Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

POST POWER SINDROM

( PPS )

OLEH :

KELOMPOK 7

1. NUR HAFIDA
2. DEWI
3. WD DEVIARNI
4. IRAWATI
5. YULIYANTI SALAHUDIN

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH


KABUPATEN BUTON
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.


Atas limpahan rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan tentang “Post Power Syndrome”.

Dalam penyusunan makalah ini penulis sudah berusaha


semaksimal mungkin, namun kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun
dengan kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya bagi semua
pihak atau pembaca.

Pasarjawo , 24 Oktober 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1


B. Tujuan .............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Post Power Sindrom ............................................................ 4


B. Faktor penyebab post power syndrome ............................................ 5
C. Tipe kepribadian yang rentan terhadap PPS..................................... 7
D. Gejala post power syndrome............................................................. 8
E. Fase penyesuaian diri pada saat pensiun ........................................ 8
F. Cara Penanganan pada penderita PPS ............................................ 9
G. Usaha –usaha untuk melindungi diri dari ancaman PPS................... 11
H. Fungsi keluarga dalam post power syndrome ................................... 12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA POST POWER SYNDROM

A. Pengkajian Riwayat Kesehatan ......................................................... 14


B. Diagnosa keperawatan ..................................................................... 14
C. Intervensi Keperawatan .................................................................... 15
D. Implementasi Keperawatan ............................................................... 17
E. Evaluasi Keperawatan ...................................................................... 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 18
B. Saran ................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada suatu penyakit kejiwaan yang terjadi dalam masyarakat


yang sangat ditakuti yaitu Post Power Syndrome. Fenomena ini
biasanya muncul atau terjadi pada orang-orang yang baru saja
kehilangan kekuasaan maupun kelebihan-kelebihan lainnya, baik
karena pensiun, PHK, mutasi, kehilangan popularitas, atau karena
sebab lainnya. Pada saat tidak menjabat atau berkuasa dan tidak
populer lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan atau emosi
yang kurang stabil yang biasanya bersifat negative. Mereka kecewa
terhadap hidup, karena yang bersangkutan tidak lagi dihormati dan
dipuja-puji seperti ketika masih berkuasa maupun saat memiliki
kelebihan-kelebihan lainnya. Kondisi ini disebut sebagai post power
syndrome.

Pada gejala post power syndrome ini, khususnya adalah


adanya gejala yang terjadi dimana penderita hidup dalam bayang-
bayang kebesaran masa lalu (kekuasaannya, karirnya,
kecantikannya, ketampanannya, kepopulerannya, kecerdasannya,
dll), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat
ini. Ketika semua itu tidak dimilikinya, maka timbullah berbagai
gangguan psikis dan phisik yang semestinya tidak perlu. Mereka
bereaksi dan mendadak menjadi sangat sensitive dan merasa
hidupnya akan segera berakhir hanya karena masa kejayaannya
telah berlalu (Kartono, 1997)

4
B. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian Post Power Syndrome.
2. Mengetahui orang yang mengalami Post Power Syndrome.
3. Menjelaskan terjadinya Post Power Syndrome.
4. Mengetahui kapan terjadinya Post Power Syndrome.
5. Menjelaskan cara mengatasi dan mencegah Post Power
Syndrome.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Arti dari “syndrome” itu adalah kumpulan gejala. “Power” adalah


kekuasaan. Jadi, terjemahan dari postpowersyndrome kira-kira adalah
gejala-gejala pasca kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada
orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau menjabat satu
jabatan, namun ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat
gejala-gejala kejiwaan atau emosi yang kurang stabil. Gejala-gejala itu
biasanya bersifat negatif, itulah yang diartikan postpowersyndrome.

Post powersyndrome adalah gejala yang terjadi dimana


‘penderita’ hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya
(entah jabatannya atau karirnya, kecerdasannya, kepemimpinannya
atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita
yang ada saat ini.

Post powersindrome adalah gejala kejiwaan yang kurang stabil


yang muncul tatkala seseorang turun dari kekuasaan atau jabatan
tinggi yang dimilikinya sebelumnya.

Post-powersyndrome, adalah gejala yang terjadi dimana


penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya
(karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal
yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada
saat ini. postpowersyndrom merupakan sekumpulan gejala yang
muncul ketika seseorang tidak lagi menduduki posisi sosial yang
biasanya dalam institusi tertentu.

6
B. Faktor penyebab post power syndrome

1. Faktor eksternal

Kejadian traumatik merupakan penyebab terjadinya


postpowersyndrome, bila seseorang tidak mampu menerima keadaan
yang dialaminya, maka seseorang akan menderita postpower.

Pensiun dini dan PHK adalah salah satu faktor tersebut. Bila
orang yang mendapatkan pensiun dini tidak bisa menerima keadaan
bahwa tenaganya sudah tidak dipakai lagi, walaupun menurutnya
dirinya masih bisa memberi kontribusi yang signifikan kepada
perusahaan, post-powersyndrome akan dengan mudah menyerang.
Apalagi bila ternyata usianya sudah termasuk usia kurang produktif
dan ditolak ketika melamar ke perusahaan lain, post-powersyndrome
yang menyerangnya akan semakin parah. Kejadian traumatik juga
menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya post-powersyndrome.
Misalnya kecelakaan yang dialami oleh seorang pelari, yang
menyebabkan kakinya harus diamputasi. Bila dia tidak mampu
menerima keadaan yang dialaminya, dia akan mengalami post-
powersyndrome. Dan jika terus berlarut-larut, tidak mustahil gangguan
jiwa yang lebih berat akan dideritanya. Post-powersyndrome hampir
selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut usia dan pensiun dari
pekerjaannya. Hanya saja banyak orang yang berhasil melalui fase ini
dengan cepat dan dapat menerima kenyataan dengan hati yang
lapang. Tetapi pada kasus-kasus tertentu, dimana seseorang tidak
mampu menerima kenyataan yang ada, ditambah dengan tuntutan
hidup yang terus mendesak, dan dirinya adalah satu-satunya
penopang hidup keluarga, resiko terjadinya post-powersyndrome yang
berat semakin besar. Beberapa kasus post-powersyndrome yang berat
diikuti oleh gangguan jiwa seperti tidak bisa berpikir rasional dalam
jangka waktu tertentu, depresi yang berat, atau pada pribadi-pribadi

7
introfert (tertutup) terjadi psikosomatik (sakit yang disebabkan beban
emosi yang tidak tersalurkan) yang parah.

2. Faktor Internal
a. Kehilangan harga diri karena dengan hilangnya jabatan seseorang
merasa kehilangan perasaan memiliki atau dimiliki, artinya dengan
jabatan seseorang akan menjadi bagian penting dari institusi,
sehingga juga merasa dimiliki oleh institusi dengan jabatan pula
seseorang merasa lebih yakin diri, karena diakui kemampuanya.
Kecuali itu orang tersebut juga merasa puas akan kepemilikan
kekuasaan yang terkait dengan jabatan yang ia emban.
b. Kehilangan latar belakang kelompok eksklusif, misalnya kelompok
manager, kelompok kepala seksi, dan lain – lain yang memberikan
perasaan kebanggaan tersendiri.
c. Kehilangan perasaan berarti dalam satu kelompok tertentu.
Jabatan memberikan perasaan berarti yang menunjang
peningkatan kepercayaan diri seseorang.
d. Kehilangan orientasi kerja. Dengan jabatan yang jelas, maka
seseorang memiliki kerangka pelaksanaan tugas yang jelas dan
powerful, yang berpengaruh terhadap kontak sosial pula.
e. Kehilangan sebagian sumber penghasilan yang terkait dengan
jabatan yang dipegang.

Penyebab faktor internal tersebut tentu saja akan mengakibatkan


berkembangnya reaksifrustasi yang akan mengembangkan
sekumpulan gejala psikofisiksosial yang antara lain ditandai oleh
sensitif secara emosional seperti cepat marah, cepat tersinggung,
uring – uringan tanpa sebab yang jelas, gelisah dan diliputi kecemasan
berlanjut. Penderita Post Power Syndrome juga bisa mendadak
menjadi agresif dengan peningkatan intensitas aktifitas yang tidak
terkendali demi tercapainya pengakuan akan eksistensi diri dari

8
lingkungan dimana orang tersebut berada. Kondisipsikis yang
sedemikian tegangnya akan berpengaruh terhadap ketegangan serta
gangguan fungsi syaraf otonom yang berpengaruh pada gangguan
fisiologis berupa gangguan metabolism tubuh, sehingga penyertaan
reaksis omatisasi berupa aneka keluhan fisik pun tidak terhindarkan.
Biasanya iklim relasi dalam keluarga pun menjadi terganggu karena
kecenderungan orang penderita post power syndrome menjadikan
keluarga sebagaia jang pelampiasaan kekuatan – kekuatan terdahulu
terhadap anak buah saat memangku jabatan. Penderita power
syndrome biasanya akan menjadi otoriter, dominan, dansulitdiajak
kompromi dalam relasi dengan anggota keluarga, sehingga sering
meluncurbentakan, makian, serta kemarahan tanpa kendali yang
ditunjukan kepada anggota keluarga bila merasa tidak dipatuhi.

C. Tipe kepribadian yang rentan terhadap post power syndrome


1. Seseorang yang pada dasarnya memiliki kepribadian yang ditandai
kekurangtangguhan mental sehingga jabatan tanpa disadarinya
menjadi pegangan, penunjang bagi ketidaktangguhan fungsi
kepribadian secara menyeluruh.
2. Seseorang yang pada dasarnya sangat terpaku pada orientasi
kerja dan menganggap pekerjaan sebagai satu – satunya kegiatan
yang dinikmati dan seolah menjadi “ istri pertama “ nya. Orang
seperti ini akan sangat mengabaikan pemanfaatan masa cuti
dengan cara kerja, kerja dan kerja terus.
3. seseorang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
4. seseorang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena
kurangnya harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui
oleh orang lain.

9
5. seseorang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan
pada kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa
terhadap orang lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan
itu segala-galanya atau merupakan hal yang sangat berarti dalam
hidupnya.

D. Gejala post power syndrome


1. Gejala fisik, misalnya menjadi jauh lebih cepat terlihat tua
tampaknya dibandingkan waktu ia bekerja. Rambutnya didominasi
warna putih (uban), berkeriput, dan menjadi pemurung, sakit-
sakitan, tubuhnya menjadi lemah
2. Gejala emosi, misalnya cepat tersinggung kemudian merasa tidak
berharga, ingin menarik diri dari lingkungan pergaulan, ingin
bersembunyi, dan sebagainya.
3. Gejala perilaku, misalnya malu bertemu orang lain, lebih mudah
melakukan pola-pola kekerasan atau menunjukkan kemarahan baik
di rumah atau di tempat yang lain.

E. Fase penyesuaian diri pada saat pensiun

Penyesuaian diri pada saat pension merupakan saat yang sulit, dan
terdapat tiga

fase proses pensiun:

1. Prereti rementphase (fase pra pensiun)

Fase ini bisa dibagi pada 2 bagian lagi yaitu remote dan near
.Pada remotephase, masa pension masih dipandang sebagai suatu
masa yang jauh. Biasanya fase ini dimulai pada saat orang tersebut
pertama kali mendapat pekerjaan dan masa ini berakhir ketika orang
terebut mulai mendekati masa pensiun. Sedangkan pada near phase,
biasanya orang mulai sadar bahwa merekaakan segera memasuki

10
masa pension dan hal ini membutuhkan penyesuaian diri yang baik.
Ada beberapa perusahaan yang mulai memberikan program persiapan
masa pensiun.

2. Retirementphase (fase pensiun)

Masa pension ini sendiri terbagi dalam 4 fase besar, dan dimulai
dengan tahapan pertama yakni honeymoon phase. Periode ini
biasanya terjadi tidak lama setelah orang memasuki masa pensiun.
Sesuai dengan istilah honeymoon (bulanmadu), maka perasaan yang
muncul ketika memasuki fase ini adalah perasaan gembira karena
bebas dari pekerjaan dan rutinitas. Biasanya orang mulai mencari
kegiatan pengganti lain seperti mengembangkanhobi.

Kegiatan ini pun tergantung pada kesehatan, keuangan, gaya


hidup dan situasi keluarga. Lamanya fase ini tergantung pada
kemampuan seseorang. Orang yang selama masa kegiatan aktifnya
bekerja dan gaya hidupnya tidak bertumpu pada pekerjaan, biasanya
akan mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan kegiatan lain
yang juga menyenangkan. Setelah fase ini berakhir maka akan masuk
pada fase kedua yakni disenchatment phase. Pada fase ini pensiunan
mulai merasa depresi, merasa kosong. Untuk beberapa orang pada
faseini, ada rasa kehilangan baik itukehilangan kekuasaan,Martabat,
status, penghasilan, temankerja, aturantertentu. Pensiunan yang
terpukul pada fase ini akan memasuki reorientation phase, yaitu fase
dimana seseorang mulai mengembangkan pandangan yang lebih
realistic mengenai alternative hidup. Mereka mulai mencari aktivitas
baru. Setelahmencapaitahapanini, para pensiunanakanmasukpada
stability phase yaitu fase dimana mereka mulai mengembangkan suatu
set criteria mengenai pemilihan aktivitas, dimana mereka merasa dapat
hidup tentram dengan pilihannya.

11
3. End of retirement (fase pasca masa pensiun)

Biasanya fase ini ditandai dengan penyakit yang mulai


menggerogoti seseorang,ketidak-mampuan dalam mengurus diri
sendiri dan keuangan yang sangat merosot. Peran saat seorang
pension di gantikan dengan peran orang sakit yang membutuhkan
orang lain untuk tempat bergantung.

F. Cara Penanganan pada penderita post power syndrome


1. Cara penanganan eksternal
a. Dukungan dan pengertian dari orang-orang tercinta sangat
membantu penderita. Bila penderita melihat bahwa orang-
orang yang dicintainya memahami dan mengerti tentang
keadaan dirinya, atau ketidakmampuaanya mencari nafkah, ia
akan lebih bisa menerima keadaannya dan lebih mampu berfikir
secara dingin. Hal itu akan mengembalikan kreatifitas dan
produktifitasnya, meskipun tidak sehebat dulu. Akan sangat
berbeda hasilnya jika keluarga malah mengejek dan selalu
menyindirnya, menggerutu, bahkan mengolok-oloknya.
b. Di samping itu, dukungan lingkungan terdekat, dalam hal ini
keluarga, dan kematangan emosi seseorang sangat
berpengaruhpadaterlewatinyafase post-power syndrome ini.
Seseorangyang bisa menerima kenyataandankeberadaannya
dengan baikakan lebih mampu melewati fase ini di banding
dengan seseorang yang memiliki konflik emosi.
c. Bila seorang penderita post-power syndrome dapat menemukan
aktualisasi diri yang baru, hal itu sangat menolong baginya.
Misalnya seorang manajerterkena PHK, tetapi bisa
beraktualisasi diri di bisnis baru yang dirintisnya
(agrobisnismisalnya), ia akan terhindar dari resiko post-power
syndrome.

12
2. Cara penanganan internal
a. Sejak menerimajabatan, seseorang tetap menjaga jarak
emosional yang wajar antara diri dan jabatan tersebut, artinya
memang karier setinggi mungkin tetap harus kita jangkau dan
menjadicita – cita demi kepuasan batin, namun bila karier
telahdicapai melalui kesempatan menduduki jabatan tertinggi,
tempatkanlah jabatan tersebut dalam posisi wajar.
b. Cadangkanlah sisa energy psikis bagi alternatife fokus lain.
Dengan demikian bila setatus formal dalam bentuk jabatan
hilang, masih ada focus lain bagi penyaluran energy psikis yang
sehat.
c. Tanamkanlah dlam diri bahwa jabatan hanya bersifat
sementara. Memang dalam pelaksanaan jabatan diperlukan
sikap serius dan sungguh – sungguh, namun tetap sadarilah
bahwa sifat sementara dalam menjabat tetap berlaku. Tidak ada
jabatan yang dapat diemban seumur hidup. Pasti akan tiba
saatnya beristirahat dan menikmati masa istirahat tersebut
dengan cara yang sehat baik mental maupun fisik

G. Usaha –usaha untuk melindungi diri dari ancaman post power


syndrom
a. Usaha – usaha yang bersifat preventif adalah suatu usaha
yang dilakukan dengan mengembangakan sikap dan kebiasaan
hidu yang positf baik dalam menjalankan tugas – tugas hidup
sehari – hari maupun dalam bergaul dengan orang lain.
Dengan sikap dan kebiasaan hidup positif yang sama manusia
juga dapat mempertahankan bahkan meningkatkan
kebahagiaannya.
b. Usaha yang bersifat perseveratif atau developmental adalah
suatu usaha yang dilakukan dengan cara selalu membuka diri
terhadap kesempatan dan ajakan untuk semakin tumbuh dan

13
berkembang. Jika terpaksa terjerumus ke dalam gangguan
tertentu , ia harus cukup terbuka untuk meminta dan menerima
pertolongan dari orang lain yang mampu menunjukannya jalan
untuk keluar dari penderitaannya .
c. Usaha yang bersifat kuratif adalah suatu usaha dimana kita
harus selalu bersikap positif dan gembira menghadapi aneka
tantangan hidup besar maupun kecil,berat maupun ringan.

H. Fungsi keluarga dalam post power syndrome

Keluarga mempunyai pengaruh yang paling besar ketika


terjadinya Post Power Syndrome yang terjadi pada seseorang, berikut
ini merupakan alasan mengapa unit keluarga harus menjadi fokus
sentral dari perawatan pada seseorang yang menderita Post Power
Syndrome..

1) Dalam unit keluarga, disfungsi apa saja yang mempengaruhi


satu atau lebih anggota keluarga, dan dalam hal tertentu,
seringkali akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain dan
unit ini secara keseluruhan.
2) Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status
kesehatan anggotanya, bahwa peran dari keluarga sangta
penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota
keluarga secara individu, mulai dari strategi- strategi hingga fase
rehabilitasi.
3) Dapat mengangkat derajat kesehatan keluarga secara
menyeluruh, yang mana secara tidak langsung mengangkat
derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga.
4) Dapat menemukan faktor – faktor resiko.
5) Seseorang dapat mencapai sesuatu pemahaman yang lebih
jelas terhadap individu – individu dan berfungsinya mereka bila

14
individu – individu tersebut dipandang dalam konteks keluarga
mereka.
6) Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital
bagi individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini
perlu dinilai dan disatukan kedalam perencanaan tindakan bagi
individu-individu.

15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

POST POWER SINDROM

A. Pengkajian riwayat kesehatan


1. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat ini
2. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah
sakit dengan penyakit yang sama
3. Riwayat kesehtan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang
sama dengan klien.
4. Head To Toe
a. Pasien kurang responsive
b. Fungsi tubuh melamban
c. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
d. Rahang cenderung jatuh
e. Pernafasaan tidak teratur dan dangkal
f. Sirkulasi melambat dan ekstremitas dingin, nadi cepat dan
melemah
g. Kulit pucat
h. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya.
B. Diagnosa keperawatan
1. Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
konsep diri dan depresi
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan
3. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak
efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.

16
C. Intervensi keperawatan
Diagnosa 1 : perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan konsep diri dan depresi .
Criteria hasil
Klien atau keluarga akan :
1. Klien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan
masalahnya.
2. Klien dapat meningkatkan aktifitas fisik

Intervensi

No Intervensi Rasional

1. Bicara langsung dengan klien, hargai agar menimbulkan


individu dan ruangan pribadinya. rasa percaya klien
terhadap perawat

2. Berikan kesempatan bagi klien utnuk agar klien bisa


bertanggung jawab terhadap perawatan bergerak tanpa
dirinya. bantuan

3. Berikan pujian jika klien dapan melakukan Agar klien lebih


kegiatannya. percaya diri dalam
melakukan aktifitas
fisiknya.

4. Anjurkan keluarga untuk membantu klien Bantuan keluarga


melakukan kegiatan sesuai kemampuan dapat membantu
yang dimiliki. aktifitas klien

17
Diagnosa II : Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan

Criteria hasil :

1. Pasien mampu memenuhi kebutuhan istrahat dan tidur

Intervensi

No Intervensi Rasional

1. Identifiasi gangguan dan variasi tidur yang Agar bisa mengetahui


dialami dari pola yang biasanya. cara selanjutnya
untuk menentukan
bagaiman klien dapat
tidur / beristirahat

2. Diskusikan cara untuk memenuhi Agar bisa mengetahui


kebutuhan tidur cara memenuhi
kebutuhan tidur klien

3. Berikan latihan relaksasi, seperti music Music yang lembut


lembut sebelum tidur dapat memberikan
perasaan yang rileks
dan nyaman sehingga
klien dapat
beristirahat dengan
nyaman

Diagnosa III : Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak
efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.

Criteria hasil :

1. Klien menggunakan koping yang adaptif


2. Klien dapat mengontrol perasaannya

18
Intervensi

No Intervensi Rasional

1. Bina hubungan saling percaya dan Agar klien dapat


keterbukaan mengungkapkan apa
yang dia rasakan

2. Bantu klien menerima perasaan dan Agar pasien


pikirannya menerima semua
masalah yang terjadi

3. Bentu pasien untuk melakukan tindakan agar pertahan koping


yang penting untuk merubah respon pasien menjadi lebih
aladaptif dan mempertahankan respon baik
koping yang adaptif

D. Implementasi
Merupakan tindak lanjut operasional dari rencana tindakan yang
telah dirancang sebelumnya. Pelaksanaan tindakan keperawatan
berfokus untuk mengatasi masalh-masalah yang ada pada diri
pasien seperti bantuan dalam memenuhi bantuan sehari –hari, ,
perawatan kebersihan diri,melakukan mobilisasi mengorientasikan
klien terhadap tempat, waktu dan orang serta hal lain yang
disesuaikan dengan keadaan klien.

E. Evaluasi
Dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan
tindakan keperawatan dalam mengatasi permaslahan yangm uncul.
Dalam tahap ini perawat dapat menemukan alas an mengapa
rencana keperawatan berhasil atau gagal nantinya

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Post powersyndrome adalah gejala yang terjadi dimana
‘penderita’ hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya
(entah jabatannya atau karirnya, kecerdasannya,
kepemimpinannya atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa
memandang realita yang ada saat ini. Ada 2 faktor penyebab
terjadinya post power sindrom ini yaitu factor eksternal dan factor
internal.

B. Saran

Ada beberapa saran psikologis untuk menghindari sindrom


pasca-kekuasaan.

a) Saat melakukan pekerjaan atau sebelum disajikan, kita perlu


menyadari bahwa segala sesuatu adalah hadiah dari Tuhan,
termasuk kekusaan dan posisi.
b) Sebaiknya sambil memegang kantor, tidak hanya untuk
mempertimbangkan bagaimana mempertahankan
kekuasaan, tapi untuk mencari tahu bagaimana melakukan
suksesi perencanaan / regenerasi. Penghargaan akan
diberikan bukan karena kekuasaan yang dimiliki, tetapi
karena telah melakukan regenerasi yang baik.
c) Butuh selalu menanamkan bahwa tujuan kekuasaan tidak
bahwa kita dihargai oleh orang lain, tapi kita bisa berbuat
lebih banyak untuk kesejahteraan orang lain.

20
DAFTAR PUSTAKA

Terjemahan Nursiing Interventions Clasification, edisi ke-6 oleh


Gloria Bulechek, Howard Butche,dikerjakan oleh CV.

Psikologi Perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang


kehidupan, Elizabeth B. Hurlock, Jakarta : Erlangga.

(http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/02/13/cerdas-
menghadapi-post-power-syndrome/)

http://psycologywithus.blogspot.co.id/2013/12/understanding-
post-power-syndrome.html

21

Anda mungkin juga menyukai