaan obat
Klien mengatakan tidak mengetahui obat apa yang klien minum dan tidak
mengetahui efek samping dan manfaat dari obat tersebut, minum obat 2x
sehari dengan bantuan dari obat merasa ngantuk dan lemas.
6. Pemeliharaan kesehatan
Klien tidak mengetahui akan berobat kemana jika telah keluar dari rumah
sakit.
7. Aktivitas di dalam rumah
Klien mengatakan ketika di rumah tidak suka melakukan kegiatan apapun,
seperti kegiatan rumah tangga sehari-hari. Klien tidak ikut mengatur
keuangan untuk kebutuhan sehariannya.
8. Aktivitas diluar rumah
Klien mengatakan jarang keluar rumah, tidak suka berbelanja atau
melakukan perjalanan.
VIII. MEKANISME KOPING
Maladaptif
 Reaksi lambat atau berlebihan
 Menghindar
Masalah Keperawatan : koping individu inefektif
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
 Masalah dengan dukungan kelompok
Spesifiknya : klien mengatakan tidak bergabung lagi dengan kegiatan-
kegiatan seperti pengajian , karena klien sakit.
 Masalah berhubungan dengan lingkungan
Spesifiknya : klien mengatakan minder dengan sakitnya sehingga klien tidak
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
 Masalah dengan pendidikan
Spesifiknya : klien mengatakan lulusan SMP , karena malas berinteraksi
 Masalah dengan pekerjaan
Spesifiknya :tidak ada masalah
 Masalah dengan perumahan
Spesifiknya : tidak ada masalah
 Masalah ekonomi
Spesifiknya : klien mengatakan tidak paham mengenai ekonomi keluarga
 Masalah dengan pelayanan kesehatan
Spesifiknya : tidak ada masalah
 Masalah lainnya
Spesifiknya : tidak ada masalah
Masalah Keperawatan : isolasi sosial
X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
 Penyakit jiwa
 Faktor presipitasi
 Coping
 System pendukung
 Penyakit fisik
 Obat-obatan
Masalah Keperawatan : Defisiensi pengetahuan
XI. ASPEK MEDIK
DIAGNOSA MEDIK : SKIZOFRENIA
B. MASALAH KEPERAWATAN

Data Masalah
DS : klien mengatakan tidak mau berinteraksi dengan
siapapun, klien mengatakan lebih senang sendiri
karena ingin menenangkan diri
ISOLASI SOSIAL
DO : klien tampak menyendiri, klien tampak malas
berbicara, klien sering menunduk, pandangan mata
kosong, kontak mata (-), klien sering menghindar
saat didekati perawat.

DS : klien mengatakan dulu sebelum masuk rumah sakit


sering mendengar suara-suara aneh, suaranya tidak
jelas,. RESIKO GANGGUAN SENSORI
PERSEPSI : HALUSINASI
DO: jika menceritakan tentang halusinasi dirumah PENDENGARAN
tampak dahi seperti mengkerut, dan kadang-kadang
tidak sanggup untuk berbicara.

DS: klien mengatakan sedih karena orang tuanya


tidak menyukai dirinya dan tidak pernah member
kesempatan untuk berbicara sehingga jika mau
bicara ada rasa malu terhadap orang lain. HARGA DIRI RENDAH
DO : klien tampak menunduk saat berbicara, nada suara
klien saat berbicara kecil, klien tampak malu-malu,
klien tampak terdiam, kontak mata (-)
DS : klien mengatakan sudah mandi DEFISIT PERAWATAN DIRI
DO :klien tampak bau, kurang rapi, giginya kurang
bersih, kuku panjang dan kotor.

C. POHON MASALAH DAN SUSUN DIAGNOSA KEPERAWATAN


Resiko Gangguan Sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi Social Defisit Perawatan Diri

Harga diri rendah


BAB III
LANDASAN TEORI

A. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau
dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan
sendiri yang tidak realistis (Erlinafsiah, 2010).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan
prilaku maladaktif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial (Depkes RI, 2000).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Deden
dan Rusdi, 2013 ).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan
dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan
negativ atau mengancam (Nanda, 2012).
2. Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak
terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang
nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori
ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi social atau mengasingkan diri dari dari lingkungan
social merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini di sebabkan oleh norma-norma yang salah
dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota yang tidak produktif
seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan
dari lingkungan sosialnya.
d. Faktor Biologis
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
hubungan social adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang
mengalami masalah dalam hubungan social memiliki struktur yang
abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan
bentuk sel-sel.
3. Faktor Presipitasi
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat
ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya (Ade,
2011).
4. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri (solitude) Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Dependen Narkisisme
Interdependen
(Struart & Sudden, 1998)
Keterangan :
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma sosial
dan budaya secara umum dan berlaku di masyarakat umum dan individu
dalam menyelesaikan masalahnya dalam batas normal.
a. Menyendiri (solitude)
Adalah respon yang dibutuhkan individu untuk merenungkan apa yang
telah dilakukan dilingkungan sosialnya.
b. Otonomi
Adalah respon yang dibutuhkan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan
Adalah suatu kondisi hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk saling member dan menerima.
d. Interdependen
Adalah saling ketergantungan antar individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
2. Respon antara adaptif dan maladaptif
a. Kesepian
Adalah individu sulit untuk melakukan hubungan interpersonal dan
sulit membicarakannya dengan orang lain dan dapat menimbulkan
kecemasan pada orang lain.
b. Menarik diri
Adalah individu merasa sulit untuk berinteraksi dan selalu
menghindari serta merasa diisolasi oleh orang lain.
c. Dependen
Adalah hubungan individu sangat tergantung dengan orang lain dan
rasa percaya diri kurang dalam mengembangkan kemampuannya.
3. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalahnya yang menyimpang dari norma-norma dan budaya suatu
tempat.
a. Manipulasi
Dimana orang lain diperlukan sebagai objek, hubungan terpusat pada
masalah pengendalian individu berorientasi pada diri sendiri atau pada
tujuan bukan orang lain.
b. Impulsif
Klien tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
c. Narkisisme
Dimana harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, bersikap ego maladaptif.
5. Mekanisme Koping
a. Rasional
Suatu usaha mengatasi konflik pikiran dan impuls – impuls yang tidak
menyenangkan dengan memberikan alasan yang rasional.
b. Supresi
Menekan konflik, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan
secara sadar.
c. Represi
Konflik pikiran impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan
paksaan ditekan kedalam penolakkan terhadap sesuatu yang tidak
menyenangkan.
d. Menarik diri
Mekanisme tingkah laku yang apabila menghadapi konflik frustasi ia
menarik diri dalam pergaulan di lingkungan.
6. Pohon Masalah
Resiko Ganggun Sensori Persepsi : Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


B. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial
2. Tujuan umum
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
3. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri
c. Klien mampu meyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri
d. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
e. Klien mampu menjeskan perasaanya setelah berhubungan sosial
f. Klien dapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial
4. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
Perawat membina hubungan saling percaya dengan cara mengucap
salam, memperkenalkan diri, menanyakan nama klien, nama panggilan
kesukaan, menjelaskan maksud dan tujuan pertemuan, menunjukan
sikap empati, menerima klien apa adanya, dan memberikan perhatian
kepada klien.
b. Menyebtkan penyebab menarik diri
Perawat menanyakan kepada klien tentang orang yang tinggal serumah
atau teman sekamar, orang yang paling dekat dengan klien dirumah
atau di rumah sakit, apa yang membuat klien dekat dengan orang
tersebut, orang yang tidak dekat denga klien, apa yang membuat klien
tidak dekat dengan orang tersebut, upaya yang dilakukan agar dekat
dengan orang lain. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
c. Menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Perawat menanyakan kepada klien tentang manfaat jika berhubungan
dengan orang lain, kerugian jika tidak berhubungan dengan orang lain,
serta memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tengntang keuntunagn berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
d. Melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
Perawat melakukan observasi pada perilaku klien berhubungan dengan
orang lain, memberikan motivasi dan bantu klien untuk berkenalan
atau berkomunikasi dengan perawat, perawat lain, klien lain dan
kelompok masyarakat. Melibatkan klien dalan terapi aktivitas
kelompok sosialisasi, motivasi klien untuk mengikuti kegiatan
ruangan, beri pujian terhadap kemampuan klien, memperluas
pergaulanya, mendiskusikan jadwal harian yang dapt dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan klien bersosialisasi.
e. Menjeskan perasaanya setelah berhubungan social
Perawat memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaanya setelah berhubungan dengan orang lain, diskusikan dengan
klien tentang perasaanya setelah berhubungan dengan orang lai, beri
pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaanya.
f. Dukungan keluarga dalam memperluas hubungan social
Perawat mendiskusikan dengan keluarga pentingnya peran serta
keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku menarik diri,
diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku
menarik diri, jelaskan cara merawat klien menarik diri yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga, motivasi keluarga agar membantu klien
untuk bersosialisasi, berikan pujian terhadap keluarga atas keterlibatan
merawat klien dirumah sakit, tanyakan perasaan keluarga setelah
mencoba cara yang dilatih.
BAB IV
PELAKSANAAN TINDAKAN

Bab ini membahas tentang pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah di


lakukan pada klien Tn.R kelompok melakukan intervensi pada tiga diagnosa
keperawatan yakni: Isolasi social, Harga diri rendah, Resiko halusinasi. Namun dalam
bab ini kelompok hanya membahas satu diagnosa keperawatan yakni: Isolasi social,
yang di lakukan intervensi dari tanggal 8-12 oktober 2018.
Isolasi social
Diagnosa keperawatan tentang isolasi social telah di lakukan implementasi
keperawatan Sp 1 dengan tujuan umum klien dapat berinteraksi dengan orang lain
dalam 2 kali interaksi (pertemuan) dimana setiap interaksi hubungan saling
percaya dapat di pertahankan.
a. Pertemuan pertama dilakukan pada hari senin tanggal 8 oktober 2018 pukul
10:00 WIB, pertemuan ini di lakukan SP 1 isolasi social meliputi klien dapat
berinteraksi dengan orang lain dan menganjurkan klien memasukkan kedalam
jadwal kegiatan harian.
Evaluasi dari pertemuan pertama respon klien secara subjektif: Klien mampu
menyebutkan namanya, klien mengatakan tidak punya teman dirumah
maupun dirumah sakit. Objektif: Klien tampak tenang, kontak mata saat
berkomunikasi kurang, klien mau berjabat tangan dan menceritakan yang
terjadi pada dirinya, klien lebih banyak menunduk, pembicaraan lambat, tidak
mampu memulai pembicaraan. Analisa SP 1: Klien mampu membina
hubungan saling percaya, klien tidak mampu memulai pembicaraan tetapi
mau berinteraksi bila di motivasi. Rencana tindak lanjut:untuk perawat
adalah: evaluasi SP 1 P, kemudian lanjutkan SP II P Sedangkan untuk klien:
anjurkan klien berinteraksi dan berkenalan dengan orang lain.
b. Pertemuan kedua di lakukan pada hari Selasa tanggal 9 oktober pukul 10:00-
10.15 WIB, pertemuan ini di lakukan SP 1 isolasi social meliputi klien dapat
berinteraksi dengan orang lain dan menganjurkan klien memasukkan kedalam
jadwal kegiatan harian. Evaluasi dari pertemuan kedua respon klien secara
Subjektif: klien mampu menyebutkan namanya dan mengingat nama perawat,
klien mengatakan masih belum mampu berkenalan dengan orang lain, klien
mengatakan tidak melakukan kegiatan sesuai jadwal yang telah di
rencanakan. Data objektif: klien nampak tenang, kontak mata saat
berkomunikasi masih kurang, klien masih banyak menunduk, pembicaraan
klien lambat, dan klien masih belum mampu memulai pembicaraan. Analisa
SP 1: Klien mampu membina hubungan saling percaya, klien tidak mampu
memulai pembicaraan tetapi mau berinteraksi dengan (Tn. M) bila di
motivasi. Rencana tindak lanjut:untuk perawat adalah: evaluasi jadwal
kegiatan klien sedangkan untuk klien: anjurkan klien berinteraksi dan
berkenalan dengan satu orang teman.
c. pertemuan ketiga dilakukan pada hari rabu tanggal 10 oktober 2018 pukul
10:00-10.15 WIB, pertemuan ini di lakukan SP 2 isolasi social meliputi klien
dapat berinteraksi dengan lebih satu orang teman dan menganjurkan klien
memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Evaluasi dari pertemuan ketiga
respon klien secara Subjektif: klien mampu menyebutkan namanya, nama
perawat dan nama temannya (Tn. M). Klien mengatakan sudah berkenalan
dengan orang lain (Tn.R), klien mengatakan akan melakukan kegiatan sesuai
jadwal yang telah di rencanakan. Data objektif: klien nampak tenang, kontak
mata saat berkomunikasi masih kurang, klien masih menunduk sesekali,
pembicaraan klien lambat, dan klien belum mampu memulai pembicaraan.
Analisa SP 1: Klien mampu membina hubungan saling percaya, klien belum
mampu memulai pembicaraan. Rencana tindak lanjut:untuk perawat adalah:
evaluasi jadwal kegiatan klien sedangkan untuk klien: anjurkan klien
berinteraksi dan berkenalan dengan lebih dari 1 orang.
BAB V
PEMBAHASAN

Kesesuaian antara teori dan kasus pada bab ini kelompok akan membahas
tentang keberhasilan tindakan yang telah dilakukan dan hambatan yang telah
ditemukan selama berinteraksi dengan klien dan pemecahan masalah yang telah
dilakukan serta membandingkan antara teori dan kasus yang ditemukan, serta
menganalisa sejauh mana factor penghambat dan alternative, dalam memberikan
asuhan keperawatan pada Tn. R dengan ISOLASI SOSIAL dari tanggal 8-10 oktober
2018. Tahapan ini dibuat berdasarkan tahapan proses keperawatan sebagai berikut :
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pertama dalam tahapan keperawatan diman ada
tahap ini perawat mengumpilkan data klien melalui wawancara dengan klien,
perawat ruangan, catatan keperawatan atau catatan kesehatan yang lain dan
pengkajian fisik. Berdasarkan teori, factor-faktor yang menyebabkan seseorang
mengalami isolasi social terbagi atas dua factor yakni : factor predisposisi dan
presipitasi. Pada factor predisposisi terdiri dari aspek factor perkembangan,
factor biologi dan factor social budaya. Berdasarka hasil pengkajian pada Tn. R,
factor penyebab klien mengalami gangguan jiwa yaitu factor koping keluarga in
efektif sehingga komunikasi antara keluarga dan klien terbatas, serta social
cultural dimana klien tidak mampu berinterakasi, bergaul dengan orang lain.
Adapun factor presipitasi yang terjadi pada pada Tn. R adalah
Proses pikir klien yang sirkumstansial : pembicaraan klien meloncat-loncat,
namun mencapai tujuan. Seperti klien saat berinterakasi bicara kacau dan kosa
kata yang sulit dimengerti tetapi jika diarahkan klien mampu menjawab
pertaanyaan dengan sesuai.
B. Diagnosa keperawatan
Menurut teori ada tiga diagnose keperawatan, namun berdasarkan pengkajian
analisa data Tn. R mengalami empat masalah keperawatan yakni, Isolasi Sosial,
Harga Diri Rendah, Resiko Halusinasi dan Defisit Perawatan Diri. Dalam
menentukan diagnose hambatan-hambatan yang didapatkan yaitu sulitnya
mendapatkan informasi dari klien di karenakan pembicaraan klien yang berbelit-
belit sehingga pengkaji harus berulang-ulang menanyakan kembali. Selain itu
informasi yang minim mengenai keluarga klien membuat pengkaji mencari-cari
melalui status klien untuk melengkapi pengkajian. Kami mengangkat masalah
Isolasi Sosial sebagai masalah utama karena masalah ini mengancam klien dan
kelolaan yang kami lakukan hanya ...... hari perawatan.
Isolasi social
Secara teoritis data subjektif: klien mengatakan merasa tidak aman berada
dekat dengan orang lain, hubungan yang tidak berarti dengan orang lain, merasa
bosan dan lambat menghabiskan waktu tidak dapat berkonsentrasi dan menbuat
keputusan, tidak yakin dapat melangsukngkan hidup, tidak sederajat dengan
orang lain. Data objektif : klien tampak menyendiri, mengurung diri, tidak
memiliki teman dekat, tidak komunikatif, tidak ada kontak mata, tampak sedih,
afek tumpul, tidak berinisiatif berhubungan dengan orang lain, mematung, tidur
meringkuk.
Data yang di dapatkan pada Tn. R adalah data subjektif: klien mengatakan
tidak mau berinteraksi dengan siapapun, klien mengatakan lebih senang sendiri
karena ingin menenangkan diri. data objektif: klien tampak menyendiri, klien
tampak malas berbicara, klien sering menunduk, pandangan mata kosong, kontak
mata (-), klien sering menghindar saat didekati perawat.
C. intervensi tindakan keperawatan
diagnose isolasi social dilakukan sesuai teori 6 TUK. Kelompok melakukan
intervensi sesuai teori. Semua intervensi yang dilakukan melalui masing-masing
strategi pelaksanaan tindakan secara bergantian sesuai kondisi klien.
D. implementasi tindakan keperawatan
strategi pelaksanaan isolasi sosial menurut teori terdiri dari SP I-SPIII tetapi yang
dapat dilakukan kepada pasien hanya SP I dan SP II. Hambatan yang ditemukan
saat mengkaji yaitu pembicaraan pasien yang sering meloncat-loncat dan tidak
E. evaluasi rencana tindakan
evaluasi yang di dapat setelah melakukan tindakan keperawatan isolasi social
yaitu membina hubungan saling percaya, membantu mengidentifikasi penyebab
menarik diri, mendiskusikan tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain, membantu mengajarkan cara
berkenalan dengan orang lain, menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan di sekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang
tidak realistis (Erlinafsiah, 2010).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Deden dan Rusdi, 2013 ).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan
dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan
negativ atau mengancam (Nanda, 2012).
menurut kelompok isolasoi sosial itu merupakan suatu situasi atau kondisi
seseorang yang kurang baik dan mengalami pola pikir sehingga menarik diri
sendiri atau menutup diri untuk tidak bergaul terhadap lingkungan atau
terhadap orang lain. Dikatakan demikian karena menurut Towsend isolasi sosial
tersebut memiliki tanda dan gejala yang dapt diketahui antara lain: kurang
spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan kebersihan
diri, komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli lingkungan, aktivitas
menurun,menolak berhungan dengan orang lain,sedih dan afek tumpul.
Menurut kelompok, isolasi sosial ini sering terjadi karena kurangnya hubungan
yang baik didalam keluarga dan manyarakat sehingga terjadi penarikan diri,
gangguan pola pikir terhadap individu tersebut.

B. SARAN
 Adapun saran bagi mahasiswa/I untuk mampu melakukan sesuatu
pengkajian terhadap suatu tindakan dan mampu mengangkat suatu
diagnosa dari tindakan pegkajian tersebut.

 Bagi para tim medis agar tetap menjalin kerja sama yang baik dalam
melakukan asuhan tindakan keperawatan terhadap pasien sesuai prosedur
baik didalam bidang teori maupun praktek lapangan nantinya.

 Saran bagi para masyrakat untuk tetap membina hubungan yang baik dalm
menciptakan suasana lingkuungan yang aman dan nyaman dalam
mengurangi angka kejadian terhadap isolasi sosial nantinya.
DAFTAR PUSTAKA

Ade Herman Surya Direja, 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta :
Nuha Medika. Dermawan Deden dan Rusdi, 2013. Keperawatan jiwa; Konsep
dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen
Publising.

Erlinafsiah, 2010. Modal Praktik Dalam Keperawatan Jiwa, Trans Info Media :
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai