Anda di halaman 1dari 44

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

PSF
PROGRAM
NASIONAL
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
MANDIRI

REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI


MASYARAKAT DAN PERMUKIMAN
BERBASIS KOMUNITAS

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


TATA CARA PERENCANAAN TEKNIS SANITASI
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iii
Daftar Tabel iv
Daftar Istilah dan Singkatan iv

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Landasan Operasional dan Acuan 1
1.3 Maksud dan Tujuan 3
1.4 Sasaran 3
1.5 Pelaku 4
1.6 Definisi-definisi 4

BAB II PERENCANAAN TEKNIS SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH


DOMESTIK
2.1 Ketentuan Umum 7
2.2 MCK (Mandi Cuci dan Kakus) 7
2.2.1 Bilik MCK 8
2.2.2 Kamar Mandi 9
2.2.3 Sarana Tempat Cuci 9
2.2.4 Pencahayaan dan Ventilasi 9
2.2.5 Bahan Bangunan 9
2.3 Rancangan Bangunan Komponen Sistem Pengolahan Air Limbah 9

2.3.1 Tangki Septik Komunal 9


2.3.2 Anaerobik Bafel Reaktor 13
2.3.3 Peresapan 14
2.3.4 Bio Digester 17
2.3.5 Kolam Sanita/ Lahan Basah Buatan 19
2.3.6 Perpipaan dan Persyaratan Jarak 21
2.4 Penyediaan Air Bersih untuk MCK 21
2.4.1 Sumber Air Bersih 21

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi I ii


2.4.2 Kuantitas Air 21
2.4.3 Kualitas Air 22
2.5 Utilitas lainnya untuk MCK 22
2.5.1 Penyaluran Air Bekas 22
2.5.2 Penyediaan Tenaga Listrik 22

BAB III PERENCANAAN TEKNIS SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH


DOMESTIK 23
3.1 Ketentuan Umum 23
3.2 Jenis Sampah 23
3.3 Pola Pemilahan 3R (Recycle, Reuse and Reduce) 25
3.4 Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM) 28
BAB IV PERENCANAAN TEKNIS SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH
DOMESTIK 30
4.1 Ketentuan Umum 30
4.2 Sistem Drainase Utama/ Perkotaan 30
4.3 Penampang Saluran 31
4.4 Jenis konstruksi Saluran 33
4.4.1 Saluran tanpa Perkerasan 33
4.4.2 Saluran dengan Perkerasan 34
4.4.3 Saluran Swale 35
4.4.4 Parit Infiltrasi 36
4.5 Kriteria Penerapan Sistem Saluran 38

DAFTAR GAMBAR :

Gambar 2-1 Tipikal Tangki Septik 10


Gambar 2-2 Tipikal Anaerobik Bafel Reaktor (ABR) 13
Gambar 2-3 Tipikal Tata Letak Bidang Resapan 15
Gambar 2-4 Tipikal Penampang Bidang Resapan 15
Gambar 2-5 Tipikal Sumur Peresapan 17
Gambar 2-6 Tipikal Bio Digester 19
Gambar 2-7 Tipikal Kolam Sanita/ Lahan Basah Buatan 20
Gambar 3-1 Diagram Alir Pewadahan Sampah untuk 3R 26
Gambar 3-2 Diagram Alir Pengumpulan Sampah Non-organik untuk 3R 26
Gambar 3-3 Tipikal Tempat Penampungan Sampah untuk 3R 27
Gambar 3-4 Foto Pemilahan Sampah oleh Warga untuk 3R 27
Gambar 3-5 Diagram Alir Sistem atau Model PSBM 28
Gambar 4-1 Tipikal Sistem Jaringan Drainase Utama 31
Gambar 4-2 Tipikal Penampang Saluran Drainase 32

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi I iii


Gambar 4-3 Tipikal Konstruksi Drainase tanpa Perkerasan 33
Gambar 4-4 Tipikal Konstruksi Drainase dengan Perkerasan 34
Gambar 4-5 Tipikal Konstruksi Drainase Swale Sistem Kering 35
Gambar 4-6 Tipikal Konstruksi Drainase Swale Sistem Tergenang 36
Gambar 4-7 Tipikal Konstruksi Parit Infiltrasi 37

DAFTAR TABEL :

Tabel 2-1 Jumlah Pengguna MCK dan Banyaknya Bilik yang diperlukan 8

Tabel 2-2 Jumlah Pemakai MCK dan Kapasitas Tangki Septik yang
diperlukan 12
Tabel 2-3 Jenis Tanah dan Kapasitas Peresapan 16
Tabel 2-4 Pemilihan Ukuran Bio Digester 18
Tabel 3-1 Jenis Sampah dan Lama Hancur 24
Tabel 4-1 Kriteria Penerapan Drainase Tersier terhadap Morfologi Lokasi 38

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi I iv


DAFTAR
ISTILAH DAN SINGKATAN

ABR Anaerobik Bafel Reaktor


BAPPEDA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BPD Badan Perwakilan Desa
BDL Bantuan Dana Lingkungan
BDR Bantuan Dana Rumah
BKM Badan Keswadayaan Masyarakat
DMC District Management Consultant
DTPL Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan
DTPP Dokumen Teknis Pembangunan Permukiman
DED Detailed Engineering Design
CSP Community Settlement Plan
JRF Java Reconstruction Fund
LPD Lembaga Pemberdayaan Desa
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MCK Mandi Cuci dan Kakus
NMC National Management Consultant
P2KP Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
PJM Program Jangka Menengah
PP Panitia Pelaksana (Pembangunan)
PPD Pengelola Pusaka Desa/Kelurahan
PSBM Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
PSF PNPM Support Facility
POT Pedoman Operasional Teknis
POU Pedoman Operasional Umum
RAB Rencana Anggaran Biaya
RKS Rencana Kerja dan Syarat-syarat
RPP Rencana Penataan Permukiman
RPLS Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
R3/ 3R Recycle, Reuse and Reduce
TA Tenaga Ahli
TIP Tim Inti Perencana
TPK Tim Pengelola Kegiatan
Rekompak Rehabilitasi Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis
Komunitas

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi I v


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pascabencana erupsi gunung api akan selalu meninggalkan masalah yang tidak kecil,
baik yang diakibatkan oleh aliran lahar panas, awan panas dan banjir lahar yang
meluluh lantakkan area yang dilaluinya. Bencana erupsi Merapi pada akhir tahun
2010 juga telah menyebabkan ratusan jiwa meninggal, kerusakan pada infrastruktur,
lahan dan tata perekonomian-sosial serta hancurnya sekitar 3000 rumah warga di
sekitar Merapi.

Sebagai upaya untuk mengembalikan pada kondisi normal, terutama pada rumah
warga, prasarana permukiman, kondisi sosial masyarakat dan lingkungan pada area
terdampak, pemerintah melalui REKOMPAK memberikan pendampingan dan bantuan
dana stimulan untuk kegiatan rehabilitasi, rekonstruksi rumah dan prasarana
permukiman berbasis komunitas.

Rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman yang dilakukan dengan memukimkan


kembali warga ke tempat baru yang lebih aman, aspek perencanaan teknis sanitasi
menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam rangka mendukung penataan
permukiman yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana pada desa-desa
yang terkena dampak erupsi Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi
Jawa Tengah. Perencanaan Teknis sanitasi yang dimaksud disini adalah perencanaan:
i. Prasarana dan sistem pengelolaan air limbah domestic;
ii. Prasarana dan sistem pengelolaan sampah domestic; dan
iii. Prasarana dan sistem drainase permukiman/ tersier.

1.2 Landasan Operasional dan Acuan

Landasan operasional yang digunakan mengacu kepada ketentuan-ketentuan dan


persyaratan pada :
a. Grant Agreement Java Reconstruction Fund (JRF) for Community Based
Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project for Central and West Java
and Yogyakarta Special Region,
b. Grant Agreement PNPM Support Facility (PSF) for Community Based Settlement
Rehabilitation and Reconstruction Project,
c. Pedoman Operasional Umum (POU) untuk Kelurahan/Desa REKOMPAK, 2010.
d. Pedoman Operasional Teknis (POT) untuk Kelurahan/Desa REKOMPAK, 2010.

e. Pedoman-Pedoman Khusus REKOMPAK


 Pedoman Operasi dan Pemeliharaan (O&P) Prasarana Desa
 Pedoman Pendampingan Penanganan Kawasan Rawan Bencana Longsor

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 1


 Pedoman Implementasi Heritage

Acuan yang digunakan adalah :

a. Standar Operasional Prosedur dan Tata Cara Program rekompak, yaitu:


o SOP Pembentukan Panitia Pembangunan (PP)/Kelompok Pemukim (KP)
o SOP Penyusunan Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan (DTPL)
o SOP Pengelolaan Perkayuan
o SOP Pembersihan & Pembuangan Puing
o SOP Safeguard (Pengamanan Lingkungan dan Sosial)
o SOP Keamanan & Kesehatan Kerja/K3
o SOP Pengadaan Barang & Jasa
o Tata Cara Pencairan dan Penyaluran BDR/BDL.
b. Referensi Perencanaan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik, yaitu:
o Dirjen Cipta Karya, Direktorat Penyehatan Lingkungan Pemukiman, (1987),
Rencana Sistem Tangki Septik
o De.Kruijff,G, J, W, (1987), Rencana Sistem Tangki Septik, UNDP INS/84/005
o Laporan Ibukota Kecamatan Sanitation Improvement Programme (1987),
Human Waste Disposal
o SNI : 03-2399-2002 - Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum
o SNI : 03-2398-2002 – Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem
Peresapan
o Tim Teknis Pembangunan Sanitasi, 2010,Buku Referensi Opsi Sistem dan
Teknologi Sanitasi
o Morel A and Diener, 2006, Greywater Management in Low and Middle
Income Countries
c. Referensi Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah Domestik, yaitu:
o Undang-undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
o Sri Wahyono, Tri Bangun L. Sony. 2005, Pedoman Umum Pembuatan Kompos
Untuk Skala Kecil, Menengah, dan Besar. Kementerian Lingkungan Hidup
o Christianto, Pengomposan Sampah Rumah Tangga. 2005. Pusdakota
Universitas Surabaya
o Nuning Wirjoatmodjo, Fardah Assegaf. 2004, Langkah Kecil Untuk Lompatan
Besar. UNESCO Jakarta Office
o Situs resmi Dinas Kebersihan DKI Jakarta. http://kebersihandki.com
o http ://merbabu-com.ad-one.net/artikel/sampah.html

d. Referensi Perencanaan Sistem Drainase Permukiman/ Tersier, yaitu:


o SNI 03-2453 Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan
Pekarangan
o SNI 03-2459 Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan.
o Aceh Guideline for Improvement of Urban Drainage System, Manual 01 –
Survey and Inventory of Urban Drains
o Aceh Guideline for Improvement of Urban Drainage System, Manual 02 –
Urban Drainage Management with GIS - Kikker
o Aceh Guideline for Improvement of Urban Drainage System, Manual 03 –
Design and Costing of Urban Tertiary Drains

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 2


1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud

1. Memberikan panduan dan tata cara kepada warga masyarakat desa/kelurahan


dalam melaksanakan kegiatan penyusunan rencana detail teknis dan pelaksanaan
pembangunan prasarana Sistem Sanitasi,
2. Memberikan acuan persyaratan teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan
pembangunan prasarana Sistem Sanitasi yang akan dibangun pada program
Rekompak Pasca Erupsi Merapi,
3. Memberikan panduan dan tata cara kepada konsultan pendamping REKOMPAK
dalam memfasilitasi penyusunan rencana detail teknis dan pelaksanaan
pembangunan prasarana Sistem Sanitasi di tingkat desa/kelurahan;

Tujuan

1. Meningkatnya kapasitas masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan


pembangunan prasarana dan sistem sanitasi di tingkat desa/kelurahan;
2. Tersusunnya rencana detail pembangunan prasarana dan sistem sanitasi di
tingkat desa/kelurahan berbasis komunitas dan berorientasi pada tata
bangunan dan tata lingkungan yang tanggap pada risiko bencana;
3. Tersusunnya dokumen teknis pembangunan prasarana dan sistem sanitasi sesuai
kaidah teknis dan aturan yang berlaku serta terjaminnya kualitas rencana detail
teknisnya.

1.4 Sasaran

Kelompok sasaran utama standar operasional prosedur ini, adalah:

1. Tingkat komunitas desa, yaitu para calon pengelola dan pelaksana pembangunan
prasarana Sistem Sanitasi serta para Panitia Pembangunan (PP) desa/kelurahan,
2. Konsultan pendamping tingkat desa, yaitu para fasilitator pendamping
masyarakat desa (faskel, building controler/BC),

Sasaran selanjutnya adalah:

1. Komunitas, yaitu BKM/TPK, Tim Inti Perencana (TIP), Panitia Pembangunan (PP)
2. Pemerintah desa/kelurahan, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Desa/Kelurahan (LPMD/K), dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD),
3. Pemerintah Kecamatan, Penanggung Jawab Operasional Kecamatan (PJOK),
4. Dinas/Instansi Terkait, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) - Kabupaten/Kota,
5. Konsultan Rekompak; National Management Consultant (NMC), District
Management Consultant (DMC),
6. Serta pihak-pihak lain yang peduli atau memanfaatkan panduan tata cara ini.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 3


1.5 Pelaku

Penanggungjawab keseluruhan dalam pembangunan prasarana Sistem Sanitasi yang


dibiayai melalui dana BDL adalah Panitia Pembangunan (PP) dengan koordinasi dan
bimbingan dari BKM/TPK. Pelaksana penyusunan rencana detail teknis dan
pembangunan prasarana Sistem Sanitasi adalah Tim Inti Perencana (TIP) dengan
melibatkan warga masyarakat desa/kelurahan dan Pemerintah Desa/Kelurahan serta
instansi Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam melaksanakan penyusunan rencana
detail teknis dan pembangunan prasarana Sistem Sanitasi, TIP mendapatkan
pendampingan atau bantuan teknis dari Tim Fasilitator REKOMPAK.

1.6 Definisi-Definisi

Dalam SOP ini yang dimaksud dengan :

1. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), adalah lembaga keswadayaan


masyarakat yang terdiri dari anggota masyarakat yang dibentuk dan dipilih
melalui rembug musyawarah tingkat desa/kelurahan yang mempunyai fungsi
dan peran untuk membuat kebijakan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan
yang disepakati oleh seluruh warga masyarakat desa/kelurahan. BKM
membentuk unit-unit pengelola sesuai kebutuhan, yang sekurang-kurangnya
terdiri dari Unit Pengelola Keuangan (UPK), Unit Pengelola Lingkungan (UPL),
dan Unit Pengelola Sosial (UPS).

2. Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) merupakan bagian dari struktur kelembagaan


PNPM Mandiri Perdesaan yang berada di tingkat desa. TPK terdiri dari anggota
masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa yang mempunyai fungsi dan
peran untuk mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan di desa dalam mengelola
administrasi serta keuangan. TPK sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua,
Bendahara dan Sekretaris.

3. Rencana Penataan Permukiman (RPP) atau Community Settlement Plan


(CSP) adalah rencana penataan permukiman kelurahan/desa dalam kurun
waktu 5 (lima), tahun yang disusun masyarakat berdasarkan aspirasi,
kebutuhan dan cita-cita masyarakat untuk meningkatkan kondisi permukiman
yang tanggap terhadap upaya pengurangan risiko bencana serta
mengendalikan dan mengelola pembangunan permukiman kelurahan/desa.

4. Program Jangka Menengah (PJM) adalah yang berisi tentang rencana


pembangunan sarana dan prasarana fisik maupin non phisik yang menjadi
kebutuhan desa sesuai dengan hasil analisa kebutuhan dalam penyusunan RPP.

5. Verifikasi RPP adalah suatu rangkaian kegiatan peninjauan terhadap usulan


program dan kegiatan yang telah terumuskan dalam RPP, untuk menseleksi,
memastikan dan memutuskan apakah usulan kegiatan layak atau tidak layak
didanai sesuai dengan batasan pendanaan Program Rekompak.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 4


6. Bantuan Dana Lingkungan (BDL) merupakan bantuan dana hibah dari multi
donor, luar negeri atau dalam negeri, yang dihibahkan kepada warga
masyarakat desa/ kelurahan yang ditujukan untuk rekonstruksi & rehabilitasi
masyarakat serta kerusakan sarana-prasarana lingkungan akibat dampak
bencana. BDL merupakan dana stimulan dalam rangka merealisasikan PJM hasil
RPP yang disusun oleh komunitas warga masyarakat sendiri.

7. Bantuan Dana Rumah (BDR) merupakan bantuan dana hibah dari multi
donor, luar negeri atau dalam negeri, yang dihibahkan kepada warga
desa/kelurahan, ditujukan untuk rekonstruksi & rehabilitasi dan pembangunan
rumah warga yang hunian tempat tinggalnya rusak akibat dampak bencana.
BDR merupakan bantuan dana stimulan agar warga korban bencana dapat
membangun rumahnya kembali dengan layak (sederhana, sehat, aman), bukan
merupakan ganti rugi rumah.

8. Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan (DTPL) adalah merupakan


dokumen perencanaan teknis detail yang disusun oleh Panitia Pembangunan/PP
dengan pendampingan dari Fasilitator dan Tenaga Ahli DMC yang menjadi
acuan pelaksanaan pembangunan sarana-prasarana lingkungan dan
merupakan dokumen dasar syarat pencairan dana BDL.
9. Dokumen Teknis Pembangunan Permukiman (DTPP) adalah merupakan
dokumen perencanaan teknis detail yang disusun oleh Kelompok Pemukim/KP
dengan pendampingan dari Fasilitator dan Tenaga Ahli DMC yang menjadi
acuan pelaksanaan pembangunan permukiman/rumah/hunian tetap atau
hunian sementara (shelter) dan merupakan dokumen dasar syarat pencairan
dana BDR.

10. Panitia Pembangunan (PP), PP dibentuk oleh BKM/TPK untuk melaksanakan


kegiatan pembangunan terdiri dari anggota masyarakat yang dipilih melalui
musyawarah warga desa. PP sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua,
Sekretaris/Admintrasi&Keuangan/Bendahara, Petugas Belanja/Logistik,
Koordinator Perencanaan dan Koordinator Pelaksanaan.

11. Tim Inti Perencana (TIP), TIP dibentuk oleh BKM/TPK untuk melaksanakan
kegiatan perencanaan pembangunan terdiri dari anggota masyarakat yang
dipilih melalui musyawarah warga desa. TIP sekurang-kurangnya terdiri dari
Ketua, Sekretaris dan Anggota,

12. Kelompok Pemukim (KP), dibentuk untuk melaksanakan kegiatan


pembangunan permukiman terdiri dari 7 – 15 kk penerima BDR. Pembentukan
KP difasilitasi oleh BKM/TPK. Organisasi KP sekurang-kurangnya terdiri dari
Ketua, Sekretaris/Admintrasi&Keuangan/ Bendahara, Petugas Belanja/Logistik,
Koordinator Perencanaan dan Koordinator Pelaksanaan.

13. Tim Pengadaan atau Panitia Lelang adalah tim yang dibentuk untuk
melaksanakan pengadaaan barang atau jasa beranggota ganjil terdiri 3 orang
atau lebih dengan minimal 1 anggotanya adalah perempuan. Untuk Tim
Pengadaan Tingkat KP/PP dibentuk oleh Ketua KP/PP yang disepakati
anggotanya. Untuk Tim Pengadaan Tingkat Desa dibentuk oleh para ketua
KP/PP yang disepakati oleh BKM/TPK.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 5


14. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), adalah upaya penyerasian antara
kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar pekerja dapat
melaksanakan pekerjaannya secara sehat dan aman tanpa membahayakan
dirinya dan maupun masyarakat sekitar.

15. Relokasi Mandiri, adalah Kelompok Pemukim dimana anggota-anggota


kelompok pemukim (AKP) tersebut membangun rumah BDR di lahannya
sendiri-sendiri yang lokasinya tidak mengelompok atau tidak secara sengaja
berkelompok.

16. Relokasi Berkelompok, adalah Kelompok Pemukim yang membangun


rumah-rumah permukimannya secara berkelompok atau kolektif sehingga
diperlukan perencanan siteplan terlebih dahulu sebelum mulai pembangunan
masing-maisng rumah. Lahan permukiman bisa disediakan oleh a) Pemerintah,
atau b) Dibeli secara oleh sekelompok warga, atau c) Hibah dari donor, atau
kombinasi ketiganya.

17. Rencana detail teknis, atau detailed engineering design (DED) adalah
rencana dan gambar kerja untuk pelaksanaan pembangunan rumah dan
pemukiman.

18. Site plan, atau rencana tapak adalah rancangan tatap-tapak bangunan dan
sarana prasarana serta tata ruang & lingkungan rumah dan pemukiman yang
memenuhi kaidah-kaidah yang telah ditentukan dan disusun melalui proses
rembug warga.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 6


BAB II
PERENCANAAN TEKNIS SISTEM
PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK

2.1 Ketentuan Umum

a. Kegiatan ini adalah bersifat partisipatif, yang mendorong sebesar besarnya


keikutsertaan masyarakat desa setempat dalam proses perencanaan sistem
pengelolaan air limbah domestik untuk kebutuhan masyarakat sendiri sebagai
bagian dari upaya membangun rasa memiliki terhadap prasarana system
pengelolaan air limbah domestic yang akan dibangun.

b. Masyarakat di lokasi sasaran, yang diwakili oleh perwakilan masyarakat


setempat, dengan didampingi oleh fasilitator dan pendamping teknis
mengadakan musyawarah untuk memutuskan usulan prasarana sistem
pengelolaan air limbah domestik yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi
setempat, dan ketersediaan dana yang tersedia (alokasi dana JRF untuk desa
setempat ditambah kontribusi masyarakat).

c. Standar, kriteria atau besaran yang ada dalam SOP ini bersifat minimum
sedangkan yang lebih menentukan adalah kebutuhan dan kondisi setempat serta
ketersediaan dana yang dialokasikan oleh REKOMPAK untuk desa tersebut
beserta dana kontribusi masyarakat sendiri.

d. Rancang bangun sistem pengelolaan air limabah domestik disini adalah sistem
komunal bukan individu dan menggunakan teknologi tepat guna. Titik berat
kajian disamping kehandalan kinerjanya, adalah kemudahan serta berbiaya
rendah dalam operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan air limbah domestik
untuk masyarakat desa, sehingga diharapkan pemanfaatannya akan bisa
berkesinambungan (sustainable).

2.2 MCK (Mandi Cuci dan Kakus)

MCK yang ada dalam proyek REKOMPAK dibagi menjadi 2 (dua) terkait dengan
fungsinya pelayanannya yaitu:

• MCK lapangan evakuasi/penampungan pengungsi. MCK ini berfungsi untuk


melayani para pengungsi yang mengungsi akibat terjadi bencana, sehingga
lokasinya harus berada tidak jauh dari lokasi pengungsian (dalam radius +/- 50
m dari lapangan evakuasi). Bangunan MCK dibuat Typical untuk kebutuhan 50
orang, dengan pertimbangan disediakan lahan untuk portable MCK.
• MCK untuk penyehatan lingkungan pemukiman. MCK ini berfungsi untuk
melayani masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki tempat mandi, cuci dan
kakus pribadi, sehingga memiliki kebiasaan yang dianggap kurang sehat dalam

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 7


melakukan kebutuhan mandi, cuci dan buang airnya. Lokasi MCK jenis ini
idealnya harus ditengah para penggunanya/pemanfaatnya dengan radius +/- 50
m.

Disain MCK sangat tekait dengan kebiasaan atau budaya masyarakat setempat
sehingga disain tersebut perlu dimusyawarahkan dengan masyarakat pengguna
dengan tetap menjaga kaidah kaidah MCK yang sehat.
Komponen MCK terdiri dari :
• Bilik MCK (bilik untuk mandi, cuci dan keperluan buang air besar atau kakus).
• Pengolahan limbah yang terdiri dari:
• Tangki Septik
• Anaerobik Bafel Reaktor
• Resapan
• Lahan Basah Buatan
• Sumber air bersih (termasuk water toren)
• Utilitas pelengkap seperti listrik untuk penerangan dan kebutuhan pompa listrik
dan drainase air bekas mandi dan cuci.
• Pada kondisi tertentu MCK bisa diberi pagar.

2.2.1. Bilik MCK

Disain bilik/ruang MCK dilaksanakan dengan mempertimbangkan kebiasaan dan


budaya masyarakat penggunanya sehingga perlu dimusyawarahkan. Hal-hal tersebut
biasanya terkait dengan antara lain tata letak, pemisahan pengguna laki-laki dan
perempuan, jenis jamban dan lain lain. Perlu dipertimbangkan disain untuk
pengguna yang menggunakan kursi roda (defabel)

Untuk kapasitas pelayanan, semua ruangan dalam satu kesatuan dapat menampung
pelayanan pada waktu (jam-jam) paling sibuk dan banyaknya ruangan pada setiap
satu kesatuan MCK untuk jumlah pemakai tertentu tercantum dalam tabel dibawah .

Tabel 2-1 :.
Jumlah Pengguna MCK dan Banyaknya Bilik yang Diperlukan

Banyak bilik/ruangan
Jumlah Pemakai
Mandi Cuci Kakus
10 - 20 2 1 2
21 - 40 2 2 2
41 - 80 2 3 4
81 - 100 2 4 4
101 - 120 4 5 4
121 - 160 4 5 6
161 - 200 4 6 6
Sumber : Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum -SNI 03 - 2399 - 2002

Catatan : Jumlah bilik untuk mandi dan kakus bisa digabungkan menjadi satu dan
didiskusikan dengan warga pemakai. Tempat cuci dalam kondisi lahan terbatas,
dapat ditempatkan di dekat sumur dengan memperhitungkan rembesan air limbah
cucian tidak kembali masuk ke sumur.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 8


2.2.2. Kamar Mandi

Meliputi lantai luasnya minimal 1,2 m2 (1,0 m x 1,2 m) dan dibuat tidak licin dengan
kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1 %. Pintu, ukuran:
lebar 0,6 - 0,8 dan tinggi minimal 1,8 m, untuk pengguna kursi roda (defabel)
digunakan lebar pintu yang sesuai dengan lebar kursi roda. Bak mandi / bak
penampung air untuk mandi dilengkapi gayung. Bilik harus diberi atap dan plafond
yang bebas dari material asbes.

2.2.3. Sarana Tempat Cuci

Luas lantai minimal 2,40 m2 (1,20 m x 2,0 m) dan dibuat tidak licin dengan
kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1 %. Tempat menggilas
pakaian dilakukan dengan jongkok atau berdiri, tinggi tempat menggilas pakaian
dengan cara berdiri 0,75 m di atas lantai dengan ukuran sekurang-kurangnya 0,60 m
x 0,80 m.

2.2.4. Pencahayaan & Ventilasi

Pencahayaan alami diupayakan optimal agar pada siang hari pengguna MCK tidak
perlu menyalakan lampu penerangan listrik, demikian juga lubang ventilasi
dirancang sedemikian rupa agar mendapatkan pergantian udara dari dua arah.

2.2.5. Bahan Bangunan

Bahan yang dapat dipergunakan adalah: kemudahan penyedian bahan bangunan,


awet / berkualitas dan mudah dilaksanakan, dapat diterima oleh masyarakat
pemakai.

2.3 Rancangan Bangunan Komponen Sistem Pengolahan Air


Limbah

2.3.1. Tangki Septik Komunal

Proses pengolahan limbah domestik yang terjadi pada tangki septik adalah proses
pengendapan dan stabilisasi secara anaerobik. Tangki septik bisa dianggap sebagai
proses pengolahan awal (primer). Tangki septik tidak efektif untuk mengurangi
jumlah bakteri dan virus yang ada pada limbah domestik. Jarak antara resapan dan
sumber air untuk keamanannya disyaratkan minimal 10 m. (tergantung aliran air
tanah dan kondisi porositas tanah)

a. Konstruksi tangki septik

Terdiri dari dua buah ruang. Ruang pertama merupakan ruang pengendapan
lumpur. Volume ruang pertama ini memiliki volume 40–70% dari keseluruhan
volume tangki septik. Pada ruang kedua merupakan ruang pengendapan bagi
padatan yang tidak terendapkan pada ruang pertama. Panjang ruangan pertama

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 9


dari tangki septik sebaiknya dua kali panjang ruangan kedua, dan panjang
ruangan kedua sebaiknya tidak kurang dari 1 m dan dalamnya 1,5 m atau lebih,
dapat memperbaiki kinerja tangki. Kedalaman tangki sebaiknya berkisar antara
1,0 – 1,5 m. Sedangkan celah udara antara permukaan air dengan tutup tangki
(free board) sebaiknya antara 0,3 sampai 0,5 m .Tangki septik harus dilengkapi
dengan lubang ventilasi (dipakai pipa Tee) untuk pelepasan gas yang terbentuk
dan lubang pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan kedalaman lumpur
serta pengurasan.

Gambar 2-1 : Tipikal Tangki Septik

Tutup lubang pemeriksaan lubang ventilasi

Lumpur terapung
Limbah masuk keluaran
Muka air
sekat
lumpur

b. Material Tangki Septik

Material untuk tangki septik harus kedap air untuk itu material yang bisa
digunakan adalah sebagai berikut:
b-1. Pasangan batu bata dengan campuran spesi 1 : 2 (semen : pasir).
Material ini sesuai untuk daerah dengan ketinggian air tanah yang tidak
tinggi dan tanah yang relatif stabil sehingga saat pelaksanaan
pembuatannya tidak sulit untuk menghasilkan konstruksi yang kedap air.
b-2. Beton bertulang.
Material dari beton bertulang relatif sesuai untuk semua kondisi. Pada lokasi
dengan muka air tanah tinggi bisa digunakan beton pracetak.
b-3. Plastik atau fiberglas
Material plastik atau fiberglass sangat baik dari segi karakteristik kedap
airnya namun rendah dalam kemampuan menahan tekanan samping tanah
dan yang perlu diperhatikan adalah ketinggian muka air tanah yang yang
bisa memberikan tekanan apung yang besar pada tangki jenis ini pada saat
tangki kosong.

c. Kapasitas Tangki Septik

Untuk MCK komunal rumus-rumus yang digunakan :


Th = 1,5 – 0,3 log (P x Q) > 0,2 hari
Di mana :
• Th : Waktu penahanan minimum untuk pengendapan > 0,2 hari
• P : Jumlah orang
• Q : Banyaknya aliran, liter/orang/hari
Volume penampungan lumpur dan busa

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 10


A=PxNxS
Di mana :
• A : Penampungan lumpur yang diperlukan (dalam liter)
• P : Jumlah orang yang diperkirakan menggunakan tangki septik
• N : Jumlah tahun, jangka waktu pengurasan lumpur (min 2 tahun)
• S : Rata-rata lumpur terkumpul (liter/orang/tahun).
• 25 liter untuk WC yang hanya menampung kotoran manusia.
• 40 liter untuk WC yang juga menampung air limbah dari kamar mandi.

Volume cairan -----> Kedua, dihitung kebutuhan kapasitas penampungan


untuk penahanan cairan
B = P x Q x Th
Di mana :
• P : Jumlah orang yang diperkirakan menggunakan tangki septik
• Q : Banyaknya aliran air limbah (liter/orang/hari)
• Th : Keperluan waktu penahanan minimum dalam sehari.

Untuk tangki septik hanya menampung limbah WC (terpisah)


Th = 2,5 – 0,3 log (P.Q) > 0,5

Untuk tangki septik yang menampung limbah WC + dapur + kamar mandi


(tercampur)
Th = 1,5 – 0,3 log (P.Q) > 0,2

d. Contoh Perhitungan untuk 1 unit tangki septik komunal

Dari uraian diatas maka dapat diperhitungkan kebutuhan tangki septik komunal
untuk lokasi yang direncanakan sebagai berikut :
• Jumlah penduduk terlayani : 50 orang
• Waktu pengurasan direncanakan setiap (N) = 2 tahun (IKK Sanitation
Improvenment Programme, 1987)
• Rata-rata Lumpur terkumpul l/orang/tahun (S) = 40 lt, untuk air limbah dari
KM/WC. (IKK Sanitation Improvenment Programme, 1987)
• Air limbah yang dihasilkan tiap orang/hari = 10 l/orang/hari (tangki septik
hanya untuk menampung limbah kakus)
• Kebutuhan kapasitas penampungan untuk lumpur.
A=PxNxS
= 50 org x 2 th x 40 l/org/th
= 4000 lt
= 4 m3
• Kebutuhan kapasitas penampungan air.
B = P x Q x Th
Th = 2,5 – 0,3 log (P x Q) > 0,5
B = 50 org x 10 l/orang/hari x (2,5 – 0,3 log (50 org x 10 l/orang/hari))
= 845,2 lt
= 0,84 m3
• Volume tangki septik komunal = A + B = 4 m3 + 0,84 m3 = 4,84 m3
• Dimensi tangki septik komunal
Tinggi tangki septik (h) = 1,5 m + 0,3m (free board/tinggi jagaan)

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 11


Perbandingan Lebar tangki septik (L) : Panjang tangki (P) = 1 : 2
Lebar tangki (L) = 1,3 m
Panjang tangki (P) =2,6 m

Dengan cara yang sama dihasilkan tabel berikut dibawah ini dengan
pembulatan untuk penyederhanaan.

Tabel 2-2 :
Jumlah Pemakai MCK dan Kapasitas Tangki Septik yang Diperlukan

Kapasitas Ukuran Tangki Septik


Jml
Tanki
Pengguna Dalam+
Septik Lebar Panjang
(Jiwa) freeboard
(m3) (m) (m)
(m)
10 1,0 0,80 1,60
15 1,5 0,80 1,60
20 2,0 0,80 1,60
25 2,4 0,90 1,80
30 2,9 1,00 2,00
35 3,4 1,00 2,10
40 3,9 1,20 2,30
45 4,4 1,20 2,40
50 4,8 1,30 2,60
55 5,3 1,30 2,70
60 5,8 1,40 2,80
65 6,3 1,50 2,90
70 6,8 1,50 3,00
75 7,2 1,60 3,00
80 7,7 1,8 1,60 3,20
85 8,2 1,70 3,30
90 8,7 1,70 3,40
95 9,1 1,80 3,50
100 9,6 1,80 3,60
110 10,5 1,90 3,75
120 11,5 2,00 3,90
130 12,4 2,00 4,00
140 13,4 2,10 4,20
150 14,3 2,20 4,40
160 15,3 2,30 4,50
170 16,2 2,30 2,70
180 17,1 2,40 4,80
190 18,1 2,50 4,90
200 19,0 2,50 5,00

Tabel tersebut diatas dihitung berdasarkan asumsi sebagai berikut:


• Rata-rata lumpur terkumpul, untuk air limbah dari KM/WC. (IKK
Sanitation Improvenment Programme, 1987)= 40 l/orang/tahun
• Waktu pengurasan direncanakan setiap 2 tahun

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 12


• Air limbah yang dihasilkan (tangki septik hanya untuk menampung
limbah kakus)= 10 l/orang/hari
• Kedalaman tangki septik (h) + (free board/tinggi jagaan)= 1,5m +
0,3m
• Panjang : Lebar = 1 : 2 (disesuaikan dengan kondisi)

2.3.2 Anaerobik Bafel Reaktor

Anarobik Bafel Reaktor (Anaerobic Baffled Reactor, ABR) adalah teknologi septik tank
yang disempurnakan/ diperbaiki karena deretan dinding penyekat yang memaksa air
limbah mengalir melewatinya. Peningkatan waktu kontak dengan biomassa aktif
menghasilkan perbaikan pengolahan. ABR dirancang agar alirannya turun naik
seperti terlihat pada gambar. Aliran seperti ini menyebabkan aliran air limbah yang
masuk (influent) lebih intensif terkontak dengan biomassa anaerobik, sehingga
meningkatkan kinerja pengolahan. Penurunan BOD dalam ABR lebih tinggi daripada
tangki septik, yaitu sekitar 70-95%. Perlu dilengkapi dengan saluran udara.
Diperlukan sekitar 3 bulan untuk menstabilkan biomassa di awal proses.

Gambar 2-2. :
Tipikal Anaerobik Bafel Reaktor (ABR)

Pemeliharaan
Pengendalian biomassa/ padatan/ lumpur (sludge) harus dilakukan untuk setiap
ruang (kompartemen). Lumpur / endapan harus dibuang setiap 2–3 tahun dengan
memakai truk penyedot tinja.

Aplikasi
Cocok untuk semua macam air limbah seperti air limbah dari permukiman, rumah-
sakit, hotel/penginapan, pasar umum, rumah jagal, industri makanan. Semakin
banyak beban organik, semakin tinggi efisiensinya.
• Cocok untuk lingkungan kecil. Bisa dirancang secara efisien untuk aliran masuk
(inflow) harian hingga setara dengan volume air limbah dari 1000 orang (10.000
liter/hari).
• ABR terpusat (setengah-terpusat) sangat cocok jika teknologi pengangkutan
sudah ada.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 13


• Tidak boleh dipasang jika permukaan air tanah tinggi, karena perembesan
(infiltration) akan mempengaruhi efisiensi pengolahan dan akan mencemari air
tanah.
• Truk tinja harus bisa masuk ke lokasi.
• Digunakan pada beberapa lokasi Sanimas dan MCK di Indonesia

2.3.3 Peresapan

Peresapan berfungsi untuk meresapkan cairan yang keluar dari tangki septik ke
tanah secara horisontal dan vertikal melalui pori pori tanah. Material organik akan
diolah oleh bakteri yang hidup dalam tanah. Perubahan temperatur dan karakteristik
kimiawi serta persaingan makanan dengan bakteri tanah juga akan bisa
mengakibatkan bakteri dan virus yang ada dalam cairan yang keluar dari tangki
septik terbunuh. Air limbah umumnya akan meresap kedalam tanah dan akhirnya
masuk ke dalam air tanah sedangkan sebagian akan bergerak keatas akibat gaya
kapiler selanjutnya menguap serta diserap tanaman. Peresapan disini berfungsi
sebagai pengolahan sekunder dan pembuangan akhir.

Jenis peresapan yang bisa digunakan sebagai berikut:

Bidang peresapan. Jenis peresapan ini dibuat dengan bentuk seperti parit (arah
horisontal atau memanjang) sehingga kelemahannya adalah memerlukan banyak
tempat, namun jenis tersebut efektifitasnya lebih tinggi dibanding sumur resapan.

Sumur peresapan. Jenis peresapan ini dibuat dengan bentuk sumur (arah vertikal),
dengan dinding yang bisa meresapkan air (dinding berlubang) dengan dasar tanah
(tanpa perkerasan). Jenis ini digunakan jika ketersediaan tanah tidak memungkinkan
dibuat bidang resapan dan kedalaman muka air tanah tertinggi (saat musim hujan)
minimal 1,5 m. dari dasar sumur resapan

a. Bidang Peresapan

Komponen dan Konstrusi Bidang Peresapan

Bidang peresapan terdiri dari, pipa PVC diameter 4” (100mm) berlobang yang
berfungsi menyebarkan/ mendistribusikan cairan, yang diletakkan dalam parit
dengan lebar 60 cm – 90 cm. Pipa berlobang ditempatkan dan dikubur dengan
kerikil selanjutnya berturut turut keatas adalah lapisan ijuk untuk mencegah
material halus masuk ke kerikil, lapisan pasir untuk mencegah bau dan
pertumbuhan akar tanaman agar tidak mencapai kerikil dan pipa, lapisan tanah
secukupnya untuk mengurangi infiltrasi air hujan. Berikut gambar tipikal bidang
resapan. Untuk bidang resapan yang terdiri dari lebih dari 1 lajur maka jarak
minimum antar lajur adalah 150 cm. Pipa harus diletakkan 5 – 15 cm dari
permukaan agar air limbah tidak naik keatas. Parit ini harus digali dengan
panjang tidak lebih dari 20 meter. Tangki dengan bidang resapan lebih dari 1
jalur, perlu dilengkapi dengan kotak distribusi.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 14


Gambar 2-3 :
Tipikal Tata Letak Bidang Peresapan.
Pilihan bentuk A atau B dibawah ini tergantung ketersediaan lahan dan
kebutuhan

Tangki
A Septik
..

Keikil
Pipa pasir
Bak pembagi berlobang

B Tangki
Septik
.

Gambar 2-4 :
Tipikal Penampang Bidang Peresapan

Pasir Tanah
pasir
10 cm
Ijuk 5cm
Pipa berlubang Tanah
kerikil 30 cm
asli

Kerikil dibawah pipa Kerikil dibawah pipa

Luas Bidang Peresapan


Luas bidang resapan ditentukan oleh besarnya aliran dari tangki septik dan
kecepatan perkolasi/ peresapan tanah yang besarnya tergantung jenis tanah
sebagaimana tabel dibawah.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 15


Tabe 2-3 :
Jenis Tanah dan Kapasitas Peresapan.

Kapasitas peresapan/ hari


Jenis Tanah
liter/m2
Lempung dengan sedikit pasir 40 - 60
Lempung dengan sedikit lebih banyak
60 - 80
pasir dari diatas.
Lempung kepasiran 100
Pasir halus 160
Pasir kasar atau kerikil 200

Kapasitas peresapan akan lebih baik atau lebih akurat jika ditentukan dengan tes
perkolasi

Pemeliharaan
Jika sistem ini berhenti berfungsi secara efektif, maka pipa harus dibersihkan
dan/atau diganti. Pohon dan tanaman berakar dalam harus dijauhkan dari bidang
resapan karena bisa merusak dan mengganggu dasar parit. Tidak boleh ada
lalulintas berat yang bisa memecahkan pipa atau memadatkan tanah.

Aplikasi
1. Jika kemampuan resapan tanah bagus, maka air limbah yang keluar bisa
terbuang secara efektif
2. Tidak cocok untuk daerah perkotaan yang padat.

b. Sumur Peresapan

Komponen dan Konstruksi Sumur Peresapan


Secara umum sumur peresapan lebih sederhana dibanding dengan bidang
peresapan sebagaimana terlihat dalam gambar tipikal dibawah.
Sumur peresapan bisa dibiarkan kosong dan dilapisi dengan bahan yang bisa
menyerap (untuk penopang dan mencegah longsor), atau tidak dilapisi dan diisi
dengan batu dan kerikil kasar. Batu dan kerikil akan menopang dinding agar
tidak runtuh, tapi masih memberikan ruang yang mencukupi untuk air limbah.
Dalam kedua kasus ini, lapisan pasir dan kerikil halus harus disebarkan diseluruh
bagian dasar untuk membantu penyebaran aliran. Kedalaman sumur resapan
harus 1,5 s/d 4 meter, tidak boleh kurang dari 1,5 meter diatas tinggi permukaan
air tanah, dengan diameter 1,0 – 3,5 meter. Sumur ini harus diletakkan lebih
rendah dan paling tidak 11-15 meter dari sumber air minum dan sumur. Sumur
resapan harus cukup besar untuk menghindari banjir dan luapan air. Kapasitas
minimum sumur resapan harus mampu menampung semua air limbah yang
dihasilkan dari satu kegiatan mencuci atau dalam satu hari, volume manapun
yang paling besar.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 16


Gambar 2-5 :
Tipikal Sumur Peresapan
M uka
tan a h
T u tu p b eto n
K e d alam a n tan a h -
v a ri a b e l
D a ri t a n g k i
s e p ti k

P a sa n g a n
b ata d en g an K e rik il d e n g a n k e te b a l a n m i n im u m 1 5 c m a ta u i ju k
sp e si k eteb alan m in im u m 5 c m
se te n g a h

Pemeliharaan
Sumur ini harus ditutup dengan penutup yang rapat agar nyamuk dan lalat tidak
masuk dan air limbah tidak mengalir ke air permukaan, dan sumur resapan harus
jauh dari daerah berlalu-lintas padat agar tanah diatas dan disekitar sumur tidak
terpadatkan. Jika kinerja sumur resapan menurun, maka bahan didalam sumur
resapan bisa dikeluarkan dan diganti. Untuk akses di masa depan, penutup yang
bisa dilepas harus dipakai untuk menutup sumur sampai sumur perlu dirawat.
Lapisan lumpur bisa dibuang secara efektif oleh pompa diafrakma (diaphragm)
sederhana, jika perlu.

Aplikasi
1. Sumur resapan paling cocok untuk tanah dengan kemampuan serapan yang
bagus;
2. Tanah liat, padat keras atau berbatu tidak cocok.
3. Sumur resapan cocok untuk permukiman perkotaan dan pinggiran kota.
4. Sumur resapan tidak cocok untuk daerah banjir atau yang permukaan air
tanahnya tinggi.
5. Disarankan sebagai alternatif jika parit resapan dianggap tidak praktis, jika
tanah yang mudah menyerap air dalam letaknya atau jika lapisan atas yang
tak tembus air ditopang oleh lapisan yang tembus air.

2.3.4 Bio Digester

Instalasi pengolahan secara anaerob biogas atau dikenal dengan nama digester
merupakan suatu bangunan yang dibangun di bawah tanah, terbuat dari semen,
batu-bata/batu, pasir dan pipa serta peralatan untuk me-ngurai bahan organic dan
menghasilkan biogas – hal ini guna menambah sumber bahan bakar konvensional.
Digester ini juga menghasilkan slurry yakni kotoran ternak yang telah diuraikan
gasnya yang dapat digunakan sebagai pupuk untuk pertanian. Dengan memasukkan
kotoran hewan ternak dan air dalam jumlah yang cukup ke dalam digester, maka gas
bersih dapat dihasilkan. Bahan bakar ini umumnya digunakan untuk memasak dan
penerangan listrik dan pupuk yang dihasilkan dari kotoran hewan yang telah hilang
gas nya (slurry) digunakan sebagai pupuk di kebun sayuran dan lahan pertanian
lainnya.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 17


Kriteria Perencanaan Bio Digester
• Produksi kotoran satu ekor sapi per hari 15-20 kg/hari
• Kotoran dua ekor sapi menghasilkan gas methane yang ekivalen 5 jam per hari
nyala kompor gas
• Slurry (ampas) yang dihasilkan dapat langsung dipakai menjadi pupuk kompos
• Waktu fermentasi sekitar 7 hari
• Untuk meyakinkan terjadinya perusakan bakteri patogen maka temperatur dijaga
> 50 C
• Slurry yang sudah matang berwarna hitam, apabila masih berwarna coklat berarti
masih mentah maka bisa di recycle
• Kebutuhan per KK rumah tangga (5 jam nyala kompor gas per hari) ekivalen
dengan kotoran dua ekor sapi per hari
• Perbandingan kotoran dan air yang diolah dalam Bio Digester adalah 1:1
• Kotoran yang bisa diolah untuk biogas adalah dari ternak misalnya : sapi, babi,
ayam dan kambing
• Pada awal operasi dibutuhkan waktu seminggu setelah bio reactor diisi penuh,
kemudian baru menghasilkan produksi gas
• Untuk pengolahan kotoran 30-40 kg/hari dibutuhkan bio digester berukuran 4 m3
ekivalen untuk kotoran dua ekor sapi per hari
• Ketinggian Unit Bio Digester adalah 1,85 m (lumpur 1,0 m dan udara 0,85 m)
• Kebutuhan lahan untuk IPAL Bio Digester adalah
 Bio Digester 4 m3, kebutuhan lahan 3x5 m2
 Bio Digester 6 m3, kebutuhan lahan 3x5 m2
 Bio Digester 8 m3, kebutuhan lahan 4x6 m2
 Bio Digester 10 m3, kebutuhan lahan 5x7 m2
 Bio Digester 12 m3, kebutuhan lahan 6x8 m2

Tabel 2-4 :
Pemilihan Ukuran Bio Digester

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 18


Gambar 2-6 :
Tipical Bio Digester

2.3.5. Kolam Sanita/ Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)

Komponen dan Konstruksi Kolam Sanita / Lahan Basah Buatan


Kolam Sanita (aliran horizontal di bawah permukaan) adalah saluran yang diisi batu,
pasir, kerikil dan tanah yang ditanami dengan vegetasi air. Air limbah mengalir
horizontal melalui saluran yang berisi material penyaring yang mendegradasi zat
organic. Tujuannya adalah untuk meniru proses alami yang terjadi di daerah rawa.
Sistem ini memiliki dasar kolam yang diiisi dengan pasir atau media (batu, kerikil,
pasir, tanah). Kolam atau mangkuk dilapisi dengan penghalang yang tidak tembus
air (tanah liat atau geotekstil) untuk mencegah rembesan air limbah. Vegetasi asli
(seperti cattail, akar wangi, alang-alang dan/atau sulur-sulur) dibiarkan tumbuh di
bagian dasar Volume kolam secara mudah dapat dihitung berdasarkan kriteria
waktu penahanan hidrolis 3-7 hari (Morel A and Diener S, 2006, Greywater
Management in Low and Middle-Income Countries)

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 19


Gambar 2-7 :
Tipikal Kolam Sanita/ Lahan Basah Buatan

Kriteria Perencanaan Kolam Sanita


• Volume air limbah grey water (air kamar mandi, cuci dan dapur) adalah 85
liter/org/hari
• Waktu tinggal air di Kolam Sanita 7 hari
• Ketinggian air di Kolam Sanita 1,0 m
• Volume rongga antara media yang terisi air 10 %

Perhitungan kebutuhan lahan Kolam Sanita


• Air limbah per KK (5 org) = 5x85 liter/KK/hari = 0,425 m3/KK/hari
• Volume Kolam Sanita = 7x0,425x100/10 m3/KK = 29,75 m3/KK
• Luas lahan Kolam Sanita ( tinggi kolam 1,0 m) = 29,75 m2/KK
• Kebutuhan lahan Kolam Sanita (30 % untuk bangunan penunjang) = 1,3x29,75
m2/KK = 38,675 m2/KK

Pemeliharaan
Lama kelamaan, kerikil akan tersumbat bersama padatan dan lapisan bakteri yang
mengumpul. Bahan penyaring (filter) perlu dibersihkan secara berkala dan diganti
setiap 8 hingga 15 tahun.
Kegiatan perawatan harus terfokus untuk memastikan bahwa pengolahan primer
berfungsi efektif dalam mengurangi konsentrasi padatan dalam air limbah, sebelum
air limbah masuk ke kolam sanita.
Perlu perhatian agar orang tidak bersentuhan langsung dengan aliran limbah karena
potensi penularan penyakit.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 20


Aplikasi
Sistem ini cocok hanya jika mengikuti beberapa tipe pengolahan primer untuk
memperkecil BOD. Sistem ini adalah teknologi pengolahan yang bagus untuk
masyarakat yang mempunyai fasilitas pengolahan primer, misalnya tangki septik.
Tergantung volume air dan ukurannya, kolam sanita bisa cocok untuk bagian daerah
perkotaan yang kecil, daerah pinggiran kota dan perdesaan.

2.3.6. Perpipaan dan Persyaratan Jarak

Pipa penyalur air limbah dari PVC, keramik atau beton yang berada diluar bangunan
harus kedap air, kemiringan minimum 2 %, belokan lebih besar 45 % dipasang clean
out atau pengontrol pipa dan belokan 90 % sebaiknya dihindari atau dengan dua kali
belokan atau memakai bak kontrol. Dilengkapi dengan pipa aliran masuk dan keluar,
pipa aliran masuk dan keluar dapat berupa sambungan T atau sekat, pipa aliran
keluar harus 5 - 10 cm lebih rendah dari pipa aliran masuk. Jarak tangki septik dan
bidang resapan ke bangunan kolam sanita = 1,5 m, ke sumur air bersih = 11 m dan
Sumur resapan air hujan 5 m.

2.4 Penyediaan Air Bersih untuk MCK

2.4.1. Sumber air bersih

Air bersih untuk MCK umum bisa berasal dari:


Sambungan air bersih PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum)
Air tanah
sumber air bersih yang berasal dan air tanah, lokasinya minimal 11 m dari sumber
pengotoran sumber air bersih dan pengambilan air tanah dapat berupa :
Sumur bor
sekeliling sumur harus terbuat dan bahan kedap air selebar minimal 1,20 m dan pipa
selubung sumur harus terbuat dari lantai kedap air sampai kedalaman minimal 2,00
m dari permukaan lantai
Sumur gali
sekeliling sumur harus terbuat dari lantai rapat air selebar minimal 1,20 m dan
dindingnya harus terbuat dari konstruksi yang aman, kuat dan kedap air sampai
ketinggian ke atas 0,75 m dan ke bawah minimal 3,00 m dari permukaan lantai .
Air hujan
bagi daerah yang curah hujannya di atas 1300 mm/tahun dapat dibuat bak
penampung air hujan
Mata air
dilengkapi dengan bangunan penangkap air.

2.4.2 Kuantitas air

Besarnya kebutuhan air untuk MCK adalah:


• minimal 20 Liter/orang/hari untuk mandi
• minimal 15 Liter/orang/hari untuk cuci
• minimal 10 Liter/orang/hari untuk kakus

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 21


2.4.3 Kualitas air

Air bersih yang akan dipergunakan harus memenuhi baku mutu air yang berlaku
(harus ada hasil uji laboratorium dari instansi yang berwenang).

2.5 Utilitas lainnya untuk MCK

2.5.1. Penyaluran Air Bekas

Air bekas cuci dan mandi bisa dibuang langsung ke tangki septik atau dibuat
peresapan tersendiri.

2.5.2. Penyediaan Tenaga Listrik

Listrik untuk penggerak pompa air dan penerangan harus diadakan tersendiri bukan
tergabung dengan sambungan milik pihak lain untuk menghindarkan kerancuan
perhitungan biayanya (tergantung kondisi dan didiskusikan dengan warga). Listrik
harus berrasal dari sumber PLN dan golongan tarif sosial agar tidak membebani
pengguna yang rata rata kurang mampu dengan biaya yang dianggap terlalu tinggi.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 22


BAB III
PERENCANAAN TEKNIS SISTEM
PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK

3.1 Ketentuan Umum


a. Kegiatan ini adalah bersifat partisipatif, yang mendorong sebesar besarnya
keikutsertaan masyarakat desa setempat dalam proses perencanaan sistem
pengelolaan sampah domestik untuk kebutuhan masyarakat sendiri sebagai
bagian dari upaya membangun rasa memiliki terhadap prasarana sistem
pengelolaan sampah domestik yang akan dibangun.
b. Masyarakat di lokasi sasaran, yang diwakili oleh perwakilan masyarakat
setempat, dengan didampingi oleh fasilitator dan pendamping teknis
mengadakan musyawarah untuk memutuskan usulan prasarana sistem
pengelolaan sampah domestik yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi setempat,
dan ketersediaan dana yang tersedia (alokasi dana JRF untuk desa setempat
ditambah kontribusi masyarakat).
c. Standar, kriteria atau besaran yang ada dalam SOP ini bersifat minimum
sedangkan yang lebih menentukan adalah kebutuhan dan kondisi setempat serta
ketersediaan dana yang dialokasikan oleh REKOMPAK untuk desa tersebut
beserta dana kontribusi masyarakat sendiri.
d. Rancang bangun sistem pengelolaan sampah domestik disini adalah sistem
komunal bukan individu dan menggunakan teknologi tepat guna. Titik berat
kajian disamping kehandalan kinerjanya, adalah kemudahan serta berbiaya
rendah dalam operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan sampah domestik
untuk masyarakat desa, sehingga diharapkan pemanfaatannya akan bisa
berkesinambungan (sustainable).

3.2 Jenis Sampah


Setiap hari manusia menghasilkan sampah yang jenisnya tergantung dari
aktivitasnya. Setiap jenis memiliki metoda pengolahan yang berbeda. Sampah yang
tercampur menyebabkan biaya pengolahan menjadi mahal. Oleh karena itu, kunci
dari pengelolaan sampah adalah pemilahan, atau pemisahan antara jenis sampah
yang satu dengan jenis sampah yang lain. Marilah kita memahami lebih lanjut apa
saja jenis sampah dan bagaimana pengolahan masing-masing.

a. Sampah Organik
Sampah organik atau sering disebut sampah basah adalah jenis sampah yang
berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara
alami. Contohnya adalah sayuran, daging, ikan, nasi, dan potongan rumput/
daun/ ranting dari kebun. Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari sampah
organik setiap harinya. Pembusukan sampah organik terjadi karena proses
biokimia akibat penguraian materi organik sampah itu sendiri oleh mikroorganime
(makhluk hidup yang sangat kecil) dengan dukungan faktor lain yang terdapat di
lingkungan. Metoda pengolahan sampah organik yang paling tepat tentunya

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 23


adalah melalui pembusukan yang dikendalikan, yang dikenal dengan
pengomposan atau komposting.

b. Sampah Non-Organik
Sampah non-organik atau sampah kering atau sampah yang tidak mudah busuk
adalah sampah yang tersusun dari senyawa non-organik yang berasal dari
sumber daya alam tidak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari
proses industri. Contohnya adalah botol gelas, plastik, tas plastik, kaleng, dan
logam. Sebagian sampah non-organik tidak dapat diuraikan oleh alam sama
sekali, dan sebagian lain dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama.
Mengolah sampah non-organik erat hubungannya dengan penghematan sumber
daya alam yang digunakan untuk membuat bahan-bahan tersebut dan
pengurangan polusi akibat proses produksinya di dalam pabrik.
Perbandingan lamanya sampah organik dan non-organik hancur dapat dilihat
pada tabel berikut:

Tabel 3-1 : Jenis sampah dan Lama Hancur

Jenis Sampah Lama Hancur


Kertas 2-5 bulan
Kulit Jeruk 6 bulan
Dus Karton 5 bulan
Filter Rokok 10-12 tahun
Kantong Plastik 10-20 tahun
Kulit Sepatu 25-40 tahun
Pakaian/Nylon 30-40 tahun
Plastik 50-80 tahun
Alumunium 80-100 tahun
Styrofoam tidak hancur
Sumber: http://merbabu-com.ad-one.net/artikel/sampah.html

Gelas / Kaca
Sampah gelas dapat didaur ulang dengan menghancurkan, melelehkan, dan
memproses kembali sebagai bahan baku dengan temperatur tinggi sampai
menjadi cairan gelas dan kemudian dicetak. Jika dibuang, sampah gelas
membutuhkan ratusan bahkan ribuan tahun untuk bisa hancur dan menyatu
dengan tanah.

Kaleng
Sebagian besar kaleng dibuat dari aluminium melalui proses yang membutuhkan
banyak energi. Sampah kaleng dapat didaur ulang dengan melelehkan dan
menjadikan batang aluminium sebagai bahan dasar produk baru. Dengan
demikian, sumber energi dapat dihemat, polusi dapat dikurangi, dan sumber
daya bauksit, kapur dan soda abu sebagai bahan dasar aluminium dapat
dihemat.
Plastik
Sampah plastik termasuk sampah yang tidak dapat hancur dan menyatu dengan
tanah. Plastik – yang bahan dasarnya minyak bumi – sudah menjadi gaya hidup
sehari-hari manusia, sebagai bahan pembungkus maupun pengganti alat dan
perabotan seperti gelas / sendok / piring plastik, dan kemasan makanan dan
minuman. Daur ulang plastik dapat dilakukan dengan melelehkan dan

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 24


menjadikan bijih plastik sebagai bahan dasar produk baru. Hal ini membutuhkan
mesin yang relative mahal dan dapat mengganggu permukiman, sehingga tidak
dianjurkan bagi rumah tangga. Yang dapat kita lakukan adalah memakai barang-
barang dari plastik secara berulang-ulang atau membuat kreativitas sampah
plastic

Styrofoam
Penduduk perkotaan saat ini cukup akrab dengan styrofoam yang sering
digunakan sebagai pembungkus barang. Bahan ini dibuat dari zat kimia yang
berbahaya, yang apabila dibakar akan menimbulkan gas beracun. Pemakaian
styrofoam sebisa mungkin perlu dihindari, karena selain berbahaya bagi
kesehatan, sampahnya TIDAK DAPAT HANCUR secara alami.

Kertas
Menghemat penggunaan kertas adalah cara terbaik. Selain mengurangi jumlah
sampah, kita sekaligus menghemat jumlah pohon yang ditebang. Daur ulang
kertas dapat dilakukan dengan menghancurkan dan membuat bubur kertas
sebagai bahan dasar produk baru. Hal ini dapat juga dilakukan oleh rumah
tangga, namun tidak dianjurkan untuk kertas koran karena banyak mengandung
logam berat.

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Sampah B3 adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
Sampah B3 yang sering terdapat di rumah tangga misalnya adalah baterei,
pestisida (obat serangga), botol aerosol, cairan pembersih (karbol), dan lampu
neon. Jika dibuang ke lingkungan atau dibakar, sampah-sampah ini dapat
mencemari tanah dan membahayakan kesehatan. Pengolahan sampah B3 ini
dilakukan secara khusus di lokasi khusus yang membutuhkan pengawasan ketat
dari pemerintah. Pemerintah Indonesia telah menentukan lokasi khusus di
Cileungsi, Jawa Barat sebagai instalasi pengolahan limbah B3.

3.3 Pola Pemilahan 3R (Recycle, Reuse and Reduce)

Kunci keberhasilan program kebersihan dan pengelolaan sampah terletak pada


pemilahan. Tanpa pemilahan, pengolahan sampah menjadi sulit, mahal dan beresiko
tinggi mencemari lingkungan dan membayahakan kesehatan. Pemilahan adalah
memisahkan antara jenis sampah yang satu dengan jenis yang lainnya. Minimal
pemilahan menjadi dua jenis: sampah organik dan non organik. Sebab sampah
organik yang menginap satu hari saja sudah dapat menimbulkan bau, namun tidak
demikian halnya dengan sampah non organik.

Berbagai bentuk dan bahan wadah pemilahan dapat digunakan. Setiap pilihan
memiliki kelebihan dan kekurangan. Prinsipnya: disesuaikan dengan kondisi
lingkungan dan kemampuan masyarakat yang akan memilah. Umumnya pemilahan
di lokasi yang telah melakukan program pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 25


Gambar 3-1: Diagram Alir Pewadahan Sampah untuk 3R

Pemilahan sampah non organik yang dapat didaur ulang kemudian di tindak lanjuti
untuk dijual agar dapat mendatangkan keuntungan ekonomi.

Gambar 3-2 : Diagram Alir Pengumpulan Sampah Non-organik untuk 3R

Model Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga (Dari Sumbernya)


Pemilahan paling baik dilakukan mulai dari sumbernya, yaitu rumah tangga. Setiap
anggota keluarga baik ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lainnya memiliki
tanggung jawab yang sama dalam pemilahan di rumah tangga. Contoh-contoh
wadah pemilahan dapat dilihat pada foto dan gambar berikut ini.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 26


Gambar 3-3 : Tipikal Tempat Penampungan Sampah untuk 3R

Gambar 3-4 : Foto Pemilahan Sampah oleh Warga untuk 3R

3R adalah singkatan dari Reduce, Reuse dan Recycle. (3R) adalah prinsip utama
mengelola sampah mulai dari sumbernya, melalui berbagai langkah yang mampu
mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Langkah utama adalah pemilahan sejak dari sumber, seperti contoh gambar diatas.

Reduce artinya mengurangi. Kurangilah jumlah sampah dan hematlah pemakaian


barang. Misalnya dengan membawa tas belanja saat ke pasar sehingga dapat
mengurangi sampah plastik dan mencegah pemakaian styrofoam.

Reuse artinya pakai ulang. Barang yang masih dapat digunakan jangan langsung
dibuang, tetapi sebisa mungkin gunakanlah kembali berulang-ulang. Misalnya
menulis pada kedua sisi kertas dan menggunakan botol isi ulang.

Recycle artinya daur ulang. Sampah kertas dapat dibuat hasta karya, demikian pula
dengan sampah kemasan plastik mie instan, sabun, minyak, dll. Sampah organik
dapat dibuat kompos dan digunakan sebagai penyubur tanaman maupun
penghijauan.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 27


3.4 Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM)
PSBM adalah sistem penanganan sampah yang direncanakan, disusun, dioperasikan,
dikelola dan dimiliki oleh masyarakat. Tujuannya adalah kemandirian masyarakat
dalam mempertahankan kebersihan lingkungan melalui pengelolaan sampah yang
ramah lingkungan

Prinsip-prinsip PSBM adalah:


1. Partisipasi masyarakat
2. Kemandirian
3. Efisiensi
4. Perlindungan lingkungan
5. Keterpaduan

Gambar 4-5 : Diagram Alir Sistem atau Model PSBM.

Langkah-langkah mewujudkan PSBM adalah:


• Peningkatan kapasitas masyarakat dan gerakan penyadaran melalui kegiatan
sosialisasi, rembug warga, pertemuan ibu-ibu dll.
• Pemetaan masalah persampahan dan kebersihan lingkungan setempat dari
berbagai aspek, termasuk pendataan jumlah dan komposisi sampah dari rumah
tangga, termasuk pengelolaan yang dilakukan maupun keterlibatan pihak lain
seperti pemerintah, swasta dan sebagainya.
• Pendekatan kepada pemuka masyarakat setempat dan izin dari pemimpin
wilayah (RW, Lurah),
• Pendekatan kepada warga yang mempunyai kemauan, kepedulian dan
kemampuan untuk melaksanakan program serta dapat menjadi penggerak di
lingkungannya,

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 28


• Pembentukan komite lingkungan atau kelompok kerja, penyusunan rencana
kerja, dan kesepakatan kontribusi warga dalam bentuk materi maupun non-
materi,
• Pelatihan dan kampanye untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran
penghijauan lingkungan dan 3R (reduce, reuse, recycle atau kurangi, pakai
ulang, daur ulang),
• Studi banding (kalau memungkinkan)
• Pendampingan, sosialisasi, penyebaran informasi dan pemantauan terus
menerus sampai menghasilkan kompos, produk daur ulang, penghijauan, dan
tanaman produktif,
• Koordinasi dengan pemerintah setempat seperti Dinas/Sub Dinas Kebersihan,
Tata Kota, Perumahan, Pekerjaan Umum, dll agar bersinergi dengan sistem
pengelolaan sampah skala kota
• Pemasaran hasil daur ulang, tanaman produktif, atau kompos bagi yang
berminat menambah penghasilan,
• Berpartisipasi dalam perlombaan kebersihan, bazaar hasil kegiatan daur ulang,
dan pameran foto lingkungan.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 29


BAB IV
PERENCANAAN TEKNIS SISTEM
DRAINASE PERMUKIMAN/ TERSIER

4.1 Ketentuan Umum

a. Kegiatan ini adalah bersifat partisipatif, yang mendorong sebesar besarnya


keikutsertaan masyarakat desa setempat dalam proses perencanaan sistem
drainase permukiman untuk kebutuhan masyarakat sendiri sebagai bagian dari
upaya membangun rasa memiliki terhadap prasarana Sistem drainase
permukiman yang akan dibangun.

b. Masyarakat di lokasi sasaran, yang diwakili oleh perwakilan masyarakat


setempat, dengan didampingi oleh fasilitator dan pendamping teknis
mengadakan musyawarah untuk memutuskan usulan prasarana sistem drainase
permukiman yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi setempat, dan ketersediaan
dana yang tersedia (alokasi dana JRF untuk desa setempat ditambah kontribusi
masyarakat).

c. Standar, kriteria atau besaran yang ada dalam SOP ini bersifat minimum
sedangkan yang lebih menentukan adalah kebutuhan dan kondisi setempat serta
ketersediaan dana yang dialokasikan oleh REKOMPAK untuk desa tersebut
beserta dana kontribusi masyarakat sendiri.

d. Rancang bangun sistem darainase permukiman disini adalah sistem komunal


bukan individu dan menggunakan teknologi tepat guna. Titik berat kajian
disamping kehandalan kinerjanya, adalah kemudahan serta berbiaya rendah
dalam operasi dan pemeliharaan sistem drainase permukiman untuk masyarakat
desa, sehingga diharapkan pemanfaatannya akan bisa berkesinambungan
(sustainable).

4.2 Sistem Drainase Utama/ Perkotaan


Sistem drainase perkotaan akan terdiri atas; saluran primer, sekunder dan tersier.
Hal ini adalah ketentuan umum yang berlaku di Indonesia dan banyak negara lain.
Untuk menyiapkan Master Plan dan Detail Desain untuk jaringan tersier, sekunder
dan primer, maka perlu lebih jauh memperhatikan terhadap perencanaan saluran
tersier yang sering direncanakan dan dibangun sebagai saluran drainase di sisi jalan.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 30


Gambar 4-1 : Tipikal Sistem Jaringan Drainase Utama

Flood Control Sistem Drainase


(Pengendali Banjir) Utama
Definisi: Sungai yang
melintasi wilayah
kota berfungsi
Definisi : Terdiri
sebagai dari saluran
pengendalian banjir, primer,
sehingga tidak
mengganggu sekunder dan
masyarakat dan tersier beserta
dapat memberikan bangunan
manfaat bagi
kegiatan kehidupan pelengkapnya.
manusia Pengelola :
Pengelola: Dinas Pemerintah
Pengairan (SDA)
kota

Sistem Drainase-Tersier
Definisi: Sistem saluran awal yang melayani kawasan kota
tertentu seperti kompleks perumahan, areal pasar,
perkantoran, areal industri dan komersial
Pengelola: Masyarakat, pengembang atau instansi lainnya

Ketentuan umum untuk desain drainase tersier, agar dapat menghindari


kerusakan bahu jalan akibat genangan dan erosi harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
 Ketinggian permukaan bibir drainase tersier di sisi jalan tidak boleh
lebih tinggi dari bahu jalan (disesuaikan dengan kondisi jalan)
 Kemiringan as jalan menuju ke permukaan bibir drainase tersier di
sisi jalan adalah 2-3 %

4.3 Penampang Saluran

Ada empat jenis penampang (profile) standard yang umumnya dipakai untuk
desain jaringan tersier perkotaan, disajikan pada gambar tipical berikut :

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 31


Gambar 4-2 : Tipikal Penampang Saluran Drainase

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 32


4.4 Jenis Konstruksi Saluran

Konsep drainase yang ramah lingkungan (green infrastructure) diterapkan pada


beberapa jenis konstruksi drainase tersier/ lokal, sebagai berikut :

1. Saluran Tanpa Perkerasan


2. Saluran Dengan Perkerasan.
3. Saluran Swale
4. Parit Infiltrasi

4.4.1 Saluran tanpa Perkerasan

Secara umum drainase jalan menggunakan curb yang cenderung mengakibatkan


terakumulasinya aliran air dengan volume besar dan kecepatan aliran yang relatif
tinggi. Dalam kaitannya dengan drainase yang ramah lingkungan, desain drainase
tanpa curb diharapkan dapat lebih mempertinggi kemungkinan terjadinya infiltrasi air
ke dalam tanah. Berm atau cek dam dapat dibangun pada arah melintang saluran
untuk mempertinggi proses infiltrasi.

Gambar 4-3 : Tipikal Konstruksi Drainase Tanpa Perkerasan

 Kriteria Desain
• Kemiringan longitudinal < 4 %, direkomendasikan antara 1 – 2 %
• Baik digunakan pada tanah yang memiliki kapasitas infiltrasi tinggi.
• Penampang saluran berbentuk trapesium, kemiringan lereng antara (1:1,5)
hinga (1:3); Luas penampang basah minimum 0,5 m2. Untuk bentuk
trapesium dengan kemiringan lereng (1:1,5),lebar dasar saluran sekitar 0,4 m
• Untuk kompleks perumahan, saluran didesain untuk menampung debit
perode ulang 5 tahun.
• Dapat digunakan dengan baik pada permukiman dengan kepadatan rendah,
dan sulit diaplikasikan untuk permukiman dengan kepadatan tinggi.
• Perbedaan antara elevasi dasar saluran dengan elevasi muka air tanah
sebaiknya lebih dari 60 cm.
• Luas maksimum daerah tangkapan hujan sekitar 2 Ha.

 Kelebihan
• Merupakan kombinasi antara sistem untuk meminimalisir kuantitas aliran
permukaan sekaligus meningkatkan kualitas runoff.
• Biaya konstruksi lebih murah dibandingkan dengan saluran dengan
perkerasan.
• Mengurangi kecepatan aliran permukaan.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 33


 Kekurangan
• Biaya pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan dengan struktur saluran dengan
perkerasan.
• Tidak dapat digunakan untuk area dengan kemiringan lahan yang curam..
• Memungkinkan terjadinya erosi dasar.

4.4.2 Saluran dengan Perkerasan

Drainase dapat dibuat menggunakan perkerasan (batu kali, beton dll) atau tanpa
perkerasan. Drainase di komplek permukiman banyak dibuat bersamaan dengan
drainase jalan.

Gambar 4-4 : Tipikal Konstruksi Drainase Dengan Perkerasan

 Kriteria Desain
• Baik digunakan pada tanah yang mudah tererosi.
• Pada lahan yang terbatas, dapat digunakan penampang saluran berbentuk
persegi.
• Dapat digunakan dengan baik pada permukiman dengan kepadatan tinggi dan
pada lahan dengan kemringan yang terjal.

 Kelebihan
• Biaya pemeliharaan lebih murah dibandingkan dengan saluran tanpa
perkerasan.
• Tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan saluran tanpa
perkerasan.

 Kekurangan
• Biaya konstruksi lebih mahal dibandingkan dengan saluran dengan tanpa
perkerasan
• Kecepatan aliran tinggi, tidak memungkinkan adanya infiltrasi dari saluran,
debit akumulasi runoff tinggi.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 34


4.4.3 Saluran Swale

Perbedaan antara drainase swale dan konvensional (tradisional) terdapat pada


penggunaan media penyaring polutan. Struktur swale dilengkapi dengam media
penyaring untuk mengurangi kadar polutan dari air limpasan hujan, sehingga air yang
mengalir setelah melalui struktur swale diharapkan memiliki kualitas air yang lebih
baik.

Berdasarkan karakteristik genangan air struktur swale terbagi menjadi dua tipe yaitu
Drainase Swale Sistem Kering dan Sistem Tergenang:
Saluran Swale Sistem Kering.
Struktur ini adalah berupa drainase yang diberi vegetasi (rumput) serta lapisan
penyaring di dasar saluran untuk mencegah lapisan tanah terbawa oleh aliran air.
Karena kondisinya yang hampir selalu kering, struktur ini baik untuk digunakan di
daerah permukiman.

Gambar 4-5 : Tipikal Konstruksi Drainase Swale Sistem Kering

Saluran Swale Sistem Tergenang


Struktur ini adalah berupa drainase dengan vegetasi (rumput) pada daerah rawa atau
daerah yang memiliki elevasi muka air tanah yang tinggi. Jika muka air tinggi, struktur
ini tergenang oleh air sedangkan jika muka air rendah, struktur ini kering.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 35


Gambar 4-6 : Tipikal Konstruksi Drainase Swale Sistem Tergenang

 Kriteria Desain
• Kemiringan longitudinal < 4 %
• Kemiringan lereng (1:2) atau lebih landai, direkomendasikan (1:4)
• Lebar dasar saluran 0,5 – 2,5 m
• Didesain untuk menampung debit periode ulang 25 tahun dengan freeboard
sekitar 15 cm
• Dapat digunakan dengan baik pada permukiman dengan kepadatan tinggi
• Luas maksimum daerah tangkapan hujan sekitar 2,5 Ha

 Kelebihan
• Merupakan kombinasi antara system untuk meminimalisir kuantitas aliran
permukaan sekaligus meningkatkan kualitas runoff.
• Biaya konstruksi lebih murah dibandingkan dengan saluran struktur perkerasan
• Mengurangi kecepatan aliran permukaan.

 Kekurangan
• Biaya pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan dengan saluran struktur
perkerasan.
• Tidak dapat digunakan untuk area dengan kemiringan lahan yang curam.
• Memungkinkan terjadinya akumulasi sedimen
• Memungkinkan timbulnya bau yang tidak sedap serta berkembangnya nyamuk
(jika air selalu menggenang).

4.4.4 Parit Infiltrasi

Secara umum struktur ini adalah berupa parit yang diisi oleh agregat batu sehingga
memungkinkan penyerapan limpasan air hujan melalui dinding dan dasar parit. Parit
infiltrasi didesain dengan lapisan filter dan kemudian diisi oleh batu kerikil sehingga
parit ini dapat berfungsi sebagai reservoir bawah tanah yang dapat menampung beban

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 36


air limpasan hujan sesuai rencana. Air limpasan hujan yang tertampung dalam parit ini
diharapkan berangsur-angsur akan menyerap ke dalam tanah.

Sistem ini memerlukan struktur pencegah sedimen, sehingga sedimen yang mengalir
bersama air limpasan hujan dapat tertahan dan tidak ikut masuk ke dalam parit.
Struktur tambahan seperti saringan, atau struktur penahan sedimen lainnya perlu di
desain bersamaan dengan parit infiltrasi.

Gambar 4-7 : Tipikal Konstruksi Parit Infiltrasi

 Kriteria Desain
• Luas maksimum daerah tangkapan hujan sekitar 2,5 Ha. Tingkat infiltrasi
tanah harus lebih besar dari 1,5 cm/jam.
• Kedalaman parit antara 1 – 2,5 m diisi dengan agregat batu berdiameter
4 – 7 cm.
• Memerlukan adanya struktur pencegah sedimen dan sumur pengamatan
perkolasi

 Kelebihan
• Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan dapat menambah volume air
tanah.
• Dapat diaplikasikan pada daerah yang tidak terlalu luas dengan jenis tanah
yang relatif lolos air (porous)
• Dapat digunakan untuk permukiman daerah padat maupun tidak padat.

 Kekurangan
• Kemungkinan terjadinya aliran polutan ke dalam air tanah, karena itu tidak
dipakai untuk sistem tercampur.
• Potensi penyumbatan tinggi, sehingga sebaiknya tidak digunakan di daerah
dengan jenis tanah yang relatif halus (lempung, lanau)
• Tidak dapat digunakan di daerah komersial.
• Memerlukan penyelidikan geoteknik sebelum diaplikasikan.

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 37


4.5 Kriteria Penerapan Sistem Saluran

Pada tabel dibawah disajikan kriteria penerapan drainase tersier terhadap morfologi
lokasi, sebagai berikut :

Tabel 4-1 :
Kriteria Penerapan Drainase Tersier terhadap Morfologi Lokasi

Drainase Drainase
Drainase Drainase
Swale Swale Parit
Morfologi Lokasi Tanpa Dengan
Sistem Sistem Infiltrasi
Perkerasan Perkerasan
Kering Tergenang

1 Daerah Dataran /
Pantai
(slope 0 - 5 %)
Kepadatan penduduk X (m.a.t.
rendah XX 0 XX XX tinggi)
(< 150 jiwa/ha)
Kepadatan penduduk X (m.a.t.
tinggi 0 XX 0 0 tinggi)
(>= 150 jiwa/ha)
2 Daerah Aliran Sungai
(slope 5 - 15 %)
Kepadatan penduduk X (cek X (cek
rendah dam) 0 0 dam) XX
(< 150 jiwa/ha)
Kepadatan penduduk
tinggi 0 XX 0 0 XX
(>= 150 jiwa/ha)
3 Daerah Berbukit
(slope > 15 %)
Kepadatan
penduduk rendah 0 XX 0 0 XX
(< 150 jiwa/ha)
Kepadatan
penduduk tinggi 0 XX 0 0 XX
(>= 150 jiwa/ha)

Keterangan :
XX = sangat layak m.a.t=muka air tanah
X = layak dengan syarat tertentu
0 = kurang layak

Tata Cara Perencanaan Teknis Sanitasi l 38

Anda mungkin juga menyukai