Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum jaman Hippocrates. Soranus dan
Ephesus (98-138) di Eropa, telah mengamati berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya
stroke. Sampai saat ini stroke merupakan salah satu penyakit saraf yang paling banyak
menarik perhatian
Mula timbul defisit neurologis mendadak akibat mekanisme vascular: 85 % diantaranya
adalah iskemik; 15% diantaranya adalah perdarahan primer (perdarahan subaraknoid dan
perdarahan intraparenkim). Defisit iskemik yang pulih dengan cepat disebut sebagai
serangan iskemik transien (trantsient iskemik attack/TIA); umumnya digunakan batas 24
jam antara TIA dengan stroke, baik terjadi infark baru atau tidak, meskipun sebagaian besar
TIA berlangsung selama 5 hingga 15 menit.
Stroke adalah penyebab utama kelumpuhan neurologis pada orang dewasa; dan
penyebab 200.000 kematian per tahun di Amerika Serikat. Banyak hal yang dapat dilakukan
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas melalui pencegahan dan intervensi akut.

1.2 Tujuan Pembelajaran

Berdasarkan hasil diskusi kelompok kecil (DKK 1 dan DKK 2) yang kami lakukan
dengan scenario yang berjudul “Nenek Mengantuk”, kami telah menentukan tujuan
pembelajaran kami, yakni: memahami vaskularisasi otak, mempelajari stroke, diagnose
banding stroke, penanganan pasien yang mengalami penurunan kesadaran serta koma.

1
BAB 2

PEMBAHASAN

Nenek Mengantuk

Skenario awal

Seorang perempuan berusia 70 tahun dibawa keluarganya ke UGD RS dengan keluhan kesadaran
menurun. Kondisi tersebut diketahui oleh keluarga pada subuh hari sewaktu akan membangunkan
pasien dari tidur. Dari wawancara keluarga diketahui bahwa pasien sudah menderita hipertensi
selam 5 tahun terakhir ini namun tidak rutin control maupun minum obat.

Skenario lanjutan

Pada pemeriksaan fisik didapati TD 200/100 mmHg, nadi 90 x/menit, kesadaran somnolen dengan
hemiparese kiri. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipoglikemi dan
hiperkolesterolemia. Pasien direncanakan pemeriksaan CT-Scan kepala.

STEP 1

1. Hipoglikemi
Penurunan kadar gula darah
2. Hiperkolesterolemia
Peningkatan kadar kolesterol didalam darah
3. Somnolen
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih
dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap
sekitarnya menurun.
4. Hemiparese
Kelemahan pada salah satu sisi tubuh

STEP 2

1. Apa penyebab terjadinya penurunan kesadaran ?


2. Bagaimana hubungan tekanan darah yang meningkat, hipoglikemi, hiperkolesterolemia,
kesadaran yang somnolen, hemiparese dengan kasus yang terjadi pada pasien diatas.?

2
Bagaimana hubungan riwayat hipertensi selama 5 tahun yang tidak terkontrol dengan kasus
tersebut. ?
Bagaiman hubungan antara usia, Jenis kelamin, waktu kejadian dengan kasus tersebut ?
3. Bagaimana cara melakukan penilaian kesadaran, pemeriksaan apa lagi yang dapat dilakukan
?
4. Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan apa diagnosis bandingnya ?
5. Tindakan apa yang dapat dilakukan pada kasus diatas ?

STEP 3
1. Penyebab penurunan kesadaran yakni :

Penyebab penurunan kesadaran bias disingka dengan SEMENITE, yaitu:

S : Sirkulasi -> Berhubungan dengan stroke dan penyakit jantung

E : Ensefalitis -> dengan tempat mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang
mungkin melatarbelakangi atau muncul bersamaan

M : Metabolik -> misalnya Hiperglikemi, Hipoglikemi, hipoksia, koma hepatikum

E : Elektrolit -> misalnya : diare dan muntah yang berlebih

N : Neoplasma -> baik primer maupun metastatis

I : Intoksikasi -> dari bahan-bahan kimiawi, ataupun obat-obatan

T : Trauma -> trauma kapitis

E : Epilepsi -> misalnya pada serangan grand mall/pada status epileptikus

Ketidaksadaran mendadak dikarenakan berhubungan dengan ARAS (Reticular Ascending


System), beberapa penyebab yang menghambat atau mengganggu system ARAS ini
sehingga terjadi penurunan kesadaran. Bisa juga dikarenakan penurunan O2 di otak sehingga
disebut hipoksia otak, serta diikuti dengan penurunan glukosa sehingga pengurangan ATP.

2. A.Hubungannya dengan Peningkatan tekanan darah


Pada sistem di otak terdapat autoregulasi yang fungsinya mengatur aliran darah di otak.
Apabila tekanan darah arteri sistemik rerataan turun mendadak ke tekanan yang lebih
rendah di dalam rentang fisiologik, arteriol-arteriol berdilatasi untuk menurunkan resistensi
sehingga aliran darah ke aliran otak tetap dipertahankan konstan, sebaliknya apabila tekanan

3
darah arteri sistemik meningkat mendadak di dalam rentang fisiologik, arteriol-arteriol
berkonstriksi untuk mempertahankan aliran darah ke kapiler otak walaupun terjadi

peningkatan tekanan dorongan darah arteri. Pada orang dengan kasus-kasus tertentu, dengan
terjadinya peningkatan tekanan darah yang begitu ekstrim dari rentang yang ada akan
mengakibatkan konstriksi yang sangat berlebihan pada arteriol-arteriol yang ada di otak,
akibatnya suplai darah menuju otak tidak dapat terdistribusi menyeluruh akibatnya akan ada
daerah-daerah yang mengalami iskemi. Terganggunya suplai darah dan adanya iskemi ini
dapat menjadikan terjadinya penurunan kesadaran.
B. Hubungannya dengan sirkulasi dan hipoglikemi
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan oksigen.
Adanya penurunan aliran darah otak, akan menyebabkan terjadinya kompensasi dengan
menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi menjadi
karbondioksida dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan penyediaan ATP
yang konstan untuk menjaga keseimbangan elektrolit.
Oksigen dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan kesadaran.
Namun, penyediaan oksigen dan glukosa tidak terganggu, namun kesadaran individu dapat
terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi
vitamin.
B. Hubungannya dengan hiperkolestrolemia
Kadar kolestrol yang tinggi didalam darah berkaitan dengan terjadinya thrombus, adanya
penumpukan-penumpukan thrombus dapat memicu terganggunya liran darah . Selain itu,
thrombus yang ikut dalam aliran darah dapat menyumbat pembuluh darah karena pembuluh
darah diotak termasuk pembuluh darah kecil.
C. Hubungan dengan Hemiparese
Karena tergangguan diotak akibat terjadinya iskemik pada otak, akan mengakibatkan
efek pula pada anggota tubuh lainnya seperti sitem rangka tubuh yang akan menjadi lumpuh
karena seperti kita ketahui bahwa otak merupakan orang yang nantinya akan mengatur
pergerakn dan banyak lagi lainnya.
D. Hubungan dengan Usia, Jenis kelamin, dan Onset pagi hari
Pada orang dengan usia 70 tahun lebih dihubungkan kepada kemampuan dari
pembuluh darah yang semakin berkurang dan juga kemampuan sel yang semakin menurun.
Jika dihubungkan dengan jenis kelamin dan usia, pasien ini sudah masuk kedalam masa
menopause dimana pada saat itu terjadi penuruna hormone estrogen dan

4
Progesterone yang akan berpengaruh terhadap keelastisan dari pembuluh darah yang
berkurang. Onset yang terjadi pada pagi hari ini berhubungan dengan sirkandian cycle
dimana pada pagi hari tepatnya dini hari terjadi peningkatan tekanan darah yang mendadak.

3. Penilaian kesadaran dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Penilaian


kesadaran dengan kualitatif yakni dengan melihat tanda atau gejala yang ada pada pasien
dan mengkategorikannya kedalam istilah berikut :

a. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra
dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dalam.
GCS skor 14-15
b. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih
dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi
terhadap sekitarnya menurun. GCS skor 11-12
c. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara
satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri. GCS
skor 8-10
d. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang
tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.

e. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata,
bicara maupun reaksi motorik. GCS skor < 5
Sedangkan, Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E),
Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3
dan nilai tertinggi 15.

4. A. Cara penegakkan diagnosis


Penegakkan diagnosis dilakukan dengan melakukan heteroanamesis dengan keluarga
tanyakan, seputar riwayat penyakit tertentu yang pernah dialami pasien, riwayat penyakit

5
yang sama, riwayat penyakit keluarga dan hal-hal lainnya yang berhubungan. Setelah itu,
lakukan pemeriksaan fisik, singkirkan penyebab trauma, periksa tanda vital dan lakukan
penilaian kesadaran

B. Diagnosis Banding
Sentral Perifer Lain-lain
Stroke GBS Intoksikasi
Hematoma intraserebral Miastenia gravis
Hematoma subdural
Ensefalopati hipertensi
Lesi batang otak
Cedera medulla spinalis

5. Tindakan yang dapat dilakukan


a. Stabilisasi (Airway, Breathing, Circulation)
b. Jika tekanan darah meningkat, jangan dengan serta merta ingin menurunkan
tekanan darah. Terlebih dahulu periksa MAP nya. Tekanan darah diturunkan
jika MAP ≥ 140 mmHg
c. Jika Hipoglikemi lakukan pemberian glukosa
d. Prinsip penatalaksanaan lainnya juga adalah 5B (Breath, Blood, Brain,
Blader, Bowel)

6
STEP 4

PENURUNAN KESADARAN KELEMAHAN ANGGOTA GERAK

ANAMESIS

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN
PENUNJANG

DIAGNOSIS

DIAGNOSIS BANDING

PERIFER SENTRAL LAIN-LAIN

PENATALAKSANAAN PROGNOSIS

KOMPLIKASI

7
STEP 5

LEARNING OBJEKTIF

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan mengenai Penurunan kesadaran,


meliputi :
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patogenesis
d. Manifestasi klinis
e. Diagnosa
f. Diagnosa banding
g. Penatalaksanaan
h. Prognosis
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan mengenai Stroke, meliputi :
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patogenesis
d. Manifestasi klinis
e. Diagnosis
f. Diagnosa banding
g. Penatalaksanaan
h. Prognosis
STEP 6

BELAJAR MANDIRI

Pada kesempatan ini, kami sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran yang melaksanakan
DKK 1 dan DKK 2 pada modul 2 Blok 19 ini dapat mencari referensi dan mempelajari
dengan baik topik yang menjadi sasaran pembelajaran.

8
STEP 7

SINTESIS

1. Penurunan Kesadaran

Definisi
Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian
impuls aferen dan eferen. Semua impuls aferen dapat disebut input dan semua impuls
eferen dapat dinamakan output susunan saraf pusat.
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. Sementara penurunan
kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidak
terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap
stimulus.

Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :


f. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra
dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun
dalam.
g. Somnolen/ drowsiness/ clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah,
masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan
orientasi terhadap sekitarnya menurun.
h. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau
bersuara satu dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang
nyeri.
i. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang
tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
j. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka
mata, bicara maupun reaksi motorik.

9
ETIOLOGI
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan–kemungkinan penyebab
penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :
a. S: Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung.
b. E: Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin
melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
c. M: Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum.
d. E: Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
e. N: Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis.
f. I: Intoksikasi
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
g. T: Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan
subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
h. E: Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.

MEKANISME PENURUNAN KESADARAN


Kesadaran sangat tergantung dari 2 hal, yaitu RAS (Reticular Activating System) dan
Korteks Serebri Bilateral. Sehingga kesadaran akan terganggu jika salah satu dua hal
tersebut mengalami gangguan yang etiologinya sudah disebutkan diatas.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :
- Penurunan kesadaran - Sakit kepala hebat
secara kualitatif - Muntah proyektil
- GCS kurang dari 13 - Papil edema
10
- Asimetris pupil  Retensi atau inkontinensia
 Reaksi pupil terhadap urin
cahaya melambat atau  Hipertensi atau hipotensi
negatif  Takikardi atau bradikardi
 Demam  Takipnu atau dispnea
 Gelisah  Edema lokal atau anasarka
 Kejang  Sianosis, pucat dan
 Retensi lendir / sputum di sebagainya
tenggorokan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran
yaitu :

- Laboratorium darah; Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea
darah ( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol,
obat-obatan dan analisa gas darah (BGA).
- CT Scan; pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
- PET (Positron Emission Tomography); untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-
lesi otak, stroke dan tumor otak.
- SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography); untuk mendeteksi lokasi
kejang pada epilepsi, stroke.
- MRI; Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
- Angiografi serebral; Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan
malformasi arteriovena.
- Ekoensefalography; Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral
yang disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas
dan neoplasma.
- EEG ( elektroensefalography ); Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik,
tumor, abses, jaringan parut otak, infeksi otak.
- EMG ( Elektromiography ); Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun
akibat penyakit lain.

11
PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
a. Apakah pasien berbicara dan e. Gelisah
bernafas secara bebas f. Sianosis
b. Terjadi penurunan kesadaran g. Kejang
c. Suara napas abnormal: stridor, h. Retensi lendir/sputum di
wheezing, mengi dll tenggorokan
d. Penggunaan otot-otot bantu i. Suara serak
pernafasan j. Batuk
2. Breathing
a. Adakah suara nafas abnormal: d. Dispnea
stridor, wheezing, mengi dll e. Hipoksia
b. Sianosis f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi
c. Takipnu
3. Circulation
a. Hipotensi / hipertensi
b. Takipnu
c. Hipotermi
d. Pucat
e. Ekstremitas dingin
f. Penurunan capillary refill
g. Produksi urin menurun
h. Nyeri
i. Pembesaran kelenjar getah
bening

12
Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan
Glasgow Coma Scale:
 Respon motorik
 Respon bicara
 Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan.

Penilaian pada Glasgow Coma Scale


Respon motorik
Nilai 6: Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan,
menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh
pemeriksa, melepaskan gangguan.
Nilai 5: Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti
tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius
Nilai 4: Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak
mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya.
Nilai 3: fleksi abnormal .
Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan
tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate
rigidity )
Nilai 2: ekstensi abnormal.
Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri (
decerebrate rigidity )
Nilai 1: Sama sekali tidak ada respon
Catatan :
- Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat
- Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatif
Respon verbal atau bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini tidak
berlaku bila pasien :
- Dispasia atau apasia

13
- Mengalami trauma mulut
- Dipasang intubasi trakhea (ETT)
Nilai 5: pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara . orientasi waktu,
tempat , orang, siapa dirinya , berada dimana, tanggal hari.
Nilai 4: pasien “confused” atau tidak orientasi penuh
Nilai 3: bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak
menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan
Nilai 2: bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (“ngrenyem”),
suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya
Nilai 1: tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri

Respon membukanya mata


Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya
Catatan:
Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata.
Nilai 4: Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh
Nilai 3: Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau
diperintahkan membuka mata
Nilai 2: Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri
Nilai 1: Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri

Menilai reflek-reflek patologis :


Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang
runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan
jari-jarinya ke daerah plantar

Reflek Kremaster :
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada bagian
dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi
M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau mengerutnya testis.
Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan traktus
corticulspinal

14
Uji syaraf kranial :
N.I/ N. Olfaktorius – penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti tembakau,
wangi-wangian, yang diminta agar pasien menyebutkannya dengan mata
tertutup
N.II/ N. Opticus
Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe
snalen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan
dengan kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada
N.III/N. Okulomotoris. N.IV/ N. Trokleris, N.VI/ N. Abdusen
Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata
kesegala arah , diameter pupil , reflek cahaya dan reflek akomodasi
N.V/ N. Trigeminus
Berfungsi sensorik dan motorik. Sensorik diperiksa pada permukaan kulit
wajah bagian dahi , pipi, dan rahang bawah serta goresan kapas dan mata
tertutup
Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus
muskulusmasketer saat diperintahkan untuk gerak menggigit
N.VII/ N. Fasialis
Fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan
dahi, mencucurkan bibir , tersentum , meringis (memperlihatkan gigi depan
)bersiul , menggembungkan pipi.fungsi sensorik diperiksa rasa pengecapan
pada permukaan lidah yang dijulurkan (gula , garam , asam)
N.VIII/ N. Vestibulo - Acusticus
Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne, Weber, Schwabach dengan
garpu tala.
N.IX/ N. Glosofaringeus, N.X/ N. Vagus
Diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi dan kemampuan menelan
pasien.
N.XI/ N. Assesorius
Diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan (kontraksi
M.trapezius) dan gerakan kepala
N.XII/ N. Hipoglosus

15
Diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus, gerakan
lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam.

2. Stroke

 STROKE NON HEMORRAGIC (STROKE ISKEMIK)

Klasifikasi :

1. Serangan Iskemia Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA). Gejala neurologi


yang hilang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang
dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologi Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit.
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam.
3. Stroke In Evolution. Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet/ Completed Stroke. Gejala klinis sudah menetap.

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-
kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis,
emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik

Stroke iskemik yang disebabkan embolus dan thrombus erat hubungannya dengan
ateromasklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi
klinis dengan cara :

- Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran


darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus.
- Trombus yang kemudian terlepas menjadi emboli.
- Menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.

16
Emboli Otak

Hampir 90 % emboli otak berasal dari jantung, dan sebagian besar kasus emboli otak
terdapat di hemisferum serebri. Jenis embolus bervariasi sesuai dengan umur
penderita. Penyakit valvular reumatik lebih sering terjadi pada dewasa muda;
sementara itu emboli yang berasal dari aterosklerosis lebih sering terjadi pada usia
yang lebih tua.

EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan penyebab kecacatan dan peringkat 3 penyebab kematian di
Amerika Serikat. Lebih dari 700.000 orang/tahun pertama kali mengalami stroke dan
20 % diantaranya meninggal pada tahun pertama. Menurut penelitian di Amerika
Serikat bahwa ras kulit hitam memiliki risiko kematian akibat stroke 1,49 kali lebih
tinggi dari orang kulit putih. Laki-laki berisiko terkena stroke lebih tinggi daripada
wanita. Laki-laki kulit putih memiliki insiden 62,8 % dari 100.000 dan meninggal
sekitar 26,3 % dari kasus tersebut sedangkan insidensi pada wanita sekitar 59 dari
100.000 dan kematian mencapai 39,2 %. Sepertiga dari stroke dialami oleh orang
yang berumur dari 65 tahun dan risikonya meningkat pada usia lebih dari 64 tahun.

PATOFISIOLOGI
Stroke iskemik akut adalah hasil dari penyumbatan sekunder pembuluh darah
yang mengakibatkan penyakit tromboemboli. Iskemi menyebabkan sel mengalami
hipoksia dan terjadi penuruanan ATP. Tanpa ATP terjadi kegagalan pengaturan
gradien konsentrasi ion pada membran sel dan depolarisasi. Edema terjadi dengan
influx natrium dan calcium serta perpindahan air mengikuti natrium ke dalam sel.
Penyumbatan pembuluh darah akut menghasilkan daerah iskemi. Sel saraf
pada otak akan mengalami kematian jika suplai darah ke daerah tersebut < 10
ml/100g jaringan/menit. Pada daerah otak yang mendapat perfusi < 25 ml/100g
jaringan/menit disebut penumbra dan akan membaik dalam beberapa jam dengan
sendirinya.
Pada saraf yang mengalami iskemik juga akan terjadi kegagalan dalam
produksi ATP dan transport ion pada membran sel. Terjadi influks kalsium dan
melepas beberapa neurotransmitter berupa glutamat yang akan menghasilkan N
methyl D aspartat (NMDA) dan mengeksetasi reseptor di neuron. Neuron tersebut

17
kemudian berdepolarisasi. Influks kalsium, pelepasan glutamat dan depolarisasi
selanjutnya akan mengaktifkan enzim sehingga terjadi destruksi sel membran dan
struktur neuron lainnya. Radical bebas seperti asam arakidonat dan nitrid oxide juga
akan menyebabkan kerusakan sel saraf.

MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama SNH akibat thrombosis serebri ialah timbul deficit neurologis
secara sub akut, didahului gejala prodromal, terjadi saat istirahat atau bangun pagi dan
kesadaran biasanya tak menurun.

Stroke akibat emboli serebri diaptkan pada usia lebih muda, mendadak dan
saat beraktivitas. Sumber emboli berasar dari berbagai tempat, kesadaran dapat
menurun jika embolus cukup besar.Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis terbagi
menjadi:

1) Gejala penyumbatan arteri karotis interna


 Buta mendadak
 Disfasia bila gangguan terletak pada sisi dominan
 Hemiparesis kontra lateral dan dapat disertai sin. Horner pada sisi
sumbatan
2) Gejala penyumbatan arteri serebri anterior
 Hemiparesis konta lateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol
 Gangguan mental (bila lesi di frontal)
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
 Inkontonensia
 kejang
3) Gejala penyumbatan arteri serebri media
 Bila sumbatan dipangkal arteri terjadi hemiparesis yang sama
 Hemihipestesia
 Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang terserang
4) Gejala penyumbatan kedua sisi
 Hemiplegic dupleks
 Sukar menelan
 Gangguan emosional

18
Gejala- gejala gangguan system vertebra-basilar terbagi menjadi:
1) Gejala penyumbatan arteri serebri posterior
 Hemianopsia homonym kontralateral dari sisi lesi
 Hemiparesis kontralateral
 Halangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif
 Bila salah satu cabang yang ke thalamus tersumbat menimbulkan nyeri
talamikus, hemikhorea dan hemiparesis disebut sindrom ejerine Marie.
2) Gejala penyumbatan arteri vertebralis
 Bila sumbatan pada sisi dominan : sindrom Wallenberg.
 Bila sumbatan bukan pada sisi dominan sering tidak menimbulkan gejala
3) Gejala penyumbatan arteri serebeli post-inf.
 Sindrom Wallenberg berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai yang
sama, gangguan N.II an refleks kornea hilang pada sisi yang sama
 Sinrom horner sesisi dengan lesi
 Disfagia
 Nistagmus
 Hemihipestesia alterans
4) Gejala penyumbatan pada cabang kecil arteri basilaris
 Paresis n. cranial yang nukleusnya terletak di tengah-tengah N.III,
 N.VI, dan N.XII, disertai hemiparesis kontralateral.

DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan atas hasil :

1. Penemuan klinis
2. Anamnesis :
a. Terutama terjadinya keluhan / gejala defisit neurologi yang mendadak
b. Tanpa trauma kepala

c. Adanya faktor resiko GPDO

3. Pemeriksaan Fisik
a. Adanya defisit neurologi fokal
b. Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain)

19
c. 3. Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya
d. Skoring  Siriraj Stroke Score (SSS), Score Gajah Mada

4. Pemeriksaan penunjang
Stroke dengan oklusi pembuluh darah dapat dilakukan pemeriksaan :

 CT Scan : Untuk menetapkan secara pasti letak dan kausa dari stroke. CT scan
menunjukkan gambaran hipodens.
 Ekokardiografi : Pada dugaan adanya tromboemboli kardiak (transtorakal,
atau transesofageal)
 Ultrasound scan arteri karotis : Bila diduga adanya ateroma pada arteri karotis.
Disini dipakai prinsip doppler untuk menghasilkan continuous wave untuk
mendeteksi derajat stenosis secara akurat, serta juga pulsed ultrasound device
yang dikaitkan dengan scanner (duplex scan)
 Intra arterial digital substraction angiografi : Bila pada ultrasound scan
terdapat stenosis berat
 Transcranial Doppler : Dapat untuk melihat sejauh mana anastomosis
membantu daerah yang tersumbat.
 Pemeriksaan darah lengkap : Perlu untuk mencari kelainan pada cairan darah
sendiri.

DIAGNOSA BANDING
 Sindrom koroner akut
 Fibrilasi atrial
 Bell Palsy
 Benign Positional Vertigo
 Abses otak
 Epidural Hematoma
 Hemorrhagic Stroke in Emergency Medicine
 Labirinitis telinga dalam
 Infak miokard
 Neoplasma otak
 Perdarahan subarakhnoid
 Sinkop

20
 Transient Ischemic Attack

PENATALAKSANAAN

A. Pengobatan secara umum

1. Breathing : menjaga jalan nafas dengan sedikit mengekstensikan kepala, menjaga


lidah agar tidak jatuh ke belakang, pemberian oksigen 2-3 L/menit.

2. Blood : kontrol tekanan darah dan nadi, posisi kepala 30º dari bidang horizontal
untuk menjamin aliran darah yang adekuat ke otak dan aliran balik
vena dari otak ke jantung.

3. Brain : mengurangi edema, memenuhi intake cairan dengan larutan isotonis


seperti Ringer Laktat 12 jam/kolf, atasi kejang dan gelisah.

4. Bladder : pasang kateter untuk menjaga pengosongan vesika urinaria

5. Bowel : memenuhi asupan makanan, kalori dan elektrolit.

B. Pengobatan secara khusus

1. Anti edema

- Gliserol : Diberikan per infus dalam larutan 10% dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB
selama 6-8 jam, untuk 5-7 hari. Dapat diberikan peroral 3-4 x 150 cc sehari.

- Manitol : Dalam larutan 15-20% infus manitol diberikan untuk menurunkan


tekanan intrakranial, misalnya bila ada tanda-tanda herniasi. Dosis 1-1,5
mg/kgBB dalam waktu 1 jam. Lama kerja manitol kurang dari 4 jam, kemudian
bisa timbul efek rebound, oleh karena itu perlu diberi infus ulang, atau kombinasi
dengan anti edema lain seperti gliserol.

2. Obat anti agregasi : Khasiat pentoksifilin yang dapat mencegah agregasi eritrosit
dan trombosit, serta asetosal dan dipiridamol sebagai anti agregasi trombosit dapat
mengurangi viskositas darah dan memperbaiki mikrosirkulasi.

Misalnya : - Asetosal 100-300 mg/hari - Dipiridamol 3×75 mg

21
3. Metabolik aktivator/ ionotropik : Dapat diberikan piracetam, pentoksifilin,
flunarizin atau citicholin.Misalnya : - Piracetam 3×800-6000 mg - Pentoksifilin
3×400 mg

4. Sitoprotektif

- Nimodipin 120-180 mg/hari atau 2-2,5 ml/jam dengan stringe pump

- Rehabilitasi (fisioterapi) : Pada prinsipnya rehabilitasi dilakukan sedini mungkin


secara bertahap baik secara pasif maupun aktif. Pasien dengan stroke harus
dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi bila kondisi klinis neurologis dan
hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi pada pasien yang belum boleh bergerak,
perubahan posisi badan dan ekstremitas dilakukan setiap 2 jam untuk mencegah
dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk
mencegah kontraktur.

Evaluasi Penderita Stroke

Skala-skala yang digunakan untuk melihat kemajuan penderita stroke adalah :

(1) Mathew scale


Skala ini digunakan di Eropa. Yang diperiksa adalah :

- Mentation : kesadaran, orientasi, bicara (speech)

- Saraf cranial

- Kemampuan motorik

- Kemampuan sensibilitas

- Disability

(2) Canadian scale

Skala ini terutama digunakan di Amerika. Lebih sederhana dan lebih mudah
digunakan,karena hanya memeriksa apa yang penting pada penderita stroke, yaitu
:

- Mental : kesadaran, orientasi, bicara (speech)

- Fungsi motorik

22
Penderita yang akan keluar dari rumah sakit, harus diperiksa dengan menggunakan
Barthel Index. Yang dinilai adalah :

 Apakah penderita dapat bangun dari tempat tidur dan berjalan ke WC.
Apakah penderita dapat mengenakan pakaian.
 Apakah penderita dapat memakai perhiasan/make up (untuk wanita), atau
mencukur jenggot
 (untuk laki-laki).
 Apakah penderita dapat mandi sendiri.
 Apakah penderita dapat berjalan dan naik tangga

PROGNOSIS
Prognosis paskah stroke iskemik akut sangat bervariasi tergantung pada tingkat
keparahan dan kondisi premorbid pasien, usia, sertakomplikasi paskah stroke.

Beberapa pasien, sekitar 5% mengalami transformasi hemorragik pada infak yang


telah dialami sebelumnya. Transformasi hemorragik tidak selalu berhubungan dengan
kemunduran neurologis dan berkisar dari hemorragik petekial yang kecil sampai
hematom yang membutuhkan evakuasi segera.

Adanya bukti infark dini pada pemeriksaan CT-scan memiliki prognosis yang buruk
dan meningkatkan kecenderungan untuk transformasi kearah stroke hemorragik paska
penggunaan trombolitik

Acute ischemic stroke berhubungan dengan disfungsi kardinal akut dan aritmia, yang
memiliki korelasi dengan outcome fungsional yang buruk dan morbiditas pada 3
bulan berikutnya.

Data mengesankan bahwa hiperglikemik yang parah secara independen berhubungan


dengan outcome yang buruk dan penurunan reperfusi pada trombolisis,menyebabkan
meluasnya wilayah infark.

 STROKE HEMORRAGIK

Stroke hemorragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh


darah. Klasifikasi stroke hemorragik terdiri atas :

23
1. STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL

Definisi

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan


fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vascular.

Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah


suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak.

ETIOLOGI

Terbanyak disebabkan hipertensi. Faktor etiologi yang lain adalah aneurisma


kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemophilia, leukemia,
trombositopenia, pemakaian antikoagulasi dalam jangka lama, malformasi
arteriovenosa dan malformasi mikroangiomatosa dalam otak, tumor otak (primer dan
metastasis) yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular; dan yang jarang : pada
eklamsia, terapi elektrosyok dan sebagainya.

EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO 15 juta orang terkena stroke setiap tahunnya di seluruh dunia.
5 Juta orang yang meninggal dan 5 Juta orang mengalami cacat permanen. Insidensi
stroke paling tinggi terjadi di negara ukraina, Rusia, dan Jepang. Menurut penelitian
yang di lakukan di Italia kejadian perdarahan intracerebral mencapai 36,9 % dari
100.000 populasi. Insidensi stroke bervariasi tergantung dari umur, jenis kelamin,
budaya, sosioekonomi.

PATOFISIOLOGI

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang menuju parenkim otak.


Mekanismenya adalah lemahnya arteri kecil intracerebral yang dikarenakan hipertensi
kronik. Mekanisme lainnya adalah karena penggunaan obat-obatan antikoagulan,
amiloidosis cerebri dan penggunaan kokain. Perdarahan intracerebral biasa berada
pada talamus, putamen, cerebellum, dan batang otak. Adanya perdarahan di

24
intraserebral atau terbentuknya hematom akan mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial.
Pada perdarahan subarachnoid akan meningkatkan tekanan intrakranial dan
rusaknya autoregilasi. Efek ini berupa akut vasokonstriksi, platlet agregasi, dan
kehilangan perfusi mikrovaskular penurunan aliran darah dan iskemi cerebri.

GEJALA KLINIS
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang
berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati
hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal
dengan hiiangnya fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara
bertahap mengalami pemulihan

kesadaran dalam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau
lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan
kontralateral.
Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau
perdarahan intraserebellar karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita
penyakit Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam
perjalanannnya perdarahan dapat memasuki rongga subarakhnoid.
Serangan sering kali di siang hari, waku bergiat atau emosi/marah. Sifat nyeri
kepala : nyeri hebat sekali. Mual-muntah, sering terdapat pada permulaan serangan.
Hemiparese atau hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran
biasanya menurun dan cepat masuk koma.

DIAGNOSIS
Pemeriksaan saat serangan danriwayat medis sebelumnya memberi nilai
penting akan penyebab perdarahan. Sebagai tambahan, pemeriksaan fisik umum
dengan teliti serta pemeriksaan neurologis adalah esensial. Berdasar temuan tersebut
dan pengetahuan akan tampilan klinis PIS, harus mewaspadakan kita akan
adanya lesi massa intrakranial, namun juga kemungkinan etiologi dan lokasi.
1. Pungsi lumbar

25
Walau gambaran klinis sering cukup untuk memperkirakan diagnosis, ia
tak dapat ditegakkan dengan pasti hingga adanya ruptur aneurisma disingkirkan.
Pungsi
lumbar dilakukan pada semua kasus yang diperkirakan tidak disertai peninggian
tekanan intrakranial.
2. Tomografi terkomputer
Hematoma intraserebral segar tampak jelas, juga ukuran dan lokasi
terhadap substansi putih dan kelabu dari otak. Distribusi anatomis hematoma
sendiri memberi pengarahan yang kuat akan etiologinya. CT scan memungkinkan
diagnosis yang cepat dan akurat atas PIS spontan. Tampilan sering mengarahkan
pada lesi spesifik. CT scan dengan kontras intravena mungkin menunjukkan adanya
tumor atau AVM, pengenalan atas kemungkinan penyebab perdarahan.
3. Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)
Dengan gadolinium intravena diindikasikan untuk pasien yang klinis
stabil bila perdarahan spontan terjadi pada pasien nonhipertensif dengan
pemeriksaan koagulasi normal, perdarahan pada lokasi yang tidak biasa pada
pasien hipertensif, tampilan klinis mengarah pada penyebab nonhipertensif,
atau CT scan inisial menunjukan lesi yang bertanggung-jawab seperti tumor.

4. Angiografi
Angiografi serebral haus dilakukan pada semua pasien yang diduga
mempunyai PIS akibat aneurisma, fistula arteriovenosa, malformasi vaskuler, atau
vaskulitis. Terkadang, angiogram inisial mungkin negatif akibat penekanan oleh
hematoma pada kelainan vaskuler. Bila lesi vaskuler yang bertanggung-jawab
sangat diduga angiografu ulang harus dilakukan 2-3 minggu setelah hematoma
berkurang serta edema berkurang. Hanya angiografi yang dapat memberikan
jawaban pasti atas pertanyaan akan kelainan vaskuler yang mendasari.

PENATALAKSANAAN
Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS ditujukan langsung
terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya.
Tindakan medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid digunakan
untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh efek massa
perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi perdarahan yang luas dan terletak

26
dalam dapat meninggikan survival pada pasien dengan koma, terutama yang bila
dilakukan segera setelah onset perdarahan.
Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien
yang memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang
sangat segera dari hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan
kelainan vaskuler. Adalah sangat serius untuk memikirkan pengangkatan PIS yang
besar terutama bila ia terletak pada
hemisfer yang nondominan, bila ia bersamaan dengan hipertensi intrakranial yang
menetap dan diikuti perburukan neurologis walau telah diberikan tindakan medis
maksimal.
Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan
neurologis tampaknya memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan
terpilih.
Beratnya perdarahan inisial menggolongkan pasien kedalam tiga kelompok:
1. Perdarahan progresif fatal
Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat
tekanan darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur catu darahnya,
gangguan elektrolit umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek
serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan.
Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan bertambahnya tanda-tanda
peninggian TIK dan gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada kasus berat
ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan darah ketingkat yang tepat,
memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan
intrakranial dengan manitol, steroid serta tindakan hiperventilasi.

2. Kelompok sakit ringan


3. Kelompok intermediet
dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit neurologis parah namun
tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan hidup. Tindakan
medikal diatas diberikan hingga ia keluar dari keadaan berbahaya, namun keadaan
neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada keadaan ini
pengangkatan hematoma, terutama yang terletak pada substansi putih, dilakukan
secara bedah. Akhir-akhir ini diteliti bahwa bila tanpa disertai efek massa jelas, tidak
terbukti bahwa operasi terhadap PIS kecil, terutama bila terletak superfisial pada

27
substansi putih subkortikal, akan memperbaiki outcome. Dalam mempertimbangkan
tindakan operasi tersangka PIS hipertensif, angiogram penting untuk mencari
penyebab potensial lain seperti aneurisma, AVM atau tumor. Sayangnya
kemungkinan amiloid tidak begitu dapat diprediksi dan bila ditemukan mungkin agak
menimbulkan kesulitan saat operasi dalam hal mengatasi perdarahan.
Juga sangat penting untuk mencari kelainan perdarahan sebelum operasi dan
mengoreksinya bila mungkin. Perdarahan primer fossa posterior mempunyai
keistimewaan dimana evakuasi dini dari hematoma pada pasien yang hidup setelah
perdarahan inisial merupakan urgensi yang sangat. Obstruksi jalur CSS baik pada
akuaduk atau ventrikel keempat menyebabkan hidrosefalus segera yang
memperburuk keadaan pada pasien yang perdarahannya sendiri belum tentu
mengancam jiwa.
Perdarahan serebeler biasanya timbul tanpa disertai kehilangan kesadaran,
ataupun defisit motorik atau sensorik. Namun nyeri kepala, pusing, serta kesulitan
berjalan, dan gerak mata abnormal sering terjadi. Karena perburukan klinis sering
terjadi sangat cepat dan tindakan evakuasi secara bedah telah diperlihatkan
bermanfaat, penting sekali menemukan kelainan klinisnya sesegera mungkin.

Penatalaksanaan secara medik


1. Penilaian dan Pengelolaan Inisial
Pengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis pasien serta etiologi, ukuran
serta lokasi perdarahan. Tak peduli apakah tindakan konservatif atau bedah yang
akan dilakukan, penilaian dan tindakan medikal inisial terhadap pasien adalah sama.
Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus
dilakukan bersama tanpa penundaan yang tak perlu. Pemeriksaan neurologis
inisial, yang dapat dilakukan dalam 10 menit, harus menyeluruh. Informasi ini
penting tidak saja untuk memastikan prognosis, namun juga untuk membuat
rencana tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis serial harus dilakukan.
Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan, dan
sirkulasi. Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral sekunder
akibat iskemia. Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah penting baik pada
pasien hipertensif maupun nonhipertensif. Jalur arterial dipasang untuk
pemantauan yang sinambung atas tekanan darah. Setelah PIS, kebanyakan pasien

28
adalah hipertensif. Penting untuk tidak menurunkan tekanan darah secara berlebihan
pada pasien dengan lesi massa intrakranial dan peninggian TIK, karena secara
bersamaan akan menurunkan tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan
untuk mempertahankan tekanan darah sistolik sekitar 160mmHg pada pasien yang
sadar dan sekitar 180mmHg pada pasien koma, walau nilai ini terkadang tidak mutlak
dan akan bervariasi tergantung masing-masing pasien.
Pasien dengan riwayat hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin
diperkenankan untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya diatas
180mmHg, namun biasanya dibawah 210mmHg, untuk mencegah meluasnya
perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan awal hipertensinya lebih disukai
labetolol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2 kompetitif. Drip nitrogliserin
mungkin perlu untuk kasus tertentu.
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-
basa. Bila jalan nafas tak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intra-kranial
pada pasien koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah
pemakaian agen anestetik
yang akan meninggikan TIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih
disukai. Bila diduga ada peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi untuk
mempertahankan PCO2 sekitar 25-30mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang,
diberikan mannitol 1.5 g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan
perburukan neurologis progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria
progresif, atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi,
dazdenyut nadi dipantau.
Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap,
hitung platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, kreatinin serum, waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila
perlu.
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT scan
kepala tanpa kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk
mendapatkan pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan
intensif, kamar operasi atau kebangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan
dan lokasi perdarahan, serta etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah
pencegahan perdarahan ulang dan mengurangi efek massa, sedang tindakan
berikutnya diarahkan pada perawatan medikal umum serta pencegahan komplikasi.

29
2. Pencegahan atas Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif. Saat pasien sampai didokter,
perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Hal yang sama, risiko perdarahan ulang
dari AVM dan tumor juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan untuk
mencegah perdarahan ulang adalah mengontrol tekanan darah seperti dijelaskan
diatas.
Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko perdarahan ulang lebih
tinggi. Dilakukan usaha untuk mempertahankan tekanan darah 10-20 % diatas
tingkat normotensif untuk mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk
menekan risiko perdarahan. Beberapa menganjurkan pemakaian asam
aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik. Namun manfaat serta indikasi untuk
pemakaiannya tetap belum jelas.
Kasus dengan koagulasi abnormal, risiko perdarahan ulang atau perdarahan yang
berlanjut sangat nyata kecuali bila koagulopati dikoreksi. Pasien dengan PIS akibat
terapi antikoagulan memerlukan koreksi segera atas faktor koagulasinya. Heparin
intravena (waktu paruh 1-2 jam) harus dihentikan, dan diberikan protamin sulfat agar
segera menghapuskan efek heparin. Pasien dengan PIS yang mendapat warfarin
harus mendapatkan plasma segar yang dibekukan (FFP) agar segera
menghilangkan antikoagulasi. Vitamin K (fitonadion), yang memerlukan kurang
dari 6 jam untuk mengembalikan parameter koagulasi kenormal, harus juga
diberikan untuk membantu
mempertahankan hemostasis. Pemeriksaan koagulasi harus diamati dan tambahan
FFP dan vitamin K diberikan bila perlu.

Pasien dengan PIS akibat penyakit von Willebrand atau hemofilia A atau
B harus segera mendapatkan konsultasi hematologis. Pasien von Willebrand
harus mendapat kriopresipitat. Pasien dengan hemofilia A harus mendapat
kriopresipitat atau konsentrat liofil faktor VIII. Pasien hemofilia B mungkin bisa
diberikan FFP intravena atau konsentrat yang kaya faktor II, VII, IX, dan X. Kadar
darah faktor pembekuan harus dipertahankan paling tidak 20-30 % dari normal
bila operasi untuk mengevakuasi hematom tidak akan dilakukan dan 50-100 % dari
normal bila diperlukan operasi. Bila PIS terjadi pada pasien dengan defek

30
perdarahan kongenital, FFP harus diberikan. Ini akan memberikan semua faktor
pembekuan kecuali platelet.
PIS akibat suatu trombositopenia harus mendapat transfusi platelet, tidak
peduli etiologi trombositopenianya untuk mempertahankan jumlah platelet paling
tidak 100.000/mm3. Pasien dengan penurunan produksi platelet, waktu hidup
platelet biasanya normal hingga hitung platelet dapat dipertahankan dengan
transfusi berulang. Pada kasus dengan peningkatan penghancuran platelet, waktu
hidup platelet sangat memendek hingga platelet yang ditransfusikan hanya
bersikulasi dalam masa pendek, sekitar satu jam. Jadi transfusi platelet mempunyai
nilai yang sangat terbatas. Pada kasus ini, setelah transfusi platelet inisial,
kortikosteroid sering berguna dalam meninggikan hitung platelet. Sering
diperlukan splenektomi untuk membuang daerah sekuestrasi platelet masif.

3. Mengurangi Efek Massa


Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasien
dengan peninggian TIK dan/atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa,
usaha nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia
serebral sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan
untuk mengurangi peninggian TIK antaranya (1) elevasi kepala hingga 30o untuk
mengurangi volume vena intrakranial serta memperbaiki drainase vena; (2)
mannitol intravena (mula-mula 1.5 g/kg bolus, lalu 0.5 g/kg tiap 4-6 jam untuk
mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L); (3) restriksi cairan ringan
(67-75 % dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan koloid bila perlu;
(4) ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainasi CSS untuk
mempertahankan TIK kurang dari 20mmHg; dan (5) intubasi endotrakheal dan
hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30mmHg.
Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian
kepala, restriksi cairan, dan mannitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan
untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik
sekunder. Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan
tekanan darah arterial rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan
darah sistemik harus dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit
lebih tinggi dari tingkat normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya
70mg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.

31
Pasien sadar dipantau dengan dengan pemeriksaan neurologis serial,
pemantauan TIK jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat
(moribund), TIK dipantau secara rutin. Disukai ventrikulostomi karena
memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih mudah mengontrol TIK.
Perdarahan intra-ventrikuler menjadi esensial karena sering terjadi hidrosefalus
akibat hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS dengan
ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama.
Pemantauan TIK membantu menduga manfaat tindakan medikal dan membantu
memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan. Walau pemantauan TIK
bermanfaat menuntun tindakan atas PIS, belum dapat diputuskan manfaatnya dalam
memperbaiki outcome.
Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS
pernah dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal dan sering dianjurkan.
Namun penelitian menunjukkan bahwa deksametason tidak menunjukkan efek
yang bermanfaat, disamping jelas meningkatkan komplikasi (infeksi dan diabetes).
Namun digunakan deksametason IV, 4mg tiap 6 jam pada pasien dengan perdarahan
parenkhimal dimana tampilan CT scan memperlihatkan edema serebral yang berat.
4. Perawatan Umum
Manfaat nimodipin dalam mengelola PSA akibat aneurisma yang pecah sudah
sangat jelas. Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan
perdarahan subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma, nimodipin
diberikan 60mg melalui mulut atau NGT setiap 4 jam. Namun penggunaan pada PIS
nonaneurismal belum pasti, hingga tidak digunakan pada pasien PIS spontan
nonaneurismal.
Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis PIS supratentorial ditegakkan,
kecuali bila perdarahan terbatas pada talamus atau ganglia basal. Secara inisial
disukai fenitoin karena kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan
pemberian IV, mudah pemberiannya, dan efektif mencegah kejang umum. Pada
dewasa, pembebanan 1 g IV (50 mg/mnt) diikuti 300-400 mg IV atau oral perhari.
Tekanan darah harus dipantau selama pembebanan IV karena infus yang terlalu
cepat dapat berakibat penurunan tekanan darah mendadak. Sebagai tambahan,
EKG harus dipantau karena fenitoin berkaitan dengan aritmia kardiak termasuk
pelebaran interval PR dan gelombang Q dengan diikuti kolaps

32
vaskuler. Kadar fenitoin dipantau ketat dan dosis disesuaikan hingga kadar fenitoin
serum dalam jangkauan terapeutik (10-20 ug/mL) dan pasien bebas kejang.
Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari,
kadar terapeutik darah 20-40 ug/mL) dan karbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali
sehari, kadar terapeutik 4-12 ug/mL). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian
dramatik TIK dan tekanan darah sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan,
karenanya harus dicegah. Selain itu hipoksia dan asidosis sering tampak selama
aktifitas kejang, potensial untuk menambah cedera otak sekunder.
Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS. Status
cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir berulang, terutama pada
pasien dengan restriksi cairan, mendapat mannitol atau diuretika lain, atau tidak
makan. Nutrisi memadai adalah esensial.
Perawatan pulmoner agresif dilakukan untuk mencegah sumbatan mukus,
aspirasi, dan pneumonia. Stoking kompresi pneumatik dan tabung anti embolik
dipasang untuk mencegah trombosis vena dalam. Terapi fisik dimulai dini,
memperbaiki jangkauan gerak. Bidai pergelangan tangan dan kaki dipasang untuk
mencegah kontraktur fleksi.

2. STROKE PERDARAHAN SUBARAKHNOID

Definisi

Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara


otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Diantara lapisan dalam (pia meter) dan
lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungi otak (meninges).
Subarachnoid hemmorage adalah gagguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat
menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke
yang lebih umum diantara wanita.

ETIOLOGI

1. Karena aneurisma pecah (50%).


2. Pecahnya MAV (50%).
3. Asalnya, primer, dari PIS (20%) dan;
4. 25% kausanya tak diketahui.

DIAGNOSIS

33
1. Gambaran Klinis
a. Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90% tanpa
keluhan sakit kepala.
b. Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar,
sedikit delirium sampai koma.
c. Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda kernig ada.
d. Fundus okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam setelah
pendarahan. Sering terdapat pedarahan subarachnoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior, atau arteri karotis interna.
e. Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.
f. Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam ringan
karena rangsangan meningeal, dan demam tinggi bila pada hipotalamus.
Begitu pun muntah, berkeringat, menggigil, dan takikardi, adanya hubungan
dengan hipotalamus.
Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan
melena dan seringkali disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria,
albuminuria, dan ada perubaha pada EKG.

2. Gambaran Radiologi
a. CT SCAN
Pemeriksaan ct scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial.
Pada pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi)
dalam ventrikel atau dalam ruang subarachnoid.

b. Magnetic resonance imaging (MRI)


Perdarahan subarachnoid akut: perdarahan subarachnoid akut tidak biasanya
terlihat pada T1W1 dan T2W1 meskipun bisa dilihat sebagai intermediate
untuk pengcahayaan sinyal tinggi dengan proton atau gambar FLAIR. CT
pada umunya lebih baik daripada MRI dalam mendeteksi perdarahan
subarachnoid akut. Control perdarahan subarachnoid: hasil tahapan control
perdarahan subarachnoid kadang-kadang tampak MRI lapisan tipis pada
sinyal rendah.

DIAGNOSIS BANDING
 Ensefalitis
 Sakit kepala, Migren

34
 Hipernatremia
 Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Coma
 Hypertensive Emergencies
 Hipoglikemia
 Hiponatremia
 Labyrinthitis Ossificans
 Meningitis
 Neoplasmsa otak
 Stroke iskemik
 Subarachnoid Hemorrhage
 Subdural Hematoma
 Transient Ischemic Attack

PENATALAKSANAAN

Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat
pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang
drainase didalam otak untuk mengurangi tekanan. Pembedahan untuk menyumbat
atau memperkuat dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal
di kemudian hari.

Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada
penderita yang mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah
menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya
gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang mengurangi resiko
pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan kembali.

PROGNOSIS
Prognosis pada pasien dengan stroke hemoragik sangat bervariasi tergantung pada
tingkat keparahan stroke, lokasi dan banyaknya perdarahan yang terjadi. Pasien
dengan skor Glasgow Coma Scale (GCS) yang rendah akan memiliki prognosis yang
lebih buruk dan tingkat kematian yang lebih tinggi. Banyaknya volume darah juga
memiliki prognosis yang lebih buruk. volume hematoma yang besar juga

35
berhubungan dengan outcome fungsional yang buruk dan peningkatan angka
kematian.\

Skor perdarahan intraserebral adalah instrumen yang sering dipakai untuk


memprediksi outcome pada stroke hemorragik. Perhitungan skor meliputi :

 GCS score 3-4: 2 poin


 GCS score 5-12: 1 poin
 GCS score 13-15: 0 poin
 Usia ≥80 tahun: Ya, 1 poin; tidak, 0 poin
 Infratentorial origin: Ya, 1 poin; tidak, 0 poin
 Intracerebral hemorrhage volume ≥30 cm3: 1 poin
 Intracerebral hemorrhage volume < 30 cm3: 0 poin
 Intraventricular hemorrhage: Ya, 1 poin; tidak, 0 poin

Penelitian yang dilakukan oleh Hemphill dan kawan-kawan menemukan bahwa


semua pasien dengan intraserebral hemorragik yang memiliki skor 0 berhasil
sembuh, dan semua
pasien dengan skor 5 meninggal; angka kematian dalam 30 hari meningkat sesuai
dengan skor.

36
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dijabarkan melalui diskusi kelompok kami,


masing-masing stroke yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik, memilki
karakteristik tertentu mulai dari manifestasi klinisnya hingga gambaran dari
pemeriksaan penunjangnya. Banyak faktor-faktor yang dapat memacu terjadinya
stroke, penting bagi seorang dokter umum mampu menggali serta dapat membedakan
kedua jenis stroke tersebut. Dan yang lebih penting lagi, tindakan awal akibat stroke
bersifat kegawatdaruratan karena erat kaitannya dengan organ vital yaitu otak,
sehingga seorang dokter umum harus mengetahui bagaimana penanganan awal saat
ditemukan pasien yang kesadarannnya menurun akibat stroke. Perlu diingat bahwa
keterlambatan dalam penanganan suatu tindakan yang bersifat emergency dapat
memperburuk keadaan penderita.

3.2 Saran

Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi dan pembuatan laporan dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari dosen serta rekan-rekan angkatan 2010.

37

Anda mungkin juga menyukai