PENDAHULUAN
1
tingkat ekonomi juga menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik masyarakat tertentu.
Perubahan pola makan dan aktivitas fisik ini berakibat kepada semakin banyaknya
penduduk yang mengalami masalah overweight dan obesitas.5
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi terkuat
untuk terjadinya osteoartritis (OA), terutama pada sendi lutut. Setengah dari berat
badan seseorang bertumpu pada sendi lutut selama berjalan. Berat badan yang
meningkat akan memperberat beban sendi lutut. Penelitian di Chingford
menyimpulkan risiko meningkatnya osteoartritis lutut disebabkan oleh peningkatan
berat badan. Penurunan 5 kg berat badan mengurangi risiko osteoartritis lutut pada
wanita sebesar 50% secara simtomatik. Demikian juga peningkatan risiko
osteoartritis progresif tampaknya akan terlihat pada seseorang yang kelebihan berat
badan dengan penyakit pada bagian tubuh tertentu.5
Pasien osteoartritis biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas
atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat
nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien.
Karena prevalensinya yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik-progresif,
osteoartritis mempunyai dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di Negara maju
maupun di Negara yang berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia
di Indonesia menderita cacat kerana osteoartritis. Pada abad mendatang tantangan
terhadap dampak osteoartritis akan lebih besar kerana semakin banyaknya populasi
yang berumur tua.5
Osteoartritis (OA) atau penyakit sendi degeneratif merupakan gangguan sendi
yang sering ditemukan pada seseorang yang mulai menginjak usia lanjut. Osteoartritis
lebih banyak terjadi pada sendi yang menopang badan, terutama sendi lutut.6
Osteoartritis pada sendi lutut ini dapat menyebabkan nyeri yang dapat mengganggu
aktivitas kehidupan sehari-hari dan mengurangi kualitas hidup.
Pada keadaan normal, gaya berat badan akan melalui medial sendi lutut dan
akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultan gaya tersebut
akan jatuh pada bagian sentral sendi lutut. Pada keadaan obesitas, resultan gaya
tersebut akan bergeser ke medial sehingga beban yang diterima tidak seimbang.
2
Pada keadaan yang berat dapat timbul perubahan bentuk sendi menjadi varus
yang akan makin menggeser resultan gaya tersebut ke medial. Menurut organisasi
kesehatan dunia (World Health Organization), prevalensi penderita osteoartritis di
dunia pada tahun 2004 mencapai 151,4 juta orang dan 27,4 juta orang berada di Asia
Tenggara. Di Indonesia, prevalensi osteoarthritis mencapai 5% pada usia < 40 tahun,
30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada usia > 61 tahun. Menurut Riskesdas tahun
2013, prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnose tenaga kesehatan di Indonesia
11.9% dan berdasarkan gejala 24,7%. Prevalensi berdasarkan tenaga kesehatan
tertinggi di Bali 19,3% sedangkan berdasarkan gejala tertinggi di Nusa Tenggara
Timur 33,1 %, Jawa Barat 32,1 %, Bali 30%, DKI Jakarta 21,8%. Jika dilihat dari
karakteristik umur ≥ 75 tahun (54,8%). Penderita wanita juga lebih banyak (27,5%)
dibandingkan dengan pria (21,8%).7
Pada tahun 2018 Puskesmas Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing pada
bulan Oktober sampai bulan November didapatkan sekitar 100 kasus baru.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin meneliti apakah terdapat
hubungan obesitas dengan osteoartritis (OA) lutut pada lansia di Poli Lansia
Puskesmas Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Kelurahan Rorotan?
3
3. Adakah hubungan antara obesitas dengan osteoartritis di Puskesmas
Kelurahan Rorotan?
Utara.
Utara.
4
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat bagi peneliti
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi responden antara lain
mengetahui berat badan, tinggi badan serta status gizi responden. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru pada responden
mengenai hubungan obesitas dengan kejadian osteoartritis.