Anda di halaman 1dari 26

Referat

STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN


SYNDROME

Disusun oleh:
Nisa Kurniawati
Pembimbing
dr. Sabrina YST

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD dr. M. YUNUS BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (S.S.S.S.)
pertama kali dilaporkan oleh Ritter von Rittershain
pada tahun 1956 dan dikenal sebagai penyakit Ritter
von Rittershain 01

Staphylococcal scalded skin syndrome Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan


(S.S.S.S.) merupakan kelainan kulit ditandai 02 04 klinis, kultur mikroorganisme, identifikasi
dengan eksantem generalisata, lepuh luas ET, dan hasil biopsi. Prognosis pada anak
disertai erosi dan deskuamasi superfisial. biasanya baik, tetapi pada dewasa
diperlukan pemantauan yang ketat.

Kelainan ini disebabkan oleh toksin eksfoliatif (ETs) 03


yaitu toksin eksfoliatif A (ETA) dan B (ETB) yang
dihasilkan strain Staphylococcus aureus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Kulit
Fisiologi Kulit
1 Fungsi Proteksi

2 Fungsi Absorbsi

3 Fungsi Ekskresi
4 Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)

5 Fungsi Keratinisasi

6 Fungsi Pembentukan Vitamin D

7 Fungsi Pembentukan Pigmen

8 Fungsi Persepsi
STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME
Definisi
Staphylococcal scalded skin syndrome (S.S.S.S.) dihitung sebagai salah satu infeksi kulit yang utama

Permukaan kulit sebagian besar terkelupas dan terlihat seperti kulit terbakar dengan cairan panas

Disebut sebagai penyakit Ritter von Ritterschein, penyakit Ritter, penyakit Lyell dan necrolysis
staphylococcal epidermis

Terjadi pada bayi baru lahir

Suatu bentuk penyakit kulit yang berat dan disebabkan oleh eksotoksin eksfoliatif
yang dihasilkan S. aureus fage grup II dan ditandai oleh pembentukan bula dan
eksfoliasi yang generalisata.
Epidemiologi
• Terdapat pada anak di bawah 5 tahun tetapi jarang ditemukan
pada dewasa kecuali dengan gangguan ginjal, defisiensi imun dan
penyakit kronik.

• Laki-laki >> wanita dengan perbandingan 2:1

• Prevalensi pada anak kurang dari 2 tahun sebesar 62% dan


hampir seluruh kasus terjadi pada anak kurang dari 6 tahun
(98%), serta 50% kasus terjadi sebelum usia 50 tahun
STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME
Etiologi
Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55, dan/atau faga 71

Strain Staphylococcus  Staphylococcus aureus dengan koagulase positif (kokus Gram-positif),


yang menghasilkan eksfoliatin toksin A (ETA) dan eksfoliatin toksin B (ETB)

Eksfoliatin toksin ini bersifat epidermolitik


FAKTOR RISIKO
Manifestasi klinis
Pada umumnya terdapat demam yang tinggi, malaise, gelisah, dan nyeri disertai infeksi di saluran napas bagian atas.

Timbul eritema yang timbul Dalam 2-3 hari terjadi


Dalam waktu 24-48 jam
mendadak pada muka, leher, pengeriputan spontan disertai
akan timbul bula-bula
ketiak, dan lipat paha, kemudian pengelupasan lembaran-
besar berdinding kendur
menyeluruh dalam waktu 24 jam lembaran kulit sehingga tampak
daerah-daerah erosif.

Daerah-daerah tersebut akan mengering dalam


Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10- beberapa hari dan terjadi deskuamasi.
14 hari tanpa disertai sikatriks. Deskuamasi pada daerah yang tidak
eritematosa yang tidak mengelupas terjadi
dalam waktu 10 hari
Bercak kemerahan yang menyebar
pada lengan, muka dan badan bayi
penderita SSSS

Luka yang telah mengering


Bula berdinding tipis yang pecah dan mulai terjadi deskuamasi
dan meninggalkan kesan
terbakar
Patogenesis

Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata, hidung, tenggorok, dan telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat
epidermolitik (epidermolin, eksfoliatin) yang beredar di seluruh tubuh, sampai pada epidermis dan menyebabkan
kerusakan, karena epidermis merupakan jaringan yang rentan terhadap toksin ini. Pada kulit tidak selalu ditemukan
kuman penyebab.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jika terdapat infeksi di tempat lain, Pada S.S.S.S. terdapat gambaran yang
misalnya di saluran napas dapat dilakukan khas, yakni terlihat lepuh intraepidermal,
pemeriksaan bakteriologik. celah terdapat di stratum granulosum.

Pemeriksaan bakteriologi Histopatologi

Histopatologi S.S.S.S., dimana hilangnya adhesi sel pada epidermis


superfisial, tepatnya dibawah stratum korneum
STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME
Diagnosis
Secara klinis dengan konfirmasi laboratorium melalui isolasi Staphylococcus aureus dari kulit dan
nasofaring.

Temuan klinis, kultur mikroorganisme, identifikasi ET, hasil


biopsi, dan dengan Nikolsky’s sign positif dan nyeri tekan.

Gambar Nikolsky’s sign positif


pada penderita S.S.S.S.
Diagnosis banding

Selulitis

Nekrolisis Epidermal
Toksik (N.E.T)

Epidermolisis Bulosa

Impetigo Bulosa

Sindrom Stevens-Johnson
PENATALAKSANAAN

Antibiotik, jika dipilih derivat penisilin hendaknya yang juga efektif bagi
01
Staphylococcus aureus yang membentuk penisilinase,
misalnya kloksasilin dengan dosis 3 x 250 mg untuk orang dewasa sehari per
os. Pada neonatus (penyakit Ritter) dosisnya 3 x 50 mg sehari per os.

Obat lain yang dapat diberikan ialah klindamisin dan sefalosporin generasi I.
Topikal dapat diberikan sufratulle atau krim antibiotik. Selain itu juga harus
diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Salep antibiotik muporicin diberikan beberapa kali dalam sehari pada area lesi
termasuk pada sumber infeksi sebagai tambahan terapi antibiotik sistemik.
PENATALAKSANAAN

02 Penggunaan baju yang meminimalkan gesekan juga dapat membantu


mengurangi terjadinya pengelupasan kulit akibat gesekan.

Kompres daerah lesi untuk membersihkan dari jaringan-jaringan epidermis


yang telah nekrosis.
Prognosis

Kematian dapat terjadi, terutama pada bayi berusia di bawah setahun, yang
berkisar antara 1-10%.

Penyebab utama kematian ialah tidak adanya keseimbangan cairan/elektrolit dan


sepsis.

Angka kematian pada dewasa lebih besar (mencapai 50-60%) karena diikuti
beberapa faktor penyebab kematian lainnya dan peningkatan kejadian sepsis.
Pencegahan
Mencuci tangan dengan menggunakan sabun Dalam kasus infeksi ringan, koloni bakteri dapat
antibakteri/antiseptik. dicegah di dalam lubang hidung dan di bawah kuku
jari kaki dengan menggunakan krim antibiotik seperti
Menggunakan handuk bersih untuk asam fusidat atau dengan menggunakan petroleum
mengeringkan tangan dan pakaian bersih jelly dalam beberapa kali sehari, selama seminggu
huntuk mengeringkan badan. atau bahkan setiap bulannya.

Pakaian harus dicuci dengan air Cuci tangan sebelum menyentuh kulit
Contents Title yang rusak atau pecah
panas. You can simply
impress your
audience.

Kuku jari harus pendek untuk


menghindari kontaminasi. Barang kebersihan pribadi tidak
boleh dibagi.

Sekolah dan tempat penitipan anak


harus dihindari dari infeksi menular.
Komplikasi Selulitis
Hal ini terjadi saat penyebaran infeksi sampai ke lapisan kulit yang lebih dalam.
Menghasilkan gejala termasuk kulit kemerahan dan meradang dengan rasa sakit.
Situasinya biasanya bisa diobati dengan antibiotik dan analgesik untuk mengurangi rasa
sakit.

Septikemia
Septicemia adalah sejenis infeksi bakteri pada darah. Hal ini menyebabkan diare, dingin,
kulit basah, demam, muntah, hipotensi, kebingungan, lemah, pusing dan kehilangan
kesadaran.

Post-streptococcal glomerulonephritis (PSG)


PSG adalah infeksi yang berhubungan dengan pembuluh darah kecil di ginjal. Gejala PSG
adalah warna urine kemerahan, pembengkakan perut dan pergelangan kaki, hematourea,
berkurangnya jumlah urine. Pasien yang menderita PSG memerlukan perawatan medis
segera dan tekanan darah mereka harus dipantau dengan hati-hati. PSG bisa berakibat
fatal pada orang dewasa, namun kasus anak sangat jarang terjadi.

Komplikasi paling berat  gangguan keseimbangan


cairan dan elektrolit. Komplikasi lain yang sering
terjadi berupa dehidrasi, infeksi sekunder, dan sepsis.
BAB IV
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome adalah merupakan suatu penyakit epidermolisis yang disebabkan oleh
ET (ETA dan ETB) dari Staphylococcus aureus tipe tertentu dengan ciri khas ialah adanya epidermolisis.

Kasus terutama terdapat pada anak di bawah 5 tahun, dan dewasa pria lebih banyak dari wanita
Serangan lisis terjadi pada stratum granulosum, namun tidak ada sel sel nekrosis di sekitar celah dan tidak
terdapat sel radang

Serangan lisis terjadi pada stratum granulosum, namun tidak ada sel sel nekrosis di sekitar celah dan tidak
terdapat sel radang

Gejala berupa kemerahan meluas pada kulit diikuti terbentuknya benjolan-benjolan berisi cairan, mudah
pecah, dan tampak seperti terbakar.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis, kultur mikroorganisme, identifikasi ET, dan hasil biopsi.

Terapi untuk S.S.S.S. bertujuan untuk mengeradikasi infeksi S. aureus dengan pemberian antibiotik, jika di
pilih derivat penisilin, clyndamisine dan sefalosporin generasi 1, pemantauan cairan, dan perawatan kulit

Prognosis pada anak lebih baik dibandingkan dewasa karena jarang terjadi sepsis. Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit, dehidrasi, infeksi sekunder, dan sepsis merupakan komplikasi S.S.S.S. yang sering terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN
• Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.
• Ladhani S, Robbie S, Garratt RC, Chapple DS, Joannou CL, Evans RW. Development and Evaluation of Detection System for Staphylococcal Exfoliative
Toxin a Responsible for Scalded Skin Syndrome. J Clin Microbiol. 2013; 39: 2050-54
• Luk N.M. Adult Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS). Hong Kong Dermatology & Venereology Bulletin. 2015 ; 10 (1): 25.
• Mishra, A.K, et all. A. A Systemic Review on Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS): A Rare and Critical Disease of Neonatus. The Open
Microbiology Journal. Vol.10; 150-159; 2016. Diakses pada 30 Juli 2017. From < http://www.benthamopen.com/TOMICROJ/>
• Harahap, M. Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta: Penerbit Hipokrates; 2015
• Randall W King, MD, et all. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome in Emergency Medicine. Vol.03. No.01; 2017. On July 30, 2017. Cited at :
<http://emedicine.medscape.com/article/788199-followup#showall>.
• Mandal, B.K. dkk. Lecture Notes: Penyakit Infeksi. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008
• Travers JB, Mousdicas N. Gram-positive Infections Associated with Toxin Production. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 1710-19.
• Morgan MB, Smoller BR, Somach SC, eds. Staphylococcal Toxin-Mediated Scalded Skin and Toxic Shock Syndromes. In: Deadly Dermatologic Diseases
Clinicopathologic Atlas and Text. Cleveland: Springer; 2015. p. 133-6.
• Amagai M, Matsuyoshi N, Wang ZH, Andi C, Stanley JR. Toxin in Bullous Impetigo and Staphylococcal Scalded-Skin Syndrome Targets Desmoglein-1.
Nat Med. 2014; 6: 1275-7.
• Stanley, JR, Masayuki, M. Pemphigus, Bullous Impetigo, and teh Staphylococcal Scalded-Skin Syndrome. The New England Journal of Medicine. N
ENGL J MED. 2016; 355: 1800-10
• Saavedra A,Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Chapter 179 Soft Tissue Infections : Erysipelas, Cellulitis, Gangrenous Cellulitis, and Myonecrosis.
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th Ed. McGraw Hill Medical. United State of America. 2008. P.1720-
1722
• Brown, RG., Burns, T. Lecture Notes on Dermatologi. Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008

Anda mungkin juga menyukai