Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH POST OP PADA PASIEN INFEKSI

SALURAN KEMIH

Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah II


yang dibina oleh
Nurul Hidayah M.Kep

Oleh
M. Sudrajat Pambudi (1601200018)
Rohmatun Nazila (1601200027)
Mita Agustina (1601200030)
Eka Fajar Dwi Meisari (1601200031)
Ayu Istiqomah (1601200032)
Alfan Mahrus (1601200038)
Firatika Izza (1601200039)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN LAWANG
D-III KEPERAWATAN
November 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu istilah umum yang dipakai

untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih (Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 2, Hal 369).

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu tanda umum yang ditunjukkan

pada manifestasi bakteri pada saluran kemih (Engram, 1998 : 121).

Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang

disebabkan oleh bakteri terutama Escherichia coli ; resiko dan beratnya

meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran

perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia.

(Susan Martin Tucker, dkk, 1998).

Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya

infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian,

panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan

adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus

urinarius. Akibatnya UTI pada pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini

terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari

traktus urinarius.

B. TANDA DAN GEJALA

1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :

a. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih


b. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis

c. Hematuria

d. Nyeri punggung dapat terjadi

2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :

a. Demam

b. Menggigil

c. Nyeri panggul dan pinggang

d. Nyeri ketika berkemih

e. Malaise

f. Pusing

g. Mual dan muntah

C. ETIOLOGI

1. Dapat berasal dari organisme pada feses yang naik dari perineum uretra

dan kandung kemih, serta menempel pada permukaan mukosa.

2. Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap .

3. Gangguan status metabolis (diabetes).

4. Refluks uretrovesikel (aliran balik) urine dari uretra ke dalam kandung

kemih.

5. Uretrovesikel atau refluks uretrovesikel aliran balik urin dari kandung

kemih ke dalam kedua ureter.

6. Kontaminasi fekal.

7. Hubungan seksual yang berperan masuknya organisme dari perineum ke

dalam kandung kemih.

8. Pemasangan alat ke dalam traktus urinarius


D. PATOFISIOLOGI

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:

1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran

kemih yang terinfeksi.

2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk

melalui darah yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang

masuk melalui darah dari suplay jantung ke ginjal.

3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang

disalurkan melalui helium ginjal.

4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.

Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan

ascending. Tetapi dari kedua cara ini, ascending-lah yang paling sering terjadi.

Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan

tubuh yang rendah karena menderita suatu penyakit kronik atau pada pasien

yang sementara mendapat pengobatan imun supresif. Penyebaran hematogen

bisa juga timbul akibat adanya infeksi di salah satu tempat misalnya infeksi

S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus

infeksi dari tulang, kulit, endotel atau di tempat lain.

Infeksi ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra ke kandung

kemih dan menyebabkan infeksi pada saluran kemih bawah. Infeksi ascending

juga bisa terjadi oleh adanya refluks vesico ureter yang mana mikroorganisme

yang melalui ureter naik ke ginjal untuk menyebabkan infeksi.

Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces

yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada
permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai

kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius

untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan

penjamu dan cetusan inflamasi.

E. MACAM – MACAM ISK

1. Infeksi saluran kemih bagian bawah yaitu:

a. Peradangan pada urethra atau urethritis.

b. Peradangan pada kandung kemih atau cystitis.

c. Peradangan pada prostat atau prostatitis.

2. Infeksi saluran bagian kemih atas yaitu:

a. Pielonefritis akut

b. Pielonefritis kronik

F. KOMPLIKASI :

1) Pembentukan Abses ginjal atau perirenal

2) Gagal ginjal

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Mary. 2014 mineral terlarut lain dapat mencetuskan terbentunya batu.

1) Tes kultur dan sensitivitas

Tes kultur melihat kemungkinan adanya bakteri didalam urin. Tes

sensitivitas menentukan antibiotik apa yang dapat digunakan untuk

membunuh bakteri. Laboratorium membagi spesimen urin menjadi dua;

satu bagian dikultur untuk menentukan bakteri mana yang

berkembang.Laporan persiapan harus tersedia dalam 24 jam.Bagian kedua


digunakan untuk menentukan pada antibiotik mana organisme tersebut

peka.

2) Cystoscopy

Tes ini menguji dinding kandung kemih untuk melihat kemungkinan

pertumbuhan dan tumor. Ini juga digunakana sebagai alat untuk

memindahkan tumor kecil, batu dan benda asing dan untuk mendilatasi

saluran kencing (uretra) dan saluran ginjal(ureter). Suatu cystoscope

dimasukan kedalam uretra ke kandung kemih, yang membuat struktur

benar-benar divisualisasikan; misalnya uretra, kandung kemih, ureter dan

prostat.

3) Studi sinar x ginjal, ureter, kandung kemih (KUB)

Studi KUB adalah sinar x abdominal yang digunakan untuk mendeteksi

batu ginjal, bisul abdominal, paralytic ileus atau obstruksi.

4) Prostate spesific antigen (PSA) test

Tes ini mengukur tingkat PSA didalam darah. Tingkat PSA akan naik pada

psien dengan BPH (Begign Prostatic Hypertropy) atau kanker prostat.

Kenaikan tingkat PSA tidak memberi dokter cukup informasi untuk

membedakan antara kanker dan kondisi-kondisi protat jinak;namun, dokter

akan mempertimbangkan hasil tes ketika memutuskan apakah akan

mengorder penyaringan tambahan untuk kanker prostat. Tes ini juga

digunakan untuk memonitor perawatan dan untuk menguji kekambuhan

kanker prostat.
5) Pengumpulan urin 24 jam

Ini adalah tes diagnostik yang melibatkan pengumpulan urin pasien selama

24 jam.Tes ini biasanya digunakan untuk mengukur volume dan berbagai

faktor fungsi ginjal dan juga untuk menentukan pengeluaran sehari-hari

unsur tertentu seperti protein, elektrolit dan lain-lain.

6) Urinalysis

Urinalysis (analisa urin) adalah pengujian urin secara fisik, kimia, dan

mikroskopis.Pengujian inimeliputi sejumlah tes untuk mengevaluasi

spesimen urin mengenai penampilan, warna, kejelasan, pH, berat jenis,

dan kehadiran bakteri, darah kepingan-kepingan, glukosa, keton leukosit,

protein, RBC, dan WBC. Tes digunakan untuk mengkonfirmasikan gejala

ISP, untuk memeriksa diabetes karena kelebihan kadar glukosa, dan untuk

memonitor fungsi ginjal pada pasien gagsl ginjal.

7) Urine flow studies

Urine flow studies, juga dikenal sebagai uroflowmetry, mengukur

kekuatan dan volume per detik aliran urin dari kandung kemih ketika

pasien buang air kecil ke dalam mesin tes. Tes ini membantu

mengidentifikasi sumbatan atau kelainan Saluran kencing dan membantu

mengevaluasi seberapa baik atau seberapa buruk pasien buang air kecil.

8) Voiding cystogram

Tes ini melibatkan pengambilan gambar sinar x kandung kemih dan

uretra selama perkemihan.Suatu material kontras radiopaque ditanamkan

ke dalam kandung kemih via kateter Foley ke dalam sluran tubuh. Setelah

sinar x diambil, kateter dipindahkan. Pasien buang air kecil sementara


sinar x diperoleh. Tes ini dilakukan untuk mencari kelainan sistem

perkemihan, tumor kandung kemih, ureter, dan uretra, atau untuk

mengeluarkan ( refluks) urin dari kandung kemih ke ureter.

H. PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN

Pasien dianjurkan banyak minum agar diuresis meningkat, diberikan obat

yang menyebabkan suasana urin alkali jika terdapat disuria berat dan

diberikan antibiotik yang sesuai. Biasanya ditujukan untuk bakteri Gram-

negatif dan obat tersebut harus tinggi konsentrasinya dalam urin. Wanita

dengan bakteriuria asimtomatik atau gelaja ISK bagian bawah cukup diobati

dengan dosis tunggal atau selama 5 hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan

urin porsi tengah seminggu kemudian, jika masih positif harus dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut. Intervensi bedah mungkin diperlukan untuk

mengatasi infeksi saluran kencing pada pria yang mengalami komplikasi:

Prostatitis yang menyumbat leher kandung kemih; batu prostat; atau prostatitis

kambuhan. Pielonefritis yang bersifat emfisema, yang membutuhkan

nefrotomi segera, dan epididimitis yang menyebabkan torsi sarkoma

spermatika (saluran sperma terbelit).

Pada pria, kemungkinan terdapat kelainan saluran kemih lebih besar,

sehingga sebaiknya diberikan terapi antibiotik selama 5 hari, bukan dosis

tunggal dan diadakan pemeriksaan lebih lanjut. Terdapat 2 jenis ISK rekuren.

Yang paling sering adalah kuman baru pada setiap serangan, biasanya pada

wanita dengan gejala sistitis akut rekuren atau pasien dengan kelainan

anatomi.
Pasien diminta banyak minum agar sering berkemih dan dianjurkan untuk

minum antibiotik segera setelah berhubungan intim. Pada kasus sulit dapat

diberikan profilaksis dosis rendah sebelum tidur setiap malam, misalnya nitro

furantoin, trimetroprim dan sulfametoksazol, biasanya 3-6 bulan.

Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens

antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius

dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.

Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:

1. Terapi antibiotika dosis tunggal

2. Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari

3. Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu

4. Terapi dosis rendah untuk supresi

Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan

infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi,

factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera

ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis

rendah. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole

(gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra),

kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten

terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius juga dapat digunakan

untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.

Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkinan adanya:

1. Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan

2. Interansi obat
3. Efek samping obat

4. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui

ginjal

Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:

1. Efek nefrotosik obat

2. Efek toksisitas obat


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan

bersifat menyeluruh yaitu :

1) Data biologis meliputi :

a. Identitas klien

b. Identitas penanggung

2) Riwayat kesehatan :

a. Riwayat infeksi saluran kemih

b. Riwayat pernah menderita batu ginjal

c. Riwayat penyakit DM, jantung.

3) Pengkajian fisik :

a. Palpasi kandung kemih

b. Inspeksi daerah meatus.

 Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine

 Pengkajian pada costovertebralis

4) Riwayat psikososial :

a. Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan

b. Persepsi terhadap kondisi penyakit

c. Mekanisme kopin dan system pendukung

d. Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga.

 Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit.

 Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis


2. Diagnosa Keperawatan

1) Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.

2) Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau

nokturia) yang berhubungan dengan ISK.

3) Nyeri yang berhubungan dengan ISK.

4) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di

rumah.

3. Intervensi

1. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih

Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

pasien memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.

Kriteria Hasil :

1) Tanda vital dalam batas normal

2) Nilai kultur urine negative

3) Urine berwarna bening dan tidak bau

Intervensi :

1) Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas

38,5’C

Rasional : Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam

tubuh

2) Catat karakteristik urine


Rasional : Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan

atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

3) Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra

indikasi

Rasional : Untuk mencegah stasis urine

4) Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk

menentukan respon terapi.

Rasional : Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap

keadaan penderita.

5) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara

komplit setiap kali kemih.

Rasional : Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih

6) Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan

kering.

Rasional : Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri

yang membuat infeksi uretra.

2. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau

nokturia) yang berhubunganm dengan ISK.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien

dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.

Kriteria :

1) Klien dapat berkemih setiap 3 jam

2) Klien tidak kesulitan pada saat berkemih


3) Klien dapat bak dengan berkemih

Intervensi :

1) Ukur dan catat urine setiap kali berkemih.

Rasional : Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk

mengetahui input/out put

2) Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam.

Rasional : Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam

vesika urinaria.

3) Palpasi kandung kemih tiap 4 jam.

Rasional : Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.

4) Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal

Rasional : Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.

5) Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman

Rasional : Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

3. Nyeri yang berhubungan dengan ISK.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien

merasa nyaman dan nyerinya berkurang.

Kriteria Hasil :

1) Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.

2) Kandung kemih tidak tegang

3) Pasien nampak tenang

4) Ekspresi wajah tenang


Intervensi :

1) Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau

meringankan nyeri.

Rasional : Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi

2) Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang

dapat di toleran.

Rasional : Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat

merilekskan otot-otot

3) Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi

Rasional : Untuk membantu klien dalam berkemih

4) Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.

Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri.

4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di

rumah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak

memperlihatkan tanda-tanda gelisah.

Kriteria hasil :

1) Klien tidak gelisah

2) Klien tenang

Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan

Rasional : Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien

2) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya

Rasional : Agar klien mempunyai semangat dan mau empati

terhadap perawatan dan pengobatan

3) Beri support pada klien. Beri dorongan spiritual

Rasional : Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada

Tuhan YME.Beri support pada klien

4) Beri penjelasan tentang penyakitnya

Rasional : Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang

dialaminya.

4. Diagnosa Keperawatan Post Operatif

1. Nyeri berhubungan dengan incisi pembedahan dan posisi selama

pembedahan.

2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan

obstruksi sekunder

3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée

mikroorganisme melalui kateterisasi

4. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca

obstruksi diuresis.

5. Intervensi
1. Dx I : Nyeri berhubungan dengan incisi pembedahan dan posisi

selama pembedahan

Tujuan : pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara

adekuat.

Kriteria hasil:

a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau

hilang

b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Rencana tindakan dan rasional

1. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor

pencetus serta penghilang nyeri.

Rasional : untuk mengetahui tingkatan nyeri yang dialami klien.

2. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening

mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi).

Rasional : mengetahui keadaan klien pada saat itu.

3. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok,

abdomen tegang)

Rasional : agar tidak terjadi tingginya resiko luka pada bekas

operasi.

4. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif.

Lakukan perawatan aseptik terapeutik. Laporkan pada dokter jika

nyeri meningkat

Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri dan mengurangi

peningkatan resiko terjadinya infeksi.


2. Dx II : Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan

dengan obstruksi sekunder

Tujuan : Pasien tidak mengalami retensi urin

Kriteria : Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi

kandung kemih

Rencana tindakan dan rasional

1. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus

denganteknik steril

Rasional : agar tidak terjadi pembekuan darah pada bekas luka

operasi.

2. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam

keadaan tertutup.

Rasional : agar cairan urin dapat berjalan dengan lancar.

3. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin,

kulit lembab, takikardi, dispnea).

Rasional : agar tidak terjadi syok yang berlebihan

4. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum

dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta

adanya bekuan darah atau jaringan.

Rasional : mengurangi resiko terjadinya nyeri.

5. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam

(mulai hari kedua post operasi)


Rasional : untuk mengetahui apakah masih terjadi perdarahan

pada daerah operasi atau tidak.

3. Dx III : Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée

Mikroorganisme melalui kateterisasi

Tujuan : pasien terbebas dari infeksi

Kriteria hasil:

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal

b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri

c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik

Rencana tindakan dan rasional

1. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.

Rasional : untuk mengurangi gumpalan yang dapat menyumbat

kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih

2. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter),

(adanyasumbatan, kebocoran).

Rasional : agar tidak terjadi resiko infeksi pada saluran kemih

3. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar

kateter dan drainase

Rasional : untuk mengurangi terjadinya infeksi.

4. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk

menjamin dressing

Rasional : agar tidak terjadi infeksi pada luka yang dialami klien.
4. Dx. IV : Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan

pasca obstruksi diuresis.

Tujuan : Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.

Kriteria hasil : Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan:

tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik,

membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat.

Rencana tindakan dan rasional

1. Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran

100-200 ml/.

Rasional : Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total

karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.

2. Pantau masukan dan haluaran cairan.

Rasional : Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan

penggantian.

3. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan

pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat,

Rasional : Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik

6. Implementasi

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas

yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/

pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu

mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon

pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta


mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk,

2000)

7. Evaluasi

Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah,

mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :

1) Nyeri yang menetap atau bertambah.

2) Perubahan warna urine.

3) Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit,

perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih.


DAFTAR RUJUKAN

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I

Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan

Digiulio, Mary ., dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah . Yogyakarta: KDT

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses

penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih

Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &

Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi

Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai