Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di

dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang

70 juta dari penduduk dunia. Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh

dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi

terutama di negara berkembang yang mencapai 114 per 100.000 penduduk per

tahun. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan dengan negara yang maju

dimana angka kejadian epilepsi berkisar antara 24-53 per 100.000 penduduk per

tahun. Angka prevalensi penderita epilepsi aktif berkisar antara 4-10 per 1000

penderita epilepsi. Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka

diperkirakan jumlah penderita epilepsi baru 250.000 per tahun. Dari berbagai

studi diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi

epilepsi 8,2 per 1000 penduduk. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak

cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat

lagi pada kelompok usia lanjut.1

Epilepsi merupakan salah satu penyakit syaraf kronik kejang berulang

muncul tanpa provokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan

saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan

ini bisa di indikasikan sebagai disfungsi otak. Insidensi epilepsi di negara maju

ditemukan sekitar 50/100.000 sementara di negara berkembang mencapai

1
100/100.000. Pendataan secara global ditemukan 3.5 juta kasus baru per tahun

diantaranya 40% adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya

ditemukan pada usia lanjut.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan

epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi.

Sedangkan yang dimaksud dengan bangkitan epilepsi adalah manifestasi

klinis yang disebabkan oleh aktivitas listrik yang abnormal dan berlebihan

dari sekelompok neuron di korteks serebri. 10

II. 2 Klasifikasi

Ada tiga klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE yaitu pada

tahun 1981, 1989, dan terbaru pada tahun 2017. 3

Menurut International League against Epilepsy 1981, epilepsi dapat

diklasifikasikan menjadi: 3

1. Serangan parsial

a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)

- Dengan gejala motorik

- Dengan gejala sensorik

- Dengan gejala otonom

- Dengan gejala psikis

b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)

- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran

- Gangguan kesadaran saat awal serangan

3
c. Serangan umum sederhana

- Parsial sederhana menjadi tonik-klonik

- Parsial kompleks menjadi tonik-klonik

- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik

2. Serangan umum

a. Absans (Lena)

b. Mioklonik

c. Klonik

d. Tonik

e. Atonik (Astatik)

f. Tonik-klonik

3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang

kurang lengkap).

Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan untuk para

klinisi karena hanya ada dua kategori utama, yaitu:

a. Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang

terlokalisir di otak.

b. Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebih

luas pada kedua belahan otak.

Sedangkan klasifikasi menurut sindroma epilepsi yang dikeluarkan ILAE tahun

1989 adalah: 4

1. Berkaitan dengan letak fokus

a. Idiopatik

4
- Epilepsi Rolandik benigna (childhood epilepsy with centro temporal spike)

- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital

b. Simptomatik

- Lobus temporalis

- Lobus frontalis

- Lobus parietalis

- Lobus oksipitalis

2. Umum

a. Idiopatik

- Kejang neonatus familial benigna

- Kejang neonatus benigna

- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi

- Epilepsi Absans pada anak

- Epilepsi Absans pada remaja

- Epilepsi mioklonik pada remaja

- Epilepsi dengan serangan tonik-klonik pada saat terjaga

- Epilepsi tonik-klonik dengan serangan acak

b. Simptomatik

- Sindroma Wes

- Sindroma Lennox Gastaut

3. Berkaitan dengan lokasi dan epilepsi umum (campuran 1 dan 2)

- Serangan neonatal

5
4. Epilepsi yang berkaitan dengan situasi

- Kejang demam

- Berkaitan dengan alkohol

- Berkaitan dengan obat-obatan

- Eklampsia

- Serangan yang berkaitan dengan pencetus spesifik (refleks epilepsi)

Diagnosis pasti epilepsi adalah dengan menyaksikan secara langsung

terjadinya serangan, namun serangan epilepsi jarang bisa disaksikan langsung

oleh dokter, sehingga diagnosis epilepsi hampir selalu dibuat berdasarkan

alloanamnesis. Namun alloanamnesis yang baik dan akurat sulit didapatkan,

karena gejala yang diceritakan oleh orang sekitar penderita yang

menyaksikan sering kali tidak khas, sedangkan penderitanya sendiri tidak tahu

sama sekali bahwa ia baru saja mendapat serangan epilepsi. Satu-satunya

pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis penderita epilepsi

adalah rekaman elektroensefalografi (EEG). 5

6
II. 3 Etiologi

Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di

otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya

dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya

dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi,

kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan

metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi

penyebabnya belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut

syndrome. 6,7

Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan

4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka

kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%.6

7
Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti

hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan

kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron,

ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya

serangan epilepsi. 7

Kita ketahui bahwa setiap wanita di dalam kehidupannya mengalami

perubahan keadaan hormon (estrogen dan progesteron), misalnya dalam masa

haid, kehamilan dan menopause. Perubahan kadar hormon ini dapat

mempengaruhi frekuensi serangan epilepsi. 7

II. 4 Patofisiologi

Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling

berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik

dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter.Dalam

keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan

lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi

kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron

akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam

mekanisme pengaturan ini adalah: 6

a. Glutamat, yang merupakan brain’s excitatory neurotransmitter

b. GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brain’s

inhibitory neurotransmitter.

Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat

dan asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah

8
noradrenalin, dopamine, serotonin (5-HT) dan peptida. Neurotransmiter ini

hubungannya dengan epilepsy belum jelas dan masih perlu penelitian lebih

lanjut.

Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls

di area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa

yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada

sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan

meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari

kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang

secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis serangan

epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu: 6

- Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang

optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan,

disebabkan konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi

ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya

(lobus oksipitalis).

Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik.

- Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi

pelepasan impuls epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron

penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu

kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat

di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar glutamat

pada berbagai tempat di otak.

9
- Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk

mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada

tiga kejadian yang saling terkait: 6

- Perlu adanya “pacemaker cells” yaitu kemampuan intrinsic dari sel untuk

menimbulkan bangkitan.

- Hilangnya “postsynaptic inhibitory controle” sel neuron.

- Perlunya sinkronisasi dari “epileptic discharge” yang timbul.

Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal,

bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus

epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis

dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama

dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. 6

Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak,

stroke, kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat

terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan

akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus seperti hipertermia,

hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus sensorik dan lain-lain. 6

Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari

fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer

sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk

bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan

kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di

10
korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten

menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat terlihat

sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama

makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan

sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron. (karena kehabisan glukosa dan

tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti

tanpa terjadinya neuronal exhaustion. 6

Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis

metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan

aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus. 6

II. 5 Gejala Klinis

Menurut manifestasi klinisnya, kejang dibagi menjadi kejang parsial, yang

berasal dari salah satu bagian hemisfer serebri, dan kejang umum, dimana

kedua hemisfer otak terlibat secara bersamaan. 4

Tabel 2.1. Manifestasi klinis bangkitan epilepsi4

Tipe kejang Ciri khas

Kejang parsial

Parsial sederhana Adanya gejala motorik, somatosensorik,

sensorik, otonom, atau kejiwaan.

Kesadaran normal.

Parsial kompleks Adanya gejala motorik, somatosensorik,

sensorik, otonom,atau kejiwaan.

11
Adanya penurunan kesadaran.

Kejang umum

Tonik-klonik Kekakuan tonik yang diikuti oleh sentakan

ekstremitas yang sinkron.

Dapat disertai inkontinensia.

Diikuti dengan kebingungan pasca kejang

Absans Hilangnya kesadaran yang singkat (biasanya

<10 detik) dengan terhentinya aktivitas yang

sedang berlangsung.

Dapat disertai gerakan otomatis, seperti

mengedip. Pola EEG menunjukkan gambaran

paku-ombak (spike-and-wave).

Mioklonik Adanya satu atau banyak sentakan otot.

Kesadaran normal.

Biasanya bilateral dan simetris.

Atonik Hilangnya tonus otot yang singkat.

Tonik Kontraksi otot yang berkepanjangan.

Klonik Pergantian sentakan dan relaksasi ekstremitas

secara berulang-ulang.

II. 6 Penegakan Diagnosa

Epilepsi dapat ditegakkan setelah pasien mengalami dua atau lebih

kejang yang tidak dipicu. Diagnosis pasti dapat ditegakkan hanya jika kejang

12
terjadi selama perekaman EEG atau jika muatan listrik dapat dihubungkan

dengan tanda dan gejala pasien. Oleh karena itu, diagnosis kejang tetap yang

paling utama. 7

Diagnosis epilepsi merupakan masalah tersendiri karena membuat

diagnosis epilepsi secara rutin memerlukan pengetahuan klinis dan

keterampilan yang khusus. Pada kebanyakan pasien epilepsi, diagnosis dapat

dibuat dengan mengetahui secara lengkap riwayat penyakit, pemeriksaan fisik

dan neurologi, pemeriksaan elektroensefalografi, dan pencitraan otak. 7

1. Anamnesis7

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci, dan menyeluruh karena

pemeriksa hampir tidak pernah menyaksikan serangan yang dialami

penderita. Anamnesis dapat berupa autoanamnesis maupun aloanamnesis,

meliputi:

a. Pola atau bentuk serangan

b. Lama serangan

c. Gejala sebelum, selama, dan sesudah serangan

d. Frekuensi serangan

e. Faktor pencetus

f. Ada tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

g. Usia saat serangan pertama

h. Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan

i. Riwayat penyakit, penyebab, dan terapi sebelumnya

j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

13
2. Pemeriksaan fisik dan neurologi7

Melihat adanya tanda - tanda infeksi, seperti demam, infeksi telinga, tanda

meningeal, atau bukti adanya trauma kepala. Pemeriksaan fisikk harus

menepis sebab - sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan

riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak - anak, pemeriksa harus

memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali,

perbedaan ukuran antara anggota tubuh yang dapat menunjukkan awal

gangguan pertumubuhan otak unilateral. Pemeriksaan neurologis lengkap

dan rinci adalah penting, khususnya untuk mencari tanda - tanda fokal atau

lateral.

3. Pemeriksaan penunjang7

a. Pemeriksaan Laboratorium

Hiponatremia, hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik

ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang.

Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium,

magnesium, “Blood Urea Nitrogen” , kreatinin dan test fungsi hepar

mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna.

Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga sebaiknya dilakukan bila

dicurigai adanya “drug abuse”

b. Pemeriksaan Elektroensefalografi

Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah

pemeriksaan elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin

sebaiknya dilakukan perekaman pada wktu sadar dalam keadaan

14
istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan hiperventilasi.

Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting

untuk membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai

berikut. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk

mengevaluasi pasien dengan serangan kejang yang jelas atau yang

meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan 13 membantu dalam

membuat diagnosis, mengklarifikasikan jenis serangan kejang yang

benar dan mengenali sindrom epilepsi.

c. Pemeriksaan Radiologi

Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau

tidaknya kelainan struktural diotak . CT Scan kepala ini dilakukan bila

pada MRI ada kontra indikasi namun demikian pemeriksaan MRI

kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi

dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan.

Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus,

disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi

refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan.

Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted“

dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan

saggital.

15
d. Pemeriksaan Neuropsikologi

Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan

pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini

khususnya memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi

kognitif, demikian juga dengan pertimbangan bila ternyata

diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang bukan epilepsi.

II. 7 Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi epilepsi tidak hanya menghentikan atau mengurangi

frekuensi serangan, tapi juga mencegah timbulnya efek samping dan

mencegah komplikasi sehingga tercapai kualitas hidup yang optimal bagi

penderita. Setiap kali terjadi serangan kejang yang berlangsung sampai

beberapa menit maka akan menimbulkan kerusakan sampai kematian

sejumlah sel - sel otak. Apabila hal ini terus - menerus terjadi, maka dapat

mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penderita. Pengobatan

epilepsi dinilai berhasil dan ODE dikatakan sembuh apabila serangan epilepsi

dapat dicegah atau penyakit ini menjadi terkontrol dengan obat - obatan.

Penatalaksanaan Sebagai dokter pelayanan primer, bila pasien terdiagnosis

sebagai epilepsi, untuk penanganan awal pasien harus dirujuk ke dokter

spesialis saraf. 2,3

A. Farmakologi9,10

1. OAE diberikan bila:

a. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan

16
b. Pastikan faktor pencetus dapat dihindari (alkohol, stress, kurang tidur,

dan lain-lain)

c. Terdapat minimum 2 bangkitan dalam setahun

d. Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan

terhadap tujuan pengobatan

e. Penyandang dan/atau keluarganya telah diberitahu tentang

kemungkinan efek samping yang timbul dari OAE

2. Terapi dimulai dengan monoterapi menggunakan OAE pilihan sesuai

dengan jenis bangkitan (tabel 1) dan jenis sindrom epilepsi:

Tabel.1

17
Tabel.2

18
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai

dosis efektif tercapai atau timbul efek samping. Kadar obat dalam darah

ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif. Bila

diduga ada perubahan farmakokinetik OAE (kehamilan, penyakit hati,

penyakit ginjal, gangguan absorpsi OAE), diduga penyandang epilepsi

tidak patuh pada pengobatan. Setelah pengobatan dosis regimen OAE,

dilihat interaksi antar OAE atau obat lain. Pemeriksaan interaksi obat ini

dilakukan rutin setiap tahun pada penggunaan phenitoin.

B. Non Farmakologi11

1. Fisioterapi

2. Psikoterapi

3. Behavior Cognitive Therapy

4. Terapi diet ketogenik sangat dianjurkan untuk penderita epilepsi,

pertamakali diperkenalkan pada tahun 1920. Diet ketogenik merupakan

diet rendah gula dan protein namun mengandung lemak yang

tinggi.Komposisi nutrisi yang terdapat dalam diet ketogenik

menyebabkan pembakaran lemak yang tinggi sehingga dapat

meningkatkan kadar keton dalam darah. Telah diketahui sebelumnya

bahwa keton dapat meminimalkan rangsangan pada sistem saraf pusat.

Kelemahan dari terapi diet ini adalah sering terjadi gangguan pencernaan

seperti mual dan diare, malnutrisi dan pembentukan batu saluran kemih

karena diet ini seringkali mengandung asam urat tinggi. Terapi diet ini

dapat menurunkan kejadian kejang sebesar 25-50 %

19
C. Tindakan Intervensi/Operatif11

1. Hipokampektomi, sesuai indikasi

2. Amigdalohipokampektomi, sesuai indikasi

3. Temporal lobektomi, sesuai indikasi

4. Lesionektomi, sesuai indikasi

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Ardilla, Yunita. Deteksi Penyakit Epilepsi dengan Menggunakan Entropi

Permutasi, K-means Clustering, dan Multilayer Perceptron. 2014.

2. Perhimpunan Spealis Syaraf Indonesia. Panduan Praktis Klinis Neurologi.

2016

3. Pedoman Tata Laksana Epilepsi. Kelompok studi epilepsi Perhimpunan

Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi). 2003.

4. Goldenberg, M.M. Overview of Drugs Used for epilepsy and Seizures. P &

T. 2010, 36:7.

5. Rudzinski, L.A. Shih, J.J. The Classfication of Seizures and Epilepsy

Syndromes.Novel Aspect On Epilepsy.2011

6. Type of Seizures. USA : Epilepsy Foundation of America. 2009

7. Vaughan, C. J. Delanty, N. Pathophysiology of acute Symptomatic Seizures.

Seizures : Medical Causesand Management. 2002.

8. Care of the patient with seizures 2nd. USA : AANN Clinical Practice

Guidelines Series. 2009.

9. Shorvon S. Handbook of Epilepsy Treatment. Blackwell Science, 2000: 25-

36.

10. Standar Pelayanan Medis & Standar Prosedur Operasional. Perhimpunan

Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi). 2006

11. Vera, Risa, dkk. Sindrom Epilepsi Pada Anak. Journal MKS, Th. 46, No. 1,

Januari 2014.

21

Anda mungkin juga menyukai