Anda di halaman 1dari 20

TUGAS STABILITAS BAHAN DAN SEDIAAN FARMASI

“SEDIAAN STERIL CAIR”

Dosen :

1. Prof. Dr. Teti Indrawati, Msi.Apt


2. Yayah Siti Juariah, S.Si, Msi,.Apt

Disusun Oleh :

1. Hana Farida 16334040


2. Rizky Windyastuti 16334047

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita pajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senang tiasa
melimpahkan rahmat dan hidayahNyalah sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
ini sebagaiman mestinya.
Pada kesempatan ini, penyusun mengharapkan agar nantinya makalah ini dapat
bermanfaat untuk teman-teman serta dapat dijadikan bahan pembelajaran. Penyusun
mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu,
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kesalahan-kesalahan dan kekurangan oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

Jakarta, 01 December
2018
Penyusun,

DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu obat atau sediaan farmasi biasanya
diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama sampai ketenangan
pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik
sehingga dapat membahayakan dan dampak negatif bagi jiwa pasien. Oleh karena itu perlu
diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat dapat sehingga
dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat optimum.
Sediaan parental yang diberikan secara penyuntikan intravena, subkutan, dan
intramuscular merupakan rute pemberian obat yang kritis jika dibandingkan dengan
pemberian obat-obatan secara oral. Semakin meningkatnya perkembangan ilmu bioteknologi
telah meningkat pula jumlah yang diproduksi secara bioteknologi seperti obat peptide dan
atau produk gen. pada abad mendatang (sekarang sudah mulai) beberapa obat peptide dan
obat lainnya akan dihasilkan menurut prinsip bioteknologi.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk
obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa
kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh
yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari
kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurnian
tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini
harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia
atau mikrobiologi.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi sediaan steril
2. Untuk mengetahui cara pembuatan dan cara penggunaan sediaan steril
3. Untuk mengetahui evaluasi sediaan steril
4. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian sediaan steril
5. Untuk mengetahui alas an formulasi / tujuan sediaan steril
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi stabilitas


Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan kemanjuran dari
produk obat. Sebuah produk obat, yang tidak kestabilan yang cukup, dapat
mengakibatkan perubahan fisik (seperti kekerasan, laju disolusi, dll fasa pemisahan) serta
karakteristik kimia (pembentukan zat dekomposisi risiko tinggi)
Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang efektif mengalami
degradasi.. Dekomposisi juga dapat menghasilkan obat beracun oleh produk yang
berbahaya bagi pasien. Mikrobiologi ketidakstabilan suatu produk obat steril juga bisa
berbahaya.
Penentuan kadaluarsa obat dilakukan melalui serangkaian pengujian yang disebut
uji stabilitas obat. Selama penyimpanan ataupun transportasi, obat bisa mengalami
perubahan secara fisik maupun kimia, sehingga diperlukan suatu uji stabilitas terhadap
produk yang akan dipasarkan.
Stabilitas di definisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam
batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan
karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Faktor lingkungan
seperti suhu (temperatur), radiasi, cahaya, udara (terutama oksigaen, karbondioksida dan
uap air) dan kelembaban dapat mempengaruhi stabilitas. Faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi stabilitas, yaitu : ukuran partikel, pH, sifat air dan pelarut yang di
gunakan, sifat kemasan dan keberadaan bahan kimia lain yang merupakan kontaminan
atau dari pencampuran produk berbeda yang secara sadar ditambahkan, dapat
mempengaruhi satabilitas sediaan. Penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua watak,
pertama kali adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang terakhir
dihasilkan dari bahan kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti
suhu, kelembapan, udara, dan cahaya, menginduksi atau mempercepat reaksi yang yang
berkurang nilainya. Faktor-faktor yang telah disebutkan menjadi efektif dalam skala
tinggi adalah bergantung dari jenis galenik dari sediaan dalam obat padat, seperti
serbuk,bubuk,dan tablet.
2.2 Ada lima jenis stabilitas yang umum dikenal
a. Stabilitas Kimia, tiap zat aktif mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensiasi yang
tertera pada etiket dalam batas yang dinyatakan dalam spesifikasi.
b. Stabilitas Fisika, mempertahankan sifat fisika awal, termasuk penampilan, kesesuaian,
keseragaman, disolusi, dan kemampuan untuk disuspensikan.
c. Stabilitas Mikrobiologi, sterilisasi atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang tertera. Zat antimikroba yang ada
mempertahankan efektifitas dalam batas yang ditetapkan.
d. Stabilitas Farmakologi, efek terapi tidak berubah selama usia guna sediaan.
e. Stabilitas Toksikologi, tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas selama usia
guna sediaan.

2.2.1 Stabilitas Fisika


Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk yang
tergantung waktu (periode penyimpanan). contoh dari perubahan fisika antara lain : migrasi
(perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan.
Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi : pemeriksaan organoleptik, homogenitas, ph,
bobot jenis.
Kriteria stabilitas fisika:
 Penampilan fisika meliputi; warna, bau, rasa, tekstur, bentuk sediaan
 Keseragaman bobot
 Keseragaman kandungan
 Suhu
 Disolusi
 Kekentalan
 Bobot jenis
 Visikositas

Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi yang
telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar lainnya.

Dengan menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari molekul-molekul
yang hubungannya sangat dekat, kesimpulannya adalah :
 menggambarkan susunan ruang dari molekul obat
 memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah molekul
 memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat farmasi
tertentu.
Ketidakstabilan Fisika
Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa
memperdulikan kesempurnaan prosesnya.
 Perubahan struktur kristal
Banyak bahan obat menunjkkan perilaku polomorfi, yang disebabkan oleh perubahan
lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi umumnya
menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku pembebasan dan resorpsi bahan obat.
 Perubahan kondisi distribusi
Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada sistem cairan
banyak fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai sedimentasi atau
pengapungan.
 Perubahan konsisitensi atau kondisi agregat
Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan dapat mengalami
pengerasan.
 Perubahan perbandingan kelarutan
Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi pemisahan
bahan terlarut (kristalisasi atau pengedapan) melalui perubahan konsentrasi akibat
penguapan bahan pelarut.
 Perubahan perbandingan hidratasi
Melalui pengambilan atau pelepasan cairan dapat mempengaruhi perbandingan hidratasi
senyawa sekaligus sifatnya secara nyata.

2.2.2 Stabilitas Farmakologi


Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul obat dengan
bagian molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik. Untuk dapat berinteraksi
dengan reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa bioaktif harus
mempunyai stuktur sterik dan distribusi muatan yang spesifi pula. Dasar dari aktivitas
bioogis adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai dari saat obat diberikan sampai
terjadinya respons biologis.
Fasa-fasa yang mempengaruhi aktivitas obat
a. Fasa farmasetik
Fasa ini menentukan ketersediaan farmasetik yaitu ketersediaan senyawa aktif
untuk dapat diabsorpsi oleh sistem biologis. Untuk dapat diabsorpsi senyawa obat harus
dalam bentuk molekul dan mempunyai lipofilitas yang sesuai. Bentuk molekul senyawa
dipengaruhi oleh nilai pKa dan pH lingkungan (lambung pH= 1-3 dan usus pH = 5-8).
Pada fasa I selain sifat molekul obat, seperti kestabilan terhadap asam lambung
dan larutan dalam air, formulasi farmasetis dan bentuk sediaan yang digunakan juga
penting untuk aktivitas obat.

b. Fasa Farmakokinetik
Meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat
yang mengahasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah
(Ph = 7,4) yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa
yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekresi obat, yang menentukan kadar
senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berbeda. Fasa I, II dan III menentukan
kadar obat aktif yang dapat mencapai jaringan target.

c. Fasa Farmakodinmik
Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul
senyawa aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang
dipengaruhi oleh ikatan kimia yang terlibat. Fasa V adalah induksi rangsangan, dengan
melalui proses biokimia, menyebabkan terjadinya respons biologis.
2.2.3 Stabilitas Kimia
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk
mempertahanakan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket
dalam batas waktu yang ditentukan. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan
langkah menentukan baik buruknya sediaan yang dihasilkan, meskipun tidak menutup
kemungkinan adanya parameter lain yang harus diperhatikan. Data yang harus
dikumpulkan untuk jenis sediaan yang berbeda tidak sama, begitu juga untuk jenis
sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain. Jadi sangat bervariasi tergantung pada jenis
sediaan, cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-lain.
Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat, kimia, kimiafisik, dan kerja
farmakologi zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data sekunder). Secara
reaksi kimia zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya ialah, oksigen
(oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis), karbondioksida (turunnya
pH larutan), sesepora ion logam sebagai katalisator reaksi oksidasi. Jadi jelasnya faktor
luar juga mempengaruhi ketidakstabilan kimia seperti, suhu, kelembaban udara dan
cahaya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Kimia


Masing-masing bahan tambahan baik yang memiliki efek terapetik atau non
terapetik dapat mempengaruhi stabilitas senyawa aktif dan sediaan. Faktor kondisi
lingkungan yang utama yang dapat mengurangi stabilitas termasuk di dalamnya Paparan
temperatur yang ekstrim, cahaya, kelembaban dan CO 2. Faktor utama dari bentuk sediaan
yang dapat mempengaruhi stabilitas obat, termasuk ukuran partikel, pH, komposisi
sistem pelarutan, kompatibilitas anion dan kation, kekuatan larutan ionik, kemasan
primer, bahan tambahan kimia yang spesifik dan ikatan kimia dan difusi dari obat dan
bahan tambahan. Dalam berbagai bentuk sediaan reaksi-reaksi ini dapat mengakibatkan
rusaknya kandungan zat aktif, antara lain adalah
 Hidrolisis
Ikatan amida juga dpt terhidrolisa meskipun kecepatan hidrolisanya lebih lambat
disbanding ester. Sebagai contoh prokain akan terhidrolisa apabila di autoklaf, tetapi
senyawa prokainamid tidak terhidrolisa.
Gugus laktam dan azometin (imine) dalam benzodiazepine juga dapat tehidrolisis.
Faktor kimia yang dapat menjadi katalis dalam reaksi hidrolisi adalah pH dan senyawa
kimia tertentu (contohnya dextrose dan tembaga dalam kasus hidrolisa ampisilin)

 Epimerisasi
Senyawa tetrasiklin paling umum mengalami epimerisasi. Reaksi terjadi dengan
cepat ketika obat dilarutkan dan terpapar dg pH lebih dari 3, mengakibatkan terjadinya
perubahan sterik pada gugus dimetilamin. Bentuk epimer dari tetrasiklin seperti
epitetrasiklin tidak memiliki aktifitas anti bakteri.

 Dekarboksilasi
Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini salisilic acid
dapat kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk urainya memiliki
potensi farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dapat terjadi pada beberapa
antibiotik yang memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari asam karboksilat atau
anion karboksilat. Dekarboksilasi akan terjadi pada beberapa antibiotik : Carbenicillin
sodium, Carbenicillin free acid, Ticarcillin sodium, Ticarcillin free acid.

 Dehidrasi
Dehidrasi yang dikatalisis oleh asam pada golongan tetrasiklin menghasilkan
senyawa epianhidrotetrasiklin, senyawa yang tdk memiliki efek anti bakteri dan memiliki
efek toksisitas

 Oksidasi
Struktur molekular yang dapat mudah teroksidasi adalah gugus hidroksil yang
terikat langsung pada cincin aromatik (contoh pada katekolamin dan morfin), gugus dien
terkonjugasi (vit A dan asam lemak tak jenuh), cicin heterosiklik aromatik, gugus turunan
nitroso dan nitrit dan aldehid (flavoring). Produk hasil oksidasi biasanya memiliki efek
terapetik lebih rendah. Identifikasi secara visual bisa terlihat pada perubahan warna
contohnya pada kasus efineprin. Oksidasi dapat dikatalisa oleh pH ion logam contohnya
tembaga dan besi, paparan terhadap oksigen, UV.
 Dekomposisi fotokimia
Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis pada
ikatan kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat tidak stabil
terhadap foto oksidasi.

 Kekuatan Ion
Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis dipengaruhi
oleh kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta kecepatan hidrolisis
berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya dengan muatan ion, sebagai
contoh obat-obat kation yang diformulasikan dengan bahan tambahan anion.

 Perubahan Nilai pH
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau
diperlambat secara ekponensial oleh nilai pH yang naik atau turun dari rentang pH nya.
Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi adalah faktor
yang mudah mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan, akibat dari reaksi
hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat stabil dalam beberapa hari,
beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada formulasi aslinya, tetapi ketika dicampurkan
dengan larutan lain yang dapat mempengaruhi nilai pH nya, senyawa aktif dapat
terdegradasi dalam hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan
garamnya biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk
mempertahankan pHnya pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum.
Pengaruh pH pada kestabilan fisik sistem dua fase contohnya emulsi juga penting,
sebagai contoh kestabilan emulsi intravena lemak dirusak oleh pH asam.

 Interionik
Kelarutan dari muatan ion yang berlawanan tergantung pada jumlah muatan
ionnya dan ukuran molekulnya. Secara umum ion-ion polivalen dengan muatan
berlawanan bersifat inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih mudah terjadi dengan
penambahan sejumlah besar ion dengan muatan yang berlawanan.
 Kestabilan bentuk padat
Reaksi pada kondisi padat relatif bersifat lambat, kecepatan degradasinya
dikarakterisasi sesuai dengan kecepatan kinetik orde 1 atau sesuai dengan kurva signoid.
Sehingga obat-obat berbentuk padat dengan titik leleh yang rendah tidak boleh
dikombinasikan dengan bahan kimia lain yang dapat membentuk campuran uetectic.
Pada kondisi kelembaban yang tinggi, kecepatan dekomposisinya berubah sesuai
dengan kecepatan kinetik orde nol, karena kecepatan dekomposisinya diatur secara
relatif oleh fraksi kecil dari obat yang muncul pada larutan jenuh yang letaknya pada
permukaan atau atau di dalamnya.

 Temperatur
Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap
kenaikan 10 derajat suhu. Faktor nyata yang mengakibatkan kenaikan kecepatan reaksi
kimia ini adalah karena aktifasi energi. Waktu simpan obat pada suhu ruang biasanya
akan berkurang ¼ atau 1/25 dari waktu simpan di dalam refrigrator. Temperatur dingin
juga dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Sebagai contoh refrigerator dapat
mengkibatkan kenaikan viskositas pada sediaan cair dan menyebabkan supersaturasi pada
kasus lain, dingin atau beku dapat merubah ukuran droplet pada emulsi, dapat
mendenaturasi protein atau pada kasus tertentu dapat menyebabkan kelarutan beberapa
polimerik obat dapat berkurang.

2.2.4 Stabilitas Mikrobiologi


Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap sediaan bebas
dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas miroorganisme hingga batas waktu
tertentu. Terdapat berbagai macam zat aktif obat, zat tambahan serta berbagai bentuk
sediaan dan cara pemberian obat. Tiap zat, cara pemberian dan bentuk sediaan memiliki
karakteristik fisika-kimia tersendiri dan umumnya rentan terhadap kontaminasi
mikroorganisme dan/atau memang sudah mengandung mikroorganisme yang dapat
mempengaruhi mutu sediaan karena berpotensi menyebabkan penyakit, efek yang tidak
diharapkan pada terapi atau penggunaan obat dan kosmetik.
Oleh karena itu farmakope telah mengatur ketentuan mengenai kandungan
mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik dalam rangka memberikan hasil
akhir berupa obat dan kosmetika yang efektif dan aman untuk digunakan atau dikonsumsi
manusia. Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi untuk menjaga
atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorgansme yang terdapat
dalam sediaan tersebut hingga jangka waktu tertentu yang diinginkan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan dapat dipengaruhi oleh beberap factor, antara lain:
 Faktor Sifat Fisika-Kimia Zat aktif dan Zat tambahan
Sifat fisika kimia zat aktif maupun zat tambahan dapat mempengaruhi stabilitas
mikrobiologi sediaan. Zat yang bersifat higroskopik atau hidrofilik rentan terhadap
kontaminasi mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan adanya air yang merupakan
media pertumbuhan bagi mikroorganisme.
 Faktor Kontaminasi dari Bahan Baku dan Proses
Bahan baku alami dalam bantuk air yang bebas serbuk atau granula dapat menjadi
tempat tumbuhnya mikroorganisme, virus atau pun toksin mikroba. Analisa terhadap
bahan-bahan ini dapat menunjukkan keberadaan bakteri, spora Clostridium, Staphylococci,
kapang dan khusunya toksin fungi/jamur.
Kemungkinan keberadaan mereka mungkin sudah ada semenjak tahap persiapan
produksi. Bahan alami yang diekstrak, diproduksi maupun disediakan dalam bantuk cair
juga rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme. Cara pengawetan yang tidak tepat
ketiga digunakan utuk menghasilkan produk dalam bentuk larutan, disperse atau pun
emulsi dapat mendukung pertumbuhan mikroorganisme Gram negative seperti
Enterobacter spp., E. coli, Citrobacter spp., Pseudomonas spp dan lainnya

2.2.5 Stabilitas Toksikologi


Stabilitas toksikologi adalah ukuran yang menujukkan ketahanan suatu senyawa/bahan
akan adanya pengaruh kimia, fisika, mikrobiologi dan farmakologi yang tidak menyebabkan
peningkatan toksisitas secara signifikan.

Efek toksik dapat dibedakan, menjadi :


 Efek toksik akut, mempunyai korelasi langsung dengan absorpsi zat toksik
 Efek toksik kronis, zat toksik dalam jumlah kecil diabsorpsi sepanjang jangka waktu
lama, terakumulasi, mencapai konsentrasi toksik akhirnya timbul keracunan.

Toksisitas jangka panjang, efek toksik baru muncul setelah periode waktu laten yang
lama sebagai contoh kerja karsinogenik dan mutagenik. Penggolongan toksikologi dengan
cara lain berdasarkan jenis zat dan keadaan yang mengakibatkan kerja toksik, yaitu : kerja /
efek tidak diinginkan, keracunan akut pada dosis berlebih, pengujian terhadap toksisitas dan
toleransi pada fase praklinik.
Zat kimia disebut xenobiotik (xeno = asing), dimana setiap zat kimia baru harus
diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas. Adapun
faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas adalah :
 Dosis
Dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Untuk setiap zat kimia, termasuk
air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali atau dosis besar sekali
yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian.

 Faktor bahan penyusun


a) Stabilitas bahan aktif
b) Bahan pembantu

1) Dapar
Merupakan suatu campuran asam lemah dengan garamnya atau basa lemah
dengan garamnya. tujuannya adalah untuk mempetahankan ph, meningkatkan stabilitas
obat, meningkatkan kelarutan obat, efek terapetik. Kriteria pemilihan dapar, yaitu :
 Dapar mempunyai kapasitas yang memadai dalam kisaran pH yang dinginkan (untuk
mempertahankan stabilitas obat maka daparnya kecil)
 Dapar harus aman secara biologis
 Dapar tidak mempunyai efek merusak stabilitas produk
 Memperbaiki rasa dan warna yang dapat diterima
2) Pengawet
Kemungkinan kontaminasi selama pembuatan, penyimpanan dan penggunaan.
Sumber kontaminan; berasal dari manusia, bahan obat, bahan tambahan, lingkungan, alat-
alat dan bahan pengemas. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pengawet:
 Koefisien distribusi liphoid-air yang dipilih pengawet yang larut
 Harga pH karena pengawet yang dapat menimbulkan aktivitas adalah pengawet yang
tidak terdisosiasi atau terdapat dalam bentuk molekul yang dapat menembus membran
 Konsentrasi, ada yang menghambat pertumbuhan dan juga mematikan sel
 Suhu, dengan kenaikan suhu berarti terjadi kenaikan aktivitas pengawet
Syarat memilih bahan pengawet, yaitu perlu dipilih bahan yang dapat tersatukan
secara fisiologis, tidak toksik, alergi dan sensibilisasi, yang kesemuanya tergantunng dosis,
dapat tercampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan termasuk wadah dan tutup, tidak
berbau dan tidak berasa, efektif sebagai bakteriostatik atau bakterisid, fungiostatik atau
fungisid serta cukup larut dalam pembawa hingga mencapai konsentarsi yang memadai.

3) Antioksidan
Terjadinya oksidasi karena dipengaruhi oleh :
 Harga pH semakin tinggi harga pH semakin rendah potensial redoks sehingga
oksidasinya semakin lancar
 Cahaya sebab cahaya mengandung energi oton yang dapat meningkatkan atau
mempercepat proses oksidasi, maka molekul-molekul obat semakin reaktif
 O2 atau kandungan O2 akan meningkatkan proses oksidasi
 Ion logam berat berfungsi sebagai katalisator proses oksidasi

Pertimbangan-pertimbangan dalam memilih antioksidan antara lain adalah harus


efektif pada konsentrasi yang menurun, tidak toksik, tidak merangsang, dan tidak
menimbulkan OTT, larut dalam pembawa dan dapat bercampur dengan bahan lainnya.

 Faktor luar
a) Cara pembuatan
b) Bahan pengemas
Terbagi atas 2, yaitu bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang langsung
bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya), dan bahan pengemas sekunder, yaitu
bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan sediaan. Syarat dalam pemilihan
bahan pengemas antara lain adalah :
 Melindungi preparat dari keadaan lingkungan
 Tidak boleh bereaksi dengan produk
 Tidak boleh memberikan rasa atau bau paa produk
 Tidak toksik
 Disetujui oleh lembaga kesehatan duni
 Harus memenuhi tuntunan tahan banting yang sesuai
 Mudah mengeluarkan isi
 Menarik

 Kondisi penyimpanan yang meliputi suhu, tekanan, kelembapan dan cahaya


Suhu penyimpanan sediaan harus dijelaskan karena menyangkut aspek stabilitas dan
masa kadaluwarsa sediaan. Suhu penyimpanan menurut farmakope indonesia terdiri dari:
 Dingin adalah pada suhu tidak lebih dari 8°C.
 Sejuk adalah penyimpanan pada suhu antara 8°C dan 15°C.
 Suhu Kamar adalah penyimpanan pada suhu ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah
suhu yang diatur antara 15°C dan 30°C.
 Hangat adalah penyimpanan pada suhu antara 30°C dan 40°C.
 Panas berlebih adalah penyimpanan pada suhu di atas 40°C.

Perlindungan dari pembekuan selain resiko kerusakan kemasan (wadah), pembekuan


suatu sediaan (artikel) dapat menyebabkan kehilangan kekuatan / potensi, atau merusak dan
mengubah sifat sediaan. Pada etiket / label kemasan harus dicantumkan petunjuk untuk
melindungi sediaan / artikel dari pembekuan. Penyimpanan di bawah kondisi tidak khusus
jika tidak ada petunjuk khusus penyimpanan atau pemabatasan dalam monografi, maka
kondisi penyimpanan termasuk perlindungan terhadap kelembapan, pembekuan dan panas
berlebihan.
BAB III
PEMBAHASAN

BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sediaan steril adalah sedian yang selain memenuhi persyaratan fisika-kimia juga
persyaratan steril. Steril berarti bebas mikroba. Sterilisasi adalah proses untuk mendapatkan
kondisi steril. Sediaan steril secara umum adalah sediaan farmasi yang mempunyai
kekhususan sterilitas dan bebas dari mikroorganisme.
3.2 Saran
Sebaiknya dalam pembuatan makalah selanjunya, materi yang ada lebih di perbanyak. Agar
dapat memperluas pembahasan tentang sediaan steril yang beredar di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Kibbe, AH. 2000. Handbook of pharmaceutical Excipients. Third Edition. Washington D.C:
American Pharmaceutical AssociatioN.

Connors, KA. 1992. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi Kedua. Semarang: IKIP
Semarang Press.

Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi Ketiga.
Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press.

Ansel HC. 1998 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim. Jakarta: UI-Press.

BNF 37, 1999. Royal Pharmaceutical Society of Great Britain/British Medical Association;
Maret.

Trissels, LA. Handbook of Steril Injection. 11th Edition.

Turco S, King RE. 1979. Sterile Dosage Forms. Second edition. Philadelphia: Lea & Febiger.

Drug Information, 2003. American Society of Healthy System Pharmacists.

Reynold, James EF, 1982. Martindale the extra pharmacopeia, Twenty-eight edition. The
pharmaceutical press : London.

Sulistia G. Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan terapi. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai