Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Talak merupakan salah satu sebab dan cara berakhirnya

perkawinan yang terjadi atas inisiatif suami. menurut arti

bahasa, talak berarti melepaskan. Sedangkan menurut istilah

talak berarti melepas ikatan pernikahan, atau menghilangkan

ikatan pernikahan pada saat ituj uga (melalui talak ba‟in) atau

pada masa mendatang setelah, iddah (melalui talak raj‟i)

dengan ucapan tertentu. 1 Mengenai hukum talak, para ulama

fikih berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang melarang

melakukan talak kecuali jika disertai dengan alasan yang

dibenarkan (syari‟at). Bercerai merupakan bagian dari

pengingkaran atas nikmat Allah SWT, karena pernikahan

adalah salah satu nikmat Allah SWT, sementara mengingkari

nikmat Allah SWT hukumnya adalah haram. Karena itu,

bercerai hukumnya haram kecuali dalam kondisi darurat.

Perceraian atau talak dalam hukum Islam pada

prinsipnya boleh tapi dibenci oleh Allah, namun perceraian

merupakan alternative terakhir yang boleh ditempuh manakala

kehidupan rumah tangga tidak bisa dipertahankan lagi.Islam

1
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqih Sunah untuk Wanita, Jakarta: Al-I‟tishom
Cahaya Umat, cet, I, 1422H, hlm. 755.

~1~
menunjukkan agar sebelum terjadi perceraian, ditempuh usaha-

usaha perdamaian antara kedua belah pihak, karena ikatan

perkawinan adalah ikatan yang paling suci dan kokoh.2

Islam memberikan hak talak hanya kepada suami,

karena keinginan suami lebih kuat untuk tetap melanjutkan tali

perkawinan yang telah banyak mengorbankan harta. Atas

pertimbangan tersebut, disamping suami memiliki akal dan

sifat yang lebih sabar dalam menghadapi sikap dan perilaku

istri yang tidak disenangi, seorang suami tidak akan bersikap

terburu-buru untuk memutuskan bercerai hanya karena

perasaan marah atau sifat buruk istrinya yang cenderung

membuat susah dirinya.3

2
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,Jakarta: PT. Raja Grafindo, cet I, 1995,
hlm.268.
3
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009, hlm. 9.

~2~
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana peran saksi dan wakalah dalam thalak?
b. Bagaimana pengaruh perubahan agama terhadap thalak?
c. Bagaimana kedudukan hukum dalam thalak?
C. Tujuan Masalah
a. Menjelaskan saksi dan wakalah dalam thalak
b. Menjelaskan pengaruh perubahan agama terhadap thalak
c. Menjelaskan kedudukan hukum thalak

~3~
BAB II

PEMBAHASAN

A. Saksi dan Wakalah dalam thalak


a. Pengertian saksi

Saksi adalah orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu


peristiwa (kejadian); orang yang dimintai hadir pada suatu peristiwa yang
dianggap mengetahui kejadian tesebut agar pada suatu ketika, apabila
diperlukan dapat memberikan keterangan yang membenarkan bahwa
peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi orang yang memberikan keterangan
di muka hakim untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa yang
memberikan keterangan.4

 Syarat Wajib menjadi Saksi


1) Beragam Islam

Saksi dalam hal ini haruslah beragama Islam karena syarat para
fuqaha menetapkan, bahwa dalam kesaksian ini yang dapat diterima
bagi kesaksian seseorang haruslah beragama Islam.

2) Baliqh

Saksi yang belum mencapai usia baliqh tidak dapat dijadikan


sebagai saksi, terlebih memberikan kesaksian.

3) Berakal

Persaksian dari pada saksi dapat dijadikan saksi sebagai


pembuktian dalam Peradilan Agama jika saksi memiliki akal dan jiwa

4
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: PT Hidaya
Karya Agung, 1990, hlm 110.

~4~
yang sehat sebagai salah satu syarat yang harus dimiliki oleh saksi
dalam suatu persaksian.

4) Merdeka

Merdeka ialah saksi dalam memberikan kesaksian harus termasuk


orang yang merdeka yaitu tidak sebagai budak atau orang yang tidak
memiliki kebebasan hidup seperti manusia lainnya.

5) Adil

Sifat keadilan dari saksi dalam memberikan kesaksian sangatlah


menentukan dalam penilaian hakim karenanya sifat adil dalam hal ini
ialah menjauhi perbuatan dosa, baik hati, menjaga kehormatan diri,
dan bukan musuh atau lawan dari pihak yang berperkara.

 Kewajiban menjadi saksi:


1) Kewajiban untuk menghadap atau datang memenuhi panggilan
persidangan, yang mana dirinya dipanggil dengan patut dan sah
2) Kewajiban untuk bersumpah sebelum memberi keterangan, sumpah
ini menurut ketentuan agamanya dan bagi suatu agama yang tidak
memperkenankan adanya sumpah maka diganti dengan
mengucapkan janji
3) Kewajiban untuk memberikan keterangan yang benar

Dalam peraturan perundang-undangan tentang hukum acara perdata


tidak ada persyaratan secara mutlak untuk diterima sebagai saksi, baik jenis
kelamin, sifat, dan beberapa jumlah ideal. Perbedaan agama tidak menjadi
halangan untuk diterimanya seseorang menjadi saksi, karena prinsip utama
dalam masalah pembuktian adalah terungkapnya suatu kebenaran suatu
peristiwa yang menjadi sengketa antara para pihak dimuka majelis hakim,
dengan hal tersebut keadilan dan kebenaran dapat ditegakkan.

~5~
~6~
b. Pengertian Wakalah

al wakalah ialah penyerahan dari seseorang kepada orang lain


untuk mengerjakan sesuatu, perwakilan berlaku selama yang mewakilkan
masih hidup.. Ensiklopedi hukum Islam menyatakan wakalah sebagai
pemeliharaan dan pendelegasian perwakilan yang bertindak untuk dan atas
nama orang yang diwakilinya. Wakalah dalam fiqih Islam merupakan
salah satu bentuk transaksi dalam rangka tolong menolong antara pribadi
dalam masalah perdata dan pidana5

Namun ada satu hal penting yaitu dalam wakalah adanya


perjanjian antara satu orang dengan orang lain. Isi perjanjian itu berupa
pendelegasian tugas oleh pemberi kuasa kepada yang menerima kuasa
untuk atas nama pemberi kuasa melakukan suatu tindakan tertentu dan
obyek yang diwakilkan hendaknya sesuatu yang boleh diwakilkan.

a. Perwakilan sah dalam masalah sebagian hak manusia seperti


pernikahan, pembayaran hutang.
b. Perwakilan juga boleh dalam masalah hak Allah SWT yang
mungkin bisa diwakilkan seperti pembuktian hukum dan
pelakasanaannya, pembayaran zakat, shadaqah, nazar,
kifarat, pelakasanaan ibadah haji.
c. Perwakilan tidak sah/tidak boleh dalam hal ibadah-ibadah
ritual yang bersifat badaniyah seperti shalat, puasa, bersuci
dan hadats.

5
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6, Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997, Cet. I, hlm. 191

~7~
B. Pengaruh perubahan agama terhadap thalak

Rumah tangga yang berbeda negara, bangsa dan budaya memang


kompleks dan potensi konflik menjadi lebih besar terutama apabila (a) kedua
pihak tidak saling berusaha memahami dan memaklumi perbedaan dan (b)
apabila keduanya ingin "meminta" bukan memberi. Ingin dipahami, bukan
memahami. Kaharmonisan rumah tangga harus dimulai dari sini dengan usaha
yang melebihi pernikahan dari latarbelakang yang sama.
Apabila suami atau isteri atau salah satunya murtad (kembali ke
agama asal), maka pernikahan menjadi batal demi hukum yang dalam istilah
fiqih disebut fasakh (arti literal, rusak). Ini adalah pendapat dari mayoritas
pakar syariah madzhab yang empat yaitu madzhab Syafi'i, Hanafi, Hanbali Itu
artinya, tidak ada hubungan perkawinan lagi antara Anda dan suami Anda. Dan
hubungan intin setelah itu dianggap zina.
Pandangan Madzhab Syafi'i: Menurut Imam Nawawi dalam kitab
Raudhah at Talibin VII/141-142. Pasal Pindah Agama: Apabila suami istri
murtad atau salah satunya sebelum terjadinya dukhul (hubungan intim), maka
otomatis terjadi talak. Apabila setelah dukhul maka diperinci. Dalam arti,
apabila kembali ke Islam sebelum habisnya iddah, maka nikah diteruskan;
apabila tetap murtad maka talak terjadi dan dihitung sejak masa murtad. Dan
selama masa menunggu, tidak halal melakukan hubungan intim.6

6
Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap. (Semarang: PT karya toha putra 1978), hlm 496-498

~8~
C. Kedudukan hukum thalak

Permasalahan perceraian atau talak dalam hukum Islam dibolehkandan


diatur dalam dua sumber hukum Islam, yakni al-Qur’an dan Hadist. Hal ini
dapat dilihat pada sumber-sumber dasar hukum berikut ini, seperti dalam surat
Al- Baqarah ayat 231 disebutkan bahwa 7:

Yang artinya: “ Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka


mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf
atau ceraikanlah mereka dengan cara ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki
mereka (hanya) untuk memberi kemudlaratan, karena dengan demikian
kamu menganiaya mereka. Barang siapa takut berbuat zalim pada dirinya
sendiri, janganlah kamu jadikan hukum Allah suatu permainan dan ingatlah
nikmat Allah padamu yaitu hikmah Allah memberikan pelajaran padamu
dengan apa yang di turunkan itu. Dan bertaqwalah kepada Allah serta
ketahuilah bahwasanya Allah maha mengetahui segala sesuatu.”

Hadist RasulullahSAW bahwa talak atau perceraian adalah perbuatan yang halal
yang paling dibenci oleh Allah seperti hadis Nabi dibawah ini yang berbunyi :8

Artinya: Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Perbuatan halal
yang sangat dibenci oleh Allah Azza wa Jalla adalah talak”

Secara tidak langsung, Islam membolehkan perceraian namun di sisi lain juga
mengharapkan agar proses perceraian tidak dilakukan oleh pasangan suami istri.
Hal ini seperti tersirat dalam tata aturan Islam mengenai proses perceraian. Pada
saat pasangan akan melakukan perceraian atau dalam proses perselisihan
pasangan suami-istri, Islam mengajarkan agar dikirim hakam yang bertugas

7
Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokusmedia, 2005, hlm 56.
8
Abi Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, Beirut : Dar al-Kutub al Ilmiyah, 1996, hlm 34

~9~
untuk mendamaikan keduanya. Dengan demikian, Islam lebih menganjurkan
untuk melakukan perbaikan hubungan suami-istri dari pada memisahkan
keduanya. Perihal anjuran penunjukan hakam untuk mendamaikan perselisihan
antara suami-istri dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya surat an-Nisa ayat
35 berikut ini:

Artinya: “Dan jika kamu mengkhawatirkan ada persengketaan antara keduanya,


maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika dari kedua orang hakam bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu, sesungguhnya
Allah maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”

~ 10 ~
Perceraian merupakan alternatif terakhir sebagai ‚ pintu darurat
yang boleh ditempuh manakala bahtera kehidupan rumah tangga tidak
dapat lagi dipertahankan keutuhan dan kesinambungannya. Sifatnya
sebagai alternatif terakhir, Islam menunjukkan agar sebelum terjadinya
perceraian, ditempuh usaha-usaha perdamaian antara kedua belah pihak,
karena ikatan perkawinan adalah ikatan yang paling suci dan kokoh.
Perceraian dalam hukum negara diatur dalam:

a. Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada


Bab VIII tentang Putusnya Perkawinan Serta Akibatnya
mulai dari Pasal 38 sampai Pasal 41.
b. PP No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Perkawinan yang diatur dalam Bab V tentang Tata Cara
Perceraian yang tertulis dari Pasal 14 sampai dengan Pasal
36.
c. UU No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama menjelaskan
tentang tata cara pemeriksaan sengketa perkawinan.
Penjelasan tersebut diatur dalam Bab Berita Acara bagian
kedua tentang Pemeriksaan Sengketa Perkawinan yang
diatur dari Pasal 65 sampai dengan Pasal 91.
d. Inpres No. I tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
yang diatur dalam Bab XVI tentang Putusnya Perkawinan
serta Bab XVII tentang Akibat Putusnya Perkawinan. Pada
bab XVI ketentuan mengenai perceraian dijelaskan dalam
dua bagian. Bagian kesatu merupakan ketentuan umum
tentang perceraian sedangkan bagian kedua berkaitan
dengan tata cara perceraian. Dalam bab ini kedua bagian
tersebut dijelaskan dari Pasal 114 sampai dengan Pasal 148.
Sedangkan pada Bab XVII dijelaskan dari Pasal 149 sampai
dengan Pasal 162.

~ 11 ~
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Saksi adalah orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa
(kejadian); orang yang dimintai hadir pada suatu peristiwa yang dianggap
mengetahui kejadian tesebut agar pada suatu ketika, apabila diperlukan dapat
memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh-
sungguh terjadi orang yang memberikan keterangan di muka hakim untuk
kepentingan pendakwa atau terdakwa yang memberikan keterangan Permasalahan
perceraian atau talak dalam hukum Islam dibolehkandan diatur dalam dua sumber
hukum Islam, yakni al-Qur’an dan Hadist. Hal ini dapat dilihat pada sumber-
sumber dasar hukum berikut ini, seperti dalam surat Al- Baqarah ayat 231,
sedangkan al wakalah ialah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk
mengerjakan sesuatu, perwakilan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup..
Ensiklopedi hukum Islam menyatakan wakalah sebagai pemeliharaan dan
pendelegasian perwakilan yang bertindak untuk dan atas nama orang yang
diwakilinya. Wakalah dalam fiqih Islam merupakan salah satu bentuk transaksi
dalam rangka tolong menolong antara pribadi dalam masalah perdata dan pidana

~ 12 ~
DAFTAR PUSTAKA

Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqih Sunah untuk Wanita, Jakarta: Al-I‟tishom
Cahaya Umat, cet, I, 1422H

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,Jakarta: PT. Raja Grafindo, cet I, 1995

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009

Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: PT Hidaya Karya Agung,

Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997

Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap. (Semarang: PT karya toha putra 1978)

Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokusmedia, 2005

Abi Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, Beirut : Dar al-Kutub al Ilmiyah, 1996

~ 13 ~

Anda mungkin juga menyukai