Anda di halaman 1dari 31

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI EKSTRAK AIR HERBA MENIRAN

(Phyllanthus niruri Linn)

NAMA : Rizky Windyastuti


NPM : 16334047

PROGRAM : FARMASI
FAKULTAS : FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
DESEMBER 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah Saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga Saya ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.
Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, Saya memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga Saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jakarta, Januari 2019

Penyusun

Institut Sains dan Teknologi Nasional 1


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2

ABSTRAK ................................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 5

1.1 Latarbelakang ............................................................................................... 5

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 7

1.3 Tujuan ........................................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 8

2.1. Teori Dasar (Cara Ekstraksi) ...................................................................... 8

a. Maserasi .......................................................................................................... 8

b. Perkolasi ....................................................................................................... 10

c. Sokletasi ....................................................................................................... 12

d. Refluks.......................................................................................................... 14

e. Ultrasonik ..................................................................................................... 15

f. Pressurized Solvent Extraction ..................................................................... 17

2.2. Klasifikasi Meniran (Phyllanthus niruri, L.) ........................................... 18

2.3. Botani Tumbuhan Meniran (Phyllanthus niruri, L.) .............................. 19

2.4. Kandungan Kimia Tumbuhan Meniran (Phyllanthus niruri, L.) ......... 19

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 21

3.1. Alat dan Bahan ........................................................................................... 21

3.2. Pengambilan Sampel .................................................................................. 21

3.3. Determinasi Tumbuhan Meniran ............................................................. 21

Institut Sains dan Teknologi Nasional 2


3.4. Pengujian Herba Meniran Penetapan susut pengeringan ...................... 22

3.5. Pembuatan Ekstrak Herba Meniran ........................................................ 22

3.6. Parameter Pengujian Mutu Ekstrak ........................................................ 23

a. Parameter Non Spesifik ................................................................................ 23

b. Parameter Spesifik ........................................................................................ 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 26

BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 29

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 30

Institut Sains dan Teknologi Nasional 3


PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI EKSTRAK AIR HERBA
MENIRAN (Phyllanthus niruri Linn)

ABSTRAK

Ekstraksi dengan metoda perkolasi dan karakterisasi dari herba meniran (Phyllanthus
niruriL.) Telah dilakukan. Pada proses ekstraksi menggunakan air suling yang telah
dipanaskan dan kemudian hasil perkolat dipekatkan menggunakan rotary evaporator
hingga volumenya setara denganberat herba meniran. Ekstrak air herba meniran yang
dibuat memiliki karakter yang terdiri dari karakternon spesifik, karakter spesifik, dan
karakter uji kandungan kimia ekstrak. Hasil karakterisasi menunjukkan karakter
ekstrak air herba meniran yang diperoleh dengan metode perkolasi sebagai
berikut:susut pengeringan93,80% ± 4,27 %, kadar abu total 4,78% ± 0,27%, kadar
abu tidak larut asam 0,71% ± 0,18%, bobot jenis 1,07. Dari pola kromatografi lapis
tipis didapat senyawa identitas kuersetin dalam ekstrak dan Rf ekstrak air herba
meniran terdiri dari tiga noda dimana nilai Rf pada noda ke tiga ekstrak air herba
meniran sama (0,30) dengan nilai Rf larutan pembanding kuersetin.

Institut Sains dan Teknologi Nasional 4


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang
Perkembangan penggunaan obat-obatan tradisional khususnya dari tumbuh-
tumbuhan untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sudah cukup
meluas. Salah satu jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat adalah meniran
(Phyllanthus niruri Linn) (Osward, 1995). Meniran adalah tumbuhan yang berasal
dari famili Euphorbiaceae dengan nama ilmiah Phyllanthus niruri Linn (Heyne,
1987). Meniran merupakan tumbuhan semusim, tumbuh tegak, dan bercabang.
Batang berbentuk bulat dengan tinggi antara 30-50 cm, memiliki daun majemuk,
bunga tunggal terdapat pada ketiak daun menghadap kearah bawah, buah berbentuk
kotak, bulat pipih, berwarna hijau keunguan, bijinya kecil dan berakar tunggang
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978). Herba meniran mengandung
metabolit sekunder flavonoid, terpenoid, alkaloid dan steroid (Kardinan dan Kusuma,
2004). Beberapa hasil penelitian menunjukkan senyawa terpenoid memiliki aktivitas
sebagai antibakteri yaitu monoterpenoid linalool, diterpenoid (-) hardwicklic acid,
phytol, triterpenoid saponin dan triterpenoid glikosida (Grayson, 2000; Bigham et al.,
2003; Lim et al., 2006). Salah satu senyawa metabolit sekunder yang banyak
dikandung oleh meniran adalah golongan lignan dengan komponen utama phyllanthin
dan hipophyllanthin (Tripathi et al., 2006) dan golongan flavonoid dengan kandungan
utama kuersetin, rutin, leukodelfinidin, katekin (Badan Pemeriksaan Obat dan
Makanan Republik Indonesia, 2004).
Obat-obat tradisional di Indonesia terus mengalami perkembangan ke arah
yang lebih baik seiring dengan ditetapkannya pembagian golongan obat bahan alam
oleh pemerintah yaitu jamu, herbal terstandar dan fitofarmaka. Perkembangan
tersebut dapat berupa peningkatan mutu bahan obat melalui proses standardisasi,
pengujian praklinis ataupun pengujian secara klinis dari obat itu sendiri, hingga
perkembangan bentuk sediaan dari bentuk yang sederhana seperti simplisia beralih
kebentuk yang lebih baik (Rusdi, 1988). Secara tradisional meniran dapat digunakan

Institut Sains dan Teknologi Nasional 5


sebagai obat batu saluran kencing, susah kencing disertai sakit perut atau pinggang,
pembengkakan kelenjar prostat, hepatitis, rabun senja, rematik, digigit anjing gila dan
bisul dikelopak mata (Dalimatha, 2003).Beberapa penelitian yang telah dilakukan
untuk mengetahui kandungan kimia lain dari meniran di antaranya senyawa
phytadiene dan 1,2-seco cladiellan (Gunawan et al., 2008), polifenol, tannin, kumarin,
saponin (Bagalkotkar et al., 2006), 2,3,5,6- tetrahydroxybenzyl acetate, 2,4,5-
trihydroxy-3-(4,6,7- trihydroxy-3-oxo-1,3dihydroisobenzofuran-5-yl)- benzoic acid
methyl ester (phyllangin), corilagin (Wei et al., 2004).
Berdasarkan hasil penelitian, telah ditemukan senyawa antioksidan baru asam
sulfonik flavon yang terkandung didalam Phyllanthus niruri Linn yang diberi nama
niruriflavonne (Than et al., 2005). Secara praklinis (laboratorium) meniran berkhasiat
sebagai penghambat peroksidasi lemak dan antibakteri (Rajeshwar et al., 2008),
penyembuh luka, antibisul (Okoli et al., 2009), serta hepatoprotektor (Rudiyanto,
2007), antidiabetes, hipolipidemik, dan anti- oksidan (Bavarva et al., 2007), anti-
plasmodial (Luyindula et al., 2004;Mustofa et al., 2007), antimalaria (Totte et al.,
2001), infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus (Praseno et al., 2001),
antihepatotoksik, anti-lithic, antihipertensi, anti-HIV, anti hepatitis B (Bagalkotkar et
al., 2006). Penggunaan obat-obatan khususnya obat bahan alam berkembang menjadi
jamu. Jamu berkembang menjadi herbal terstandar dan setelah itu menjadi
fitofarmaka. Dimana bahan baku herbal terstandar dan fitofarmaka adalah ekstrak.
Ekstrak dapat dibuat dengan cara maserasi dan perkolasi memakai pelarut etanol, air
atau campuran keduanya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979). Pada
pembuatan ekstrak yang terstandar memerlukan standardisasi untuk menentukan
mutu, keamanan dan khasiat produk. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia
volume 1 (2004) hanya memberikan standardisasi pada ekstrak kental, sedangkan
ekstrak tumbuhan obat tidak hanya ekstrak kental saja.Pada penelitian ini akan dicoba
membuat ekstrak meniran dengan pelarut air.

Institut Sains dan Teknologi Nasional 6


1.2 Rumusan Masalah
a. Pengertian ekstraksi
b. Macam macam cara ekstraksi
c. Klasifikasi meniran dan kandungannya
d. Cara ekstraksi tumbuhan meniran

1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian ekstraksi
b. Mengetahui macam macam cara ekstraksi
c. Mengetahui cara ekstraksi meniran

Institut Sains dan Teknologi Nasional 7


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Dasar


Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang
diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat,
menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari
pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel,
1989).
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam
sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan
penyaringan. Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk
mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke
dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama.

Jenis atau macam – macam ekstraksi ( sesuai E-Book Natural Products Isolation ) ada
beberapa, yaitu sebagai berikut :
a. Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin Macerace berarti mengairi dan
melunakkan. Keunggulan metode maserasi ini adalah maserasi merupakan cara
ekstraksi yang paling sederhana dan paling banyak digunakan, peralatannya
mudah ditemukan dan pengerjaannya sederhana. Cara ini sesuai, baik untuk skala
kecil maupun skala industri (Agoes,2007). Dasar dari maserasi adalah
melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada
saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh.
Setelah selesai waktu maserasi artinya keseimbangan antara bahan yang
diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk ke dalam cairan, telah tercapai
maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau proses perendaman

Institut Sains dan Teknologi Nasional 8


dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan
konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di dalam cairan. Sedangkan keadaan
diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara
teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut.
Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan
semakin banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1994).
Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang dilakukan melalui
perendaman serbuk bahan dalam larutan pengekstrak. Metode ini digunakan
untuk mengekstrak zat aktif yang mudah larut dalam cairan pengekstrak, tidak
mengembang dalam pengekstrak, serta tidak mengandung benzoin (Hargono
dkk., 1986).
Menurut Hargono dkk. (1986), ada beberapa variasi metode maserasi,
antara lain digesti, maserasi melalui pengadukan kontinyu, remaserasi, maserasi
melingkar, dan maserasi melingkar bertingkat. Digesti merupakan maserasi
menggunakan pemanasan lemah (40-50°C). Maserasi pengadukan kontinyu
merupakan maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus, misalnya
menggunakan shaker, sehingga dapat mengurangi waktu hingga menjadi 6-24
jam. Remaserasi merupakan maserasi yang dilakukan beberapa kali.
Maserasi melingkar merupakan maserasi yang cairan pengekstrak selalu
bergerak dan menyebar. Maserasi melingkar bertingkat merupakan maserasi
yang bertujuan untuk mendapatkan pengekstrakan yang sempurna. Lama
maserasi memengaruhi kualitas ekstrak yang akan diteliti. Lama maserasi pada
umumnya adalah 4-10 hari (Setyaningsih, 2006). Menurut Voight (1995),
maserasi akan lebih efektif jika dilakukan proses pengadukan secara berkala
karena keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan
aktif. Melalui usaha ini diperoleh suatu keseimbangan konsentrasi bahan
ekstraktif yang lebih cepat masuk ke dalam cairan pengekstrak.
Kelemahan metode maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyarian
kurang sempurna. Secara tekhnologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan

Institut Sains dan Teknologi Nasional 9


pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarigan maserat pertama
dan seterusnya (Depkes RI, 2000; Depkes RI, 1995).

b. Perkolasi
Istilah perkolasi berasal dari bahasa latin per yang artinya melalui dan
colare yang artinya merembes. Jadi, perkolasi adalah penyarian dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat
yang digunakan untuk mengekstraksi disebut perkolator, dengan ekstrak yang
telah dikumpulkan disebut perkolat (Ansel, 1989).
Metode perkolasi memberikan beberapa keunggulan dibandingkan
metode maserasi, antara lain adanya aliran cairan penyari menyebabkan adanya
pergantian larutan dan ruang di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk
saluran kapiler tempat mengalir cairan penyari. Kedua hal ini meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi yang memungkinkan proses penyarian lebih
sempurna (Anonim, 1986). Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak
langsung dimasukkan ke dalam bejana perkolator, tetapi dibasahi dan dimaserasi
terlebih dahulu dengan cairan penyari. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh pori-pori
dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya.
Untuk menentukan akhir perkolasi, dapat dilakukan pemeriksaan zat aktif
secara kualitatif pada perkolat terakhir. Untuk obat yang belum diketahui zat
aktifnya, dapat dilakukan penentuan dengan cara organoleptis seperti rasa, bau,

Institut Sains dan Teknologi Nasional 10


warna dan bentuknya (Anonim, 1986). Secara umum proses perkolasi ini
dilakukan pada temperatur ruang. Sedangkan parameter berhentinya penambahan
pelarut adalah perkolat sudah tidak mengandung senyawa aktif lagi. Pengamatan
secara fisik pada ekstraksi bahan alam terlihat pada tetesan perkolat yang sudah
tidak berwarna.

Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:


 Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi.
 Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari.karena kecilnya saluran kapiler tersebut,maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.

Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar
yang maksimal. Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia ,
maka terjadi aliran melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai
pelarutan zat aktifnya. Proses penyaringan tersebut aakan menghasilkan perkolat
yang pekat pada tetesan pertama dan terakhir akan diperoleh perkolat yang encer.
Untuk memperbaiki cara perkolasi tersebut dialkukan cara perkolasi
bertingkat. Serbuk simplisia yang hampir tersari sempurna sebelum dibuang,
disari dengan cairan penyari yang baru. Hal ini diharapkan agar serbuk simplisia
tersebut dapat tersari sempurna. Sebaliknya serbuk simplisia yang baru disari
dengan perkolat yang hampir jenuh, dengan demikian akan diperoleh perkolat
akhir yang jernih. Perkolat dipisahkan dan dipekatkan. Cara ini cocok bila
digunakan untuk perusahaan obat tradisional, termasuk perusahaan yang
memproduksi sediaan galenik. Agar dioperoleh cara yang tepat, perlu dilakukan
percobaan pendahuluan.

Institut Sains dan Teknologi Nasional 11


Dengan percobaan tersebut dapat ditetapkan :
1. Jumlah percolator yang diperlukan
2. Bobot serbuk simplisia untuk tiap kali perkolasi
3. Jenis cairan penyari
4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi
5. Besarnya tetesan dan lain-lain.
Kelemahan dari metode perkolasi ini adalah kontak antara sampel padat tidak
merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi
dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara
efisien.

c. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilarutkan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Biomasa ditempatkan dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring,
melalui alat ini pelarut akan terus direfluks. Alat soklet akan mengosongkan
isinya ke dalam labu dasar bulat setelah pelarut mencapai kadar tertentu. Setelah
pelarut segar melewati alat ini melalui pendingin refluks, ekstraksi berlangsung
sangat efisien dan senyawa dari bioasa secara efektif ditarik ke dalam pelarut
karena konsentrasi awalnya rendah dalam pelarut (Depkes RI, 2000).

Institut Sains dan Teknologi Nasional 12


Prinsipnya adalah penyarian yang dilakukan berulang - ulang sehingga
penyarian lebih sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila
penyarian telah selesai maka pelarutnya dapat diuapkan kembali dan sisanya
berupa ekstrak yang mengandung komponen kimia tertentu. Penyarian
dihentikan bila pelarut yang turun melewati pipa kapiler tidak berwarna dan
dapat diperiksa dengan pereaksi yang cocok. Ekstraksi yang dilakukan
menggunakan metoda sokletasi, yakni sejenis ekstraksi dengan pelarut organik
yang dilakukan secara berulang-ulang dan menjaga jumlah pelarut relatif
konstan, dengan menggunakan alat soklet.
Minyak nabati merupakan suatu senyawa trigliserida dengan rantai karbon
jenuh maupun tidak jenuh. Minyak nabati umumnya larut baik dalam pelarut
organik, seperti benzen dan heksan. Untuk mendapatkan minyak nabati dari
bagian tumbuhan dapat dilakukan metode sokletasi dengan menggunakan pelarut
yang sesuai (Hamdani, 2011). Proses sokletasi digunakan untuk ekstraksi
lanjutan dari suatu senyawa dari material atau bahan padat dengan pelarut panas.
Alat yang digunakan adalah labu didih, ekstraktor dan kondensor.
Sampel dalam sokletasi perlu dikeringkan sebelum disokletasi. Tujuan
dilakukannya pengeringan adalah untuk mengilangkan kandungan air yang
terdapat dalam sample sedangkan dihaluskan adalah untuk mempermudah
senyawa terlarut dalam pelarut. Didalam sokletasi digunakan pelarut yang mudah
menguap. Pelarut itu bergantung pada tingkatannya, polar atau non polar.

Keunggulan metode ini antara lain:


 Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.
 Digunakan pelarut yang lebih sedikit
 Pemanasannya dapat diatur

Institut Sains dan Teknologi Nasional 13


Kelemahan metode ini antara lain:
 Tidak cocok untuk senyawa- senyawa yang tidak stabil terhadap panas
(senyawa termobil), contoh : Beta karoten.
 Cara mengetahui ekstrak telah sempurna atau saat sokletasi harus
dihentikan adalah :
 Pelarutnya sudah bening atau tidak berwarna lagi
 Jika pelarut bening, maka diuji dengan meneteskan setetes
pelarut pada kaca arloji dan biarkan menguap. Bila tidak ada
lagi bercak noda, berarti sokletasi telah selesai.
 Untuk mengetahui senyawa hasil penyarian (kandungannya) ,
dapat dilakukan dengan tes identifikasi dengan menggunakan
beberapa pereaksi.

d. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI,
2000). Dilakukan dengan menggunakan alat destilasi, dengan merendam

Institut Sains dan Teknologi Nasional 14


simplisia dengan pelarut / solven dan memanaskannya hingga suhu tertentu.
Pelarut yang menguap sebagian akan mengembung kembali kemudian masuk ke
dalam campuran simplisia kembali, dan sebagian ada yang menguap.

Keunggulan dari metode ini antara lain:


 Digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur
kasar.
 Digunakan untuk mengekstraksi sampel – sampel yang tahan pemanasan
langsung.

Kelemahan dari metode ini antara lain:


 Membutuhkan volume total pelarut yang besar
 Sejumlah manipulasi dari operator.

e. Ultrasonik
Ini adalah metode maserasi yang dimodifikasi dimana ekstraksi
difasilitasi dengan menggunakan ultrasound (pulsa frekuensi tinggi, 20 kHz).
Ekstrak ditempatkan dalam botol. Vial ditempatkan dalam penangas ultrasonik,
dan USG digunakan untuk menginduksi mekanik pada sel melalui produksi
kavitasi dalam sampel. Kerusakan seluler meningkat pelarutan metabolit dalam

Institut Sains dan Teknologi Nasional 15


ekstraksi pelarut dan meningkatkan hasil. Efisiensi ekstraksi tergantung pada
frekuensi instrumen, dan panjang dan suhu sonikasi.
Ultrasonication adalah jarang diterapkan untuk ekstraksi skala besar; itu
adalah sebagian besar digunakan untuk awal ekstraksi dari sejumlah kecil bahan.
Hal ini umumnya diterapkan untuk memfasilitasi ekstraksi metabolit intraseluler
dari kultur sel tanaman. Penggunaan ultrasonik pada dasarnya menggunakan
prinsip dasar yaitu dengan dengan mengamati sifat akustik gelombang ultrasonik
yang dirambatkan melalui medium yang dilewati. Pada saat gelombang
merambat, medium yang dilewatinya akan mengalami getaran. Getaran akan
memberikan pengadukan yang intensif terhadap proses ekstraksi. Pengadukan
akan meningkatkan osmosis antara bahan dengan pelarut sehingga akan
meningkatkan proses ektraksi.

Keuntungan metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonic:


 Mempercepat waktu ekstraksi
 Lebih efisien dalam penggunaan pelarut.
 Tidak ada kemungkinan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi menguap
sampai kering. Berbeda halnya apabila menggunakan hot plate, terutama
apabila menggunakan sedikit pelarut dalam proses peleburan atau pelarutan.
 Aman digunakan karena prosesnya tidak mengakibatkan perubahan yang
signifikan pada struktur kimia, partikel, dan senyawa-senyawa bahan yang
digunakan.
 Meningkatkan ekstraksi lipid dan protein dari biji tanaman, seperti kedelai
(misalnya tepung kedelai atau yg dihilangkan lemak) atau bibit minyak
lainnya.
Kekurangan dari metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonic:
 Membutuhkan biaya yang tidak sedikit, karena relatif mahal.
 Membutuhkan curing pada prosesnya.

Institut Sains dan Teknologi Nasional 16


f. Pressurized Solvent Extraction
Bertekanan ekstraksi pelarut, juga disebut ''dipercepat ekstraksi pelarut''
metode ini menggunakan suhu yang lebih tinggi daripada yang digunakan dalam
metode ekstraksi lain, dan membutuhkan tekanan tinggi untuk cepat dan
direproduksi ekstraksi awal dari sejumlah sampel. Mempertahankan pelarut
dalam keadaan cair pada suhu tinggi. Hal ini paling cocok untuk bahan tanaman
yang dimuat ke dalam sel ekstraksi, yang ditempatkan di sebuah oven. pelarut
kemudian dipompa dari reservoir untuk mengisi sel, yang dipanaskan dan
bertekanan pada tingkat diprogram untuk jangka waktu. Sel memerah dengan gas
nitrogen, dan ekstrak, yang otomatis disaring, dikumpulkan dalam termos.
Pelarut segar digunakan untuk mencampur sel dan untuk melarutkan komponen
yang tersisa.
Sebuah pembersihan akhir dengan nitrogen gas dilakukan untuk
mengeringkan. Suhu tinggi dan tekanan meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam
bahan dan meningkatkan metabolit solubilisasi, meningkatkan kecepatan
ekstraksi dan hasil. Bahkan, dengan persyaratan pelarut rendah, bertekanan
ekstraksi pelarut lebih alternatif ekonomis dan ramah lingkungan dengan
pendekatan konvensional. Sebagai bahan dikeringkan secara menyeluruh setelah
ekstraksi, adalah untuk melakukan ekstraksi diulangi dengan pelarut yang sama
atau berturut-turut ekstraksi dengan pelarut meningkatkan polaritas.

Institut Sains dan Teknologi Nasional 17


Keuntungan tambahan adalah bahwa teknik ini dapat diprogram, yang akan
menawarkan peningkatan reproduktifitas. Namun, faktor variabel, misalnya,
ekstraksi optimal suhu, waktu ekstraksi, dan pelarut yang paling sesuai, telah
ditentukan untuk setiap sampel.

2.2. Klasifikasi Meniran (Phyllanthus niruri, L.)


Tumbuhan Meniran (Phyllanthus niruri, L.) memiliki klasifikasi sebagai
berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Euphorbiales
Suku : Euphorbiaceae
Marga : Phyllanthus
Jenis : Phyllanthus niruri, L.)

Meniran merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah tropis yang tumbuh
liar di tempat yang lembab dan berbatu, serta tumbuh di hutan, ladang, kebun-kebun
maupun pekarangan halaman rumah, pada umumnya tanaman ini tidak dipelihara
kerena dianggap tumbuhan rumput biasa.

Institut Sains dan Teknologi Nasional 18


Pada beberapa daerah tertentu meniran mempunyai nama atau penyebutan
yang berbeda tergantung pada daerah terdapatnya tumbuhan tersebut, misalnya:
Sumatera (sidukung anak, baket sikolop), Jawa (meniran ijo, meniran merah),
Sulawesi (bolobungo, sidukung anak), Maluku (gosau ma dungi, gosau ma dungi
roriha, belalang bahiji). Suku Dayak dan Banjar Kalimantan Tengah menyebutnya
(Ambin buah).

2.3. Botani Tumbuhan Meniran (Phyllanthus niruri, L.)


Meniran merupakan tanaman herba dan tumbuh tegak, batangnya tidak
bergetah, berbentuk bulat, bercabang dan berwarna hijau. Tinggi batangnya kurang
dari 50 cm. Daunnya bersirip dengan berjumlah genap. Setiap tangkai terdiri dari
daun majemuk berukuran kecil yang berbentuk bulat telur. Panjang daun sekitar 5
mm, sedangkan lebarnya 3 mm, dibagian bawah daun terdapat bintik berwarna
kemerahan. Bunganya berwarna putih kehijauan, melekat pada ketiak daun dan
menghadap kebawah. Buah meniran berbentuk bulat pipih, berdiameter 2 – 2,5 cm
dan bertekstur licin, bijinya seperti bentuk ginjal, keras, dan berwarna coklat, akarnya
berbentuk tunggang dan berwarna putih kekuningan. Meniran mempunyai bunga
jantan dan betina yang berwarna putih, bunga jantan keluar di bawah ketiak daun,
sedangkan bunga betina keluar di atas ketiak daun. Perbanyakan tumbuhan meniran
(Phyllanthus niruri, L.) dapat dilakukan dengan menggunakan biji. Tumbuhan ini
tumbuh subur di tempat yang lembab pada ketinggian 1000m diatas permukaan laut.
Pada umumnya meniran tidak dipelihara karena dianggap tanaman liar.

2.4. Kandungan Kimia Tumbuhan Meniran (Phyllanthus niruri, L.)


Meniran (Phyllanthus niruri, L.) banyak mengandung beberapa Senyawa
yaitu: Flavonoid, Tanin, Alkaloid, Lignan, Saponin. Senyawa Flavonoid mencakup
banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai
dari fungus sampai angiospermae, pada tumbuhan tinggi Flavonoid terdapat baik
dalam bagian vegetative maupun dalam bunga, sebagai pigmen bunga Flavonoid
berperan jelas dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga, fungsi lainnya

Institut Sains dan Teknologi Nasional 19


juga sebagai, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus. Bekerja sebagai
inhibitor kuat pernapasan.
Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan
supeoksida dan dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang
merusak. Beberapa turunan Flavonoid terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi dan
terdapat pada organ-organ seperti seperti akar, batang, daun, bunga, biji, dan kulit
kayu.
Tannin berfungsi sebagai pertahanan bagi tumbuhan yang membantu
mengusir hewan pemangsa tumbuhan, dan mempunyai aktivitas antioksidan
menghambat pertumbuhan tumor serta menghambat enzim seperti transcriptase dan
DNA topoisomerase, Tanin tersebar dalam setiap tanaman yang berbatang. Tanin
berada dalam jumlah tertentu, biasanya berada pada bagian spesifik tanaman seperti:
daun, buah, akar, dan batang.
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid
termasuk senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau atom nitrogen dan
berbentuk kristal. Untuk Alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasanya pahit di
lidah serta mempunyai efek fisiologis kuat atau keras terhadap manusia. Sifat lain
yaitu sukar larut dalam air dengan suatu asam akan membentuk garam Alkaloid yang
lebih mudah larut.
Lignan merupakan bahan penguat yang terdapat bersama-sama dengan
selulosa di dalam dinding sel tumbuhan. Lignan sendiri mempunyai beberapa ikatan
kovalen dengan polisakarida, beberapa gugus hidroksil lignin di ubah pula menjari
eter atau ester hidroksisinamat dan mungkin juga akan terjadi ikatan dengan protein.
Lignan tersebar luas di dunia tumbuhan, terdapat dalam kayu, daun, dan bagian
tumbuhan lain.
Saponin adalah senyawa aktif yang menimbulkan busa jika dikocok dengan
air. Saponin dapat bekerja sebagai antimikroba. Kelarutan Saponin dalam air dan
etanol tetapi tidak larut dalam eter, senyawa Saponin banyak berada pada bagian
daun, dan akar

Institut Sains dan Teknologi Nasional 20


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan


 Alat yang digunakan
Yaitu rotary evaporator , perkolator, kertas saring, timbangan
analitik(Denver SI-234), corong, labu ukur, blender, corong,krus
porselen, aluminium foil, gelas ukur, vial, oven, desikator, lampu UV
366 nm (CAMAG® ), alat-alat gelas standar laboratorium yang lazim
digunakan.
 Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaituHerba meniran kering
(Phyllantus niruri Linn), aquadest, quercetin p.a (Sigma ® ),metanol
(Merck® ), natrium asetat (Merck® ), aluminium klorida (Merck ® ),
kloroform (Merck® ), plat KLTdan natrium benzoat (Merck ® ).

3.2. Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel herba meniran (Phyllantus niruri Linn) dilakukan di
daerah Anduring, Padang, Sumatra Barat. Sampel yang digunakan adalah bagian
tumbuhan yang berada diatas tanah. Sampel yang diambil sebanyak ± 1,5 kilogram.

3.3. Determinasi Tumbuhan Meniran


Determinasi tumbuhan herba meniran (Phyllantus niruri Linn)
dilakukandiHerbarium BiologiUniversitas Andalas. Pengeringan Herba Meniran H
erba (meniran Phyllanthus niruri Linn) ± 1,5kg dipisahkan dari pengotor-pengotor
baik benda asing maupun bagian tanaman yang telah rusak, kemudian dilakukan
pencucian dengan menggunakan air bersih.
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah atau pengotor lain yang
melekat pada herba meniran. Herba meniran kemudian dikeringkan di tempat
terlindung dari cahaya langsung hingga kadar air < 10 %. Lakukan sortasi kering

Institut Sains dan Teknologi Nasional 21


dengan memisahkan pengotor yang masih terdapat pada sampel kering.Sampel kering
kemudian disimpan dalam kantung kedap udara.

3.4. Pengujian Herba Meniran Penetapan susut pengeringan


Timbang secara seksama 1 g serbuk kering dalam botol timbang dangkal
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050 C selama 30 menit dan
telah ditara. Jika serbuk berupa hablur besar, sebelum ditimbang digerus dengan cepat
hingga ukuran butiran lebih kurang 2mm. Ratakan serbuk dalam botol timbang
dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm
sampai 10 mm, masukkan ke dalam oven, buka tutupnya, keringkan pada suhu 1050
C hingga bobot tetap.
Sebelum setiap penimbangan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin
dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika suhu lebur serbuk lebih rendah dari suhu
penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5 o dan 10 o dibawah suhu
leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu 1050 C selama waktu yang
ditentukan atau hingga bobot tetap.

3.5. Pembuatan Ekstrak Herba Meniran


Serbuk kering herba meniran ditimbang 100 g, dimasukkan ke dalam bejana
tertutup dan direndam dengan aquadest panas sebanyak 300 mL selama 2 jam
.Pindahkan masa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan
hati-hati, tuangi dengan aquadest panas secukupnya sampai cairan mulai menetes dan
di atas serbuk kering herba meniran masih terdapat selapis cairan aquadest, tutup
perkolator, biarkan selama 24 jam.
Biarkan cairan mengalir dengan kecepatan 1 mL per menit dan tampung tetesan
pertama sampai 80 mL, lalu simpan ke dalam wadah gelap dan tertutup rapat.Tetesan
selanjutnya ditampung dalam wadah berbeda sambil ditambahkan berulang-ulang
aquadest panas hingga tetesan terakhir berwarna bening (tidak berwarna).
Lalu uapkan sisa perkolat yang ditampung tersebut dengan
rotaryevaporatorhingga didapatkan 20 mL. Campurkan 20 mL ekstrak air yang telah

Institut Sains dan Teknologi Nasional 22


diuapkan tersebut kedalam wadah yang berisikan 80 mL ekstrak hingga didapat 100
bagian ekstrak air herba meniran dan tambahkan Natrium Benzoat 0,1%. Diamkan
selama 2 hari sambil dienap tuangkan, lalu saring dan simpan ke dalam lemari
pendingin (Martin dan Cook, 1961).

3.6. Parameter Pengujian Mutu Ekstrak


a. Parameter Non Spesifik
 Penentuan Susut Pengeringan
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1g dan dimasukkan ke
dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 105 0 C selama 30 menit dan telah ditara.
Kemudian dimasukkan ke dalam oven, buka tutupnya, keringkan pada
suhu 1050 C hingga bobot tetap. Sebelum setiap penimbangan, biarkan
botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu
kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan,
ditambahkan 1 g silika pengering yang telah ditimbang seksama setelah
dikeringkan dan disimpan dalam desikator pada suhu kamar.
Campurkan silika tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas,
kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap.

 Bobot Jenis
Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan dan
didinginkan sampai suhu 250 C. Atur hingga suhu ekstrak air lebih

Institut Sains dan Teknologi Nasional 23


kurang 250 C, masukkan ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer
yang telah diisi hingga suhu 25 0 C, buang kelebihan ekstrak air dan
ditimbang. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer
yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak air adalah hasil yang diperoleh
dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer
pada suhu 250 C.

 Penetapan kadar abu total


Ekstrak sebanyak 2 g yang telah digerus dan ditimbang seksama,
dimasukkan kedalam kurs silikat yang telah dipijarkan dan ditara,
ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan,
timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan
air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas
dan kertas saring kedalam krus yang sama. Masukkan filtrat kedalam
krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam


Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml
asam sulfat encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut
dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas
abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. hitung
kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2000).

b. Parameter Spesifik
 Identitas Parameter
Identitas ekstrak seperti deskripsi tata nama yang terdiri dari nama
ekstrak (generik, dagang, paten), nama latin tumbuhan (sistematika

Institut Sains dan Teknologi Nasional 24


botani), bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dan lain-
lain), dan nama Indonesia tumbuhan. Ekstrak Pembuatan dan
Karakterisasi 56 dapat mempunyai senyawa identitas, artinya senyawa
tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu.
Tujuannya untuk memberikan identitas obyektif dari nama tumbuhan
dan ciri spesifik dari senyawa identitas (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2000).

 Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak seperti bentuk (padat, serbuk – kering,
kental, cair), warna (kuning, coklat), bau (aromatik, tidak berbau, dll),
dan rasa (pahit, manis, kelat, dll). Tujuan dari parameter organoleptik
ini adalah untuk pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

 Uji kandungan kimia ekstrak Profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Penyiapan larutan uji dengan cara ekstrak ditimbang 2 gram dan
dilarutkan dalam 100 mL methanol. Selanjutnya penyiapan eluen
sebagai fase gerak kloroform : metanol : air (80:12:2) dan penyiapan
larutan pembanding kuersetin 0,5% dalam metanol. Larutan uji dan
larutan pembanding ditotolkan ke plat KLT, masukan ke dalam chamber
yang telah berisi eluen. Untuk melihat kromatogram hasil perekaman
dapat menggunakan lampu UV 366 nm (CAMAG ® ) dan dengan
pendeteksi larutan Aluminium klorida P 5% dalam metanol P.
Perekaman dapat dilakukan secara absorbsi-refleksi pada panjang
gelombang 366 nm. Hitung Rf dari noda ekstrak dan noda larutan
pembanding (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Institut Sains dan Teknologi Nasional 25


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini sampel yang digunakan untuk pengujian adalah herba
meniran (Phyllantus niruri L.). Herba meniran segar diambil sebanyak ± 1,5 kilogram
dengan hasil specimen Phyllanthus niruri L. (famili : Euphorbiaceae). Sebelum
diekstraksi herba meniran ini dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dikering
anginkan dan tidak kena cahaya matahari langsung hingga bobot konstan.
Pengeringan sampel dilakukan selama ± 15 hari sampai diperoleh kadar air < 8,9% ,
nilai kadar abu tidak larut asam < 2%, kadar senyawa yang larut dalam air > 16% dan
kadar senyawa yang larut dalam etanol > 8% (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1978).
Selanjutnya herba yang telah kering tersebut dihaluskan dengan cara diblender
dan didapatkan serbuk herba meniran 598,12 gram. Pada pembuatan ekstrak meniran,
dilakukan dengan cara perkolasi panas dengan berat serbuk herba meniran yang
diambil sebanyak 100 gram dan volume ekstrak air herba meniran yang diperoleh
adalah100 mL.
Proses ekstraksi dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan aquadest
panas. Ekstraksi dilakukan dengan cara perkolasi panas karena dengan perkolasi
panas kadar senyawa flavonoid dari herba meniran lebih banyak tertarik. Metode
perkolasi terbagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap pengembangan bahan dengan cara
merendam herba kering selama 2 jam, tahap maserasi antara yaitu dengan
memasukkan bahan yang telah direndam tadi ke dalam perkolator, kemudian tahap
perkolasi sebenarnya dengan cara membuka kran perkolator dengan aliran 1
mL/menit hingga filtrat yang turun bening.
Tetesan pertama sampai 80 mL ditampung dalam wadah gelap dan tertutup
rapat.Tetesan 80 mL ini dipisahkan dari sisa tampungan selanjutnya karena tetesan
ekstrak air 80 mL ini lebih murni kandungannya yang didapat dari perendaman herba
meniran selama 2 jam.Sisa selanjutnya ditampung dan ditambahkan aquadest panas
secara berulang-ulang ke dalam alat perkolator sampai tetesan terakhir bening, maka

Institut Sains dan Teknologi Nasional 26


banyak ekstrak air herba meniran yang dihasilkan.Ekstrak yang didapat, diuapkan
dengan rotary evaporator hingga didapat 20 mL ekstrak lalu dicampurkan ke dalam
80 mL hasil tampungan ekstrak awal.
Untuk mencegah berjamurnya ekstrak, ditambahkan Natrium benzoat 0,1%
sebagai pengawet 57 Jurnal Penelitian Farmasi Indoneisa 3(2), Maret 2015 Erniza, et
al dan didiamkan selama 2 hari. Setelah itu ekstrak disaring dan disimpan di dalam
lemari pendingin. Ekstrak air herba meniran dikarakterisasi dengan parameter
pengujian mutu ekstrak yang terdiri dari tiga parameter, yaitu parameter non spesifik,
parameter spesifik dan uji kandungan kimia ekstrak. Pada parameter non spesifik,
hasil susut pengeringan yang diperoleh adalah 93,80% ± 4,27%, kadar abu total yang
diperoleh adalah 4,78% ± 0,27%, kadar abu tidak larut asam yang diperoleh adalah
0,71% ± 0,18% dan bobot jenis yang diperoleh adalah 1,07 ± 0,00. Pengujian
terhadap parameter spesifik terbagi dua yaitu pengujian identitas dan pengujian
organoleptik.
Pada pengujian identitas, diperoleh nama ekstrak yaitu Extractum P. niruri
aquosum(ekstrak air herba meniran), nama latin tumbuhan P. niruri, bagian tumbuhan
yang digunakan yaitu herba, nama Indonesia tumbuhan yaitu meniran, nama daerah
tumbuhan yaitu sidukung anak (Sumatra Barat) dan senyawa identitas yang diperoleh
kuersetin. Pada pengujian organoleptik didapatkan ekstrak berbentuk larutan cair, bau
khas herba meniran, berwarna coklat tua dan rasa yang pahit. Standar BPOM, 2004
menyatakan bahwa ekstrak herba meniran umumnya ekstrak kental, warna hitam,
tidak berbau dan rasa pahit.
Dari pengujian ini ekstrak herba meniran berbentuk cairan karena ekstraksi
dilakukan dengan perkolasi menggunakan pelarut air dan menunjukkan bau ekstrak
khas herba meniran dengan rasa pahit.Penentuan organoleptik ini ditentukan dengan
menggunakan panca indera dan bertujuan untuk pengenalan awal secara sederhana
dan subjektif. Susut pengeringan ditentukan untuk menjaga kualitas dari ekstrak.
Dimana bertujuan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya
senyawa yang menguap atau hilang pada proses pengeringan. Pada susut pengeringan
ekstrak nilai rata-rata susut pengeringan 93,80% ± 4,27%. Kadar abu total ekstrak

Institut Sains dan Teknologi Nasional 27


didapatkan hasil sebesar 4,78% ± 0,27%. Pemeriksaan kadar abu dilakukan dengan
o
menggunakan alat furnace, ekstrak dipanaskan pada temperatur 700 C dimana
senyawa organik dan turunannya terdekstruksi dan menguap sehingga tinggal unsur
mineral dan anorganik saja. Dari hasil ini, dapat dilihat bahwa persentase kadar abu
total ekstrak air herba meniran lebih besar dari standar yang telah ditentukan yaitu
<3,5%.
Pada pemeriksaan kadar abu sangat terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi, sehingga inilah yang mungkin menyebabkan besarnya persentase kadar
abu ekstrak yang dihasilkan. Pada pemeriksaan kadar abu tidak larut asam didapat
hasil sebesar 0,71% ± 0,18%. Persentase kadar abu tidak larut asam memenuhi
standar yaitu tidak lebih dari 1,5%. Abu yang didapat merupakan sisa dari senyawa
anorganik ataupun bahan mineral yang terkandung di dalam ekstrak.Sumber abu
diperoleh dari faktor eksternal seperti cemaran logam berat dari udara, debu yang
melekat pada waktu pengeringan ataupun dari internal berupa mineral-mineral yang
diserap akar tanaman (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Pada perhitungan bobot jenis ekstrak dilakukan sebanyak tiga kali
pengulangan dan didapat nilai ratarata bobot jenis ekstrak air herba meniran sebesar
1,07 ± 0,00. Penentuan kandungan kimia dilakukan dengan Kromatografi Lapisan
Tipis (KLT) dan penentuan kadar senyawa flavonoid. Pada pengujian KLT, eluen
yang digunakan adalah kloroform : metanol : air (80:12:2) dan senyawa pembanding
yang digunakan adalah kuersetin. Bercak noda KLT dapat dilihat dengan lampu UV
366. Dimana nilai Rf (ekstrak air herba meniran) pada noda 1, noda 2 dan noda 3
yaitu 0,16; 0,22 dan 0,30 sedangkan nilai Rf (pembanding kuersetin) pada noda 1
yaitu 0,30. Maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak air herba meniran mengandung
senyawa flavonoid yaitu kuersetin dimana nilai Rf ekstrak air herba meniran sesuai
dengan standar nilai Rf pembanding kuersetin 0,30

Institut Sains dan Teknologi Nasional 28


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dimana pembuatan ekstrak meniran dilakukan
dengan cara perkolasi panas menggunakan pelarut air dengan berat serbuk
herba meniran yang diambil sebanyak 100 gram dan volume ekstrak air herba
meniran yang diperoleh adalah100 mL.Ekstrak yang diperoleh berbentuk
larutan cair, bau khas herba meniran, berwarna coklat tua, rasa yang pahit, hasil
susut pengeringan 93,80% ± 4,27%, kadar abu total 4,78% ± 0,27%, kadar abu
tidak larut asam 0,71% ± 0,18% dan bobot jenis 1,07 ± 0,00.Pada Kromatografi
Lapisan Tipis (KLT) didapatkan hasil Rf ekstrak air herba meniran terdiri dari
tiga noda dan Rf larutan pembanding hanya terdapat satu noda, dimana nilai Rf
pada noda ke tiga ekstrak air herba meniran 0,30 sama dengan nilai Rf larutan
pembanding kuersetin 0,30. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak air herba
meniran mengandung senyawa flavonoid yaitu kuersetin.

Institut Sains dan Teknologi Nasional 29


DAFTAR PUSTAKA

1) http://ejournal.stifar-riau.ac.id/index.php/jpfi/article/download/144/17/
2) Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman. 9, 755, 902
3) Ditjen POM. (1986). Sediaun Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Halaman. 10-11.
4) Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Cetakan Pertama. Jakarta: Departeman Kesehatan RI. Halaman. 10-12.

Institut Sains dan Teknologi Nasional 30

Anda mungkin juga menyukai