Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum perdata Indonesia adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah


dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan
pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya
ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum
yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan
hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau
hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.

Hukum kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang


mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan
benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud
dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah,
bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak,
yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak
bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria.
Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak
berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

1
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana uraian mengenai hak Kebendaan?
b. Bagaimana perbedaan benda berwujud dan benda tidak berwujud?
c. Bagaimana cara penyerahan piutang?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui uraian mengenai hak kebendaan
b. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan benda berwujud dan benda
tidak berwujud
c. Untuk mengetahui bagaimana cara penyerahan piutang

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hak Kebendaan

Hak kebendaan ialah hak mutlak atas suatu benda, dan merupakan hak
perdata. Hak ini memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat
dipertahankan terhadap siapa pun juga. Hak kebendaan mempunyai sifat-sifat
tertentu dan ciri-ciri unggulan bila dibandingkan dengan hak perorangan.
Perbedaan antara hak kebendaan dan hak perorangan terlihat sangat jelas. Hak
kebendaan dalam Burgerlijk Wetboek dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hak
kebendaan yang sifatnya memberikan jaminan (zakelijk zakenheidsrecht)
antara lain gadai, hipotek, hak tanggungan, fidusia, dan hak kebendaan yang
sifatnya memberikan kenikmatan (zakelijk genotrecht) antara lain bezit dan
hak milik. Lahirnya hak kebendaan yang bersifat memberikan kenikmatan ada
bermacam-macam cara perolehannya, bergantung pada macam atau jenis
bendanya. Sedangkan lahirnya hak kebendaan pada hak kebendaan yang
sifatnya memberikan jaminan, bergantung kepada asas publisitas, yaitu
dengan cara mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran. Sedangkan lahirnya hak
kebendaan pada lembaga jaminan gadai tidak ada ketentuan tentang
pendaftaran dan hak kebendaan pada lembaga jaminan gadai lahir pada saat
benda diserahkan kepada pihak ketiga.
Hak kebendaan (zakelijk recht) adalah 1suatu hak yang memberikan
kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap tiap
orang. Menurut Prof. L.J. van Apeldoorn, hak-hak kebendaan adalah hak-hak
harta benda yang memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda.
Kekuasaan langsung berarti bahwa ada terdapat sesuatu hubungan yang
langsung antara orang-orang yang berhak dan benda tersebut. Demikian juga
menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hak kebendaan (zakelijkrecht)
ialah hak mutlak atas suatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan

1
Muhammad Abdulkdir, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990 hl 26

3
langsung atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
Menurut KUH Perdataa buku kedua tentang kebendaan, pasal 499 kebendaan
adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Dari rumusan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, hak kebendaan
merupakan suatu hak mutlak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu
benda yang dapat dipertahankan setiap orang dan mempunyai sifat melekat.

B. Perbedaan Benda Berwujud dan Tidak Berwujud

Pembedaan kebendaan atas kebendaan berwujud dan kebendaan tidak


berwujud disebutkan dalam pasal 503 KUH Perdata yang menyatakan:
Tiap- tiap kebendaan adalah berwujud (bertubuh) atau tidak berwujud

1. Benda Berwujud

Kebendaan berwujud atau bertubuh adalah kebendaan yang dapat


dilihat dengan mata dan diraba oleh pancaindera. Penyerahan kebendaan
bergerak yang berwujud cukup dilakukan dengan penyerahan yang (atau
secara) nyata dari tangan ke tangan.

Benda berwujud timbul dari:

1) Hasil karena alam (natuurlijke vruchten) (pasal 502 ayat 1)


 tumbuh timbul dari tanah sendiri, seperti buah-buahan
yang berasal dari pohon
 hasil dari atau dilahirkan oleh binatang-binatang, seperti
telur, susu sapi, atau anak dari binatang-binatang yang
melahirkan.
2) Hasil pekerjaan manusia yang diperoleh karena penanaman di
atasnya (pasal 502 ayat 2) , seperti ubi-ubian, wortel, atau kacang
tanah.2

2
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, edisi Pertama, Kencana, Jakarta, 2015,hl 35

4
2. Benda Tidak Berwujud
Benda tidak berwujud yang timbul dari hubungan hukum tertentu
atau hasil perdata (burgerlijke vruchten) yang terdiri atas:

1) Piutang-piutang (penagihan-penagihan) (vordering) yang belum


dapat ditagih (pasal 501), berupa piutang atas nama (aan naam),
piutang atas bawa (aan tonder) atau piutang atas unjuk (aan
order);
2) Penagihan-penagihan lainnya (pasal 502 ayat 2) berupa uang
sewa, uang upeti, uang angsuran, atau uang bunga.3
C. Penyerahan Piutang

Piutang atau dikenal dengan sebutan Cessie. Hal ini diatur dalam Pasal
613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Istilah cessie ini
hanya dikenal dari doktrin-doktrin hukum dan juga yurisprudensi di Indonesia.

Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata berbunyi: “Penyerahan akan piutang-


piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan
jalan membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-
hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.” Definisi Cessie
menurut pendapat Subekti, “Suatu cara pemindahan piutang atas nama
dimana piutang itu dijual oleh kreditur lama kepada orang yang nantinya
menjadi kreditur baru, namun hubungan hukum utang piutang tersebut tidak
hapus sedetikpun, tetapi dalam keseluruhannya dipindahkan kepada kreditur
baru.”

3
Subekti, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Cet, ke. 14, PT. Intermasa, Jakarta, 1979,hl 40

5
Ada tiga jenis piutang :

a. Piutang atas nama (613 ayat 1 dan 2).


Yang membedakan Piutang atas nama dengan Piutang yang berbentuk
surat-order dan Piutang yang berbentuk surat-toonder adalah bhw kedua
piutang yg disebut belakangan ini adalah surat2 berharga atau surat2
perniagaan, yg tujuannya memang untuk mempermudah peralihan hak
tagihan kpd seorang lain. Suatu piutang atas nama tidak bertujuan untuk
dialihkan kepada seorang lain. Namun hukum memungkinkan juga untuk
menjual, menukarkan atau mengibahkan sesuatu piutang atas
nama. Penyerahan piutang atas na- ma dinamakan cessie, dan dilakukan
dgn suatu akta otentik atau diba-wah tangan dlm mana dinyatakan
penyerahan piutang itu (613 ayat 1). Agar supaya penyerahan berlaku
terhdp yg berhutang, mk penyerahan itu harus diberitahukan kpdnya atau
yg berhutang mengakuinya secara tertulis (613 ayat 2). Tetapi dgn adanya
akta cessie, mk perpindahan hak tagihan sdh terjadi mskpun belum ada
pemberitahuan kpd yg berhutang.
Dalam piutang atas nama mempunyai 2 segi, yaitu :
 segi nilainya piutang itu sbg bahagian dari harta-kekayaan
kreditur, atau dgn kata lain sbg ”benda tak bertubuh”, yg dpt
dialihkannya kpd seorang lain, maka tepatlah penempatan cessie
dlm Hukum Benda.
 segi perhubungan hukumnya, yaitu sebagai perikatan antara
kreditur dan debitur, maka peralihan piutang itu sebenarnya adalah
suatu pergantian kreditur dan tempatnya ialah dalam Hukum
Perikatan. Inilah sistim B.G.B. Jerman.

6
b. Piutang yang berbentuk surat-order (613 ayat 3).
Penyerahan piutang yg berbentuk surat-order dilakukan dgn endossemen
dan penyerahan kertas atau surat-order tsb. Endossemen berarti suatu
keterangan yg ditulis disebelah belakang surat-order itu yang berbunyi : “
Untuk saya kpd Tuan …. atau order” dgn tanggal dan tanda-tangan dari yg
menyerahkan. Mis. wesel, cek-order, konossemen-order, dsb
c. Piutang yang berbentuk surat-toonder (613 ayat 3).
Penyerahan piutang yg berbentuk surat-toonder dilakukan dgn penyerahan
surat tsb. (uang kertas, cek-toonder, konossemen-toonder, saham-toonder,
dsb).

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum Benda adalah Peraturan–peraturan hukum yang


mengatur tentang benda atau barang-barang (zaken) dan Hak
Kebendaan (zakelijk recht). Ruang lingkup kajian hukum benda
meliputi dua hal yaitu ; Mengatur hubungan antara subjek hukum
dengan benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek
hukum ; Mengatur hubungan antara subjek hukum dengan hak
kebendaan. Hak kebendaan (zakelijkrecht) adalah kewenangan untuk
menguasai benda.

Benda yang dalam hukum perdata diatur dalam Buku II BW,


pengaturan tentang hukum benda dalam Buku II BWI ini
mempergunakan system tertutup, artinya orang tidak diperbolehkan
mengadakan hak hak kebendaan selain dari yang telah diatur dalam
undang undang ini. Selain itu, hukum benda bersifat memaksa
(dwingend recht), artinya harus dipatuhi,tidak boleh disimpangi,
termasuk membuat peraturan baru yang menyimpang dari yang telah
ditetapkan.

Ruang lingkup kajian hukum benda meliputi dua hal yaitu :


Pertama, mengatur hubungan antara subjek hukum dengan
benda.Benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek
hukum.Kedua, mengatur hubungan antara subjek hukum dengan hak
kebendaan.Hak kebendaan adalah kewenangan untuk menguasai benda.

Kebendaan berwujud atau bertubuh adalah kebendaan yang


dapat dilihat dengan mata dan diraba oleh pancaindera. Penyerahan
kebendaan bergerak yang berwujud cukup dilakukan dengan
penyerahan yang (atau secara) nyata dari tangan ke tangan. Jika benda

8
berwujud itu benda tidak bergerak, pemindah tanganannya harus
dilakukan dengan balik nama

Benda yang tidak berwujud (benda immaterial) adalah segala


macam hak. Seperti: hak cipta, hak merek dagang, dan lain-lain.
Berdasarkan KUHPerdata mengenal barang-barang yang tidak
berwujud yang merupakan bagian dari harta kekayaan seseorang, yang
juga bernilai ekonomi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti,


Bandung

P.N.H. Simanjuntak, 2015, Hukum Perdata Indonesia, edisi Pertama, Kencana,


Jakarta

Subekti, 1979, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Cet, ke. 14, PT. Intermasa, Jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai