2. Anger ( Marah )
Sadar kenyataan kehilangan. Proyeksi pada orang sekitar tertentu, diri sendiri dan obyek.
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu
menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di
lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan
perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Implikasi Keperawatan: Berikan pedoman antisipasi tentang perasaan dan intensitasnya yang
mereka alami sebagai bagian dari kedukaan. Fokuskan terutama poada kemarahan. Jangan
mengambil hati kemarahan yang dilontarkan klien. Penuhi kebutuhan yang menyebabkan
respons marah. Berikan dorongan kepada klien dan keluarganya untuk mengekspresikan
perasaan mereka.
3. Bergaining ( Tawar Menawar )
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif, maka ia akan
maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering
dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering
berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai
berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”. Implikasi Keperawatan: Berikan
informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan.
Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau
fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan
kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak
sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi maka akan sulit baginya
masuk pada fase penerimaan.
Reorganisasi rasa kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah dapat lepas pada
obyek yang hilang beralih ke obyek baru “apa yang dapat saya lakukan”.
1. Repudiation ( Penolakan )
2. Recognition ( Pengenalan )
3. Reconciliation (Pemulihan / reorganisasi )
5. Tahap berduka menurut PARKES (1986) dan PARKES ET AL (1991)
1.1.1 Intervensi
Secara umum :
1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara :
– Mendengarkan pasien berbicara
– Memberi dorongan agar agar pasien mau mengungkapkan perasaannya.
– Menjawab pertanyaan pasien secara langsung
– Menunjukkan sikap menerima dan empati
2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat.
3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat.
4. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan pasien.
5. Meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga.
6. Menentukan tahap keberadaan pasien.
Secara khusus :
1. Tahap Denial
Memberikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa.
Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit dan pengobatan.
2. Tahap Anger
Mengijinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marah sacara verbal tanpa
melawan kemarahan :
Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan pasien
sebenarnya tidak ditujukan kepada mereka.
Membiarkan pasien menangis.
Mendorong pasien untuk membicarakan kemarahannya.
3. Tahap Bargainning
Membantu pasien mengungkapkan rasa bersalah dan takut :
Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian
Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa
bersalahnya
Bila pasien selalu mengungkapkan “kalau” atau “seandainya ….”
beritahu pasien bahwa perawat hanya dapat melakukan sesuatu
yang nyata.
Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah dan
rasa takutnya.
4. Tahap Depression
Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut :
Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya membahas perasaannya
Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat risikonya
Membantu pasien mengurangi rasa bersalah :
- Menghargai perasaan pasien
- Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkan dengan kenyataan
- Memberi kesempatan menangis dan mengungkapkan perasaan
- Bersama pasien membahas pikiran negatif yang selalu timbul
5. Tahap Acceptance
Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan :
Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur
Membantu keluarga berbagi rasa
Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati
Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir
dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai. Ketika
merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik. Perawat harus lebih
toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk
mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas
hidup pasien.
Perawat harus bisa menyelami lebih dalam perasaan pasienya guna mendapatkan
data-data yang valid nantinya, karena didalam mencari data pasien dibutuhkan kejelian dan
ketepatan oleh karena itu perawat harus benar-benar memahami konsep kehilangan dan duka
cita.
0 komentar:
Posting Komentar
Home
Diary
Makalah
All about me
Berti Pradana
Moody girl . Cat lovers . Poltekkees Malang. be a profesional Nurse. In relationship
w/ my architect :*
Lihat profil lengkapku
Histori
▼ 2014 (145)
o ▼ Desember (142)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
DENGAN I...
STRATEGI PELAKSANAAN HDR /HARGA DIRI RENDAH
SATUAN ACARA PENYULUHAN PERAN KELUARGA DALAM
MENCE...
PEDOMAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN JIWA
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
Laporan Pendahuluan RETARDASI MENTAL BERAT
LAPORAN PENDAHULUAN DEPRESI-MANIA
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI PENDENGARAN
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU BUNUH DIRI
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEPRIBADIAN
ASTHENIK
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN SADISME
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN BIPOLAR
LAPORAN PENDAHULUAN SKOZOFRENI SIMPLEKS
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KECEMASAN
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEPRIBADIAN
PARANOID
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN ANXIETAS FOBIK
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEPRIBADIAN
AFEKTIF
LAPORAN PENDAHULUAN DEPRESI
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN
LAPORAN PENDAHULUAN SKIZOFRENIA HEBEFRENIK
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
LAPORAN PENDAHULUAN DEMENTIA PARALITIKA
LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA ALZHEIMER
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN WAHAM
LAPORAN PENDAHULUAN SKRIZOFRENIA PARANOID
LAPORAN PENDAHULUAN DELIRIUM
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA
LAPORAN PENDAHULUAN FETISHISME
LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL RINGAN
LAPORAN PENDAHULUAN NEUROSA KECEMASAN
LAPORAN PENDAHULUAN “NEUROSA DEPRESIF”
LAPORAN PENDAHULUAN NEUROSA HIPOKONDRIK
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
LAPORAN PENDAHULUAN PARANOIA
LAPORAN PENDAHULUAN KEPRIBADIAN PASIF AGRESIF
LAPORAN PENDAHULUAN HOMOSEXUALITAS
LAPORAN PENDAHULUAN DEPRESI
LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA PRESENILIS
LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA SENILIS
LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI
LAPORAN PENDAHULUAN PSIKOSA MANIK DEPRESIF SEMI
DE...
LAPORAN PENDAHULUAN SKIZOFRENIA RESIDUAL
Laporan Pendahuluan Skizofrenia Katatonik
LAPORAN PENDAHULUAN PARANOID SKIZOFRENIA
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN JIWA
PENYIMPANGAN SEX...
LAPORAN PENDAHULUAN SKIZOFRENIA HIBEFRENIK
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) ALERGI
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) KANKER OVARIUM
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) CA MAMMAE
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) MOLA HIDATIDOSA
(HAM...
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PREEKLAMPSIA
BERAT (...
SAP PRETERM PREMATURE RUPTURE of MEMBRANE
(PPROM)
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) STRUMA
Modul Komponen SIMPUS
MAKALAH MANAJEMEN PENANGGULANGAN PASCA
BENCANA
Makalah perkembangan sistem informasi kesehatan di...
MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT “TRIAGE”
MAKALAH SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT
RENCANA STRATEGI PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT
WISAT...
ASKEP KATARAK
DIALOG IN THE HOSPITAL ABOUT NURSING ACTIONS
PROMOSI KESEHATAN DI SEKOLAH (MENGGOSOK GIGI
DAN M...
SATUAN ACARA PENYULUHAN “SEKS EDUCATION UNTUK
REMA...
LAPORAN PENDAHULUAN KANKER
MAKALAH HIPERTIROID
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn.I PADA Tn.I
DENGAN...
FORMAT PENGKAJIAN KELUARGA
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn .A PADA Ny. S
DENG...
SENAM DIABETIK
IMOBILITAS DAN INTOLERANSI AKTIVITAS PADA LANSIA
Tehnik Latihan Kandung Kemih untuk Lansia
SOP Vital Sign
NURSING CARE PLANNING ABOUT DIARRHEA
PROMOSI KESEHATAN DI SEKOLAH (MENGGOSOK GIGI
DAN M...
ASUHAN KEPERAWATAN INFARK MYOCARD
SOP PENGUKURAN CVC
ASKEP HEMOROID
Asuhan Keperawatan Pada Klien Apendisitis
ASKEP HERNIA
ASKEP DIARE
ASKEP GASTRITIS
ASUHAN KEPERAWATAN ILEUS
ASKEP TRAUMA ABDOMEN
ASKEP HEMATOMA
ASKEP HEPATITIS
ASKEP DIARE
TOOL EVALUASI PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI
SOP Mantoux Test
SCORE DOWN RDS
REAKSI TRANSFUSI
Perawatan Pre dan Post Kemoterapi
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ANAK DAN REMAJA
THALASEMIA
LEUKIMIA
ANEMIA
MAKALAH MENINGITIS PADA ANAK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN PEMB...
ASKEP ANAK KEJANG
o ► November (3)
Blogger templates
Time
Number Visitor
songs
divine-music.info
MAKALAH BERDUKA
Diposting oleh Berti Pradana di 17.43
KELAS 1A
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PRODI DIII KEPERAWATAN LAWANG
TAHUN AJARAN 2012 / 2013
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis dalam menyelesaikan “Makalah tentang Berduka” ini, dengan lancar tanpa
halangan yang berarti. Makalah ini disusun dengan harapan mampu menambah dan
meningkatkan wawasan penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Ns. Ririn Anantasari, M.Kep., Ns. Sp. Mat.selaku dosen mata kuliah Kebutuhan
Dasar Manusia II.
2. Keluarga yang senantiasa mendukung secara moril dan materil, dan
3. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan untuk kebaikan di kemudian hari.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................. ii
Bab I Pendahuluan............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan........................................................................ 2
1.4. Manfaat Penulisan...................................................................... 2
Bab II Metode Penulisan...................................................................... 3
2.1. Library (Studi Kepustakaan)............................................................3
Bab III Pembahasan............................................................................. 4
3.1. Kajian tentang wawancara...............................................................4
3.2. Kajian tentang anamnesa..................................................................4
3.2.1. Definisi anamnesa..................................................................4
3.2.2. Tujuan anamnesis...................................................................5
3.2.3. Jenis anamnesis......................................................................5
3.2.4. Persiapan anamnesis..............................................................6 - 8
3.2.5. Cara melakukan anamnesis...................................................9 - 11
3.2.6. Hambatan dalam anamnesis...................................................11 - 13
Bab IV Penutup................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Perawat adalah
profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka
dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas
hidup dari lahir sampai mati.
Bagaimana peran perawat dalam menangani pasien yang sedang menghadapi proses
penyakit terminal ? Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani pasien karena
peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk
pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-
spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar
spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ).
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk
mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi
seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri
tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga
intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat bekerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima
kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam
konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan
kematian (Potter & Perry, 2005).
Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang
oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi
lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat
memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan
penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya.
Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu
negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan
keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat. Lima proses keperawatan:
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi selalu
berkaitan erat dengan intervensi keperawatan. Beda usia, beda pula intervensi yang
akan digunakan oleh perawat untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien. Sepanjang
daur kehidupan manusia salah satunya meliputi lanjut usia yang diteruskan dengan
menjelang dan saat kematian. Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari
utama dari keluarga, seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang
penting dilakukan. Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan
keperawatan yang sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal
lain yang bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas
perawat dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian spiritual, etnik, dan culture dalam keperawatan ?
2. Apa saja faktor yang saling berkaitan dalam keperawatan ?
3. Bagaimanakah konsep kehilangan dan asuhan keperawatan pasien dengan kasus terminal ?
4. Apa sajakah tahapan kehilangan ?
5. Bagaimanakah pengkajian, diagnosa, dan intervensi pasien pada tahap kehilangan ?
BAB II
METODE PENULISAN
2.1 Library (studi kepustakaan)
Sumber data pada penulisan makalah ini adalah informasi dari media cetak maupun
elektronik. Untuk media cetak dari buku dan untuk media elektronik dari internet. Untuk
kepustakaan) yaitu suatu cara kerja untuk memperoleh data dengan jalan mempelajari teori-
lain yang berhubungan dengan yang diteliti. Pendapat-pendapat tersebut diatas adalah
pendapat dari para ilmuwan dan para ahli. Dengan melalui metode library ini akan diperoleh
data sekunder. Setelah data terkumpul, dari data tersebut akan dibahas dalam lingkup
Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks social budaya sangat diperlukan untuk
menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien
perawat perlu memahami dan peka tentang beragam etnik,budaya dan spiritual yg memiliki
makna subyektif thd kesehatan, keadaan sakit,asuhan,& praktek penyembuhan
Perspektif etnik,budaya dan spiritual visi dianggap penting bagi perawat & pelayanan kesehatan
profesional lainnya dlm mengantarkan pelayanan kesehatan yg berkualitas kepada semua
kliennya
perawat harus mengerti bagaimana budaya dan keyakinan mereka sendiri kepercayaan rohani
terkait dg keyakinan & budaya klien yg berbeda
dalam keperawatan
a. Usia
Usia memainkan peran dalam pengenalan dan reaksi individu terhadap kehilangan. Respon
anak beragam sesuai dengan usia, pengalaman kehilangan sebelumnya, hubungan dengan
yang meninggal, kepribadian, persepsi tentang kehilangan, makna tertentu dari kehilangan
yang mereka miliki dan yang terpenting respon kelarga mereka terhadap kehilangan.
Meskipun anak-anak mungkin tidak memahami konsep kematian karena usia mereka, mereka
tetap mengembangkan persepsi tentang apa makna kehilangan bagi mereka. Anak-anak
mungkin merasa bersalah karena tetap hidup, tetap sehat, atau mempunyai permintaan untuk
kematian orang yang mereka cintai (Wheeler 7 pike,1993).
Dewasa muda menghubungkan kehilangan signifikasinya terhadap status, peran, dan gaya
hidup. Kehilangan pekerjaan, perceraian dan kerusakan fisik menyebabkan duka cita lebih
mendalam dan mengancam keberhasilan. Konsep dewasa muda tentang kematian sebagian
besar merupakan produk dari keyakinan keagamaan dan cultural. Kematian seorang dewasa
muda terutama sekali dipandang sebagai hal yang tragis oleh masyarakat karena kematian
tersebut adalah kehilangan kehidupan seseorang yang disadari sebagai suatu potensi.
Kehilangan seseorang yang mempunyai hubungan dekat menyebabkan ancaman bermakna
terhadap gaya hidup. Setiap kehilangan pekerjaaan atau kemampuan untuk melakukan
pekerjaan menyebabkan duka cita yang sangat besar bagi orang dewasa.
Lansia mengalami kepenumpukan kedukaan akibat dari banyak perubahan. Lansia sering
takut tentang kejadian sekitar kematian melebihi kematian itu sendiri. Mereka mungkin
merasa kesepian, isolasi, kehilangan peran sosial, penyakit yang berkepanjangan dan
kehilangan determinasi diri dan jati diri sebagai sesuatu yang lebih buruk dari kematian
(Rando, 1986, Kastenbaum, 1991).
b. Keluarga
Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan
sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
c. Faktor sosial ekonomi
Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, berarti kehilangan
orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi. Dan hal ini bisa mengganggu
kelangsungan hidup.
d. Pengaruh kultural
Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’ menganggap kesedihan
adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan
tidak ditunjukkan pada orang lain. Kultur lain mengganggap bahwa mengekspresikan
kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras. Nilai, sikap, keyakinan, dan
kebiasaan adalah aspek cultural yang mempengaruhi reaksi terhadap kehilangan, duka cita,
dan kematian. Latar belakang budaya dan dinamika keluarga mempengaruhi pengekspresian
berduka. Seseorang mungkin akan menemukan dukungan, ketenangan dan makna dalam
kehilangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Bagi sebagian klien kehilangan
menimbulkan pertanyaan tentang makna hidup, nilai pribadi, dan keyakinan. Secara khas hal
ini ditunjukkan dengan respon ”mengapa saya?”. Konflik internal mengenai keyakinan
keagamaan dapat juga terjadi. Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman.
Menyadarkan bahwa kematian sudah ada di konsep dasar agama. Tetapi ada juga yang
menyalahkan Tuhan akan kematian.
e. Penyebab kematian
Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan
tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat
kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan
f. Peran jenis kelamin
Reaksi kehilangan dipengaruhi oleh harapan sosial tentang peran pria dan wanita. Dalam
banyak budaya di Amerika Serikat dan Kanada, umumnya lebih sulit bagi pria dibanding
dengan wanita untuk mengespresikan duka cita secara terbuka. Pria dan wanita melekatkan
makna berbeda terhadap bagian tubuh, fungsi, hubungan interpersonal, dan benda.
g. Sifat hubungan
Pepatah mengatakan bahwa kehilangan orang tua berarti kehilangan masa lalu, kehilangan
pasangan berarti kehilangan masa kini dan kehilangan anak berarti kehilangan masa depan.
Litelatur mendukung keyakinan bahwa kehilangan akan menciptakan respon kehilangan yang
paling dalam (Saunders, 1992). Reaksi terhadap kehilangan dipengaruhi oleh kualitas
hubungan. Makna hubungan pada hubungan duka akan mempengaruhi respon duka cita,
apakah kehilangan tersebut akibat kematian, perpisahan atu bercerai. Hubungan yang ditandai
dengan ambivalen yang ekstrem lebih sulit untuk diselesaikan dibandingkan hubungan yang
normal. Salah satu peristiwa yang paling memyulitkan dalam hidup adalah kehilangan
pasangan. Kehilangan pasangan dapat menyebabkan pasangannya menjadi kurang terampil
dalam menghadapi tangung jawab keseluruhan. Kehilangan pasangan juga menimbulkan
kesulitan bagi pasangan yang ditinggalkan untuk membina hubungan baru atau untuk
mempertahankan hubungan yang sebelumnya sudah terbina atau dibentuk bersama.
h. Sistem pendukung sosial
Vasibilitas kehilangan, seperti kehilangan rumah akibat bencana alam, sering memunculkan
dukungan dari sumber yang tidak diperkirakan. Vasibilitas kehilangan, seperti deformitas
wajah, dapat menyebabkan kehilangan dukungan dari teman atau keluarga sehinga
menambah proses kehilangan tersebut. Seperti seorang anggota keluarga yang dipenjara atau
kematian pasangan gay-nya, sering mengalami kurang dukungan dari teman atau
keluarganya. Kurangnya dukungan biasanya menyebabkan kesulitan dalam keberhasilan
resolusi berduka (Rando, 1991).
Ketepatan waktu dalam pemberian dukungan sangat penting. Dukungan harus tersedia ketika
klien yang berduka melalui proses berkabung. Berbagai pengalaman dengan individu yang
pernah berkabung dan pendukung bermanfaat sebagai dukungan yang dibutuhkan. Namun,
bahkan ketika hal ini diberikan, umunya klien yang berduka belum dapat memanfaatkan
kesempatan tersebut.
TIPE KEHILANGAN
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang
mengalami kehilangan.
2. Perceived Loss ( Psikologis )
Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba atau dinyatakan
secara jelas.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan perilaku
kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada
keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal. Tipe dari kehilangan dipengaruhi
tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distres yang sama
ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Namun demikian, setiap individu
berespon terhadap kehilangan secara berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin
menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi
orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang
lebih besar dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-
tahun. Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat
dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainnya pindah
rumah. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat disalahartikan,seperti kehilangan
kepercayaan diri atau prestise.
SIFAT KEHILANGAN
2. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain
3. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut
akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan )
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa I
Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang berhubungan denga situasi yang tak dikenal.
Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negative pada gaya
hidup.
No Intervensi Rasional
Diagnosa II
Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi penurunan
fungsi, perubahan konsep diri dan menark diri dari orang lain.
No Intervensi Rasional
Diagnosa III
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan takut akan hasil (
kematian ) dan lingkungannya penuh stres ( tempat perawatan )
No Intervensi Rasional
Diagnosa Keperawatan
1. Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial berhubungan
dengan kondisi sakit terminal.
2. Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan fungsi
3. Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan terminal
4. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai dengan
klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak (fisik), raut muka
klien yang cemas
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian,
ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya, menyalahkan Tuhan
atas penyakit yang dideritanya, menghindari kontak sosial dengan keluarga/teman, marah
terhadap orang lain maupun perawat.
6. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam
melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa
lemah dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat.
7. Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan
Rencana Keperawatan
1.Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial berhubungan dengan
kondisi sakit terminal
Tujuan :
Klien merasa tenang menghadapi sakaratul maut sehubungan dengan sakit terminal
Intervensi :
a) Dengarkan dengan penuh empati setiap pertanyaan dan berikan respon jika dIbutuhkan
klien dan gali perasaan klien.
b) Berikan klien harapan untuk dapat bertahan hidup.
c) Bantu klien menerima keadaannya sehubungan dengan ajal yang akan menjelang.
d) Usahakan klien untuk dapat berkomunikasi dan selalu ada teman di dekatnya.
e) Perhatikan kenyamanan fisik klien.
4.Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai dengan klien
selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak (fisik), raut muka klien
yang cemas
Tujuan :
Klien tidak cemas lagi dan klien memiliki suatu harapan serta semangat hidup
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan klien.
b) Jelaskan kepada klien tentang penyakitnya.
c) Tetap mitivasi (beri dukungan) kepada klien agar tidak kehilangan harapan hidup
dengan tetap mengikuti dan mematuhi petunjuk perawatan dan pengobatan.
d) Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
e) Datangkan seorang klien yang lain yang memiliki penyakit yang sama dengan klien.
f) Ajarkan kepada klien dalam melakukan teknik distraksi, misal dengan mendengarkan
musik kesukaan klien atau dengan teknik relaksasi, misal dengan menarik nafas dalam.
g) Beritahukan kepada klien mengenai perkembangan penyakitnya.
h) Ikut sertakan klien dalam rencana perawatan dan pengobatan.
5.Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian, ditandai
dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya, menyalahkan Tuhan atas
penyakit yang dideritanya, menghindari kontak sosial dengan keluarga/teman, marah
terhadap orang lain maupun perawat
Tujuan :
Koping individu positif
Intervensi :
a) Gali koping individu yang positif yang pernah dilakukan oleh klien.
b) Jelaskan kepada klien bahwa setiap manusia itu pasti akan mengalami suatu kematian
dan itu telah ditentukan oleh Tuhan.
c) Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
d) Perawat maupun keluarga haruslah tetap mendampingi klien dan mendengarkan segala
keluhan dengan rasa empati dan penuh perhatian.
e) Hindari barang – barang yang mungkin dapat membahayakan klien.
f) Tetap memotivasi klien agar tidak kehilangan harapan untuk hidup.
g) Kaji keinginan klien mengenai harapa untuk hidup/keinginan sebelum menjelang ajal.
h) Bantu klien dalam mengekspresikan perasaannya.
2. Anger ( Marah )
Sadar kenyataan kehilangan. Proyeksi pada orang sekitar tertentu, diri sendiri dan obyek.
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu
menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di
lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan
perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Implikasi Keperawatan: Berikan pedoman antisipasi tentang perasaan dan intensitasnya yang
mereka alami sebagai bagian dari kedukaan. Fokuskan terutama poada kemarahan. Jangan
mengambil hati kemarahan yang dilontarkan klien. Penuhi kebutuhan yang menyebabkan
respons marah. Berikan dorongan kepada klien dan keluarganya untuk mengekspresikan
perasaan mereka.
3. Bergaining ( Tawar Menawar )
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif, maka ia akan
maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering
dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering
berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai
berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”. Implikasi Keperawatan: Berikan
informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan.
5. Acceptance (menerima)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada
objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu telah menerima kenyataan
kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang lain yang hilang mulai dilepaskan
dan secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya
dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi
baju baru saya manis juga”, atau “apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh”.
Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau
fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan
kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak
sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi maka akan sulit baginya
masuk pada fase penerimaan.
Reorganisasi rasa kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah dapat lepas pada
obyek yang hilang beralih ke obyek baru “apa yang dapat saya lakukan”.
1. Repudiation ( Penolakan )
2. Recognition ( Pengenalan )
3. Reconciliation (Pemulihan / reorganisasi )
1.1.1 Intervensi
Secara umum :
1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara :
– Mendengarkan pasien berbicara
– Memberi dorongan agar agar pasien mau mengungkapkan perasaannya.
– Menjawab pertanyaan pasien secara langsung
– Menunjukkan sikap menerima dan empati
2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat.
3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat.
4. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan pasien.
5. Meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga.
6. Menentukan tahap keberadaan pasien.
Secara khusus :
1. Tahap Denial
3. Tahap Bargainning
Membantu pasien mengungkapkan rasa bersalah dan takut :
Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian
Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa
bersalahnya
Bila pasien selalu mengungkapkan “kalau” atau “seandainya ….”
beritahu pasien bahwa perawat hanya dapat melakukan sesuatu
yang nyata.
Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah dan
rasa takutnya.
4. Tahap Depression
Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut :
Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya membahas perasaannya
Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat risikonya
Membantu pasien mengurangi rasa bersalah :
- Menghargai perasaan pasien
- Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkan dengan kenyataan
- Memberi kesempatan menangis dan mengungkapkan perasaan
- Bersama pasien membahas pikiran negatif yang selalu timbul
5. Tahap Acceptance
Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan :
Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur
Membantu keluarga berbagi rasa
Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati
Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga.