Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN PSIKIATRI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN 13 APRIL 2016


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

DEPRESI SEDANG (F32.1)

Oleh:

A. DWI RAHAYU AS

111 2016 0044

Pembimbing
dr. Ham F.Susanto, Sp.KJ, M.Kes

BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016

1
LAPORAN KASUS
DEPRESI SEDANG (F32.1)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.DN

Umur : 74 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Cendrawasih

Pekerjaan : Pesiunan PNS PU

Agama : Kristen

Warga Negara : Indonesia

Suku : Batak

Status Perkawinan : Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 13 April 2016

Tempat Pemeriksaan : RS.Bhayangkara

LAPORAN PSIKIATRIK

2
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Sulit tidur
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien laki-laki umur 74 tahun datang di Poli Jiwa Bhayangkara
dengan keluhan sulit tidur . Pasien pernah berobat ke dokter ahli dalam
tetapi setelah dilakukan pemeriksaan tidak didapatkan kelainan, akhirnya
dokter merujuk pasien ke bagian psikiatri. Tetapi pasien tidak merasa
adanya kelainan jiwa, sehingga pasien tidak mengikuti saran dokter
tersebut. Sertelah beberapa hari pasien merasa keadaannnya semakin
buruk,teman pasien menyarankan pasien untuk pergi ke psikiater. Pasien
memutuskan untuk berobat ke psikiater dan pasien diberikan obat yang
tidak berikan resep, obat tersebut hanya dapat diambil dari dokter tersebut.
Awal mulanya pasien masih sanggup untuk berobat dengan psikiater
tersebut tetapi pasien merasa tidak sanggup karena harga obatnya sangat
mahal dan pasien takut menjadi ketergantungan obat-obatan. Selama 3
bulan pasien mengkonsumsi obat dari dokter psikiatri tersebut.

Pasien tidak berobat teratur dan tidak mematuhi dosis yang diberikan
oleh dokter. Selain itu, pasien juga menceritakan tentang istrinya yang
terkena serangan stroke sehingga pasien harus mengurus istrinya sendiri.
Pasien hanya tinggal berdua dengan istrinya, tetapi setelah istrinya terkena
serangan stroke pasien meminta salah seorang anaknya karena pasien
merasa tidak sanggup untuk mengurus semuanya sendiri. Pasien merasa
sangat terbebani setelah istrinya sakit karena pasien harus mengurus semua
kebutuhan istrinya, tetapi ketika pasien jengkel pasien kembali mengingat
semua kebaikan istrinya yang mengurus pasien sewaktu istrinya masih sehat
dan pasien merasa sangat sayang pada istrinya. Setelah berobat 3 bulan
berobat dengan psikiatri yang pertama pasien sudah merasa tidak sanggup
lagi. Sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke psikiatri lainnya dan
pasien merasa cocok.

3
 Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial (-)
Hendaya Pekerjaan (-)
Hendaya waktu senggang (-)
 Faktor Stressor Psikososial
Pasien merasa terbebani karena harius mengurus istrinya yang sakit.
 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit
sebelumnya.
Pasien pernah berobat ke poliklinik Jiwa RSU Bhayangkara
sebelumnya.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya.
 Riwayat penyakit terdahulu : Gastritis
 Riwayat penggunaan zat psikoaktif (-)
D. Riwayat Kehidupan Peribadi
 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir di Batak dengan cukup bulan persalinan dibantu dengan
dukun beranak. Anak merupakan anak ke 7 dari 11 bersaudara.

 Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)


Pasien mendapatkan ASI eksklusif hingga umur 6 bulan,
pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur, tidak ada riwayat
kejang, trauma atau infeksi pada masa ini. Pasien mendapatkan kasih
sayang dari orang tua.
 Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan dan
perkembangan baik. Pertumbuhan dan perkembangan sama dengan
anak seusianya. Pasien memiliki banyak teman.
 Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja. ( 12-18 tahun)
Pasien melanjutkan pendidikan sampai ke tingkat SMP-SMA di
Batak. Pasien merupakan orang yang memiliki banyak teman dan
ramah pada orang lain.

4
 Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan pensiunan pegawai negri sipil ( PU ).
b. Riwayat Pernikahan
Sudah menikah.
c. Riwayat Agama
Pasien memeluk agama kristen dan menjalankan kewajiban
agama dengan cukup baik.
d. Riwayat pelanggaran hukum
Selama ini pasien tidak pernah terlibat masalah hukum.
e. Aktivitas sosial
Pasien dikenal sebagai orang yang ramah dan mudah
bergaul.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
 Pasien anak ke 7 dari 11 bersaudara.
 Hubungan dengan keluarga baik
 Tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama istri, anak, menantu, dan cucunya.
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan.
Pasien merasa kesulitan dalam mengurus istri sementara pasien sudah
usia lanjut.
II. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
 Penampilan:
Tampak seorang pria, wajah sesuai dengan umur
menggunakan baju lengan pendek, celana panjang dan
topi. Perawatan diri cukup dan perawakan kurus.
 Kesadaran: baik
 Perilaku dan aktivitas psikomotor : Tenang

5
 Pembicaraan : pasien menjawab spontan, lancar, intonasi biasa
dengan nada yang biasa
 Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
B. Keadaan afektif
 Mood : depresi
 Afek : depresi
 Keserasian : serasi
 Empati : dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
 Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
 Daya konsentrasi : baik
 Orientasi : Baik
 Daya ingat
Jangka Pendek : Baik
Jangka Sedang : Baik
Jangka Panjang : Baik
 Bakat kreatif : tidak ada
 Kemampuan menolong diri sendiri : baik
D. Gangguan persepsi
 Halusinasi : Tidak ada
 Ilusi : Tidak ada
 Depersonalisasi : Tidak ada
 Derealisasi : Tidak ada
E. Proses berpikir
 Arus pikiran :
A.Produktivitas : Cukup
B. Kontinuitas : Relevan
C. Hendaya berbahasa : Tidak ada
 Isi Pikiran
A. preokupasi : tidak ada

6
B. Gangguan isi pikiran : Tidak ada
F. Pengendalian impuls
Baik
G. Daya nilai
 Norma sosial : Tidak terganggu
 Uji daya nilai : Baik
 Penilaian Realitas : Baik
H. Tilikan (insight)
Derajat VI: Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh pengobatan
dari dokter.

I. Taraf dapat dipercaya


Dapat dipercaya
III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
Pemeriksaan fisik : Tidak dilakukan pemeriksaan fisik
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien laki-laki umur 74 tahun datang di Poli Jiwa Bhayangkara
dengan keluhan sulit tidur . Pasien pernah berobat ke dokter ahli dalam
tetapi setelah dilakukan pemeriksaan tidak didapatkan kelainan,
akhirnya dokter merujuk pasien ke bagian psikiatri. Tetapi pasien tidak
merasa adanya kelainan jiwa, sehingga pasien tidak mengikuti saran
dokter tersebut. Sertelah beberapa hari pasien merasa keadaannnya
semakin buruk,teman pasien menyarankan pasien untuk pergi ke
psikiater. Pasien memutuskan untuk berobat ke psikiater dan pasien
diberikan obat yang tidak berikan resep, obat tersebut hanya dapat
diambil dari dokter tersebut. Awal mulanya pasien masih sanggup untuk
berobat dengan psikiater tersebut tetapi pasien merasa tidak sanggup
karena harga obatnya sangat mahal dan pasien takut menjadi
ketergantungan obat-obatan. Selama 3 bulan pasien mengkonsumsi obat
dari dokter psikiatri tersebut.

7
Pasien tidak berobat teratur dan tidak mematuhi dosis yang diberikan
oleh dokter. Selain itu, pasien juga menceritakan tentang istrinya yang
terkena serangan stroke sehingga pasien harus mengurus istrinya
sendiri. Pasien hanya tinggal berdua dengan istrinya, tetapi setelah
istrinya terkena serangan stroke pasien meminta salah seorang anaknya
karena pasien merasa tidak sanggup untuk mengurus semuanya sendiri.
Pasien merasa sangat terbebani setelah istrinya sakit karena pasien harus
mengurus semua kebutuhan istrinya, tetapi ketika pasien jengkel pasien
kembali mengingat semua kebaikan istrinya yang mengurus pasien
sewaktu istrinya masih sehat dan pasien merasa sangat sayang pada
istrinya. Setelah berobat 3 bulan berobat dengan psikiatri yang pertama
pasien sudah merasa tidak sanggup lagi. Sehingga pasien memutuskan
untuk berobat ke psikiatri lainnya dan pasien merasa cocok.
Dari status mental didapatkan, penampilan pasien tampak seorang pria
menggunakan baju lengan pendek dan topi, perawatan diri cukup,
perawakan kurus, dan wajah tampak sesuai umur.
Kesadaran composmentis, prilaku dan aktivitas psikomotor tenang,
pembicaraan spontan, lancar, intonasi cukup. Sikap terhadap pemeriksa
kooperatif. Keadaan mood depresi afek sesuai, empati dapat
dirabarasakan. Fungsi kognitif, taraf pendidikan , pengetahuan umum
dan kecerdasan sesui dengan taraf pendidikan. Daya konsentrasi baik,
orientasi waktu, tempat dan orang baik, daya ingat jangka panjang dan
pendek baik. Gangguan persepsi tidak ada, tidak ada gangguan isi piker,
tilikan 6. Taraf dapat dipercaya.
V. EVALUASI MULTIAKSIAL
 Aksis I :
 Berdasarkan anamnesa didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna berupa rasa murung,sedih,dan kesulitan untuk
tidur sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
Gangguan Jiwa.

8
 Pada pasien tidak hendaya berat dalam menilai realita, tidak terdapat
halusinasi ataupun waham dll, sehingga pasien didiagnosa sebagai
Gangguan Jiwa Non Psikotik.
 Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status interna
tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi gangguan
medis umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat
mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini,sehingga
diagnose Gangguan mental dapat disingkirkan dan didiagnosa
Gangguan Jiwa Non Psikotik Non Organik.
 Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami gangguan suasana perasaan (gangguan afektif/mood).
Pasien pada kasus ini merupakan pasien dengan gangguan afektif
episode depresi sedang. Adapun gejala utama pada episode depresif
yaitu: afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan,
berkurangnya energi. Gejala lainnya pada episode depresi yaitu
konsetrasi dan perhatian berkurang; harga diri dan kepercayaan
berkurang; rasa bersalah dan tidak berguna; pandangan masa depan
suram dan pesimistis; gagasan/perbuatan yang membahayakan diri;
tidur terganggu dan nafsu makan berkurang. Kriteria gangguan
afektif episode depresi ringan dapat ditegakkan sekurang-kurangnya
2 dari 3 gejala utama, ditambah minimal 3 gejala lain; lamanya
seluruh episode sekurang-kurangnya 2 minggu akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya daan
berlangsung cepat. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan
kegiatan social yang biasa dilakukannya. Pada pasien ini ditemukan
3 gejala utama yaitu gejala afek depresif dan berkurangnya energy
(mudah lelah) dan 4 gejala lain yaitu kosentrasi berkurang, tidur
terganggu, dan nafsu makan berkurang. Berdasarkan PPDGJ III,
pasien dapat digolongkan dalam Gangguan Afektif Episode
Depresi Sedang (F32.1).

9
 Aksis II
Pasien merupakan orang yang ramah dan mudah bergaul dikeluarga
dan lingukngannya , sehingga diarahkan pada pasien dengan ciri
kepribadian tidak khas.
 Aksis III
Gastritis

 Aksis IV
Stressor psikososial yaitu masalah dengan keluarganya karena
pasien merasa terbebani karena mengurus istrinya yang sakit.

 Aksis V

GAF scale 70-61 ( beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas


ringan dalam fungsi, secara umum masih baik).

VI. DAFTAR MASALAH


 Organobiologik
Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien
memerlukan psikofarmaka.
 Psikologik
Ditemukan adanya masalah/ stressor psikososial sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.
VII. PROGNOSIS
Ad bonam

 Faktor yang mempengaruhi :


a . Keinginan yang jelas dari pasien untuk sembuh
b .Tidak ada kelainan organobiologik
c . adanya dukungan dari keluarga

10
VIII. RENCANA TERAPI
 Farmakoterapi :

 Golongan Benzodiazepin: Alprazolam 0,5 mg ½-½-1


 Golongan SSRI: Fluoxetine 20mg 1-0-0
 Psikoterapi suportif

 Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati
dan keinginannya sehingga pasien merasa lega

 Cognitive Behavioral Theraphy (CBT)

 Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif
untuk membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan
kunjungan berkala.
IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta
menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya
efek samping obat yang diberikan.
X. PEMBAHASAN

Kelainan fundamental dari kelompok gangguan afektif/mood adalah


perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan
atau tanpa ansietas yang menyertai), atau kearah elasi (suasana perasaan
meningkat). Perubahan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada
keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder
terhadap perubahan itu atau mudah dipahami hubungan dengan dengan perubahan
tersebut. 1

Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relative salah satu atau beberapa
aminergik neurotransmitter (Noradrenaline, serotonin, dopamine) pada celah sinaps

11
neuron di system saraf pusat khususnya system limbic sehingga aktivitas serotonin
menurun.2

Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):1

- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiaraan
- Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya:1

- Konsentrasi dan perhatian berkurang


- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang merasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan


sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.1

Episode depresi ringan

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 dari gejala utama depresi seperti


disebut diatas
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
- Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang biasa
dilakukannya.

12
Episode depresi sedang

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 dari gejala utama depresi seperti pada
episode ringan
- Ditambah sekurang-kurangnya 3 dan sebaiknya 4 dari gejala lainnya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social , pekerjaan dan
urusan rumah tangga

Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

- Semua 3 gejala utama depresi harus ada


- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat
- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci
- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu.
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas

Episode depresif berat dengan gejala psikotik

- Episode depresif yang memenuhi kriteria menurut Episode depresif berat tanpa
gejala psikotik
- Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab atas hal itu. halusinasi auditorik atau olfaktorik
biasanya berupa suara menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging
membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

13
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afek (mood-congruent). 1

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada


sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan
diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga,suatu rencana
pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga
kesehatan pasien selanjutnya. Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi
dengan intervensi psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada
dasarnya berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan
obat dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan
dosis yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter
mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin
terganggu.

1. Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek
farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa
pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi
tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat pada
antidepresan. Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah
pada proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek
farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali (reuptake
sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi bekerja untuk
menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin.
Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi
yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di
otak . Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama
(Trisiklik dan MAOIs), tetrasiklik, (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs) .

14
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan
sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat . Golongan
obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmitter di otak.
Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai penghambat
reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake
serotonin pada sinaps neuron. Hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi
akibat kekurangan norepinefrin lebih responsif terhadap amin sekunder,
sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih responsif
terhadap amin tersier.
b. Tetrasiklik
Terdapat tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan
tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Yang paling sering digunakan
adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang
lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat
kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan
dari obat ini tersedia dalam formulasi generik .
c. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)
MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang
lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif
katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar epinefrin, noreprinefrin dan 5-HT
dalam otak naik . Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama
dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain
karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi
dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju,
anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati
terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di
hati.
d. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini
pertama pada gangguan depresif berat selain golongan trisiklik. Obat

15
golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih
oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs
sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh
karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang
memperlihatkan pengaruh terhadap sistem
kolinergik, adrenergic dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang
berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena
akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut
sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular
dan gangguan tanda vital.
e. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors)
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang
hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga
menghambat dari reuptake norepinefrin. Selain dari golongan obat yang telah
dibahas sebelumnya, masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk
terapi medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal
tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini .

Gambar 2.1.10.1 Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama


f. Terapi Non Farmakologis
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan
depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku.

16
Telah ditemukan prediktor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai
berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik
terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah
menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan
farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang
baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons
yang baik terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi. Terapi kognitif
dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan pada distorsi kognitif
yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk
menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan
membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif. Terapi interpersonal
dikembangkan oleh Gerald Klerman,memusatkan pada satu atau dua
masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan
menggunakan dua anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang
kemungkinan memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional.
Kedua, masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam
mencetuskan atau memperberat gejala depresif sekarang .

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas


dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya,
Jakarta.
2. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya, Jakarta.
3. Elvira S, Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Gunawan S, Setiabudy R, Nafrialdi, 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Departemen Farmakologi dan Terapetik. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai