Anda di halaman 1dari 43

METODE EKSPLORASI LANGSUNG

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa berdasarkan pada sifat penyelidikan
dan pendekatan teknologi yang digunakan, maka kegiatan eksplorasi secara umum dapat
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu eksplorasi tak langsung dan eksplorasi langsung.

Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan dapat dilakukan


dengan kontak visual dan fisik dengan kondisi permukaan/bawah permukaan, terhadap
endapan yang dicari, serta dapat dilakukan deskripsi megaskopis/mikroskopis,
pengukuran, dan sampling terhadap objek yang dianalisis. Begitu juga dengan interpretasi
yang dilakukan, dapat berhubungan langsung dengan fakta-fakta dari hasil pengamatan
lapangan. Metode eksplorasi langsung ini dapat dilakukan (diterapkan) pada sepanjang
kegiatan eksplorasi (tahap awal s/d detail).

Beberapa metode (aspek) yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode Eksplorasi
Langsung ini adalah :

 Pemetaan geologi/alterasi.
 Tracing float, paritan, dan sumur uji.
 Sampling (pengambilan dan preparasi conto).
 Pemboran eksplorasi dan sampling pemboran.

1. Pemetaan Geologi/Alterasi

Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi


permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat
memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta
memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola
penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi, pada
kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi
mineral.

Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-
informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili
intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian
peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap
eksplorasi awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap
prospeksi s/d penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500.
Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan
dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi
lapangan atau dengan cara tali-kompas.

Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan singkapan dapat diperluas
dengan menggunakan metode-metode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan
atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur
permukaan seperti pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit.

6.1.1 Singkapan

Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya diperoleh melalui


pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Singkapan dapat didefinisikan
sebagai bagian dari tubuh batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan
akibat adanya erosi (pengikisan) lapisan tanah penutupnya.

Singkapan-singkapan tersebut dapat ditemukan (dicari) pada bagian-bagian permukaan


yang diperkirakan mempunyai tingkat erosi/pengikisan yang tinggi, seperti :

 Pada puncak-puncak bukit, dimana pengikisan berlangsung intensif.


 Pada aliran sungai, dimana arus sungai mengikis lapisan tanah penutup.
 Pada dinding lembah, dimana tanah dapat dikikis oleh air limpasan.
 Pada bukaan-bukaan akibat aktivitas manusia, seperti tebing jalan, sumur
penduduk, atau pada parit-parit jalan, tambang yang sudah ada.

Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu singkapan antara lain :

 Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang tersingkap.
 Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi (minor atau major) yang
ada.
 Pemerian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis, sifat-sifat
fisik, tekstur, mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris, fragmen-fragmen, serta
dimensi endapan.

6.1.2 Lintasan (traverse)

Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan


pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan
tersebut sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum seperti kondisi geologi regional
dan geomorfologi daerah diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan
representatif.

Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur
kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi
litologi (batuan). Kadang-kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan
jurus umum perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara
umum lintasan (traverse) pemetaan ada 2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan
tertutup. Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama,
sedangkan lintasan tertutup bersifat loop (titik awal dan titik akhir sama).

Namun yang perlu (penting) diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh dari


lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi
(interpretasi) batas satuan-satuan litologi.

Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan
pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas)
dilakukan dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang
lintasan. Sedangkan pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui
ketebalan, struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail
(rinci). Umumnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan
kompas yang dianggap paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.

6.1.3 Interpretasi dan informasi data

Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan


geologi/alterasi antara lain :

 Posisi atau letak singkapan (batuan, urat, atau batubara).


 Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara.
 Penyebaran dan pola alterasi yang ada.
 Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi atau
formasi).
 Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah.
 Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi geoteknik
dan hidrologi.
 Bangunan-bangunan, dll.

Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu
diperhatikan, antara lain :

 Efek fisiografis ; berhubungan dengan topografi dan morfologi.


 Zona-zona mineralogis ; berhubungan dengan batas zona endapan/bijih, zona
pelapukan, dan zona (penyebaran) alterasi.
 Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan, zona-zona
intrusi, dan proses sedimentasi.
 Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona
kekar, kelurusan-kelurusan, dll.

Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara
lain :

 Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan).


 Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.
 Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat
dihindarkan (efisiensi).
 Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti.

Gambar 6.1 menunjukkan hasil interpretasi pemetaan geologi berupa peta dan
penampang geologi dari data pengamatan singkapan di lapangan.

Gambar 6.1 Peta dan penampang geologi suatu daerah vulkanik yang
ditandai dengan munculnya beberapa tubuh intrusi (Graha, 1987)

1. Tracing Float, Paritan, dan Sumur Uji

Selain pemetaan geologi melalui pengamatan (pendiskripsian) singkapan, penyusuran


(pencarian) lokasi endapan bijih dapat juga dilakukan dengan tracing float, paritan atau
sumur uji. Secara teoritis, dengan melakukan kombinasi kegiatan antara pemetaan
geologi, tracing float, paritan, dan sumur uji dengan mengumpulkan petunjuk-petunjuk
ke arah bijih, maka lokasi endapan dapat diketahui (ditemukan).

6.2.1 Tracing float

Float adalah fragmen-fragmen atau pecahan-pecahan (potongan-potongan) dari badan


bijih yang lapuk dan tererosi. Akibat adanya gaya gravitasi dan aliran air, maka float ini
ditransport ke tempat-tempat yang lebih rendah (ke arah hilir). Pada umumnya, float ini
banyak terdapat pada aliran sungai-sungai (lihat Gambar 6.2).

Gambar 6.2 Sketsa proses terbentuknya float

Tracing (penjejakan  perunutan) float ini pada dasarnya merupakan kegiatan


pengamatan pada pecahan-pecahan (potongan-potongan) batuan seukuran kerakal s/d
boulder yang terdapat pada sungai-sungai, dengan asumsi bahwa jika terdapat pecahan-
pecahan yang mengandung mineralisasi, maka sumbernya adalah pada suatu tempat di
bagian hulu dari sungai tersebut. Dengan berjalan ke arah hulu, maka diharapkan dapat
ditemukan asal dari pecahan (float) tersebut.
Intensitas, ukuran, dan bentuk butiran float yang mengandung mineralisasi
(termineralisasi) dapat digunakan sebagai indikator untuk menduga jarak float terhadap
sumbernya. Selain itu sifat dan karakteristik sungai seperti kuat arus, banjir, atau
limpasan juga dapat menjadi faktor pendukung.

Selain dengan tracing float, dapat juga dilakukan tracing dengan pendulangan
(tracing with panning). Pada tracing float, material yang menjadi panduan berukuran
kasar (besar), sedangkan dengan menggunakan dulang ditujukan untuk material-material
yang berukuran halus (pasir s/d kerikil). Secara konseptual tracing dengan pendulangan
ini mirip dengan tracing float.

Pada Gambar 6.3 dapat dilihat sketsa pengerjaan metode tracing float atau tracing with
panning tersebut, dimana pengecekan dilakukan untuk semua cabang (anak) sungai. Oleh
sebab itu, informasi (peta) jaringan sungai menjadi media utama untuk metode ini.

Gambar 6.3 Sketsa konseptual pengerjaan metode tracing float dan tracing with panning

Informasi-informasi yang perlu diperhatikan adalah :

 Peta jaringan sungai.


 Titik-titik (lokasi) pengambilan float.
 Titik-titik informasi dimana float termineralisasi/tidak termineralisasi.
 Titik-titik informasi kuantitas dan kualitas float.
 Lokasi dimana float mulai hilang.

Pada lokasi dimana float mulai hilang, dapat diinterpretasikan bahwa zona sumber float
telah terlewati, sehingga konsentrasi penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada daerah
dimana float tersebut mulai hilang. Secara teoritis, pada daerah dimana float tersebut
hilang dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan uji paritan (trenching)
dan uji sumuran (test pitting).

6.2.2 Trenching (pembuatan paritan)

Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam observasi singkapan
atau dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.

 Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara


menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan
(terutama pada endapan berlapis). Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus
bidang perlapisan, kemiringan lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan
(ada split atau sisipan), serta dapat sebagai lokasi sampling.
 Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa series
dengan arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga
batas zona bijih tersebut dapat diketahui (lihat Gambar 6.4). Informasi yang dapat
diperoleh antara lain ; adanya zona alterasi, zona mineralisasi, arah relatif (umum)
jurus dan kemiringan, serta dapat sebagai lokasi sampling. Dengan
mengkorelasikan series paritan uji tersebut diharapkan zona
bijih/minerasisasi/badan endapan dapat diketahui.

Pembuatan trenching (paritan) ini dilakukan dengan kondisi umum sebagai berikut :

 Terbatas pada overburden yang tipis,


 Kedalaman penggalian umumnya 2–2,5 m (dapat dengan tenaga manusia atau
dengan menggunakan eksavator/back hoe),
 Pada kondisi lereng (miring) dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah,
sehingga dapat terjadi mekanisme self drainage (pengeringan langsung).
Gambar 6.4 Sketsa lokasi pembuatan paritan pada garis singkapan batubara

6.2.3 Test pit (sumur uji)

Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau pemastian
kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika
dibutuhkan kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya suatu deretan (series) sumur
uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal
dan horisontal.

Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan
dengan pelapukan dan endapan-endapan berlapis.

 Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan


kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai,
ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat
digunakan sebagai lokasi sampling (lihat Gambar 6.5). Biasanya sumur uji dibuat
dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari,
misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat (vein).
 Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual),
pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona
tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi
vertikal masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan
pemodelan bentuk endapan.

Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 3–5 m dengan kedalaman
bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik atau
residual, kedalaman sumur uji
dapat mencapai 30 m atau sampai menembus batuan dasar.
Gambar 6.5 Sketsa pembuatan sumur uji (Chaussier et al., 1987)

Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

 ketebalan horizon B (zona laterit/residual),


 ketinggian muka airtanah,
 kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya (CO2, H2S),
 kekuatan dinding lubang, dan
 kekerasan batuan dasar.

1. Metode Sampling

6.3.1 Konsep sampling

Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari
keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau
menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik
dimana sifat-sifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.

Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili
jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif
dengan pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau
badan bijih (endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling
(pemercontoan).
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan
(tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).

 Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness)
dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona
low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang
jelas antara masing-masing zona tersebut.
 Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi
juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi
lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode
penambangan.
 Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan
kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja
yang aktif, kadar pada bench open pit, atau kadar pada umpan material).

Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil tergantung pada
beberapa faktor, antara lain :

 Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.


 Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi,
 Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren),
 Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi
batuan induk.
 Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.

Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara lain :

 Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat
masuknya material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto.
 Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke dalam conto.
 Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi
(lokasi) sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi.
 Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif.
Secara umum, dalam pemilihan metode sampling perlu diperhatikan karakteristik
endapan yang akan diambil contonya. Bentuk keterdapatan dan morfologi endapan akan
berpengaruh pada tipe dan kuantitas sampling. Aspek karakteristik endapan untuk tujuan
sampling ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pada endapan berbentuk urat

 Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
 Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar sehingga diperlukan
sample dengan volume yang besar agar representatif.
 Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit (jika dibandingkan dengan
bukaan stope) sehingga rentan dengan dilution.
 Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser
(regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution
pada batuan samping, sehingga batuan samping perlu dilakukan sampling.
 Perbedaan assay (kadar) antara urat dan batuan samping pada umumnya
tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada
batuan samping, serta pola urat yang menjari (bercabang), sehingga dalam
sampling perlu dicari dan ditentukan batas vein yang jelas.
 Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang
terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat erratic (acak/tidak beraturan)
dan sulit diprediksi, sehingga diperlukan sampling dengan interval yang rapat.
 Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle, sehingga cukup sulit untuk
mencegah terjadinya bias akibat variabel kuantitas per unit panjang sulit
dikontrol.
 Sampling lanjutan kadang-kadang terbatas terhadap jarak (interval), karena
pada umumnya harus dilanjutkan melalui pemboran inti.

b. Pada endapan stratiform

Endapan stratiform disini termasuk endapan-endapan logam dasar yang


terendapkan selaras/sejajar dengan bidang perlapisan satuan litologi (litofasies),
dimana mineral bijih secara lateral dikontrol oleh bidang perlapisan atau bentuk-
bentuk sedimen yang lain (sedimentary hosted). Karakteristik umum tipe endapan
ini yang berhubungan dengan metode sampling antara lain :

 Mempuyai ketebalan yang cukup besar.


 Mempunyai penyebaran lateral yang cukup luas.
 Kadang-kadang diganggu oleh struktur geologi atau tektonik yang kuat,
sehingga dapat menimbulkan masalah dalam sampling.
 Arah kecenderungan kadar relatif seragam dan dapat diprediksi, namun
kadang-kadang dapat terganggu oleh adanya remobilisasi, metamorfisme,
atau berbentuk urat.
 Perubahan-perubahan gradual atau sistematis dalam kadar harus diikuti oleh
perubahan dalam interval sampling.
 Dalam beberapa kondisi mungkin terdapat mineralisasi yang berbutir halus
dan kemudian berpengaruh pada besar volume material yang dilakukan
sampling.
 Pada tipe hosted by meta-sediment, perlu diperhatikan variabel ukuran conto
akibat perubahan ukuran, kekerasan batuan, atau nugget effect.
 Setempat dapat terjadi perubahan kadar yang moderat dan dapat
menyebabkan kesalahan pada sampling yang signifikan.
 Cut off kadar dapat gradasional (tidak konstan).

c. Pada endapan sedimen

Pada tipe endapan ini, termasuk endapan batubara, ironstones, potash, gipsum, dan
garam, yang mempunyai karakteristik :

 Mempuyai kontak yang jelas dengan batuan samping.


 Mempunyai fluktuasi perubahan indikator kualitas yang bersifat gradual.
 Sampling sering dikontrol oleh keberadaan sisipan atau parting dalam
batubara, sehingga interval sampling lebih bersifat ply per ply.
 Perubahan (variasi) ketebalan lapisan yang cenderung gradual, sehingga
anomali-anomali yang ditemukan dapat diprediksi lebih awal (washout, sesar,
perlipatan, dll.), sehingga pola dan kerapatan sampling disesuaikan dengan
variasi yang ada.
 Rekomendasi pola sampling (strategi sampling) adalah dengan interval teratur
secara vertikal, bed by bed (atau ply by ply), atau jika relatif homogen dapat
dilakukan secara komposit.

d. Pada endapan porfiri

Karakteristik umum dari tipe endapan ini yang perlu diperhatikan adalah :

 Mempuyai dimensi yang besar, sehingga sampling lebih diprioritaskan


dengan pemboran inti (diamond atau percussion).
 Umumnya berbentuk non-tabular, umumnya mempunyai kadar yang rendah
dan bersifat erratic, sehingga kadang-kadang dibutuhkan conto dalam jumlah
(volume) yang besar, sehingga kadang-kadang dilakukan sampling melalui
winze percobaan, adit eksplorasi, dan paritan.
 Zona-zona mineralisasi mempunyai pola dan variabilitas yang beragam,
seperti tipe disseminated, stockwork, vein, atau fissure, sehingga perlu
mendapat perhatian khusus dalam pemilihan metode sampling.
 Keberadaan zona-zona pelindian atau oksidasi, zona pengkayaan supergen,
dan zona hipogen, juga perlu mendapat perhatian khusus.
 Mineralisasi dengan kadar hipogen yang relatif tinggi sering terkonsentrasi
sepanjang sistem kekar sehingga penentuan orientasi sampling dan pemboran
perlu diperhatikan dengan seksama.
 Zonasi-zonasi internal (alterasi batuan samping) harus selalu diperhatikan dan
direkam sepanjang proses sampling.
 Variasi dari kerapatan pola kekar akan mempengaruhi kekuatan batuan,
sehingga interval (kerapatan) sampling akan sangat membantu dalam
informasi fragmentasi batuan nantinya.

6.3.2 Grab sampling

Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan cara
mengambil bagian (fragmen) yang berukuran besar dari suatu material (baik di alam
maupun dari suatu tumpukan) yang mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi
yang khusus). Tingkat ketelitian sampling pada metode ini relatif mempunyai bias yang
cukup besar.

Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini antara lain :

 Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan gambaran


umum kadar.
 Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi
material, dengan tujuan pengecekan kualitas.
 Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk
memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan, dll.

6.3.3 Bulk Sampling


Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling dengan cara mengambil
material dalam jumlah (volume) yang besar, dan umum dilakukan pada semua fase
kegiatan (eksplorasi sampai dengan pengolahan). Pada fase sebelum operasi
penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau
bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum dilakukan untuk uji metalurgi dengan
tujuan mengetahui recovery (perolehan) suatu proses pengolahan. Sedangkan pada
kegiatan eksplorasi, salah satu penerapan metode bulk sampling ini adalah dalam
pengambilan conto dengan sumur uji (lihat Gambar 6.5).

6.3.4 Chip sampling

Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan cara
mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui suatu jalur (dengan
lebar  15 cm) yang memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat.
Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal dan pecahan-pecahan batuan tersebut
dikumpulkan dalam suatu kantong conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto
yang seragam (baik ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit, terutama pada
urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan
kesalahan seperti oversampling (salting) jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif
lebih banyak daripada fragmen yang low grade.

6.3.5 Channel sampling

Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan membuat alur
(channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur
tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara
horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan (Gambar 6.6 dan 6.7).

Gambar 6.6 Sketsa pembuatan channel sampling pada urat (Chaussier et al., 1987)
Gambar 6.7 Sketsa pembuatan channel sampling pada endapan yang berlapis
(Chaussier et al., 1987)

Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengumpulkan
fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau melakukan pengelompokan conto (sub-
channel) yang tergantung pada tipe (pola) mineralisasi, antara lain :

 Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam, yang


diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona bijih relatif lebar. Contohnya pada
pembuatan channel dalam sumur uji pada endapan laterit atau residual (lihat
Gambar 6.8, 6.9, dan 6.10).
 Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang diakibatkan oleh
variasi (distribusi) zona mineralisasi.
 Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel dalam satu analisis
kadar atau dibuat komposit.
 Pada batubara atau endapan berlapis, dapat diambil channel sampling per tebal
seam (lapisan) atau ply per ply (jika terdapat sisipan pengotor).

 Pada urat bijih, dapat dibuat sub-channel (1, 2, 3, 4, 5) yang ditujukan untuk
mengetahui lebar bijih (kadar).
 Sub-channel 1, 4, & 5 diperkirakan merupakan zona batas urat (alterasi).
 Sub-channel 2 & 3 diperkirakan merupakan bidang urat 
high grade.

 Dapat dibuat kombinasi-kombinasi untuk analisis, seperti komposit 1 s/d 5, atau


komposit 1,4, & 5, atau komposit 2 & 3, atau dianalisis tunggal untuk masing-
masing sub-channel.

 Pada urat bijih, dapat dibuat sub-channel (P1, P2, dan P3) yang ditujukan untuk
mengetahui lebar bijih (kadar) saja.

 Dapat dilakukan juga pengambilan conto pada keseluruhan lebar urat (bijih dan
pengotornya) dengan tujuan memperoleh kadar keseluruhan badan bijih.

Gambar 6.8 Sketsa pembuatan sub-channel pada mineralisasi berupa


urat (Dimodifikasi dari Annels, 1991)

Terlihat bahwa sub-channel yang dibuat ada tiga, yaitu A, B, dan C selebar a', b', dan c'.

Sedangkan ketebalan urat yang sebenarnya adalah a, b, dan c, yang merupakan proyeksi
interval channel terhadap kemiringan urat.

Gambar 6.9 Sketsa pembuatan channel pada bukaan stope untuk mineralisasi
berupa urat (Annels, 1991)

Channel sampling pada sumur uji

 Channel sampling dapat dilakukan dinding sumur uji.


 Channel sampling memotong tegak lurus bidang perlapisan.
 Secara vertikal, dapat dibuat sub-channel sesuai kebutuhan.

Gambar 6.10 Sketsa pembuatan channel pada sumur uji untuk endapan
berlapis.

Informasi-informasi yang harus direkam dalam pengambilan conto dari setiap alur adalah
sebagai berikut :

 Letak lokasi pengambilan conto dari titik ikat terdekat.


 Posisi alur (memotong vein, vertikal memotong bidang perlapisan, dll.).
 Lebar atau tebal zona bijih/endapan (lebar horizontal, tebal semu, atau tebal
sebenarnya).
 Penamaan (pemberian kode) kantong conto, sebaiknya mewakili interval atau
lokasi sub-channel.
 Tanggal pengambilan dan identitas conto.

Sedangkan informasi-informasi yang sebaiknya juga dicatat (dideskripsikan) dalam


pengambilan conto adalah :

 Mineralogi bijih atau deskripsi endapan yang diambil contonya.


 Penaksiran visual zona mineralisasi (bijih, waste, pengotor, dll.).
 Kemiringan semu atau kemiringan sebenarnya dari badan bijih.
 Deskripsi litologi atau batuan samping.
 Dan lain-lain yang dianggap perlu dalam penjelasan kondisi endapan.

6.3.6 Preparasi conto

Setelah conto diperoleh, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan assay


(analisis kadar). Karena yang dianalisis tersebut hanya sebagian kecil dari conto, maka
diperlukan preparasi (persiapan) conto, agar bagian conto yang dianalisis masih
representatif terhadap kondisi yang sebenarnya. Namun secara umum, ukuran conto dapat
berpengaruh terhadap hasil analisis, sehingga biasanya analisis dilakukan sedikitnya pada
2 (dua) laboratorium yang berbeda, dan sebagian conto lagi disimpan sebagai
dokumentasi (lihat Gambar 6.11).

Pengurangan conto (reduksi sampel) sebaiknya dilakukan setelah pengurangan ukuran


partikel, atau dengan kata lain proses pembagian (split) conto dilakukan pada fraksi
ukuran yang telah seragam. Secara teoritis, pengurangan bobot conto dapat mengikuti
persamaan berikut (Carras op cit. Annels, 1997) :

dimana :

RW = berat conto yang dikurangi

OW = berat conto awal

D1 = diameter partikel yang dikurangi

D2 = diameter partikel awal

Gambar 6.11 Prosedur umum (coning & quartering) preparasi conto untuk
analisis laboratorium dan dokumentasi (Chaussier et al., 1987)
Formula ini hanya dapat diterapkan pada conto yang telah mempunyai ukuran relatif
seragam. Jika distribusi tidak homogen, maka ukuran conto harus dikurangi sampai
dengan didapatkan ukuran yang paling ekonomis (secara kadar). Sebagai ilustrasi dapat
dilihat contoh hasil assay pada beberapa kondisi ukuran (Tabel 6.1). Prosedur umum
dalam proses reduksi ukuran conto dapat dilihat pada Gambar 6.12.

Tabel 6.1 Hasil analisis pada masing-masing tahapan reduksi ukuran conto
(Chaussier et al., 1987)

Bagian kasar yang dihancurkan Conto-1 Conto-2

Rentang hasil analisis 5–51 ppm 24–106 ppm

Kadar rata-rata 21,90 ppm 61,2 0ppm

Simpangan baku 10,10 ppm 21,30 ppm


Koefisien Variansi 0,46 0,35

Bagian halus yang dihancurkan

Rentang hasil analisis 10–31 ppm 31–69 ppm

Kadar rata-rata 21,80 ppm 49,50 ppm

Simpangan baku 3,90 ppm 8,90 ppm

Koefisien Variansi 0,18 0,18

Bagian yang dihaluskan

Rentang hasil analisis 20–26 ppm 44–53 ppm

Kadar rata-rata 23,80 ppm 49,90 ppm

Simpangan baku 1,00 ppm 1,90 ppm

Koefisien Variansi 0,04 0,04

Gambar 6.12 Prosedur umum proses pengecilan ukuran (Chaussier et al., 1987)
Setelah ukuran dari conto terdistribusi pada fraksi yang seragam, kemudian dilakukan
pengurangan (reduksi) bobot/jumlah conto. Metode reduksi yang umum digunakan
adalah splitting dan quartering. Metode reduksi splitting dapat dilihat pada Gambar 6.13
dan metode quartering dapat dilihat pada Gambar 6.14.

Gambar 6.13 Reduksi jumlah conto dengan metode splitting (Chaussier et al., 1987)

Gambar 6.14 Reduksi jumlah conto dengan metode quartering (Chaussier et al., 1987)

6.3.7 Penentuan kadar conto

Pada suatu kegiatan pengambilan conto (sampling) dan penentuan kadar rata-rata dari
lokasi pengambilan conto, dilakukan penentuan kadar dengan menggunakan pembobotan
kadar. Secara umum ada 2 (dua) metode pembobotan dalam penentuan kadar, yaitu :

 Pembobotan aritmetik sederhana, yang digunakan jika interval pengambilan conto


seragam dan homogenitas dari masing-masing interval diasumsikan tinggi (besar).
 Pembobotan oleh lebar (tebal), panjang, luas, volume, dan SG (specific gravity),
jika interval pengambilan conto tidak seragam dan diasumsikan bahwa
karakteristik material pada masing-masing interval tidak sama (bervariasi).

Pembobotan aritmetik sederhana

 hitungan kadar rata-rata yang sederhana,


 endapan homogen (variasi kecil), dan
 ukuran blok dan interval sampling seragam,

Persamaan :

Pembobotan tebal-lebar-panjang

Jika semua blok mempunyai luas dan SG relatif sama (seragam)

Persamaan :

Pembobotan luas

Jika semua blok mempunyai ketebalan dan SG relatif sama (seragam)

Persamaan :

Pembobotan volume

Jika semua blok mempunyai SG relatif sama (seragam)

Persamaan :

Pembobotan tonase
Jika semua blok mempunyai tonase yang berbeda-beda

Persamaan :

Untuk penyederhanaan, masing-masing pembobotan (weighting) dapat ditentukan


terlebih dahulu, sehingga membentuk persamaan linier dalam penentuan kadar rata-rata.

Contoh :

Pembobotan dengan tebal dan SG

Interval Tebal SG Kadar

1 t1 SG1 k1

2 t2 SG2 k2

3 t3 SG3 k3

Maka :

Dapat ditulis kembali :

Disini Wi disebut sebagai faktor pembobot.

1. Pemboran Eksplorasi
Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah menentukan kapan
kegiatan pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan pemboran sangat penting jika
kegiatan yang dilakukan adalah menentukan zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan
ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin,
namun demikian kegiatan pemboran dapat dihentikan jika telah dapat mengetahui
gambaran geologi permukaan dan mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh.

Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu diperhatikan dan


direncanakan dengan baik adalah :

 kondisi geologi dan topografi,


 tipe pemboran yang akan digunakan,
 spasi pemboran,
 waktu pemboran, dan
 pelaksana (kontraktor) pemboran.

Selain itu aspek logistik juga harus dipikirkan dengan cermat, antara lain :

 juru bor,
 peralatan dan onderdil yang dibutuhkan,
 alat transportasi,
 konstruksi peralatan pemboran, dll.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat pemboran :

 tujuan (open hole – coring),


 topografi dan geografi (keadaan medan, sumber air),
 litologi dan struktur geologi (kedalaman pemboran, pemilihan mata bor),
 biaya dan waktu yang tersedia, serta
 peralatan dan keterampilan.
Hasil yang diharapkan dari pemboran eksplorasi, antara lain :

 identifikasi struktur geologi,


 sifat fisik batuan samping dan badan bijih,
 mineralogi batuan samping dan badan bijih,
 geometri endapan,
 sampling, dll.

Umumnya mekanisme pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rotary drilling,
percussive drilling, dan rotary-percussive drilling. Pada mekanisme rotary drilling
terdapat tiga macam penggerak atau pemutar stang bor yaitu spindle, rotary table, dan
top drive. Mesin penggerak yang digunakan dapat bekerja secara mekanik (dengan bahan
bakar) maupun elektrik. Mata bor yang sering digunakan umumnya berupa tricone bit
untuk pemboran open hole (non coring) ataupun diamond bit untuk pemboran inti
(coring).

Fluida bor yang sering digunakan dalam suatu operasi pemboran dapat berupa udara, air,
lumpur atau campuran air dan lumpur. Fluida bor pada umumnya berfungsi untuk : (a)
pendingin mata bor, (b) pelumas, (c) mengangkat sludge ke atas, (d) melindungi dinding
lubang bor dari runtuhan.

6.4.1 Perencanaan dan pola pemboran

Metode pemboran yang digunakan bergantung kepada asumsi letak dan ketebalan target
yang akan dibor berdasarkan pada informasi/data permukaan yang diperoleh. Dengan
melakukan pemboran, maka dapat dievaluasi kembali konsep dan prediksi geologi
(interpretasi) yang telah ada sebelumnya.
Pembuatan lubang bor secara vertikal digunakan untuk kondisi dimana zona mineralisasi
diperkirakan pada kedalaman yang dangkal atau pada endapan disseminated. Namun
demikian kondisi lubang bor yang cenderung miring atau curam biasanya digunakan
untuk target endapan yang mempunyai kemiringan yang besar, dengan tujuan agar dapat
menembus zona mineralisasi pada sudut 900 (relatif tegak lurus). Selain itu dari pemboran
juga diharapkan dapat diketahui batas-batas zona pelapukan, zona oksidasi, atau zona
bijih (batuan dasar), lihat Gambar 6.15.

Gambar 6.15 Lay out penampang pemboran (Annels, 1991)

a. Pola pemboran

Pemboran dilakukan untuk dapat menentukan batas (outline) dari beberapa endapan dan
juga kemenerusan dari endapan tersebut yang berfungsi untuk perhitungan cadangan.
Metode pemboran yang akan digunakan bergantung kepada akses permukaan. Pada
daerah yang tidak mengalami kendala akses pola pemboran yang digunakan adalah
persegi panjang dengan bentuk teratur. Lubang bor pertama digunakan untuk proyeksi dip
dari anomali bawah permukaan atau interpretasi pusat anomali geofisika (atau anomali
geokimia) di bawah permukaan.

Program berikutnya direncanakan setelah melihat hasil dari sejumlah lubang bor pada
daerah target. Spasi lubang bor didasarkan pada antisipasi ukuran target, atau pengalaman
sebelumnya terhadap endapan yang sejenis dan dari sejumlah kegiatan pemboran di
lokasi tersebut. Lokasi pemboran dan orientasi titik bor selanjutnya didasarkan pada
sukses pemboran pada lubang pertama. Jika pemboran pada lubang pertama tidak
memberikan keyakinan geologi yang pasti maka daerah target lain harus dicoba.

Suatu endapan paling tidak sudah didefinisikan arah kemenerusan dan zona
mineralisasinya. Spasi antar lubang bor bergantung pada tipe mineralisasi dan
kemenerusannya. Contoh kasus seperti endapan urat, lubang bor pertama digunakan
untuk mengidentifikasikan struktur, dan tidak banyak digunakan untuk penentuan kadar
karena hal tersebut biasanya ditaksir secara akurat dengan sampel bawah permukaan.
Tipe spasi untuk endapan urat adalah 25–50 m sedangkan untuk endapan stratiform
spasinya antara 100 m sampai beberapa ratus meter.

Pola pemboran dalam kegiatan eksplorasi bergantung dari data yang diperoleh. Pada
tahap pengenalan dimana seorang geologist belum mengetahui secara jelas lokasi tsb
maka lubang bor pertama dapat digunakan untuk orientasi. Untuk eksplorasi endapan
uranium, batubara dan borat lubang pengamatan dapat dibuat pada jarak 10 km dari
formasi sedimen yang diamati. Lubang berikutnya terletak beberapa km dari target
dengan spasi 100–200 m. Namun demikian spasi pemboran dapat juga ditentukan dari
peta geologi, geokimia, geofisika dan hasil geostatistik.

Penentuan pola pemboran secara normal dilakukan dengan grid yang teratur pada suatu
zona mineralisasi. Hal ini akan memberikan data statistik yang baik dan penampang
geologi dengan proyeksi minimum. Pagaran sangat baik dibuat pada jarak 200–400 m
dengan interval lubang antara 100–200 m sehingga memberikan ruang untuk pengisian
kembali. Letak lubang khusus sangat penting dan biasanya dibor dengan sudut siku-siku
terhadap arah kemiringan rata-rata.

Sebelum membor sebuah lubang, disarankan untuk membuat penampang memanjang hal
ini bertujuan untuk deviasi lubang jika memungkinkan. Pemboran sangat mahal dan
memerlukan waktu yang banyak dalam kegiatan eksplorasi karena obyeknya adalah
jumlah lubang yang pasti dan dilengkapi dengan data kadar dan tonase tiap level dari
zona mineralisasi. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perhitungan cadangan
adalah zona pengaruh tiap conto belum dapat diketahui sampai setengah perkerjaan
selesai.

Sebagai contoh, pada Gambar 6.16 dapat dilihat beberapa tahapan pemboran berdasarkan
anamoli geokimia :

 Titik bor ke-1 dan ke-2 ditujukan untuk memastikan (membuktikan) adanya zona
mineralisasi (secara vertikal) pada pusat anomali.
 Selanjutnya pemboran pada titik bor ke-3 bersifat memastikan kemenerusan zona
mineralisasi tersebut (ke arah kemiringan).
 Sedangkan titik bor ke-4 dan ke-5 merupakan titik bor yang ditujukan untuk
melihat kemenerusan zona mineralisasi ke arah jurus dari hasil pemboran pada
titik ke-1 dan ke-2.
 Begitu juga dengan titik bor ke-6 dan ke-7, ditujukan untuk mengetahui
kemenerusan searah jurus hasil pemboran pada titik bor ke-3.
 Dan selanjutnya dilanjutkan dengan titik bor ke-8 dan ke-9, yang ditujukan untuk
mengetahui kemenerusan titik bor sebelumnya, dan seterusnya dengan pola yang
sama sampai diperkirakan zona mineralisasi telah tercakup secara keseluruhan.

Gambar 6.16 Lay out pemboran berdasarkan anomali permukaan (Annels, 1991)

Sedangkan pada Gambar 6.17 dapat dilihat penampang hasil interpretasi suatu series
pemboran dalam penentuan zona bijih, dimana pemboran yang dilakukan merupakan
kombinasi antara bor tegak dan pemboran miring.

Gambar 6.17 Sketsa suatu hasil pemboran dalam penentuan badan bijih
suatu endapan (Evans, 1995)

b. Monitoring kegiatan pemboran

Monitoring geologi dan mineralisasi yang dipotong selama pemboran sangat penting
dalam rangka pengontrolan harga/biaya. Pada tahap awal dari pemboran dibutuhkan
seorang engineer disamping alat bor sehingga kegiatan pemboran dapat berjalan dengan
cepat.

Contoh :

 Jika menggunakan percussive drilling maka ahli geologi bertugas untuk


melakukan observasi atau pengamatan material yang keluar dari lubang bor.
 Pada pemboran dengan diamond drilling maka pengamatan dilakukan dua kali
sehari untuk menganalisis inti bor, membuat log awal, dan memutuskan lokasi
lubang bor berikutnya.

Disamping penggunaan core log secara detail, logging geofisika juga sering digunakan.

Data mineralisasi, litologi, dan struktur dapat direkam dan diplot pada grafik log sesegera
mungkin setelah data diperoleh. Data ini umumnya diperoleh dari kepingan material yang
dibor yang biasanya menyatu dengan permukaan alat bor. Informasi mengenai assay
dapat diperoleh beberapa hari kemudian tetapi lokasi dan kedudukan mineralisasi harus
segera diplot pada log litologi.

Dengan pemboran dapat diketahui kontrol struktur dan stratigrafi dari suatu zona
mineralisasi. Adanya pengambilan asumsi pada saat interpretasi pemboran sering tidak
dapat dilokalisasi sampai adanya data yang valid tentang kondisi bawah permukaan.
Contoh dapat dilihat pada Gambar 6.18 dimana terdapat tiga interpretasi yang berbeda
dari data yang ada.

Gambar 6.18 Kemungkinan perbedaan interpretasi dari hasil pemboran (Evans, 1995)

Beberapa metode yang digunakan untuk memplot atau mengekspresikan data lubang bor,
antara lain :

 Kontur struktur.
 Peta isopach.
 Kontur kadar.
 Peta ketebalan.
 Peta kombinasi antara kadar dan ketebalan.

Peta-peta tersebut biasanya digunakan untuk memperkirakan letak bijih dan juga
membantu dalam pemboran lanjut. Salah satu kunci dalam kegiatan pemboran adalah
kemenerusan zona mineralisasi, hal ini menentukan spasi lubang bor serta ketelitian
dalam perhitungan cadangan. Dalam beberapa kegiatan eksplorasi kemenerusan ini dapat
dilihat dengan membandingkan endapan tersebut dengan endapan yang sejenis, uji
kemenerusan ini dilakukan dengan jalan menguji titik-titik terdekat atau pengujian
terhadap suatu lokasi kecil dengan spasi rapat.

c. Keputusan pemboran diakhiri

Salah satu keputusan yang paling sulit dalam kegiatan pemboran adalah memutuskan
kapan pemboran tersebut diakhiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
mengambil keputusan adalah :

 Tidak adanya mineralisasi yang dijumpai.


 Mineralisasinya dapat dilokalisasi tetapi tidak ekonomis atau terlalu dalam.
 Pemboran yang dilakukan menghasilkan beberapa zona mineralisasi yang
ekonomis tetapi penyebaran kadarnya terbatas atau perhitungan cadangan
menunjukkan bahwa endapan tersebut terlalu kecil dibanding yang diinginkan.
 Tubuh kadar yang ekonomis sudah diketahui pasti.
 Biaya pemboran sudah habis.

Keputusan pada langkah pertama relatif lebih mudah, namun demikian penyebab anomali
permukaan atau bawah permukaan yang menentukan letak lubang bor tidak dapat
dihindari. Langkah kedua lebih sulit dan dalam hal ini kemungkinan mineralisasi kadar
tinggi harus dapat dieliminasi. Adanya beberapa perpotongan pada saat prospeksi
memberikan gambaran bahwa proses penentuan kadar yang ekonomis berlaku tetapi tidak
pada skala yang memungkinkan dalam suatu endapan yang besar. Adanya kadar
mineralisasi yang tinggi sering menghasilkan beberapa tahap pemboran untuk menguji
semua hipotesis dan lokasi di sekitarnya.
d. Kontrak pemboran

Pemboran dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sendiri atau dengan


mengontrak perusahaan/konsultan pemboran. Permasalahan menyangkut kondisi
pemboran, jumlah lubang yang diminta, dan harga akan dijelaskan dalam surat kontrak.

Tujuan pemboran adalah untuk memperoleh data yang representatif dari target yang ada
dengan biaya yang tersedia. Konsekuensinya pemilihan alat bor sangat penting dan
bergantung kepada pemimpin proyek. Disamping kondisi pemboran yang harus
diperhatikan kita juga harus dapat membandingkan beberapa metode pemboran yang
berbeda sebelum kegiatan lain dilakukan.

Beberapa hal penting dari kontrak pemboran adalah :

 Mobilisasi dan transportasi peralatan ke lokasi bor.


 Tatanan lokasi dan pergerakan antar tiap lubang bor.
 Harga satuan tiap meter lubang yang akan dibor.
 Perolehan inti bor (%) jika digunakan pemboran inti.
 Biaya konstruksi lubang (penyemenan, casing dan survei).
 Pengangkutan dan mobilisasi kembali peralatan bor.

Setiap hal tersebut harus dapat dideskripsikan secara detail didalam kontrak. Dalam hal
pembayaran tenaga kerja juru bor biasanya dibayar per shift dan sesuai dengan
kedalaman lubang yang dibor, sedangkan wellsite geologist dibayar sesuai dengan
perjanjian mulai dari kegiatan eksplorasi sampai target tercapai.

6.4.2 Beberapa jenis metode pemboran


Beranekaragam metode pemboran memiliki tujuan tertentu dalam eksplorasi, jika kondisi
dimana dana tidak mencukupi maka kita dapat menggunakan metode pemboran yang
agak murah seperti auger, rotary atau percussive drilling, namun kekurangannya adalah
kualitas samplingnya kurang baik dengan kemungkinan terjadinya percampuran material
pada level yang berbeda dapat terjadi. Untuk pemboran yang lebih mahal biasanya
menggunakan metode sirkulasi balik atau dengan diamond drilling.

Pada prinsipnya pemboran adalah suatu kegiatan pembuatan lubang berdiameter kecil
pada suatu target eksplorasi dengan kedalaman mencakup ratusan meter untuk
memperoleh data yang representatif.

a. Pemboran auger

Auger adalah bor tangan dengan tangkai yang dilengkapi spiral untuk membawa material
halus ke permukaan, biasanya digunakan untuk endapan plaser. Kelebihan alat bor ini
adalah dapat digunakan untuk sampling dalam jika sumuran uji tidak praktis. Dengan
auger kita dapat mencapai kedalaman 60 m tapi biasanya cukup sampai 30 m. Pada tanah
yang halus pemboran dengan auger biasanya cepat sehingga conto yang keluar harus
dapat diorganisasikan dengan baik. Auger adalah bor ringan dan tidak cocok digunakan
untuk tanah atau material yang keras dan berbongkah.

c. Rotary drilling

Rotary drilling adalah metode pemboran non-coring dan tidak sebanding jika pemboran
dilakukan pada batuan dengan kekerasan halus-sedang seperti batugamping atau
batulumpur. Tipe mata bor (bit) pada jenis pemboran ini menggunakan tricone atau roller
rock bit yang ditutupi oleh tungsten karbida. Potongan atau kepingan batuan akan ditekan
keluar oleh fluida bor yang rata-rata kecepatannya 100 m/jam. Tipe alat bor ini biasanya
digunakan oleh industri minyak dengan diameter lubang besar (>20 cm) dan kedalaman
ratusan sampai ribuan meter dengan fluida bor berupa lumpur.

d. Percussive drilling

Pada dasarnya alat ini menggunakan kompresor udara dan ukurannya bervariasi dari kecil
(bor tangan) sampai alat bor besar dengan rata-rata kedalaman pemboran ratusan meter.

Secara umum alat ini dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu :

Down-the-hole hammer drills

Alat bor jenis ini biasanya diletakkan lebih rendah dari lubang sampai batas akhir
dari stang bor dan digunakan untuk pemboran non-coring. Lubang dengan diameter
sampai 20 cm dan tekanan kedalaman sampai 200 m masih mungkin, tetapi
biasanya kedalaman yang efisien antara 100–150 m. Cutting bor ditekan keluar oleh
kompresor udara. Pada tanah yang basah daya angkat yang dihasilkan oleh
kompresor dapat menjadi tidak teratur.

Top hammer drills

Sesuai dengan namanya jenis bor ini memiliki alat tumbuk yang diletakkan di
bagian atas dari stang bor. Energi untuk pemboran non-coring ini dialirkan lewat
stang bor, alat ini lebih baik dari Down-the-hole hammer drills dan biasanya
digunakan untuk lubang dengan diameter 10 cm dan kedalaman lebih dari 100 m,
tapi biasanya 20 m. Percussive drilling adalah metode yang paling cepat dan murah
namun sering terjadi data tidak lengkap dibanding dengan diamond drilling.
e. Reverse circulation

Reverse circulation (RC) drilling mulai digunakan pada pertengahan tahun 70-an dan
biasanya digunakan untuk material sedimen yang tidak terkonsolidasi seperti pada
endapan aluvial. Air atau udara dapat digunakan sebagai fluida bor dan inti bor atau
sludge dapat diperoleh semua. Media fluida dialirkan ke sludge lewat dua dinding pada
stang bor dan kembali ke permukaan lewat pusat stang bor. Pada percussive drilling
kepingan batuan juga tertransport ke permukaan lewat tengah stang bor kemudian
menuju ke cyclon dimana disana ditampung conto bor (lihat Gambar 6.19). Kegunaan
alat bor ini adalah untuk mengumpulkan kepingan batuan lebih dari auger, rotary atau
percussive drilling. Conto dapat dikumpulkan dengan cepat dan kadar kontaminasinya
sedikit.

Skema dari beberapa metode pemboran yaitu diamond core, reverse circulation, dan
rotary drlling ditunjukkan pada Gambar 6.20.

Gambar 6.19 Pemboran dengan reverse circulation (Evans, 1995)

Gambar 6.20 Skema beberapa metode pemboran (dari Australian Drilling Industry, 1996)
6.4.3 Pemboran inti

Pada pemboran dengan metode ini sampel diambil dari target dengan diamond bit atau
impregnated bit. Hal ini mengakibatkan conto yang diperoleh pada tabung dalam (inner
tube) dari core barrel berbentuk silinder. Mata bor dan core barrel dihubungkan ke
permukaan dengan tali baja yang juga digunakan untuk menurunkan mata bor dan core
barrel ke dalam lubang.

a. Drill bit

Bentuk mata bor ini terdiri dari butiran sintetik halus dengan kadar intan tanpa semen
metalik yang memiliki karatan tertentu. Pada umumnya keseluruhan mata bor ini
digunakan untuk batuan yang sangat keras seperti rijang, sedangkan mata bor intan
tunggal digunakan untuk batuan yang lebih halus seperti batugamping. Diamond bit dapat
digunakan untuk batuan tertentu tetapi karena harganya yang sangat mahal maka perlu
pengalaman dan pemilihan lokasi yang tepat dalam penggunaannya.

b. Core barrel
Inti bor diperoleh dari perputaran mata bor dan kemudian didorong ke core barrel oleh
perputaran tabung. Core barrel dapat diklasifikasikan sesuai panjang inti bor yang
ditampung biasanya 1,5–3 m namun dapat pula mencapai 6 m. Umumnya terdapat dua
tabung dimana tabung luar untuk menangkap inti bor dan tabung dalam dalam posisi
tidak berputar. Triple-tube dapat digunakan untuk tanah yang kurang baik selanjutnya inti
bor dapat diangkat dengan menggunakan tali pada stang bor ke permukaan.

c. Sirkulasi

Air disirkulasikan pada bagian dalam dari stang bor dengan tujuan untuk mencuci sludge,
permukaan mata bor dan kemudian dikeluarkan lewat celah antara antara dinding lubang
bor dan stang bor. Tujuan sirkulasi ini juga untuk memberi pelumasan pada mata bor,
mendinginkannya dan melepaskan hancuran batuan yang menempel pada permukaan
mata bor. Air dapat dikombinasikan dengan lempung atau bahan aditif lainnya untuk
memberikan daya angkat bagi material yang dibor.

d. Casing

Casing digunakan untuk menutupi atau menguatkan permukaan lubang bor. Casing
dilengkapi dengan tabung baja sehingga tali baja dapat dioperasikan dengan aman.
Casing dan mata bor telah seukuran sehingga ukuran yang lebih kecil dari itu (diameter
kecil) akan melewati ukuran besar pada lubang yang akan dibor.

e. Kecepatan dan biaya pemboran

Mesin bor yang digunakan dalam eksplorasi mineral biasanya memiliki kapasitas sampai
2000 m dan dapat diletakan horisontal atau vertikal. Rata-rata penggunaannya bergantung
kepada tipe alat bor, mata bor, diameter lubang, tipe batuan, kedalaman dan keahlian juru
bor. Seorang juru bor harus mempertimbangkan berapa besar volume fluida yang akan
digunakan, besar tekanan yang akan dipakai, besarnya perubahan putaran dan pemilihan
mata bor yang benar. Sampai sekarang belum ada kondisi baku untuk menentukan faktor
kritis penggunaan mata bor jika kita menginginkan optimasi pemboran yang efisien.
Pemboran sampai kedalaman 10 m/jam mungkin saja terjadi bergantung kepada
kemampuan juru bor yang menanganinya dan juga kondisi batuan yang dibor. Beberapa
permasalahan (kendala) yang muncul dalam pemboran dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2 Beberapa permasalahan dalam pemboran dan perkiraan solusinya


(dimodifikasi dari Australian Drilling Industry, 1996)

- jalan transportasi

- alat transportasi
Lokasi
- mesin yang sesuai
- efisiensi kerja

- logistik
Biaya dan waktu
- pemanfaatan tenaga dan waktu
- mata bor yang cocok

- RPM
Batuan keras
- WOB
• casing

• fluida bor : - kecepatan <<

- viskositas
Runtuhan dinding
- BJ >>

- bentuk mud cake


- casing
Kehilangan air (water loss)
- penambahan lumpur bor
- RPM <<

- WOB <<
Mata bor leleh
- fluida >
- tenaga cukup

- rod cukup

- casing cukup
Kedalaman
- debit dan tekanan pompa cukup

- fluida bor tersedia

Benda jatuh (rod putus) fishing tools


- viskositas fluida bor diperbesar

- tekanan fluida >>

- tarik memakai hoist


Stang bor terjepit (stuck)
- putaran rendah dan kuat

- dibantu dengan dongkrak

Pada Tabel 6.3 dan 6.4 berikut ini secara berurutan diberikan ukuran wireline drill rod
dan wireline core barrel untuk seri Q.
Tabel 6.3 Ukuran wireline drill rod seri Q (dari Australian Drilling Industry, 1996)

Ukuran O.D. mm (inci) I.D. mm (inci)


AQ 44,5 (1 ¾) 34,9 (1 3/8)

BQ 55,6 (2 3/16) 46,0 (1 13/16)

NQ 69,9 (2 ¾) 60,3 (2 3/8)

HQ 88,9 (3 ½) 77,8 (3 1/16)

PQ 117,5 (4 5/8) 103,2 (4 1/16)

Keterangan : O.D. = Outside Diametre, I.D. = Inside Diametre

Tabel 6.4 Ukuran wireline core barrel seri Q/Q-3 (dari Australian Drilling Industry, 1996)

Ukuran Diamater lubang mm (inci) Diameter inti mm (inci)


AQ 48,0 (1 57/64) 27,0 (1 1/16)

BQ 59,9 (2 23/64) 35,4 (1 7/16)

BQ-3 59,9 (2 23/64) 33,5 (1 5/16)

NQ 75,7 (2 63/64) 47,6 (1 7/8)

NQ-3 75,7 (2 63/64) 45,1 (1 25/32)

HQ 96,0 (3 25/32) 63,5 (2 ½)

HQ-3 96,0 (3 25/32) 61,1 (2 13/32)


6.4.4 Sampling dan informasi dari pemboran

Informasi dari lubang bor dapat diperoleh dari beberapa sumber : batuan, inti bor atau
sludge, geofisika bawah permukaan; dan informasi dari hasil pemboran. Pada bagian ini
akan lebih ditekankan pada pengamatan geologi.

a. Pemboran inti (coring)

Core recovery (CR) atau perolehan inti sangat penting, biasanya dinyatakan dalam persen
volume. Jika CR kurang dari 85–90% maka inti bor tersebut masih diragukan nilainya,
hal ini berarti terjadi loss selama pemboran dan inti bor tersebut tidak menunjukkan conto
yang sebenarnya.

Logging (pengamatan) inti bor biasanya dilakukan di samping lokasi bor untuk
menentukan apakah pemboran dilanjutkan atau dihentikan. Beberapa organisasi memiliki
prosedur standar dalam logging inti bor dan terminologi standar untuk mendeskripsikan
sifat geologi. Logging awal pada lokasi bor biasanya dilengkapi dengan hasil analisis inti
bor. Dari logging awal ini biasanya diperoleh data tentang gambaran umum struktur
(rekahan dan orientasi) juga litologi (warna, tekstur, mineralogi, alterasi dan nama
batuan) serta core recovery. Deskripsi harus dilakukan secara sistematis menyangkut
kualitas dan kuantitasnya.

Inti bor biasanya disimpan dalam boks kayu, plastik atau logam yang dapat memudahkan
orang memindahkannya. Inti bor dikumpulkan untuk berbagai tujuan, bukan untuk
sekedar deskripsi geologi saja biasanya digunakan juga untuk analisis metalurgi dan
assay. Untuk kedua tujuan tersebut inti bor biasanya dibagi dalam dua bagian dengan
gergaji intan, setengah untuk assay dan investigasi lain, setengahnya lagi disimpan dalam
core box untuk tujuan lain.
Potongan batuan dari sludge dapat dikumpulkan selama pemboran; keduanya
menggambarkan batuan yang dipotong oleh mata bor intan. Pemboran dengan
menggunakan sirkulasi udara pada lubang dangkal biasanya menghasilkan cutting atau
sludge yang sangat cepat ke permukaan. Namun demikian dengan pemboran inti sirkulasi
air untuk lubang yang dalam sering terjadi cutting lambat naik ke permukaan, hal ini
dapat dilihat bahwa untuk kedalaman 1000 m cutting dapat diambil dalam waktu 20–30
menit ke permukaan sehingga biasanya sludge yang dianalisis dahulu selama pemboran.

b. Pemboran non-corring

Dalam pemboran non-coring kepingan (chips) batuan dapat diperoleh pada selang 1–2 m
dalam keadaan kering dan dikumpulkan pada sisi lokasi bor, setelah dicuci conto tersebut
lebih mudah untuk dianalisis secara mikroskopi. Conto tersebut dapat juga didulang
untuk memperoleh mineral berat dan kemudian diberi perekat dan disusun sesuai interval
untuk memberikan gambaran lubang bor tersebut.

c. Kombinasi core dan sludge

Core adalah inti bor yang ditampung dalam core barrel dimana ukuran inti sangat
tergantung dengan ukuran mata bor. Sedangkan sludge adalah hancuran batuan yang
diangkat (terbawa) oleh fluida bor, dan biasanya sludge ditampung dalam sludge tank.
Gambar 6.21 menunjukkan sketsa pendefinisian antara core dan sludge.

Gambar 6.21 Sketsa pendifinisian core dan sludge


Dalam pengambilan conto dari inti bor (core recovery), harus diperhatikan reabilitas dari
conto. Seperti terlihat pada Gambar 6.22, conto 1, 2, dan 3 harus dipisahkan, karena
segmen conto dipisahkan oleh bagian yang hancur (conto 2).

Gambar 6.22 Reabilitas sample (conto)

Berikut ini dapat dilihat beberapa rumus yang dapat digunakan dalam penentuan kadar
sampling dengan penggabungan core dan sludge.

Rumus Long Year :

Rumus Proportional Weight :

Direct Proportion Core :


Rumus I2 :

Jika sludge recovery > 100%, maka :

1. Interpretasi dan Kompilasi Data

Interpretasi dan kompilasi data hasil eksplorasi langsung secara umum dapat berupa peta-
peta atau penampang (profil). Hasil kompilasi data pemetaan geologi atau alterasi tentu
saja berupa peta penyebaran batuan/struktur atau alterasi, serta penampang
geologi/struktur atau alterasi (lihat contoh Gambar 6.23). Sementara kompilasi data
tracing float berupa peta penyebaran mineralisasi yang mengarah ke sumber primernya.
Data-data dari uji sumuran dan paritan umumnya digunakan untuk melengkapi data
penyebaran singkapan, misalnya pada endapan batubara.

Sedangkan dari kompilasi data bawah permukaan hasil pemboran dapat dibuat
penampang melintang untuk menggambarkan penyebaran dan model suatu endapan atau
badan bijih, baik model 2-D maupun 3-D. Sebagai contoh interpretasi dan kompilasi data
pemboran ditunjukkan pada Gambar 6.24 berupa model blok dan Gambar 6.25 berupa
diagram Fence. Dari kedua gambar tersebut terlihat dengan jelas pola dan arah
penyebaran suatu endapan bahan galian.
Gambar 6.23 Penampang melintang diagramatik dari potongan jalan raya
di Kentucky timur menunjukkan zona urutan transisi yang terbentuk antara
lingkungan dataran bawah dan atas hasil interpretasi observasi singkapan
(Peters, 1978)

Gambar 6.24 Diagram blok yang menunjukkan kenampakan 3D dari


beberapa perlapisan batubara di daerah Alaska. Beberapa lubang bor
menjadi kontrol struktur dan stratigrafi (Peters, 1978)

Gambar 6.25 Diagram Fence yang menunjukkan korelasi dan ketebalan


seam batubara utama di Campbell County, Wyoming ( Peters, 1978)

Diposkan oleh miningunited di 01:33 0 komentar

Anda mungkin juga menyukai