PENDAHULUAN
1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di
dunia setelah India dan Cina. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009
adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia
Etambutol (E). Efek samping OAT yang dapat timbul antara lain tidak ada
nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai rasa terbakar di
kaki, gatal dan kemerahan kulit, ikterus, tuli hingga gangguan fungsi hati
(hepatotoksik) dari yang ringan sampai berat berupa nekrosis jaringan hati.
Obat anti tuberkulosis yang sering hepatotoksik adalah INH, Rifampisin dan
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh
tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
(Daniel, 1999)
Gambar 2.1
Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam
dengan pewarnaan tahan asam dan berwarna merah. Sebagian besar bakteri
ini terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinoman. Lipid
terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Bakteri Tahan
intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain bakteri ini adalah
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut kompleks primer. Waktu
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler).
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari
radiologis.
Diagnosis klinis
tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama adalah
batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala
tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa
nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam
(subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik
dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru lanjut
6
dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot
pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif (Bahar, 2007).
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih
umumnya di daerah apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau
daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih
bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah
diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas
dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas
dengan penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun
paru. Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-
7
(Bahar, 2007)
Gambar 2.2
Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada
a. Sputum
lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1).
sebagai penderita TB BTA positif. 2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung
dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita
tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan
b. Darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
masih di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila
limfosit masih tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil
c. Tes Tuberkulin
d. Tes GeneXpert
sebelumnya, yaitu :
a. Kasus baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kambuh (relaps)
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah (form TB.
09).
Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out) adalah pasien yang
sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,
e. Gagal
Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir
12
pengobatan) atau pada akhir pengobatan. Atau penderita dengan hasil BTA
f. Kasus kronis
Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
RI, 2006).
kurang aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat tersebut
sterilisasi yang baik, sedangkan INH dan Streptomisin menempati urutan lebih
Pada tahap intensif penderita mendapat obat baru setiap hari dan diawasi
tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
negatif pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap ini
sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Pada tahap lanjutan
penderita mendapat jenis obat lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu yang
lebih lama. Tahap ini bertujuan untuk membunuh kuman persisten (dormant)
lapis pertama dan obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke
Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
dapat mencegah perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah
definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini (Bahar &
Amin, 2007) :
15
Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program
Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari
selama 2 bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah
lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih positif
Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3
Apabila sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai.
Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4
obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih
positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum
untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3
atau 5 HRE.
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H 3R3, yang dilanjutkan
sputumnya harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia secara
harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien (Bahar &
Amin, 2007):
dosis tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB untuk
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan
kategori I dan II. Tablet OAT-KDT ini adalah kombinasi 2 atau 4 jenis obat
berat badan pasien, paduan ini dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1
OAT masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek
dan pengobatan dapat diteruskan dengan OAT yang lain (Bahar & Amin
2007).
a. Sembuh: bila pasien tuberkulosis kategori I dan II yang BTA nya negatif
pengobatannya.
b. Pengobatan lengkap: pasien yang telah melakukan pengobatan sesuai
jadwal yaitu selama 6 bulan tanpa ada follow up laboratorium atau hanya
pengobatan.
c. Gagal: pasien tuberkulosis yang BTA-nya masih positif pada 2 bulan dan
akhir pengobatan.
Pasien putus berobat lebih dari 2 bulan sebelum bulan ke-5 dan BTA
dari pengobatan.
d. Putus berobat/defaulter: pasien TB yang tidak kembali berobat lebih dari
komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura,
KESIMPULAN
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Amirudin, Rifai. 2007. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 1. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,
Edisi IV. Jakarta : BPFKUI.
Bahar, A., Zulkifli Amin. 2007. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI
Brooks, G.F., Butel, J. S. and Morse, S. A., 2004. “Jawetz, Melnick &
Adelbergh’s: Mikrobiologi Kedokteran”. Buku I, Edisi I, Alih bahasa:
Bagian Mikrobiologi FKU Unair, Jakarta : Salemba Medika.
Crofton, John. 2002. Tuberkulosis Klinis Edisi 2. Jakarta : Widya Medika.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta.
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit,
Huriawati Hartanto, Pita Wulansari, Dewi Asih Mahanani. Jakarta:
EGC.
World Health Organization. 1993. Treatment of Tuberculosis : Guidelines for
National programmes. Geneva : 3-15
World Health Organization. 2010. Epidemiologi tuberkulosis di Indonesia diakses
pada 23 Maret 2010 pukul 14:39 WIB
24
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Simon petrus
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA
Status perkawinan : Kawin
Alamat : kec. Sunggal
Tanggal masuk : 4-11-18
Jam masuk : 21.50
Anamnesa
Keluhan Utama : Os datang datang RS dengan keluhan demam
mengigil sudah sejak 4 hari yang lalu, demam
terus meningkat pada saat malam hari dan disertai
adanya keringat. Keluhan tambahan yaitu ada
batuk berdahak yang dialami kurang lebih 1 bulan,
sakit kepala berdenyut sebelah kiri sudah 3 hari,
kemudian adanya mual dan badan terasa lemas tak
bertenaga
Keluhan sekarang : Os masih mengeluhkan badan lemas terasa hangat,
saat berjalan di wc kepala terasa sakit dan oyong,
adanya mual dan muntah saat apa ang di makan,
batuk bedahak masih ada dan saat batuk keras dada
terasa nyeri.
25
Pemriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 130/ 90 mmHg BB : 70 Kg
HR : 98 x/i TB : 171 cm
RR : 25 x/i IMT : 24,5
Tem : 38,5 C
Status generalisata
Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Lurus warna hitam
Mata : Skelra ikterik (-/-), reflek ppil isokor (+/+),
konjngtiva palpebra anemis (-/-)
Hidung : Deviasi septum nasi (-/-), seret (-/-)
Mulut : Mukosa bibi kering (-/-), sianosis (-/-) , lidah kotor
(-/-).
Leher
Bentuk : simetris
Trakea : di tengah
KGB : dibawah telinga 1 cm
TVJ : 5 cm
Thorak
Inspeksi : simetris kanan ; kiri
Palpasi : lapangan atas stem fremitus kanan, kiri : lemah
lapangan tengah stem fremitus kanan, kiri : normal
lapangan bawah stem fremitus kanan, kiri : normal
26
Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak terl ihat
Palpasi : Ictus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS 2 sinistra
Batas jantung kanan linea parasternalis dextra 2
Batas jantung kiri midclavikula sinistra
Abdomen
Inspeksi : Normal
Auskultasi : peristaltik usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+) Epigastric
Hepar tidak teraba
Limpa tidak teraba
Perkusi : Timpani
Genetalia : tidak diperiksa
Ekstremitas : superior, Oedem (-/-) akral dingin (-/-)
Inferior Oedem (-/-) akral dingin (-/-)
Diagnosa banding
1. TB paru
2. Pneumonia
3. Demam typoid
4. DHF
Diagnosa Kerja
TB Paru
27
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap
Ekg
Foto thorak PA
Sputum BTA/GEN EXPERT
Urin /kratinin
LFT
KGD
Elektrolit
Terapi
Bed rest
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ranitidin
Inj. Ondancetron
Dexamtason
Ambroxol
B6 tab
Rifampisin 450 mg
Isoniazid 300 mg
Pirazinamid 1000
Etambtol 1000
28
RESUME
Follow up Harian
4 -11-18 Vital sign Keluhan
TD : 130/ 90 mmHg Nyeri pada perut
HR : 98 x/i Lidah terasa pahit
RR : 25 x/i Mual
Tem : 38,5 C Mntah
5 -11-18 TD : 130/ 80 mmHg Nyeri pada perut
HR : 97 x/i Kepala terasa oyong
RR : 26 x/i Batuk berdahak
Tem : 37,5 C lemas
6 -11-18 TD : 120/ 90 mmHg Batuk berdahak
HR : 98 x/i
RR : 25 x/i
Tem : 37,0 C
7 -11-18 TD : 130/ 80 mmHg Batuk berdahak
HR : 98 x/i
RR : 25 x/i
Tem : 37,2 C