Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Iktiosis adalah suatu gangguan pembentukan keratin. Pada gangguan ini,

sekresi kelenjar minyak dan keringat berkurang.3 Iktiosis dideskripsikan sebagai

kulit tubuh yang kasar kering dan disertai sisik berlebihan yang berasal dari bahasa

Yunani yaitu ichthys yang berarti ikan. Iktiosis secara klinis dan genetik diartikan

sebagai kelompok penyakit kulit heterogen ditandai skuama dengan pola difus,

generalisata, seragam dan persisten tanpa keterlibatan mukosa dan ekstrakutan

(kecuali sindrom iktiosiformis). Iktiosis merupakan penyakit kulit dengan

gangguan keratinisasi atau kornifikasi. 1,2

Iktiosis dapat mucul secara kongenital ataupun akuisita. Iktiosis

dikelompokkan berdasarkan pola penurunan dan gambaran klinis menjadi

autosomal dominan atau semi dominan, X-linked, dan autosomal resesif.1 Iktiosis

vulgaris (IV) merupakan jenis iktiosis autosomal semidominan dengan angka

kejadian tertinggi yakni 1 di antara 250 pada 6051 anak di Inggris.2 Insiden iktiosis

resesif X-linked mencapai 1 di antara 2000 pria pada populasi pria Denmark.2

Angka kejadian iktiosis di indonesia belum diketahui.4

Pasien iktiosis mangalami gangguan fungsi perlindungan kulit dan

penurunan kemampuan pertahanan terhadap bakteri, bahan kimiawi, dan kerusakan

mekanik. Konsekuensi dari kondisi kulit iktiotik dapat mengancam jiwa, melalui

peningkatan risiko infeksi, dan peningkatan metabolisme akibat peningkatan

turnover epidermal serta kehilangan air dan panas tubuh.6

1
BAB II
PEMBAHASAN

I. Definisi

Iktiosis adalah suatu gangguan pembentukan keratin. Pada gangguan ini,

sekresi kelenjar minyak dan keringat berkurang.3 Iktiosis merupakan gangguan

pembentukan keratin pada kulit sehingga permukaan kulit menjadi sangat kering

dan berskuama (bersisik). Gangguan kesehatan kulit ini biasanya terjadi pada

lapisan epidermis yang merupakan lapisan terluar kulit manusia. 1,2 .

Umumnya, penyakit ini sudah dapat terlihat sejak kelahiran melalui suatu

kondisi yang dikenal dengan istilah bayi kolodion (baby with collodion membrane).

Pada kondisi ini, kulit seorang bayi yang baru lahir sudah dilapisi membran

transparan yang tegang, mengkilat-seperti dibungkus plastik. Membran ini mudah

retak dan akan mengelupas saat si bayi berusia 10-14 hari. 1,2

II. Epidemiologi

Sejatinya, penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang-orang Mongolia,

Asia, dan suku asli Amerika. Bahkan, berdasarkan hasil penelitian oleh Dr.

Leonard Milstone, Ketua Medis dan Ilmiah Dewan Penasehat dari Yale University,

dalam Archives of Dermatology edisi September 2012, ditemukan bahwa

setidaknya 200 bayi lahir dengan penyakit iktiosis setiap tahunnya di Amerika

Serikat. Iktiosis vulgaris merupakan kasus autosomal semi dominan paling banyak

dengan insiden mencapai 1 di antara 250 pada populasi.2 Insiden iktiosis resesif X-

linked mencapai 1 di antara 2000 pria pada populasi pria Denmark. Iktiosis lamelar

(IL) merupakan kelainan autosomal resesif dengan insiden 1 berbanding 300.000

2
pada populasi di seluruh dunia. Hiperkeratosis epidermolitik (EHK) merupakan

kelainan autosomal dominan langka dengan insiden 1 di antara 200.000 hingga

300.000 kelahiran. Sindrom Netherton merupakan kondisi autosomal resesif

dengan insiden 1 di antara 200.000 kelahiran. Sindrom Sjogren-Larsson (SLS)

adalah kondisi autosomal resesif langka dengan insiden 1 di antara 100.000

kelahiran di populasi di seluruh dunia.1,2

III. Etiopatogenesis

Proses diferensiasi epidermal merupakan hal kompleks dan tidak seutuhnya

dipahami. Kelainan pada berbagai aspek dan tahap dari proses ini dapat

menyebabkan stratum korneum abnormal dan sisik. Cacat gen yang mendasari

kelaianan ini telah teridentifikasi. Mutasi pada gen yang mengkode keratin

suprabasal epidermal, keratin 1 dan 10, menyebabkan mutasi gen pengkode

transglutaminase 1 pada EHK. Enzim tersebut mengkatalisis silang protein dan

seramid selama pembentukan korneosit, dan ditemukan pada 55% pasien iktiosis

kongenital autosomal resesif.1,2

Mutasi pada gen pengkode enzim biosintesis kolesterol merupakan

penyebab kondrodisplasia punctata X-linked dominan dan sindrom kongenital

hemidisplasia dengan iktisosiformis eritroderma dan cacat anggota tubuh (CHILD).

Identifikasi mutasi serin protease inhibitor, kazal jenis 5 (SPINK5), menyebabkan

sindrom Netherton. SPINK5 merupakan gen pengkode protease inhibitor, pada

sindrom Netherton telah dibuktikan peran proteolisis dan protease inhibitor dalam

proses diferensiasi epidermis. Temuan kelainan connexin berhubungan dengan

3
eritrokeratodermia variabilis, sindrom keratitis, iktiosis, dan tuli (KID). Defisiensi

atau ketiadaan gen filagrin (FLG) berhubungan dengan penurunan kelembaban

stratum korneum pada pasien IV. Mutasi FLG juga dapat mengakibatkan fenotip

klinis yang lebih parah pada kelainan kulit lain.1,2,4

Kulit iktiotik memiliki kualitas dan kuantitas skuama abnormal, gangguan

fungsi perlindungan stratum korneum, dan dapat disertai gangguan proses

proliferasi sel epidermal. Penebalan stratum korneum dapat disebabkan

peningkatan laju proliferasi sel atau pelepasan (deskuamasi korneosit) yang terlalu

lambat, atau kedua kondisi tersebut.1,2

IV. Klasifikasi Dan Manifestasi klinis

Pendekatan genetik untuk memahami iktiosis telah mengungkapkan banyak

cacat gen yang mendasari genodermatosis ini. Mengetahui mutasi gen tertentu,

mengarahkan kita untuk mengetahui proses patofisiologis yang mendasari. Iktiosis

kongenital berdasarkan pola penurunan dan gambaran klinis dibagi menjadi iktiosis

autosomal semidominan, iktiosis autosomal dominan, iktiosis X-linked resesif, dan

iktiosis autosomal resesif (Tabel 1).1

Tabel 1. Iktiosis kongenital dan akuisita


Iktiosis kongenital
Iktiosis autosomal semidominan
Vulgaris (sinonim iktiosis autosomal dominan)
Iktiosis autosomal dominan
Eritroderma iktiosiformis bulosa ( hiperkeratosis epidermolitik)
Iktiosis bulosa Simens
Iktiosis histiks Curth dan Macklin
Eritrokeratodermia
Eritrokeratodermia Variabilis
Eritrokeratodermia simetrik progresif
Sindrom KID (keratitis, iktiosis, deafness)
Iktiosis resesif X-linked (defisiensi steroid sulphatase)
Eritroderma iktiosiformis non bulosa [Kongenital iktiosisformis eritroderma(CIE)]
Kondrodisplasia pungtata
Kondrodisplasia pungtata Rhizomelik

4
Sindrom CHILD (Congenital hemidysplasia, eritroderma iktiosiformis, unilateral limb
defects)
Iktiosis lamelar
Iktiosis Autosomal resesif
Bayi kolodion
Bayi harlequin
Sindrom Netherton (Iktiosis linearis circumflexa)
Sindrom Sjogren-Lanson
Penyakit Refsum
Trikotiosistrofi
Neutral lipid storage disease (sindrom Chanarin-Dorfman)
Sindrom Neonatal cholestatic jaundice dan iktiosis (NISCH)
Sindrom defisiensi sulfatase mulipel
Sindrom peeling skin

Iktiosis akuisata
Ptyriasis rotunda
Gougerout dan Carteaud Papilomatosis Retikular

A. Iktiosis lamelar (IL)

Iktiosis Lamelar merupakan penyakit kulit yang diturunkan secara

genetik (genoder matosis), ditandai adanya gangguan kornifikasi epidermis

karena mutasi gen TGM1. Kata iktiosis berasal dari bahasa Yunani ichthys

yang berarti ikan, untuk menggambarkan kelainan kulit seperti sisikikan.1,2

Kelainan ini merupakan bagian dari autosomal recessive congenital ichthyosis

(ARCI). Awitan penyakit dapat muncul sejak lahir maupun beberapa tahun

kemudian, dan dapat hanya terbatas pada kulit maupun disertai kelainan sistem

organ lain.4 Diagnosis IL ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, tetapi pada

kasus yang meragukan perlu dilakukan biopsi kulit.2,9

5
Gambar 1. Kulit dengan skuama tebal, kecoklatan, mata ektropion.

Gambar 2. Jari-jari tangan kontraktur, hipoplasi kartilago aurikula.

Gambar 3 Iktiosis lamelar fenotip klasik. A. Ektropion. B and C. Skuama besar coklat
Plate-like.1

6
Secara klinis skuama pada IL tampak kasar, lebar, kecoklatan, generalisata

dengan predileksi daerah fleksor dan adanya penebalan pada telapak tangan dan

kaki (palmoplantar keratoderma). Kulit kering, retakretak akibat penyumbatan

kelenjar keringat. Manifestasi lain pada IL yaitu adanya kelopak mata terangkat

keatas (ektropion), mulut berbentuk huruf O (eklabium), distrofi kuku (nail

dystrophy), alopesia sikatrik pada daerah berambut (alis dan kepala) serta hipoplasi

kartilago nasal dan aurikula.1,2,9

Pada umumnya diagnosis IL dapat ditegakkan secara klinis kecuali pada

kasus yang meragukan perlu ditunjang dengan pemeriksaan biopsi kulit. Hasil

biopsi didapatkan adanya penebalan nyata pada lapisan korneum (hiperkeratosis)

dan lapisan spinosum (akantosis) dengan papilomatosis ringan, sedangkan lapisan

granulosum dapat normal atau meningkat (hipergranulosis). Pada daerah dermis

didapatkan dilatasi pembuluh darah dan serbukan sel radang limfosit.10

Hasil biopsi kulit ini hampir sama dengan NCIE, hanya pada NCIE terdapat

inti sel yang masih terlihat pada penebalan stratum korneum (parakeratosis) yang

luas. Pada kasus ini diagnosis awal IL ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

manifestasi klinis yaitu adanya riwayat bayi kolodion, ektropion, alopesia sikatrik,

hipoplasi kartilago aurikula dan gambaran skuama yang khas kemudian ditunjang

hasil biopsi kulit yang sesuai dengan IL.10

Diagnosis banding IL adalah NCIE, Netherton syndrome, Sjögren-Larsson

syndrome dan trikotiodistrofi. Iktiosis lamelar sering didiagnosis sebagai NCIE

begitu juga sebaliknya. Kedua penyakit ini mempunyai banyak persamaan pada

7
awitan sakit, etiologi, pola pewarisan dan patogenesis tetapi juga mempunyai

banyak perbedaan seperti tertera pada Tabel 1.1,2

B. Iktiosis Harlequin

Iktiosis Herlequinerupakan salah satu jenis autosomal recessive

congenital ichthyosis (ARCI) yang berat. Umumnya bayi lahir prematur dan

meninggal dalam usia beberapa hari atau minggu.1-3 Penyakit ini disebabkan

mutasi dari gen ABCA12 yang menyebabkan tidak terbentuknya granul

lamelar normal dalam stratum granulosum sehingga tidak terbentuk lamela

lipid ekstrasel.1-7 Insiden iktiosis Harlequin sangat jarang diperkirakan 1 dari

300.000 kelahiran dan tidak ditemukan predileksi jenis kelamin.6,12

Gambaran klinis bayi dengan iktiosis Harlequin berupa lempengan

stratum korneum yang tebal terpisahkan oleh fisura kemerahan yang dalam,

membentuk pola geometrik seperti terlihat pada kostum badut Harlequin.

Terdapat gangguan pembentukan telinga atau bahkan tidak terbentuk Telinga

8
dan Juga tidak adanya lipatan retroaural. Ektropion dan Eklabium juga di

dapatkan Pada penyakit ini.1-3 Kehilangan cairan tubuh dan gangguan regulasi

suhu tubuh menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan tubuh yang

dapat menyebabkan hipotermia dan/atau dehidrasi hipernatremia. Respirasi

juga dapat terganggu karena tegangan kulit.1,12

Gambar 4. Sebelum perawatan. Tampak hiperkeratosis hitam kekuningan dan fisura pada
hampir seluruh tubuh, hipoplasi aurikula, ektropion, dan eklabium

Gambar 5. Stratum corneum terdiri dari lempeng-lempeng tebal yang dipisahkan


oleh celah yang dalam.

9
C. Iktiosis Vulgaris

Iktiosis vulgaris merupakan bentuk iktiosis kongenital yang paling sering

terjadi.1 Hiperlinear palmar sering ditemukan, dan beberapa pasien mungkin

memiliki penebalan palmar/plantar yang mendekati kondisi keratoderma.

Keratosis pilaris umum didapatkan, walapun pada pasien IV ringan, dan

biasanya melibatkan sisi luar lengan bawah, bagian ekstensor paha, dan bokong.

Atopi juga sering didapatkan dan dapat bermanifestasi sebagai hay fever,

eczema atau asma. Hipohidrosis disertai intoleransi panas dapat muncul pada

individu dengan IV, namun sangat jarang terjadi. Perburukan kondisi pasien

biasanya berhubungan dengan iklim yang kering dan dingin, namun sebaliknya

pada iklim yang hangat dan lembab kondisi pasien akan semakin cepat

mengalami perbaikan.1,2

Gambar 6. Iktiosis vulgaris: Hyperkeratosis mirip ikan Gambar 7. Mirip kulit ikan ini iktiosis
scalelike halusarea dada. Ini adalah bentuk ringan ichthyosis yang lebih parah
vulgaris
.

10
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG IKTIOSIS

Iktiosis memiliki berbagai macam tipe klinis yang dapat membingungkan.

Pemeriksaan penunjang untuk iktiosis yang paling sering digunakan adalah

pemeriksaan histopatologi. Pada pemeriksaan histopatologi dapat membantu

membedakan beberapa tipe dan menilai derajat keparahan penyakit tersebut.1

Gambaran histopatologi IV ditemukan penebalan stratum korneum disertai

akantosis dengan stratum granulosum yang normal (Gambar 8), sedangkan pada

EHK didapatkan hiperkeratosis pada stratum granulosum serta perubahan vakuola

pada bagian atas stratum spinosum (Gambar 9).4 Iktiosis didiagnosis secara

prenatal menggunakan diagnosis molekular. Teknik pengumpulan sampel pada

pemeriksaan prenatal seperti fetoskopi dan biopsi kulit janin meningkatkan risiko

mortalitas janin, maka jarang dilakukan. Sampel janin paling baik diambil pada fase

awal kehamilan.4

Gambar 8. Iktiotis Vulgaris4 Gambar 9. Hiperkeratosis epidermolotik4

11
VI. Tatalakasana
Bayi dengan iktiosis harus dirawat pada inkubator yang terhumidifikasi.

Keluaran urin, berat badan, dan kadar elektrolit harus dimonitor ketat. Gangguan

elektrolit dapat dikoreksi via intravena.12 Monitoring ketat tanda infeksi pada bayi

harus dilakukan secara rutin. Ketidakstabilan hemodinamik, letargi, tidak mau

makan, dan peningkatan suhu dapat menjadi tanda infeksi pada bayi. Antibiotik

profilaksis dapat diberikan pada bayi dengan fisura luas dan hanya diberikan

dengan penuh pertimbangan.6

Dukungan keluarga menjadi hal penting pada pasien iktiosis. Keluarga

pasien juga dapat di daftarkan pada Foundation for Ichthyosis and Related Skin

Type (FIRST), untuk tambahan edukasi dan dukungan.7

Agen keratolitik digunakan untuk meningkatkan deskuamasi korneosit,

maka kerak akan terangkat dan menipiskan hiperkeratosis stratum korneum.

Terdapat banyak krim dan lotion keratolitik yang tersedia secara komersial yang

mengandung urea, asam salisilat, atau asam α-hidroksi (misalnya, asam laktat, asam

glikolat). Urea dapat berfungsi dengan kapasitasnya untuk mengikat air. Propilen

glikol 40-70% dalam gel, efektif dalam pengangkatan skuama.5

Perawatan khusus harus dilakukan ketika menggunakan agen keratolitik

pada wilayah luas dan pada individu yang mungkin tidak toleran terhadap panas.1

Preparat topikal retinoid atau vitamin D mungkin efektif namun dapat

menyebabkan iritasi.13 Penggunaan luas preparat asam salisilat topikal dapat

menyebabkan penyerapan yang signifikan yang berujung pada intoksikasi

(misalnya, mual, tinitus, dyspnea, halusinasi), bahkan kematian pada anak.

Pemberian 1 gram preparat topikal asam salisilat dapat meningkatkan 0,5 miligram

12
(mg) per desiliter (dL) preparat di plasma. Batas kadar toksik asam salisilat dalam

darah adalah 30-50 mg/dL.5 Salep topikal tacrolimus 0,1% atau krim pimekrolimus

1% efektif pada pasien iktiosis yang mengalami iritasi menggunakan obat topikal

jenis lain. Preparat topikal tacrolimus 0,1% atau krim pimekrolimus 1% memiliki

penyerapan sistemik minimal.1,11

Terapi terkini untuk iktiosis kongenital berupa terapi simtomatik yang fokus

kepada hidrasi, lubrikasi, dan keratolisis. Kulit iktiotik tebal, namun mengalami

penurunan fungsi perlindungan dan ketidakmampuan mengendalikan kehilangan

air transepidermal. Kadar air didalam epidermal berfungsi untuk menentukan

kelenturan stratum korneum, maka hidrasi dapat melembutkan permukaan kulit.

Pada cuaca yang lembab, kondisi iktiosis dapat mengalami perbaikan.8

Melembabkan kulit dengan berendam lama, dapat menghidrasi kulit. Kulit yang

terhidrasi dengan baik dapat dengan mudah ditipiskan dengan abrasi ringan (busa

mandi).1 Penambahan aplikasi minyak mandi sebelum dilakukan pengeringan kulit

dapat memperpanjang hidrasi dan pelembutan kulit. Pemberian jenis pelembab

pada pasien iktiosis dapat disesuaikan dengan keinginan pasien yang dapat

berwujud sebagai lotion, krim, minyak, ataupun petrolatum.6 Pada musim kering

atau musim dingin, pelembab ruangan dapat digunakan guna menciptakan

lingkungan yang lebih ramah1,2

Risiko efek samping obat (ESO) pada bayi dan anak lebih sering daripada

dewasa karena ratio luas permukaan tubuh per berat badannya lebih besar.

Pemberian obat topikal perlu diwaspadai, contohnya pemberian asam salisilat

dapat menyebabkan nausea, tinitus, dispnea dan halusinasi. Efek samping

13
pemberian topikal retinoid adalah dermatitis toksik yang dikenal ”dermatitis

retinoid” berupa kemerahan, deskuamasi ringan, nyeri kulit, fotosensitivitas dan

komplikasi pada penipisan stratum korneum yang bersifat reversibel tetapi tidak

terbukti adanya efek samping sistemik.1,3

Pada iktiosis yang berat (harlequin), retinoid oral sangat bermanfaat sebagai

terapi sistemik. Retinoid oral generasi II (etretinat dan asitrenin), pada tingkat

selular bekerja menghambat pertumbuhan sel, mengatur diferensiasi dan

meningkatkan perlekatan sel sedangkan pada tingkat molekular akan merangsang

pembentukan beberapa protein epitelial dan bekerja pada enzim spesifik

(kolagenase, ornitin, dekarboksilase). Retinoid juga bermanfaat untuk mencegah

komplikasi pada ektropion disamping pemberian tetes mata yang berfungsi sebagai

emolien dan lubrikasi mata pada malam hari untuk mencegah terjadinya keratitis

akibat paparan. Obat ini tidak mengembalikan defek biokimia dan structural

herediter sehingga tidak membentuk kulit normal tetapi mencegah ekspresi

menifestasi pada kulit.1,2,3

Dengan semakin pesatnya perkembangan dibidang genetika molekular

yaitu pengetahuan tentang mutase gen yang spesifik sangat penting dalam

menentukan terapi yang tepat. Terapi gen merupakan terapi definitive yaitu

penyisipan materi genetik ke dalam sel untuk mengoreksi defek atau memodifikasi

sifat sel melalui ekspresi gen.5

Tatalaksana memerlukan intervensi beberapa disiplin ilmu seperti

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Kulit & Kelamin, THT, Mata dan Bedah

plastik. Pemantauan perkembangan emosi, psikososial dan edukasi bahwa penyakit

14
ini tidak menular sangat perlu. Motivasi Pada orangtua penting untuk dapat

menerima pasien apa Adanya agar anak tidak merasa dikucilkan dan rendah diri

sehingga dapat tumbuh dan kembang layaknya anak normal lainnya.

VII. PROGNOSIS

Prognosis penyakit iktiosis dapat ditentukan berdasarkan tipe iktiosis dan

penatalaksaan yang tepat pada pasien. Umumnya penyakit iktiosis menunjukkan

angka mortalitas yang rendah, akan tetapi terdapat beberapa tipe seperti bayi

harlequin, defisiensi sulfatase multipel yang dapat berkomplikasi kepada gagal

organ dan berujung kepada kematian.1,2

15

Anda mungkin juga menyukai