Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Epidermolisis Bullosa atau Mechanobullous Disease ialah istilah yang digunakan


terhadap sekumpulan kelainan bawaan kulit yang ditandai dengan bulla yang dapat timbul
spontan atau karena gesekan atau trauma pada berbagai tingkatan. Epidermolisis Bullosa
Herediter pertama kali dilaporkan oleh Koebner (1886).

Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU telah dilaporkan 2 kasus EB sejak tahun 1982.
Rook memperkirakan insiden EB yang autosomal resessif 1 dalam 300.000 kelahiran
hidup sedangkan EB bentuk autosomal dominan 1 dalam 50.000 kelahiran hidup. Pertama-tama
klasifikasi hanya didasarkan pada adanya jaringan parut yang terbentuk kemudian, tetapi dengan
makin canggihnya peralatan diagnostik yang ada, maka terdapat berbagai variasi klasifikasi yang
didasarkan kepada penurunan genetik, gambaran klinis maupun pemeriksaan histologik.

Dengan menggunakan mikroskop biasa hanya dapat dibedakan letak bula pada dermis
atau epidermis, tetapi mikroskop imuno flurosensi dapat menentukan letak bula di daerah
perbatasan dermisepidermis dengan memperhatikan letak antigen pemfigoid, proteoglikan dan
Jaringan kolagen di lamina basalis. Sedangkan mikroskop elektron dapat melihat letak bula
intraepidermal, intra dermal maupun perbatasan dermis dan epidermis. Bauer dan Eriggaman
(1979) membagi Epidermolisis Bullosa atas Non-Scarring EB dan Scarring EB sedangkan
Hurwitz (1981) membuat penggolongan utama yang membagi EB atas pemeriksaan mikroskop
elektron.

Penyakit ini cukup menimbulkan masalah penatalaksanaan terutama segi perawatan


untuk menghindari trauma dan infeksi serta perawatan terhadap komplikasi yang timbul.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Epidermolysis bullosa adalah sekelompok kondisi kulit yang terasa panas dalam
menanggapi cedera ringan, panas, gesekan, atau menggaruk. Sebagian besar kondisi ini biasanya
diwariskan. Kebanyakan jenis epidermolysis bullosa awalnya mempengaruhi bayi dan anak
muda.

Meskipun beberapa orang dengan bentuk ringan dari kondisi tersebut tidak
mengembangkan tanda dan gejala hingga masa remaja atau awal masa dewasa. Bentuk ringan
epidermolysis bullosa dapat membaik seiring bertambahnya usia. Tetapi untuk bentuk yang
parah dapat menyebabkan komplikasi serius dan dapat berakibat fatal.

Kulit yang melepuh di bagian luar maupun dalam tubuh merupakan reaksi dari gesekan
ketika menggosok, garukan, terpapar hawa panas, atau cedera kecil. Kondisi ini umumnya
berkembang pada bayi dan anak-anak, dan bisa juga muncul pada masa remaja atau remaja
dewasa.

Epidermolisis bulosa yang ditemukan pertama kali oleh Koebner pada tahun 1886,
merupakan suatu penyakit genetik yang diturunkan dan ditandai dengan terbentuknya lepuh jika
terkena trauma fisik (seperti luka lecet, gesekan terus menerus, dll). Namun, pada beberapa
kasus, dapat pula ditemukan epidermolisis bulosa yang didapat (tidak diturunkan).

2.2 PATOFISIOLOGI

Kulit kita terdiri dari dua lapisan utama, yaitu: lapisan kulit terluar (epidermis) dan
lapisan kulit dalam (dermis). Penyebab utama terjadinya EB adalah kurangnya protein keratin
yang bertanggung jawab dalam menjaga integritas kulit. Epidermolysis bullosa dibagi
menjaditiga kategori, yaitu EB Simplex, EB Junctional dan EB Dystrophic.
Epidermolysis Bullosa Simplex (EBS) penyebab utamanya adalah keturunan tetapi dalam
bentuk yang langka, seperti EBS dengan muscular dystrophy. Kerapuhan kulit pada EBS terjadi
karena kurangnya protein keratin 5 dan 14. Protein keratin merupakan kerangka penghubung sel
dengan kulit, sehingga kekurangan dari protein dapat menyebabkan perpecahan dan kulit
menjadi rapuh dan menggelembung (melepuh). EBS dapat diklasifikasikan menjadi: Localised
EBS, Generalised EBS dan EBS Dowling Meara. Localised EBS jarang menyebabkan
permasalahan pada anak-anak. Lepuhan biasanya timbul di tangan dan kaki. Anak-anak dengan
Generalised EBS kehilangan kulit superficial yang luas. Generalised EBS biasanya terjadi
setelah bayi baru lahir atau satu hari setelahnya dibagian tepi popok bayi. Sedangkan Dowling
Meara EBS biasanya muncul di tepi baju anak-anak. Sehingga pada anak-anak dengan diagnosis
Dowling Meara EBS harus menggunakan baju yang tipis dan secukupnya saja. Kain yang baik
digunakan adalah yang terbuat dari Hydrofibre. Gejala lain yang muncul pada Dowling Meara
EBS adalah lepuhan di laryngeal. Gagal nafas dapat terjadi pada kasus ini dan perlu diberikan
Dexametason oral atau budeneside nebulizer.

Junctional EB (JEB) terjadi oleh karena kerusakan di laminar denza. JEB dapat
diklasifikasikan menjadi: Herlitz JEB, Non-Herlitz JEB dan JEB yang disertai pyloric atresia.
Herlitz JEB teradi karena hilangnya protein Laminin 332. Pada Dowling Meara EBS, lepuhan
laryngeal merupakan wujud dari Herlitz JEB. Untuk terapinya dapat diberikan dexamethason
oral atau budenesid nebulizer. Non-herlitz JEB disebabkan oleh karena ada kerusakan di protein
kolagen tipe XVII atau Laminin 332. Sedangkan untuk Junctional EB dengan pyloric atresia
(JEB PA) dikarenakan kekurangan α6β4 integrin.

Klasifikasi EB yang ketiga adalah Dystrophic EB yang terjadi oleh karena kurangnya
kolagen tipe VII dan dapat dibalut dengan menggunakan perban dengan lapisan yang non
adherent, seprti silikon atau lipidocolloid halus. Lapisan kedua untuk membalut luka biasanya
digunakan foam dressing untuk melindungi dan menyerap eksudat.

2.3 Etiologi

Seseorang yang menderita epidermolisis bulosa tidak memiliki protein pengikat diantara
lapisan kulit atas dan bawah yang menyebabkan kulit atas dan kulit bawah dapat bergesekan. Hal
itu menyebabkan kulit menjadi rapuh dan mudah terkelupas, walau hanya tergesek, memicu
timbulnya lepuhan dan luka. Kondisi ini disebabkan terjadinya mutasi pada setidaknya 18 jenis
gen dengan 300 variasi yang telah ditemukan.

2.4 Gejala Klinis

Pada beberapa kasus epidermolisis bulosa, lepuh tidak muncul dan terlihat di permukaan
namun di dalam rongga mulut atau usus. Gejala kemungkinan baru muncul setelah bayi mulai
berjalan atau bisa melakukan aktivitas fisik yang memicu pergesekan kaki.

Beberapa gejala yang mungkin ada pada penderita epidermolisis, antara lain:

1. Penebalan kulit telapak tangan dan kaki.

2. Ada benjolan kecil berwarna putih yang menyerupai jerawat, bernama milia.

3. Kulit yang tampak tipis atau kondisi pembentukan jaringan parut atropik.

4. Kulit mudah melepuh dan berisi cairan akibat gesekan, khususnya di lengan dan kaki.

5. Kelainan bentuk atau kehilangan kuku jari tangan dan kaki.

6. Lepuh serta jaringan parut di kulit kepala dan kerontokan rambut.

7. Lepuh yang muncul di pita suara, esofagus, dan saluran udara atas.

8. Kesulitan menelan.

9. Terganggunya kesehatan gigi, seperti berlubang akibat terbentuknya enamel buruk.

10. Kesulitan menelan.

11. Menunjukkan gejala infeksi, seperti badan hangat, memerah, demam atau panas dingin,
kulit yang bengkak atau sakit, serta memiliki aroma tidak sedap yang berasal dari luka.
2.4 Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi Epidermolisis Bulosa, yaitu ;

1. Epidermolisis bulosa simplek.

Disebabkan oleh cacat pada gen yang memproduksi keratin, menyebabkan lepuh
muncul di epidermis, biasanya di telapak kaki dan telapak tangan. Kondisi ini umumnya
berkembang ketika dilahirkan atau beberapa tahun pertama usia bayi dan diduga berasal dari
ayah atau ibu. Epidermolisis bulosa simpleks lebih banyak ditemui dibandingkan jenis
lainnya.

2. Epidermolisis bulosa distropik.

Disebabkan oleh cacat pada gen yang memproduksi kolagen, yaitu gen yang
menyatukan kulit dengan semestinya. Gejala yang muncul bisa bervariasi dari ringan hingga
parah. Kondisi ini umumnya diketahui ketika lahir atau di masa kanak-kanak.
3. Epidermolisis bulosa junctional.

Disebabkan oleh cacat pada gen yang memproduksi serat seperti benang yang
mengikat epidermis dengan membran basal, menyebabkan pemisahan jaringan dan lepuh
yang muncul di lapisan kulit bagian dalam. Kondisi ini biasanya parah dan langsung
disadari ketika bayi lahir, memicu gejala-gejala berupa tangisan serak akibat lepuh dan
terbentuknya jaringan parut di pita suara. Kedua orang tua diduga mewarisi gen ini kepada
anak, walau keduanya tidak menampakkan gejala dari Epidermolisis bulosa.

4. Sindrom kindler.

Pada kondisi ini, lepuh berkembang di seluruh lapisan kulit, menyebabkan


perubahan warna pada kulit yang terpapar sinar matahari dan umumnya muncul ketika lahir
atau tidak lama sesudah dilahirkan. Kondisi ini tergolong jarang dan biasanya akan
membaik atau menghilang seiring waktu. Sindrom Kindler adalah jenis epidermolisis bulosa
yang sifatnya resesif.

5. Epidermolisis bulosa acquisita.

Kondisi langka ini berbeda dengan epidermolisis bulosa lainnya karena bukan
merupakan penyakit turunan melainkan akibat adanya kelainan atau gangguan pada sistem
kekebalan tubuh yang menyerang jaringan tubuh sendiri yang masih sehat. Kulit melepuh
biasanya muncul di tangan, kaki, dan membran mukosa, atau lapisan kulit dalam.

2.5 Diagnosis

Gejala timbulnya EBS yang pertama dijumpai adalah munculnya lepuhan-lepuhan di


kulit. Untuk menentukan klasifikasi EBS dapat dengan menggunakan beberapa test labiratorium,
yaitu menggunakan:

1. Transmission electron microscopy,

Digunakan untuk melihat tingkat pembelahan kulit pada epidermolysis bullosa dan dapat
memvisualisasikan dan pengujian semi kuantitatif dari struktur kulit yang biasanya terganggu
pada EB.
2. Immunofluorescence mapping (IFM),

IFM merupakan alat diagnostik yang menggunakan transmisi electron microscopy untuk
beberapa tipe EB.

3. Mutation Analysis

Mutation analysis merupakan alat test utama yang dapat digunakan untuk tipe dari
keturunan dan jenis mutasi molekuler.

2.6 Penatalaksanaan

Terapi untuk mengatasi epidermolisis bulosa belum ditemukan, namun pada beberapa
kasus ringan, kondisi penderita dapat membaik seiring bertambah usia. Pengobatan dilakukan
untuk mengobati gejala, mencegah rasa sakit dan luka, khususnya pada kasus yang lebih serius
dan berisiko terjadinya komplikasi yang fatal hingga kematian.

Pengobatan epidermolisis bulosa sendiri memiliki beberapa langkah penanganan yang


bisa dilakukan, yaitu:

1. Pemberian obat-obatan.

Untuk mengendalikan rasa gatal dan sakit serta mencegah komplikasi. Tablet minum
antibiotik adalah salah satu jenis obat yang akan diberikan jika penderita menunjukkan gejala
infeksi, seperti demam dan kelenjar getah bening yang membengkak. Tablet minum lain yang
mungkin diberikan adalah obat antiradang golongan kortikosteroid untuk mengurangi sakit
akibat kesulitan menelan.

2. Prosedur operasi.

Prosedur ini dilakukan untuk memperbaiki fungsi organ yang terganggu akibat kondisi
ini atau meningkatkan kemampuan tubuh mengonsumsi makanan yang sehat dan berimbang.
Prosedur operasi terdiri dari:
a. Melebarkan esofagus.

Penyempitan esofagus yang disebabkan oleh munculnya lepuh dan jaringan parut dapat
membuat penderita merasa kesulitan makan. Pengobatan melalui jalan operasi dilakukan untuk
memudahkan makanan masuk ke perut dan bisa dicerna tubuh. Operasi dilakukan dengan cara
memasukkan sebuah balon ke dalam esofagus, lalu dikembangkan/ditiup untuk melebarkan area
itu.

b. Memulihkan kemampuan gerak (mobilitas) organ tubuh.

Lepuh dan jaringan parut yang terus-menerus muncul akan memicu perubahan bentuk
pada sendi organ, misalnya jari yang menyatu atau bengkok sehingga mengganggu pergerakan
normal.

c. Pemasangan gastrostomi.

Tabung gastronomi adalah tabung yang dimasukkan dari dinding luar perut langsung ke
dalam lambung. Tabung ini bertujuan membantu tubuh tetap mendapatkan asupan nutrisi yang
dibutuhkannya bila pasien sulit menelan dan membantu penambahan berat badan yang
direkomendasikan dokter. Penderita yang masih dapat melanjutkan makan dengan menggunakan
mulutnya jika sudah memungkinkan.

d. Transplantasi kulit.

Sebagian penderita membutuhkan prosedur ini untuk mengobati luka akibat epidermolisis
bulosa.

3. Terapi rehabilitasi.

Dapat membantu penderita memulihkan pergerakan tubuhnya yang terbatas atau


terganggu akibat munculnya jaringan parut atau memendeknya kulit karena epidermolisis bulosa.
Salah satu terapi yang digunakan adalah berenang untuk mempertahankan mobilitas tubuh.
Terapi ini juga akan membantu penderita melakukan aktivitasnya sehari-hari dengan aman dan
nyaman.
2.7 Komplikasi

Jika tidak diobati, gejala epidermolisis bulosa dapat menyebabkan komplikasi berupa:

1. Sepsis.

Masuknya bakteri ke dalam aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh,


menyebabkan shock dan gagal fungsi organ yang bisa membahayakan nyawa.

2. Infeksi.

Kulit yang melepuh rentan dengan infeksi bakteri.

3. Cacat.

Epidermolisis bulosa dapat menyebabkan gangguan pada sendi, seperti jari yang
bengkok.

4. Dehidrasi.

Lepuh yang berukuran besar dan terbuka memicu tubuh kehilangan banyak cairan, serta
berujung pada dehidrasi yang parah.

5. Konstipasi.

Kulit melepuh yang muncul di area dubur. Selain itu terdapat kondisi dehidrasi dan
kekurangan asupan makanan berserat dapat menyebabkan kotoran sulit keluar dari tubuh.

6. Malanutrisi dan anemia.

Kulit melepuh di area mulut membuat penderita mengalami kesulitan makan, berujung
kepada malanutrisi dan rendahnya kadar zat besi di dalam darah (anemia), dan mencegah proses
penyembuhan luka serta pertumbuhan.

7. Gangguan mata.

Radang mata dapat membahayakan kornea mata dan bisa menyebabkan kebutaan.
8. Kanker kulit.

Epidermolisis bulosa jenis tertentu memiliki risiko tinggi terhadap berkembangnya


kanker kulit jenis karsinoma sel skuamus.

Pada kasus yang parah, nyawa pasien bisa terancam. Risiko ini tinggi pada bayi yang
mengalami epidermolisis bulosa junctional yang parah akibat infeksi, dehidrasi, dan kulit
melepuh yang telah menyebar dengan luas dan menghambat kemampuan bayi untuk makan
maupun bernapas.
BAB III

KESIMPULAN

Epidermolysis bullosa adalah sekelompok kondisi kulit yang terasa panas dalam menanggapi
cedera ringan, panas, gesekan, atau menggaruk. Sebagian besar kondisi ini biasanya diwariskan.
Kebanyakan jenis epidermolysis bullosa awalnya mempengaruhi bayi dan anak muda.

Meskipun beberapa orang dengan bentuk ringan dari kondisi tersebut tidak mengembangkan
tanda dan gejala hingga masa remaja atau awal masa dewasa. Bentuk ringan epidermolysis bullosa
dapat membaik seiring bertambahnya usia. Tetapi untuk bentuk yang parah dapat menyebabkan
komplikasi serius dan dapat berakibat fatal.

Terapi untuk mengatasi epidermolisis bulosa belum ditemukan, namun pada beberapa
kasus ringan, kondisi penderita dapat membaik seiring bertambah usia. Pengobatan dilakukan
untuk mengobati gejala, mencegah rasa sakit dan luka, khususnya pada kasus yang lebih serius
dan berisiko terjadinya komplikasi yang fatal hingga kematian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Boodiardja SA. Epidemolisis bulsa Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Boediardjo SA, editor.
Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin; edisi ke-3. Jakarta: Bali Penerbit FKUI, 2002,200-7

2. Aisah S. Epidermolisis Bulosa Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta :FKUI. 2005.
200-7

3. Tjipta GD, Nasution A. Cermin Dunia Kedokteran. Epidermolisis Bullosa, Laporan Kasus
2001; http://www.kalbe.co.id [diakses 31 Maret 2012]

4. Siregar RS. Epidermolisis Bulosa Dalam Atlas Berwarna Saripati Pen yakit Kulit. Jakarta:
EGC. 2005. 200-1

5. Kariosentono H. Epidermolisis Bulosa Dalam Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. 2000.
141-4
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“EPIDERMOLISIS BULOSA”, sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik senior di bagian
Ilmu Kulit dan Kelamin RSU Bandung Kota Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan tugas ini sejak awal hingga selesainya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penyusunan laporan kasus ini masih banyak kekurangan
yang harus diperbaiki. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
melengkapi laporan kasus ini. Sehingga nantinya laporan kasus ini dapat lebih berguna bagi
semuanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Februari, 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….iii

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………….. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………… 2


2.1 Definisi……………………………………………………….. 2
2.2 Patofisiologi….………………………………………………..2
2.3 Etiologi………………………………………………………..3
2.4 Gejala Klinis…..……………………………………………....4
2.5 Klasifikas……………………………………………………...5
2.6 Diagnosis ,,,…………………………………………………...6
2.7 Penatalaksanaan…..…………………………………………...7
2.8 Komplikasi…..………………………………………………...8

BAB III. KESIMPULAN…….……………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 11
REFERAT

EPIDERMOLISIS BULOSA

Disusun sebagai salah satu persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior
dibagian Ilmu Kulit dan Kelamin

Disusun Oleh :
ANGELA CHANDRINOVA
DIBA OKTIA 16360035
RICA MUCMAINI 16360240
EVA EMI SURYANI 15360361
RISTA OCTAVIA
RETNO PUSPANINGTYAS

Pembimbing :
dr. Christia Iskandar, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KULIT KELAMIN

RSU BANDUNG KOTA MEDAN

SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

TAHUN 2018

Anda mungkin juga menyukai