BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Genodermatosis merupakan suatu istilah yang ditujukan kepada kelompok
penyakit/gangguan kulit yang diwariskan, dan dikarakterisasi oleh tanda atau
gejala berupa kelainan baik pada kulit maupun yang bersifat sistemik.
Karena termasuk dalam kategori penyakit yang jarang ditemukan, terlebih
lagi kurangnya kesadaran tenaga medis akan kondisi ini, berbagai kendala
akhirnya muncul khususnya dalam penanganan maupun penelitian untuk
penyakit ini. Namun demikian, dalam 25 tahun terakhir, kemajuan besar telah
dicapai dalam upaya untuk memahami dasar genetika dari genodermatosis.
Kemajuan ini, khususnya dalam bidang uji molekular, membawa
kemudahan bagi para spesialis penyakit kulit untuk mengkonfirmasi diagnosis
pada pasien dengan presentasi non-spesifik begitu pula pada kasus-kasus
klasik, sehingga memperluas area fenotip yang dikenali dalam kaitannya
dengan genodermatosis.
Sangat penting diingat bahwa gen bertanggung jawab untuk beberapa
penyakit genodermatosis. Beberapa genodermatosis memiliki keterlibatan
multi-sistem yang mengakibatkan morbiditas berat dan kematian yang
memerlukan perhatian khusus.
Beberapa penyakit yang kaitannya dengan genodermatosis antara lain:
Epidermolisis Bullosa, Inkontinensia Pigmentous, Iktiosis, Harlequin Fetus,
Penyakit Darier, Keratosis Palmoplantaris, Urtikaria Pigmentous dan
Xoderma Pigmentosum.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara lebih
dalam mengenai genodermatosis, seperti macam-macam penyakit
2
C. Manfaat Penulisan
Dapat memahami tentang genodermatosis dan hal-hal yang berkaitan
dengan kejadian genodermatosis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Genodermatosis
Genodermatosis merupakan suatu istilah yang ditujukan kepada
kelompok penyakit/gangguan kulit yang diwariskan, dan dikarakterisasi oleh
tanda atau gejala berupa kelainan baik pada kulit maupun yang bersifat
sistemik.25
Klasifikasi E.B
Mula-mula klasifikasi dibuat berdasarkan jaringan parut yang
terbentuk kemudian yaitu E.B nondistrofik (bula terletak diatas stratum
basal) dan distrofik (bula terletak dibawah stratum basal).Dengan
perkembangan imunologi dan pemeriksaan imunohistokimia, klasifikasi
lebih rinci disesuaikan dengan letak bula terhadap taut dermo-epidermal,
yaitu epidermolisis bulosa simpleks (E.B.S), E.B distrofik, dan E.B
junctional. Masing-masing memiliki bentuk variasi (subtype).1-4
a. E.B simpleks
Bentuk yang sering dijumpai, yaitu :
- E.B.S lokalisata pada tangan dan kaki (Weber Cockayne)
- E.B.S generalisata (Kobner)
- E.B.S herpetiformis (Dowling-Meara)
Bentuk yang jarang dijumpai, yaitu :
- E.B.S yang disertai atrofi otot
- E.B.S superfiasial
- Sindrom Kallin
- E.B.S disertai pigmentasi “mottled”
- E.B.S resesif autosom yang fatal
b. E.B junctional
- Bentuk letal (gravis, Herlitz)
- Nonletal (mitis, non-Herlitz)
- E.B inversa
c. E.B distrofik
- Distrofik (dermolitik) dominan
- Distrofik resesif generalisata
- Distrofik resesif lokalisata
- Bentuk varian
5
Patogenesis E.B
Beberapa penulis mengemukakan berbagai dugaan pathogenesis.1-4,10
a. E.B.S diduga terjadi akibat :
- Pembentukan enzim sitolitik dan pembentukan protein abnormal
yang sensitive terhadap perubahan suhu. Diduga defisiensi enzim
golactosylhidroxylysyl-glocosyltrans dan gelatinase (enzim
degradase kolagen) menyebabkan E.B.S.
- Selain diturunkan secara genetika autosom, diperkirakan 50%
terjadi akibat mutasi pada gen pembentukan keratin terutama
keratin 5 (K5) dan 14 (K14) yang terdapat di lapisan epidermis.
- Mutasi juga dapat terjadi gen plectin (plektin). Plektin adalah
protein yang terdapat di membrane basal pada attachement plague/
hemidesmosom yang berfungsi sebagai penghubung filament
intermediet ke membrane plasma.
Penatalaksanaan3,7
- Perawatan kulit. Berikan penjelasan dan edukasi pada keluarga pasien
atau perawat. Dalam memilih pakaian maupun mainan harus yang
ringan dan lembut. Hindari penggunaan plester sehingga mencegah
terjadinya fusi jari-jari. Bula dirawat dengan film menusuknya dengan
jarum steril dan membiarkan atap bula sebagai pelindung. Pada anak-
anak, hindari sepatu yang sempit atau yang terbuat dari kulit yang
keras. Kaos kaki dari bahan katun yang menyerap keringat untuk
menghindari trauma gesekan. Suhu di lingkungan diusahakan agar
cukup dingin, tempat tidur yang lunak dan sprei yang halus. Bagian
yang erosi di krim atau salap antibiotic. Kerjasama dengan ahli
fisioterapi depat ditingkatkan cegah terjadinya fusi dan kontraktur
dengan mengatur posisi jari dan sendi.
- Makanan. Sebaiknya diberikan makanan tinggi protein dalam bentuk
yang lembut atau cair sehingga mudah ditelan terutama bila terdapat
luka di mukosa mulut. Hindarai penggunaan dot pada bayi.
- Pengobatan medikamentosa. Sebagai pengobatan topical dapat
digunakan kortikosteroid potensi sedang dan antibiotic bila terdapat
infeksi sekunder. Pemberian kortikosteroid sistemik yang bermanfaat
pada kasus yang berat dan fatal. Vitamin E dapat menghambat
aktivitas kolegenase atau merangsang produksi enzim lain yang dapat
merusak kolagenase. Dosis efektif 600-2000 IU/ hari. Pengobatan lain
14
2. Inkontinensia Pigmentous
Definisi
Inkontinensia pigmenti, juga dikenal dengan istilah Bloch-Sulzberger
syndrome, merupakan genodermatosis yang terjadi akibat abnormalitas
pada kromosom X. Istilah inkontinensia pigmenti berasal dari tampilan
mikroskopik lesi pada fase ketiga dari penyakit ini, yang dikarakterisasi
oleh hilangnya pigmen di lapisan basal epidermis, seolah melanosit
menunjukkan adanya inkontinensia melanosit.25
Etiologi
Defek pada kromosom X merupakan penyebab utama terjadinya
inkontinensia pigmenti. Pada mayoritas kasus, defek ini dipercaya
berdampak pada lengan panjang dari kromosom Xq28. Hampir 80%
pasien dengan inkontinensia pigmenti memiliki delesi yang melibatkan
15
Patofisiologi26
Inkontinensia pigmenti dapat dideskripsikan sebagai kelainan kulit
yang terdiri dari 4 tahapan, yakni :
- Tahap vesicular
Tahap vesikular (vesicobullous) atau dikenal juga dengan istilah
tahap inflamasi, merupakan tahap pertama yang muncul saat
lahir.Telah diungkapkan sebelumnya, bahwa inkontinensia pigmenti
muncul sebagai konsekuensi dari mutasi pada kromosom X, atau lebih
spesifik lagi, Xq28. Pada porsi q28 kromosom ini, terdapat sebuah gen
yang disebut NEMO (NF-kappa B essential modulator). Gen ini
bertanggung jawab sebagai regulator aktivasi transkripsi faktor NF-
KannaB (NF-kB), pusat dari berbagai fungsi imunitas dan
pertumbuhan, seperti infamasi, jalur apoptosis serta diferensiasi dan
proliferasi jaringan yang berasal dari ectoderm.
Aktivasi dari NF-kB mencegah apoptosis yang muncul akibat
respons terhadap adanya sitokin family TNF (Tumor Necroting
Factor).Normalnya, aktivitas NF-kB diregulasi melalui protein
inhibitor kB.Adanya aktivasi reseptor TNF menghasilkan fosforilasi
dan inaktivasi inhibitor kB oleh IKK (inhibitor kappa kinase),
sehingga lebih jauh mengkatifkan NF-kB.Hilangnya fungsi IKK
menyebabkan defisiensi aktivitas NF-kB dan meningkatnya kepekaan
terhadap apoptosis.
16
Gejala Klinis11,26,27
Penting untuk ditekankan bahwa istilah Bloch-Sulzberger syndrome
juga digunakan sebagai istilah lain untuk inkontinensia pigmenti
karenasuatu alasan, yakni sindrom itu sendiri merupakan sekumpulan
gejala klinis. Meskipun Inkontinensia pigmenti merupakan gangguan
yang manifestasi utamanya ditemukan pada kulit, kelainan ini juga
menimbulkan manifestasi ekstradermal.
Manifestasi ini ditemukan pada >50% kasus inkontinensia pigmenti,
yang antara lain meliputi :
- Manifestasi pada sistem saraf pusat (muncul pada 25% kasus
inkontinensia pigmenti) yang meliputi kejang, retardasi mental,
paralisis spastik, mikroensefali dan perkembangan motorik yang
lambat. Selain itu, kelainan seperti hemiplegiadan tetraplegia spastik
juga ditemukan pada beberapa pasien dengan inkontinensia pigmenti.
18
- Defek pada gigi (Dental defect) yang dapat ditemukan dalam bentuk
anodontia parsial, pegged teeth dan tanggalnya gigi, khususnya pada
lateral atas incisivus dan premolar.
- Pada temuan ophthalmology, mungkin ada kebutaan, strabismus,
katarak infantil, ablasio retina, atrofi optik dan mikroptalmia.
- Abnormalitas skeletal dapat muncul dalam bentuk deformitas tulang
tengkorak, dwarfisme, spina bifida, club foot, extra ribs, kelainan
anatomis pada palatum dan bibir (sumbing atau labioschisis).
- Manifestasi lainnya : seperti distrofi pada kuku (40% kasus dan
muncul dalam bentuk pitting ringan hingga onychogryphosis dengan
berbagai ekspresi) dan alopesia yang disertai luka parut (muncul
sebagai akibat dari inflamasi di tahap awal).
Penatalaksanaan
Tatalaksana tidak selalu diperlukan untuk lesi kutaneus, meskipun
penggunaan tacrolimus dan kortikosteroid topikal telah dilaporkan
mempercepat resolusi dari tahap inflamasi.Higienitas oral dan perawatan
gigi rutin sangat diperlukan pada kasus inkontinensia pigmenti, dan
restorasi gigi juga disarankan.Kejang harus ditangani dengan
antikonvulsan.Sebagai tambahan, pemeriksaan perkembangan fungsi
saraf dapat dilakukan pada pasien dengan inkontinensia pigmenti,
tentunya dengan merujuk pasien ke spesialis yang
bersangkutan.pemeriksaan ophthalmology rutin juga dibutuhkan,
khususnya selama tahun pertama kehidupan, dengan maksud untuk
mendiagnosa dan menangani komplikasi ophthalmology yang mungkin
muncul.26,27
3. Iktioisis
Definisi Iktiosis
19
Gambar 3. Iktiosis
Klasifikasi Iktiosis
a. Dominant Ichtyosis Vulgaris (DIV)
20
Epidemiologi DIV
Sama insiden pada pria dan wanita. Pewarisan autosomal
dominan bersifat umum.11,13Iktiotis vulgaris biasanya tidak ada pada
saat lahir. Yang banyak muncul kebanyakan pasien yang terjadi
selama tahun pertama kehidupan dan sebagian besar terjadi pada usia
5 tahun. Biasanya jumlah meningkat sampai pubertas dan kemudian
menurun dengan pertambahan usia.13
Etiologi DIV
Iktiosis vulgaris merupakan penyakit autosomal inherediter
biasanya muncul pada awal masa anak-anak yaitu pada umur antara 3-
12 bulan.6 Dalam beberapa studi disebabkan oleh bahan biokimia, hal
ini hanya dapat berefek pada kulit saja. Penurunan produksi asam
amino dan beberapa metabolisme ion dapat menurunkan kadar air
dalam stratum korneum sehingga dapat menyebabkan kulit kering dan
dapat memperparah penyakit ini, tidak ada pengaruh kelainan produksi
lipid yang mempengaruhi iktiosis vulgaris.12,13
Patofisiologi DIV
Iktiosis vulgaris diklasifikasikan sebagai hyperkeratosis
retensi.Satu-satunya marker molecular yang dikenal pada iktiosis
vulgaris herediter dipengaruhi oleh profilaggrin, berat moleku fillagrin
yang tinggi.Profilaggrin, di sintesis dilapisan granular epidermis,
merupakan komponen utama keratohyalin.Melalui berbagai modifikasi
posttranstional, profilaggrin dikonversikan ke filaggrin, yang
menggabungkan antara filament keratin di lapisan bawah
corneum.Filaggrin adalah proteolyzed dan di metabolism
menghasilkan asam amino bebas yang dapat berperan penting sebagai
senyawa yang mengikat air diatas stratum corneum. Siklus normal dari
21
Gejala DIV
Kulit kering dan berat, scaly skin (bersisik), kemungkinan
penebalan kulit, gatal-gatal ringan pada kulit.Kulit kering bersisik
biasanya paling berat pada laki-laki, tetapi mungkin juga terdapat pada
lengan, tangan, dan bagian tengah tubuh. Orang dengan kondisi ini
mungkin juga memiliki banyak garis-garis halus diatas telapak
tangan.11,18
Efloresensi sisik-sisik putih mengkilat, kulit mongering. Gambaran
histopatologi reduksi lapisan granular.11,15
Penatalaksanaan DIV15
Perawatan
- Topical retinoid (misalnya tretinoin) dapat mengurangi
kekompakan sel-sel epitel, merangsang mitosis dan onset, dan
menekan sintesis protein.
- Alpha-hydroxy acids (misalnya laktat, glikolat atau asam piruvat).
Yang efektif untuk hydrating kulit. Obat ini bekerja dengan
menyebabkan disagregasi dari corneocytes di tingkat bawah pada
pembentukan lapisan stratum corneum yang baru. Asam laktat
tersedia sebagai laktat 12% ammonium lotion atau bisa dicampur
pada resep dalam konsentrasi 5-10% dalam wadah yang cocok.
22
4. Harlequin Fetus
Definisi
Harlequin fetus merupakan kelainan kulit yang sangat jarang dijumpai,
termasuk dalam golongan autosomal recessive congenital ichthyoses
24
(ARCI) yang diwariskan, dan juga menjadi bentuk paling berat dari
gangguan keratinisasi yang dikarakterisasi oleh penebalan stratum
korneum atau hiperkeratinisasi pada kulit. Istilah “harlequin” berasal dari
gaun yang dikenakan oleh badut harlequin.Seiring meningkatnya
kemungkinan untuk bertahan hidup pada bayi dengan penyakit tersebut,
istilah harlequin fetus kemudian digantikan oleh harlequin ichthyosis
(HI). Istilah lain yang juga digunakan adalah “ichthyosis congenital” atau
“keratosis diffusa foetalis”.28
Etiopatogenesis
Hingga detik ini, kausa dari HI masih kontroversial, namun demikian,
mutasi atau defek pada gen ABCA12 dianggap sebagai penyebab yang
mendasari kelainan ini. Selain menjadi penyebab HI, mutasi gen
ABCA12 juga dihubungkan dengan lamellar ichthyosis tipe 2, subtipe
ARCI lainnya.28
Gen ABCA12 merupakan gen yang terletak pada kromosom 2 dan
bertanggungjawab untuk transport lipid dalam tubuh. Formasi lapisan
lipid interselular sangatlah esensial untuk fungsi penghalang (barrier) dari
epidermis dan formasi defektif dari lapisan lipid dianggap sebagai hasil
dari hilangnya fungsi tersebut serta hiperkeratosis yang abnormal. Mutasi
25
Penatalaksanaan
Saat ini penatalaksanaan harlequin ichthyosis utamanya melibatkan
penggunaan inkubator humidifikasi, regulasi temperatur, penggantian
nutrisi, perawatan kulit dan mata, kontrol nyeri, fisioterapi dan kontrol
infeksi.Keratinolitik topikal sering digunakan pada dewasa (asam salisil,
asam alfa hidroksil dan urea) tidak sesuai untuk digunakan pada bayi baru
lahir karena adanya potensi toksisitas sistemik dari peningkatan absorbsi
kutaneus.Terlebih lagi, karena terapi sistemik retinoid dapat mencapai
efek keratinolisis yang adekuat, penggunaan obat-obatan topikal di atas
tidak lagi diperlukan.Selain itu, mandi dan menggosok badan dapat
menurunkan risiko infeksi kulit, membantu melembutkan kulit dan
meningkatkan pergantian stratum korneum yang tebal.Fisura kutaneus
yang dalam pada HI sangatlah nyeri, membuat tatalaksana nyeri menjadi
masalah yang penting dalam tatalaksana pasien harlequin ichthyosis.
26
5. Penyakit Darier
Definisi Penyakit Darier
Penyakit darier adalah penyakit autosomal dominan, yang ditandai
adanya papel-papel hyperkeratotik pada daerah seboroik serta adanya
perubahan pada kuku dan membrane mukosa. Penyakit ini bersifat
progresif lambat, ditemukan pada decade pertama dan decade kedua dari
kehidupan, terbanyak usia 11-15 tahun. Penyakit ini diperberat oleh sinar
matahari.16,17
27
Etiologi
Penyakit darier merupakan gangguan kulit autosom dominan, yang
disebabkan oleh mutasi gen ATP2A2, sebuah gen yang terletak pada
kromosom 12q2324.1.18Gen ini memiliki 2 varian, yakni ATP2A2a dan
ATP2A2b. Hoi C di tahun 2004 melakukan studi untuk menganalisis
mutasi gen tersebut secara spesifik pada 28 pasien yang menderita
penyakit darier di China. Melalui studinya, diketahui bahwa sebagian
besar mutasi ini, merupakan tipe mutasi nonsense, suatu mutasi yang
merubah kodon atau asam amino menuju terminasi atau berhentinya
kodon, dan akhirnya proses ini menuntun ke arah terminasi translasi
prematur. Adapun beberapa faktor yang dihubungkan dengan mutasi gen
ATP2A2 adalah paparan sinar matahari, panas, keringat, lithium dan
menstruasi.19
Patogenesis
Gen ATP2A2 merupakan gen yang mengkoding pompa kalsium
adenosin trifosfat retikulum sarko/endoplasma (sarco/endoplasmic
reticulum calcium adenosine triphosphate pump) atau disingkat pompa
28
Gejala Klinis
Kelainan yang dijumpai pada kulit berupa papel-papel sewarna kulit
yang dapat berubah menjadi kecoklatan atau keabu-abuan, hyperkeratotik,
dapat bersatu membentuk plak berkrusta dan disertai skuama
berminyak.Mudah terjadi infeksi sekunder terutama pada daerah lipatan-
lipatan tungkai bawah, sehingga berbau. Kuku biasanya berwarna lebih
putih, mudah patah pada bagian distal, juga didapatkan gambaran seperti
huruf V dibagian kuku yang bebas dan subungual keratosis. Kadang-
kadang terdapat garis-garis longitudinal merah dan putih. Pada membrane
mukosa terdapat gambaran papel-papel putih dengan penekanan ditengah
(umbilikasi).16,17
Pada pemeriksaan histopatologi, didapat hyperkeratosis, parakeratosis
dan akantosis tidak teratur serta akantolisis yang ditandai adanya celah
suprabasal. Sel diskeratotik berupa corps ronds stratum spinosum dan
grains di stratum corneum.16,17
29
Penatalaksanaan
Hasil pengobatan biasanya tidak selalu memuaskan.Banyak pasien
penyakit Darier tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya diberikan
emolien, sunblock dan menghindari pajanan sinar matahari. Topical
retinoid acid dapat membantu dan efektif meskipun berpotensi untuk
terjadi iritasi tapi dapat diminimalkan dengan penurunan konsentrasi dan
dikombinasi dengan topical kortikosteroid.16,17
6. Keratosis Palmoplantaris
Definisi Keratoderma
Yaitu suatu kondisi pembentukan keratin pada telapak tangan dan kaki
yang berlebihan. Sinonim = Keratoma, hyperkeratosis, tilosis.6,7
Klasifikasi Keratoderma
Ada 2 bentuk, yaitu didapat dan kongenital.Keratoma didapat ialah
keratoderma klimakterium dan keratoma plantar sulkatum.Sedangkan
30
Penatalaksanaan6,7,13
- Propilen glikol 60% dalam air dioleskan pada lesi dengan oklusi tiap
malam selama 2-3 malam. Larutan sebaiknya dioleskan pada kulit
yang telah dibasahi. Dengan meningkatnya hidrasi ke stratum korneum
maka skuama menjadi lunak dan mudah lepas.
- Keratoliti misalnya salep salisil (4-6%), salep aapol, salep withfield.
- Krim atau losio yang mengandung asam retinoat 0,05%, berfungsi
menormalkan proliferasi epidermal juga mempunyai daya keratolitik
ringan.
- Kortikosteroid topical potensi kuat sampai sangat kuat berfungsi
menekan proliferasi epidermal.
- Krim urea (10-20%) berfungsi menambah hidrasi dan keratolitik.
7. Urtikaria Pigmentosa
31
Definisi
Suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang berlangsung
sementara, kadang-kadang disertai pembengkakan dan rasa gatal.11
Patogenesis23
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas
kapiler yang meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang
33
Gejala Klinis
Ruam terdiri dari bintik-bintik coklat kemerahan berubah menjadi luka
ketika digaruk, kadang bintik tersebut melepuh. Efloresensi macula
coklat-kemerahan atau papula-papula kehitaman tersebar pada seluruh
tubuh, dapat juga berupa nodula-nodula atau bahkan vesikel.11
Penatalaksanaan
- Terapi simptomatik, pada keadaan ringan hanya diberikan
antihistamin. Pada keadaan berat dapat diberikan kortikosteroid
sistemik.
- Topical: bedak antipruritus seperti mentol 0,5-1%, asam salisilat 0,5-
1%, dan kamfer 1-2%.11
8. Xoderma Pigmentosum
Definisi
Xoderma pigmentosum adalah penyakit herediter yang mengakibatkan
kerusakan pada gen DNAyang bertanggung jawab memperbaiki
kerusakan sel yang diakibatkan oleh sinar ultraviolet, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya kanker pada kulit setelah terpapar sinar
matahari.7,13
35
Etiologi
Adanya mutasi genetic terhadap gen yang berperan terhadap jalur
Nucleoide Excision Repair (NER), yang merupakan jalur perbaikan bagi
DNA yang rusak. XP dibawa oleh autosom resesif. Gen pembawa sifat ini
terletak pada kromosom 3p25, 9q22.3, 11p12-p11 dan 19q13.2-q13.3.
penyakit ini bersifat genetic, tidak menular, melainkan menurun dari
orang tua kepada anak. Namun, ini tidak berarti penderita XP pasti orang
tuanya juga menderita XP. Karena XP dibawa oleh autosom resesif.12,13,14
Patofisiologi12,13
Sinar UV terdiri daripada UVA, UVB, UVC.Sinar UV dapat
memberikan efek buruk terhadap kulit.Diantaranya adalah mengahambat
defisi sel, inaktivasi enzim, menggalakkan mutasi, dan menyebabkan
kematian sel. Sinar UV yang paling membahayakan manusia sehingga
dapat merusakkan kulit biasanya disebabkan UVB.UVB menyebabkan
terbentuknya pyrimidine dimer pada DNA. Dalam keadaan normal,
kerusakan DNA ini akan diperbaiki oleh jalur NER (Nucleotide Excision
Repair) dengan cara :
- Pengenalan terhadap lesi DNA
- Pemotongan ikatan pada kawasan yang rusak
- Pembuangan nucleotide yang rusak
- Sintesis nucleotide yang baru dan ikatannya.
36
Gejala klinis
- Timbulnya bintik-bintik pigmen yang multiple dan lesi atrofi yang
lebih besar
- Kulit sangat mudah menjadi hitam setelah terpapar cahaya matahari
- Timbulnya freckles (bercak pigmen kecil pada kulit) pada usia muda
- Kulit menjadi tipis
- Kulit menjadi sangat kering
- Solar keratoses dan kanker kulit
- Mata sangat sakit dan sensitive pada cahaya (photosensitive)
- Pada paparan dengan pancaran matahari yang sedikit, dapat juga
menyebabkan blister dan freckles
- Pematangan kulit, bibir, mata, mulut, dan lidah yang premature.
Diagnosis xoderma pigmentosum dapat ditegakkan sejak tanda/ gejala
mulai terlihat, yakni pada usia sekitar 1-2 tahun.7,12,13
Penatalaksanaan
Manajemen pasien dengan XP didasari oleh diagnosis awal,
perlindungan seumur hidup dari paparan radiasi UV, dan deteksi dini dan
pengobatan terhadap neoplasma. Diagnosis didasarkan pada karakteristik
gambaran klinis dan di konfirmasi dengan tes laboratorium dan
hipersensitivitas selular untuk UV dan kegagalan perbaikan DNA.22
37
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Genodermatosis merupakan suatu istilah yang ditujukan kepada
kelompok penyakit/gangguan kulit yang diwariskan, dan dikarakterisasi oleh
tanda atau gejala berupa kelainan baik pada kulit maupun yang bersifat
sistemik.
Macam-macam penyakit terkait genodermatosis, antara lain:
1. Epidermolisis Bullosa, yaitu kelainan genetic berupa gangguan/
ketidakmampuan kulit dan epitel lain melekat pada jaringan konektif di
bawahnya dengan manifestasi tendensi terbentuknya bula dan vesikel
setelah terkena trauma atau gesekan ringan. Klasifikasi E.B antara lain:
a. Epidermolisis tanpa jaringan parut:
- Epidermolisis bulosa simpleks (EBS)
- Epidermolisis bulosa simpleks setempat
- Epidermolisis bulosa simpleks menyeluruh
38
sehingga berbau. Kuku biasanya berwarna lebih putih, mudah patah pada
bagian distal, juga didapatkan gambaran seperti huruf V dibagian kuku
yang bebas dan subungual keratosis. Kadang-kadang terdapat garis-garis
longitudinal merah dan putih. Pada membrane mukosa terdapat gambaran
papel-papel putih dengan penekanan ditengah (umbilikasi). Prognosis
umumnya kurang baik, dapat menimbulkan kecacatan sosial. Selain itu
keparahan sebuah kondisi penyakit juga tergantung pada dampaknya
terhadap keadaan sosial masing-masing individu sehingga diperlukan
pendekatan per kasus.
6. Keratosis Palmoplantaris, yaitu suatu kondisi pembentukan keratin pada
telapak tangan dan kaki yang berlebihan.Dengan gejala klinis, penebalan
menyeluruh yang nyata pada telapak tangan dan kaki yang simetrik.
Kadang-kadang penebalan meluas ke lateral atau dorsal, terutama pada
punggung sendi jari tangan. Lekukan telapak kaki, umumnya bebas.
Epidermis menjadi tebal, kering, verukosa, dan bertanduk. Bentuk strie
dan berlubang dapat terlihat. Sering terdapat hyperhidrosis.
7. Urtikaria Pigmentosa, yaitu Suatu erupsi pada kulit berupa
hiperpigmentasi yang berlangsung sementara, kadang-kadang disertai
pembengkakan dan rasa gatal. Dengan gejala klinis, Ruam terdiri dari
bintik-bintik coklat kemerahan berubah menjadi luka ketika digaruk,
kadang bintik tersebut melepuh. Efloresensi macula coklat-kemerahan
atau papula-papula kehitaman tersebar pada seluruh tubuh, dapat juga
berupa nodula-nodula atau bahkan vesikel. Prognosis pada anak-anak
lebih baik.
8. Xoderma Pigmentosum, yaitu penyakit herediter yang mengakibatkan
kerusakan pada gen DNA yang bertanggung jawab memperbaiki
kerusakan sel yang diakibatkan oleh sinar ultraviolet, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya kanker pada kulit setelah terpapar sinar
matahari. Dengan gejala klinis, Timbulnya bintik-bintik pigmen yang
multiple dan lesi atrofi yang lebih besar, kulit sangat mudah menjadi
41
B. Saran
Penyakit yang terkait dengan genodermatosis harus diperbanyak lagi karena
dapat menambah wawasan dan kepustakaan khususnya bagi mahasiswa dan
juga masyarakat umum.
42
DAFTAR PUSTAKA
5. Pey R.J Bullous eruptions, Dalam: Champions R.H. BURTON J.L, Ebling
FJG, editor. Textbook of dermatology. Edisi ke-5. London: Blackwell
Scientific Publ. 1992-1635-6.
6. Arnold H.L. Odom B.R. James W.D. Andrew’s. disease of the skin, clinical
dermatology. Edisi ke-8. Philadelphia WB. Sauders Co. 1990:646-50.
7. Habif T.P Chinical dermatology, a color guide to diagnosis and therapy. Edisi
ke-3. St. Louse: Mosby-Year. Inc 1996:521.
8. Fine J.D. Bullous Disease. Dalam: Mosechella, Hurley H.J, editor.
Dermatology. Edisi ke-3 Philadelphis: W.B. Souders Co. 1992:681-9.
9. Tidman M.J. Horn H.M. The Clinical Spectrum of Epidemolysis Bullous
Simplex. Br. J. Detmatol 2000:142-72.
10. Karniawati Y, Diana J.A, Rahmatdinatai Epidermolisis Bullous Simplex-
Bullous Dermato-Venerlogical Indonesia 2002:29/3; 145-152.
11. Siregar. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta.
12. Flizpatrick T.B, Wolf, Klaus, MD, FRCP, Lowell A, Goldsmith, MD, Stephen
I, Katz, MD, PHD, ed. Flizpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7th
edition. New York: McGraw-Hill; 2008.
13. Flizpatrick T.B, Johnson RA, Wolff K. Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology, 6th edition. New York: McGraw-Hill; 2001. P.72-75
14. Burn Tony, Stephen Breathnach, Neil Cox, Christopher Griffiths. Rook’s
Textbook of Dermatology. Oxford: Blackwell Scientific Publications. 2004.
P.37-7 – 34-9.
15. Hunter, J.A.A, J.A. Savin, M.V. Dahl. Clinical Dermatology, 3th edition.
Oxford: Blackwell Scientific Publications. 2002. P.41-42
16. Burge. S. Darrier’s Disease, Dalam: Harper J, Oranje A, Prose N, editor.
Textbook of Pediatric Dermatology. Oxford: Blackwell Science. 2002, 1153-
7.
17. Hurwitz, S. Keratosis Follicularis (darier Disease), Dalam: Clinical Pediatric
Dermatology, Textbook of Skin Disorders of Chilhood and Adolescence W.B
Sauders company, 1993: 188-90.
44