orang atau barang yang dapat mendatangkan kerugian bagi siterancam atau
KUHP yang berbunyi : “membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan
ialah seorang pria menarik wanita, kemudian wanita tersebut dibanting ke tanah,
25
tersebut.
kekerasan yang pengaturannya tidak disatukan dalam satu bab khusus, akan tetapi
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dewasa ini berlaku telah disebut sebagai
(misdrijven tegen het leven) adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang
25
SR. Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHAEM-
PETEHAE: Jakarta, cet.ke-2, 1989, Hal.231
Atas dasar kesalahan ada 2 (dua) kelompok kejahatan terhadap nyawa, ialah:
misdrijven)
1. Kejahatan terhadap nyawa orang pada umunya, dimuat dalam Pasal: 338,
339, 340, 344, 345
2. Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan,
dimuat dalam Pasal: 341, 342, dan 343
3. Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin),
dimuat dalam Pasal: 346, 377, 348, dan 349.
Secara umum tindak pidana terhadap tubuh adalah pada KUHP disebut
bagi kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatan berupa penyerangan atas tubuh
atau bagian dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena
sepertiga dari ancaman yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 KUHP
28
yaitu bila:
1. Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah,
istrinya atau anaknya;
2. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena
menjalankan tugasnya yang sah;
3. Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi
nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.
Pasal 365 KUHP adalah pasal yang mengatur tentang pencurian yang di
27Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa, (Edisi Kedua), Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 25
28 Ibid., hal.37
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang
didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atsu mempermudah
pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan
diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang
dicuri.
2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan;
2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat
atau dengan memakai anak kunci palsu, periniah palsu atau pakaian
jabatan palsu.
4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana
penjarapaling lama lima belas tuhun.
4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan
luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan
3.
Delik pemerkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi sebagai
30
berikut:
Kekerasan terhadap ketertiban umum aturannya dapat dilihat dalam Pasal 170
31
KUHP yang bunyinya adalah:
enam bulan.
2) Tersalah dihukum:
kekerasan dapat juga kita lihat, di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
rumah tangga”.
kekerasan yang dilakukan terhadap istri tetapi bukan hanya istri saja yang dapat
dikatakan sebagai korban kekerasan. Semua orang yang berada didalam rumah
Rumah tangga dapat diartikan sebagai semua orang yang tinggal bersama
di satu tempat kediaman. Rumah Tangga adalah suatu unit sosial yang berorientasi
pada tugas, unit ini lebih besar dari individu tetapi lebih kecil daripada
dan pembagian fungsi dan tanggung jawab setiap anggotanya. Anggota suatu
rumah tangga bisa terdiri dari satu atau beberapa keluarga (family) atau juga
keluarga dengan orang lain selam mereka hidup bersama, jadi jelas rumah tangga
33
berbeda dengan keluarga.
isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);orang-orang yang
karena hubungan darah, perkawinan (misalnya mertua, menantu, ipar, dan besan),
dan/atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut, dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang
bersangkutan.
33
Purnianti, Menyikap Tirai Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Mitra Perempuan,
Jakarta: 2006, Hal. 7
gangguan fisik dari seorang korban yang mengalami kekerasan, yang dimana
34
bentuk-bentuk kekerasan tersebut berupa :
a. Kekerasan fisik, yakni perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,
atau luka berat;
b. Kekerasan psikis, yakni perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang;
c. Kekerasan seksual, yakni setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan
seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu, yang meliputi: pemaksaan hubungan
seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah
tangga tersebut; pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau
tujuan tertentu.
melawan hukum.”
“Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
1. Pasal 76A
Setiap orang dilarang:
a. Memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak
mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat
fungsi sosialnya; atau
b. Memperlakukan anak penyandang disabilitas secara diskriminatif.
2. Pasal 76C
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, atau turut serta
melakukan kekerasan terhadap anak.
3. Pasal 76D
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
4. Pasal 76E
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan,
atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul.
Mengenai Pasal 76D dan 76E tentang kekerasan seksual sanksi pidana
yang terdapat dalam Pasal 80 sampai dengan Pasal 81 telah diubah dalam
17 tahun 2016.
pidana atau tindak pidana dan juga pertanggungjawaban pidana. Setiap orang
tambahan berupa pencabutan hak hak-hak tertentu sesuai dengan yang telah diatur
terdiri atas ;
1. Pidana Pokok
a. Pidana Mati
b. Pidana Penjara
c. Pidana Kurungan
d. Pidana Denda
2. Pidana Tambahan
pokok itu terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana
37
pokok. Pada umumnya, hukuman penjara dijalani dalam suatu ruangan tertentu.
Sama halnya dengan pidana kurungan yang juga bersifat membatasi kemerdekaan
orang lain. Bedanya, pidana kurungan hanya dapat dijatuhkan oleh hakim bagi
pembatasan kebebasan bergerak yang dapat dijatuhkan oleh hakim bagi orang-
38
KUHP. Pidana kurungan biasanya dijatuhkan oleh hakim sebagai pokok pidana
39
ataupun sebagai pengganti dari pidana denda.
Selain itu, dalam pidana pokok ketiga yaitu pidana denda. Menurut Andi
Hamzah dalam buku Marlina, pidana denda merupakan bentuk pidana tertua lebih
tua dari pidana penjara, dan mungkin setua pidana mati. Pidana denda terdapat
40
pada setiap masyarakat, termasuk masyarakat primitive.
36 Ekaputra, Abul Khair, Sistem Pidana Di Dalam KUHP dan Pengaturannya Menurut
Konsep KUHP Baru, Medan: USU Press, 2010, hal. 21
37 Marlina, Hukum Penitensir, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011, hal. 87
38 P.A.F Lamintang, Hukum Pidana I : Hukum Pidana Material Bagian Umum,
Bandung: Bina Cipta, 1987, hal. 16
39 Marlina, Op.cit., hal. 111
40 Ibid., hal. 112
Dalam hal kasus kekerasan anak dalam keluarga, maka pidana tambahan
yang dijatuhkan oleh hakim dapat berupa pencabutan hak asuh atas seorang anak.
Pidana tambahan yang berupa pencabutan hak asuh yang dijatuhkan oleh hakim
dalam pemidanaan terhadap orang tua (ayah atau ibu) sebagai pelaku tindak
bahwa orang tua telah gagal atau tidak melaksanakan kewajibannya terhadap
anak. Mengenai pidana tambahan berupa pencabutan hak asuh atas anak yang
dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku (orang tua) dalam kasus tindak
pidana kekerasan terhadap anak dalam keluarga, diatur dalam Pasal 37 ayat (1)
(1) Kekuasaan bapak kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan pengampu
pengawas, baik atas nama anak sendiri maupun atas orang lain, dapat dicabut
1. Orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan dengan
kekuasaannya;
2. Orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa yang ada di bawah
kekuasaannya, melakukan kejahatan yang tersebut dalam Bab XIII, XIV, XV,
perlindungan hukum terhadap hak anak khususnya juga terhadap anak korban
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak atau penyiksaan terhadap anak.
Ketentuan tersebut terdapat di dalam Pasal 80 ayat (1), (2), dan (3) sebagaimana
penganiayaan terhadap anak dalam keluarga disertai sanksi pidana yaitu: Pidana
ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut adalah orang
tuanya.
UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang meliputi kewajiban dan
tanggungjawab:
1. Pasal 21
1) Menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras,
golongan, jenis kelamin, etnik budaya dan bahasa, status hukum, urutan
kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental
2) Untuk menjamin pemenuhan Hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), negara berkewajiban untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati
Hak Anak
3) Untuk menjamin pemenuhan Hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab dalam merumuskan
dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan
Anak
4) Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak dan melaksanakan kebijakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah berkewajiban
dan bertanggungjawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan
nasional dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah
5) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diwujudkan
melalui upaya daerah membangun Kabupaten/Kota layak Anak.
2. Memberikan dukungan sarana, prasarana dan ketersediaan sumber daya
manusia dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak (Pasal 22)
3. Menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan Anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban Orang tua, wali, atau orang lain. Dalam
hal ini Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah mengawasi
penyelenggaraan Perlindungan Anak (Pasal 23)
4. Negara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin Anak untuk
mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia
dan tinkat kecerdasan Anak (Pasal 24)
5. Kewajiban dan tanggungjawab masyarakat terhadap Perlindungan Anak
dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
Perlindungan Anak. Kewajiban dan tanggungjawab masyarakat yakni dengan
melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan pemerhati Anak (Pasal
25).
Perlindungan Anak juga mengatur mengenai pencabutan hak asuh bagi orang tua
1. Dalam hal Orang Tua dan Keluarga Anak tidak dapat melaksanakan
kewajiban dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26,
seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk
sebagai Wali dari Anak yang bersangkutan
2. Untuk menjadi Wali dari Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui penetapan pengadilan
3. Wali yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki
kesamaan dengan agama yang dianut Anak
4. Wali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggungjawab terhadap diri
Anak dan wajib mengelola harta milik Anak yang bersangkutan untuk
kepentingan terbaik bagi Anak
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penunjukan Wali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Apabila hakim menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak asuh anak
terhadap orang tua sebagai pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam
keluarga, maka hakim juga harus menentukan batas waktu atau lamanya
untuk memperoleh kembali hak asuh anak melalui penetapan pengadilan. Dan
Penetapan pengadilan tentang kuasa asuh anak tidak memutuskan hubungan darah
antara anak dan orang tua kandungnya dan/atau tidak menghilangkan kewajiban
merupakan salah satu aset berharga bagi kemajuan suatu bangsa di kemudian hari.
setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum (equality before
the law).
anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan dan manipulasi yang dilakukan oleh
bangsa dapat berdiri dengan kokoh dalam memasuki kehidupan yang semakin
yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan
Dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk
dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dimaksud dengan korban adalah orang
meliputi:
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada
huruf c meliputi :
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
bagian dari tindak kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga dan salah satu
bagian dari suatu rumah tangga itu adalah seorang anak, maka penulis
berpendapat bahwa lebih baik jika ketentuan pidana yang dijatuhkan kepada
pelaku tindak kekerasan terhadap anak dalam keluarga adalah ketentuan pidana
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu dalam Pasal 44 ayat (1), (2), dan (3)
dijelaskan mengenai ketentuan pidana bagi pelaku kekerasan fisik dalam lingkup
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.
15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban
mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah).
3. Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya
korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp. 45.000.000,00 (empat puluh
lima juta rupiah).
ketentuan pidana bagi pelaku kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga, yaitu:
“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 9.000.000,00
sehingga perlindungan yang diberikan kepada korban pun harus beragam pula.
secara beruntun pada waktu bersamaan. Oleh karena itu, guna mengurangi beban
penderitaan yang dialami oleh korban kekerasan dalam rumah tangga, undang-
undang memberikan hak kepada korban kekerasan dalam rumah tangga, untuk
41
mendapatkan:
dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga” (Pasal 11). Upaya
Untuk tetap menjaga agar tidak terjadinya kekerasan terhadap anak dalam
keluarga tersebut, tentu saja tetap dibutuhkan peran serta dari masyarakat, anggota
keluarga itu sendiri, juga peran dari si korban yang bersangkutan, guna
terungkapanya kasus tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Hal
“Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua,
wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai dengan