Anda di halaman 1dari 4

PEMBUKA

Kami menyatakan tidak setuju terhadap hukuman kebiri pada pelaku kejahatan
seksual terhadap anak dibawah umur karena hukuman kebiri bertentangan
dengan konvensi internasional yang telah diratifikasi dalam hukum nasional,
diantaranya Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Konvensi Anti Penyiksaan
(CAT), dan juga Konvensi Hak Anak (CRC). "Penghukuman badan dalam bentuk
apapun harus dimaknai sebagai bentuk penyiksaan dan perbuatan merendahkan
martabat manusia. Apalagi jika ditujukan untuk pembalasan dengan alasan utama
efek jera yang diragukan keefektifannya

hukuman kebiri bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak tidak
dapat menjamin kasus kekerasan terhadap anak akan menurun. Sebab,
logika memberikan efek jera atau hukuman berat pada pelaku
kejahatan seksual itu sudah ada ketika pemerintah merevisi UU
Nomor 32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU
Nomor 35 tahun 2014 . salah satu tujuan revisi Undang-Undang
tersebut adalah untuk mengurangi angka kejahatan terhadap anak
dengan cara memberikan hukuman yang berat bagi pelaku
kejahatan seksual terhadap anak

ARGUMENTASI
kovenan internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Sipol/ICCPR), melarang
bentuk penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat. “Para pelaku harus dihukum berat
setimpal dengan kejahatannya. Pemenjaraan dalam waktu yang lama disertai
program-program penyadaran dapat membuat seseorang menjadi sadar dan
tidak melakukannya lagi setelah menjalani masa pidana adalah salah satu
caranya,” kata Usman dalam keterangannya,

hukuman kebiri kimia sudah sepatutnya tidak diberlakukan di era modern saat ini.
Dimana konsep "jera" terhadap pelaku kejahatan sudah berubah dari yang sifatnya
retributif atau pembalasan ke rehabilitatif atau pemulihan.

Ada hal yang perlu diperhatikan:

Pertama, undang-undang(UU NO. 17 tahun 2014 pasal 81A ayat(3) itu menyebut kebiri kimia
sebagai hukuman yang disusul rehabilitasi. Berarti, kebiri berlainan dengan rehabilitasi.
Padahal kebiri, agar memunculkan efek jera, sejatinya adalah salah satu bentuk rehabilitasi itu
sendiri. Rehabilitasi fisik, tepatnya.

Keduakebiri kimiawi diyakini memunculkan efek jera kepada pelaku. Padahal efek jera itu
baru muncul ketika kebiri dikemas sebagai bentuk tindakan rehabilitatif, bukan retributif. Pada
kenyataannya, kebiri dalam undang-undang adalah kebiri retributif. Kebiri merupakan ekspresi
balas dendam, sehingga disebut pula sebagai hukuman tambahan atau hukuman pemberatan
terhadap pelaku yang telah menyakiti anak-anak secara seksual.

Ketiga, kebiri kimiawi diyakini memunculkan efek jera. Teknisnya, Padahal efek jera itu
baru muncul manakala kebiri (sebagai rehabilitasi fisik) diselenggarakan bersamaan
dengan rehabilitasi psikis.

terdapat dua pasal dalam UUD NKRI tahun 1945 yang bertentangan dengan
hukuman kebiri kimia, yakini pasal 28 G ayat (2) dan pasal 28 B ayat (1) UUD NKRI
tahun 1945.

Pasal 28 G Ayat (2) UUD NKRI tahun 1945:


“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.”

Dari bunyi pasal 28 G ayat (2) tersebut, jelas hukuman kebiri bertentangan dengan
konstitusi. Maksud dari pasal 28 G ayat (2) UUD NKRI tersebut adalah “tidak
membenarkan adanya warga negara Indonesia dikenai penyiksaan, dan/atau tindakan
yang tidak manusiawi yang merendahkan derajat martabat seseorang manusia atau
warga negara.” Dari tafsir pasal ini memiliki korelasi hukum dari pelaksanaan tindakan
hukuman kebiri, jelas hukuman kebiri kimia termasuk dalam bentuk penyiksaan
fisik/badan terhadap seseorang. Padahal dalam hukum pidana Indonesia tidak ada
yang namanya hukuman fisik/badan terhadap terpidana. Pasal 10 KUHP selaku
landasan hukum pidana di Indonesia menyebutkan hukuman pidana pokok hanya
meliputi pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana
tutupan.

Pasal 28 B ayat (1) UUD NKRI tahun 1945:

“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui


perkawinan yang sah.”
Bayangkan saja jika seseorang terpidana telah menjalankan hukuman pokoknya
kemudian seseorang tersebut ingin membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunannya sesuai dengan hak warga negara dalam pasal 28 B ayat (1) UUD
NKRI tahun 1945, namun terhalang oleh kebiri yang dialaminya.

UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam UU ini bahkan lebih
lengkap untuk diperjelas mengenai tentang perlindungan hak asasi setiap warga
negara. Hukuman kebiri kimia bertentangan dengan UU tentang HAM bisa dilihat dalam
isi pasal berikut ini:

 Pasal 9 ayat (2), setiap orang berhak hidup bahagia, sejahtera lahir dan
batin.
 Pasal 10 ayat (1), setiap orang berhak membentuk keluarga dan
keturunan.
 Pasal 21, setiap orang berhak keutuhan pribadi baik rohani maupun
jasmani dan karena itu tidak boleh dijadikan objek penelitian tanpa
persetujuan dirinya.
 Pasal 33 ayat (1), setiap orang berhak bebas dari penyiksaan.
Selain UUD NKRI tahun 1945 dan UU No. 39/1999 tentang HAM, Peraturan
Perundang-undangan yang kaitannya bertentangan dengan hukuman kebiri kimia yakni
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam UU No.
29/2004 tersebut, seseorang dokter/tenaga medis dilarang untuk melakukan tindakan
medis tanpa persetujuan. Bila ketentuan ini dilanggar sama saja terdapat pelanggaran
hak atas tindakan medis dan hak perlindungan atas integritas fisik dan mental
seseorang.

Data dari World Rape Statistic atau statistik dunia tentang perkosaan di berbagai
negara di dunia membuktikan bahwa hukuman mati atau hukuman kebiri, tidak
efektif menimbulkan efek jera. Selain itu tindakan kebiri kimia terhadap pelaku
jika dilihat dari sisi medis, menurut Roslan Yusni Hasan dokter spesialis syaraf
atau neurologi, penggenaan kebiri kimia justru menyakiti seseorang karena akan
membuat kondisi hormon seseorang menjadi tidak seimbang, dan pelaku yang
sudah dikebiri bisa kembali memperkosa meskipun libidonya rendah karena
memorinya mengenai kekerasan seksual tetap masih ada, bahkan berpotensi lebih
agresif dan memicu depresi

Anda mungkin juga menyukai