Anda di halaman 1dari 13

JURNAL INTERNASIONAL PENDIDIKAN LINGKUNGAN & ILMU PENGETAHUAN

2016, VOL. 11, TIDAK. 12, 5676-5686


Pengembangan Model Pembelajaran Discovery-Inquiry untuk Mengurangi Ilmu
Kesalahpahaman Siswa SMP
Basman Tompoa, Arifin Ahmada, dan Muris Murisa
aUniversitas Negeri Makassar, Makassar, INDONESIA

ABSTRAK
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pembelajaran inkuiri
penemuan (DI) untuk mengurangi kesalahpahaman siswa tingkat sekolah menengah yang
valid, praktis, dan efektif. Penelitian ini adalah R & D (penelitian dan pengembangan). Uji
coba model pembelajaran inkuiri penemuan (DI) dilakukan dalam dua kelas yang berbeda di
SMPN 2 Maros, Sulawesi Selatan. Hasil penelitian setelah dua uji coba menunjukkan bahwa
model pembelajaran inkuiri penemuan (DI) telah valid, praktis, dan efektif. Model
pembelajaran inkuiri penemuan (DI) dinyatakan valid karena penilaian semua komponen
pembelajaran yang dilakukan oleh validator memenuhi elemen validitas. Hal ini dinyatakan
praktis karena komponen pembelajaran inkuiri penemuan (DI) sepenuhnya
diimplementasikan, dan kemampuan guru untuk mengelola pembelajaran berada pada
kategori tinggi. Hal ini dinyatakan efektif karena kesalahpahaman siswa Sains berada dalam
kategori sedang. Kegiatan siswa dalam pembelajaran memenuhi pencapaian waktu yang
ideal, dan hasil kuesioner siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran inkuiri
penemuan. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri penemuan (DI) untuk
mengurangi miskonsepsi siswa sains memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif.

KATA KUNCI
Penyelidikan penemuan, kesalahpahaman tentang sains, model pembelajaran

pengantar
Setiap bangsa di dunia mengakui bahwa pendidikan adalah hak semua anak. Pendidikan telah
dianggap sebagai hak asasi manusia yang harus dimiliki dan dinikmati secara bebas oleh
semua anak. Sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948
Pasal 26 (1) menyatakan bahwa:
“Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidaknya pada tahap dasar
dan dasar. pendidikan dasar harus diwajibkan. Pendidikan teknis dan profesional harus
tersedia secara umum dan pendidikan tinggi harus dapat diakses secara setara oleh semua
orang atas dasar pahala ”

Berbagai isu tentang masa depan pendidikan masih terus menuai perdebatan tanpa akhir.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia, termasuk alokasi dana pendidikan 20% dari anggaran negara, sertifikasi tunjangan
bagi pendidik, penegakan otonomi pendidikan, hingga mengubah kurikulum. Upaya ini
diharapkan memberikan jaminan tujuan pendidikan holistik. Pendidikan sangat berperan
dalam memaksimalkan potensi manusia. Ki Hajar Dewantara sebagai pemimpin pendidikan
di Indonesia berjuang untuk memajukan bangsa tanpa Ras, Budaya dan Bangsa. Melalui
Sekolah Taman Siswa, yang ia dirikan, ia berjuang untuk membangun anak didik manusia
Indonesia yang bebas di dalam dan di luar, naluri kecerdasannya, dan fisik yang sehat untuk
menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat dan bertanggung jawab bagi keselarasan
bangsa, tanah air , serta orang-orang pada umumnya (Sukardjo 2012: 99). Pendidikan
memegang peran yang sangat besar terhadap martabat manusia, memaksimalkan potensi
manusia sehingga mereka memiliki martabat dan moral yang baik (M Yamin, 2013: 2).

Para peneliti menemukan bahwa salah satu kemampuan siswa yang rendah dalam bidang
sains adalah karena terjadinya kesalahan atau konsep konsepsi keliru di kalangan siswa.
Masalah sains miskonsepsi telah menjadi masalah umum dan terjadi pada siswa di semua
tingkat sekolah. Menurut Kadim Masykur di Simarmata (2008), konsep kesalahan dalam
bidang Sains telah terjadi di mana-mana dan terjadi pada tingkat pendidikan rendah hingga
pendidikan tinggi. Dalam hal ini, berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti untuk
siswa SMP Negeri 2 Maros, Sulawesi Selatan telah mengidentifikasi miskonsepsi Sains
kepada siswa, yang berdampak pada rendahnya penguasaan konsep yang dimiliki oleh siswa.
Dalam hal alat belajar yang digunakan di sekolah, para peneliti mengamati bahwa perangkat
pengajaran sains yang digunakan baik pembelajar buku dan Lembar Kerja Siswa masih
umum dan tidak dirancang khusus untuk mengurangi terjadinya sains miskonsepsi.
Dikhawatirkan bahwa jika hal ini berlanjut sepanjang waktu tanpa upaya untuk
menyelesaikannya, maka siswa yang memiliki kesalahpahaman terutama yang masih duduk
di sekolah menengah pertama, akan merasa sulit dan gagal dalam menguasai konsep sains
tingkat lanjut. Penguasaan konsep dasar yang rendah dalam memahami materi Sains akan
memungkinkan pemahaman konsep yang salah dan efek selanjutnya pada hasil belajar siswa.
Hal ini terbukti dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu penyebab rendahnya
hasil Fisika adalah kesalahan konsepsi siswa (Tayubi 2005, Adnyani dkk, 2013; Iriyanti.N.P
et al, 2012). Siswa sering menafsirkan konsep yang dianggap sulit sesuai dengan pra-
konsepsi yang sudah dimilikinya. Terkadang, interpretasi siswa tidak sesuai dengan konsep
yang disepakati oleh para ahli. Konsep yang berbeda disebut sebagai miskonsepsi atau
konsep salah (Suparno, 2005). Nama lain dari istilah miskonsepsi adalah intuisi, konsep
alternatif, kerangka kerja alternatif dan teori naif (Taufik, 2012, Yunitasari.W. Et al. 2013).

Para peneliti melihat bahwa salah satu penyebab kesalahpahaman Sains di kalangan siswa
SMP adalah model pembelajaran yang digunakan oleh seorang guru Sains masih
menggunakan paradigma lama. Para peneliti menilai bahwa sebagian besar guru Sains,
terutama Fisika masih mengajar Ilmu berdasarkan buku teks, dengan penekanan pada kuliah
dan kadang-kadang pertanyaan yang diajukan. Siswa harus mengikuti cara belajar yang
dipilih oleh guru dan patuh mempelajari urutan yang diberikan oleh guru. Siswa kurang
mendapatkan kesempatan untuk terlibat aktif. Pembelajaran pada umumnya berorientasi pada
ujian sehingga, hasil belajar terjadi hanya transfer informasi dari guru kepada siswa. Belajar
hanya menghapal konsep, teori, atau rumus, sehingga tidak memberikan pemahaman
mendalam tentang konsep yang sedang dipelajari. Hal ini relevan dengan Taufik.M (2013:
43) yang mengatakan bahwa pembelajaran konvensional diduga kuat sebagai penghalang
untuk mencapai remediasi kesalahpahaman dan pemahaman konsep yang memadai. Temuan
masalah tersebut didukung oleh Ilahi (2012) mengatakan bahwa pembelajaran sains tidak
memberikan peluang bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri.

Oleh karena itu, guru perlu menerapkan model pembelajaran Sains untuk mengubah
paradigma lama dan mengatasi kelemahan-kelemahan ini guna mewujudkan tujuan
pembelajaran IPA yang diharapkan. Model pembelajaran yang cocok untuk memungkinkan
siswa dan diharapkan dapat mengurangi miskonsepsi Sains adalah model pembelajaran
discovery-inquiry. Dengan model pembelajaran discovery-inquiry, siswa secara aktif terlibat
dalam memperoleh konsep dan prinsip dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan
pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka untuk menemukan
konsep dan prinsip untuk diri mereka sendiri (Slavin, 1994). Ketika siswa menemukan
konsep yang bertentangan dengan konsep awal, akan ada konflik kognitif pada struktur
kognitif anak-anak. Stimulasi konflik kognitif dalam pembelajaran sains akan sangat
membantu dalam proses asimilasi menjadi lebih efektif dan bermakna. Penggunaan model
pembelajaran inquiry-discovery tidak hanya relevan dengan langkah-langkah dari metode
ilmiah tetapi juga relevan dengan teori-teori pembelajaran seperti teori Piaget tentang
kognitif, pengkondisian, dan konstruktif (Nirvana, 2013).

Pengetahuan yang diperoleh dengan mempelajari penemuan (penemuan) memungkinkan


pengetahuan yang bertahan lama atau lebih mudah diingat. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa model pembelajaran discovery-inquiry sangat unggul dan efektif untuk digunakan
dalam pembelajaran, terutama untuk pembelajaran Sains. Penelitian yang dilakukan oleh
Abdisa (2012) tentang pengaruh pembelajaran penemuan terbimbing dalam mengajar Fisika
menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara pembelajaran penemuan terbimbing,
demonstrasi, dan ekspositori dalam gerakan rotasi materi dalam ceramah. Atas dasar
signifikansi yang diperoleh dari ketiganya, tingkat pencapaiannya tinggi, sedang dan rendah.
Hal ini dikonfirmasi oleh beberapa penelitian menunjukkan bahwa model penemuan-
penyelidikan terbukti efektif digunakan dalam pembelajaran. (Yusnita.R et al, 2014,
Istikomah et al, 2013, Wenning.C.L, dkk., 2011) Penelitian yang dilakukan oleh Fajar.DM.
(2013) menemukan bahwa model pembelajaran inkuiri secara signifikan mampu menurunkan
miskonsepsi materi listrik dinamis. Jadi, diasumsikan bahwa pembelajaran menggunakan
model pembelajaran discovery-inquiry, tidak hanya membimbing siswa untuk menyelidiki
secara mendalam tentang konsep (pertanyaan) tetapi juga membiasakan siswa dalam
memecahkan masalah. Konsep penemuan (penemuan) diharapkan dapat mengurangi
terjadinya sains miskonsepsi di antara para siswa.

Masalah Penelitian
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang model pembelajaran
inkuiri penemuan untuk mengurangi kesalahpahaman siswa tingkat sekolah menengah yang
valid, praktis dan efektif.

Tujuan Studi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat desain model pembelajaran inkuiri
penemuan untuk mengurangi miskonsepsi siswa tingkat sekolah menengah yang valid,
praktis dan efektif.
Pentingnya belajar
Arti penting dari penelitian ini adalah:
saya. Menghasilkan model pembelajaran discovery-inquiry yang diharapkan dapat
mengurangi kesalahpahaman sains untuk siswa SMP.
ii. Memberikan kontribusi kepada guru pada umumnya dan guru sains SMP di khususnya
tentang model pembelajaran discovery-inquiry.

metode
Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Untuk memulai pengembangan
penelitian ini, ia melakukan penelitian awal untuk mengungkap konsep-konsep sains yang
rentan terhadap kesalahpahaman di kalangan siswa. Hasil penelitian awal digunakan sebagai
bahan pendukung dalam pengembangan model pembelajaran.

Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas delapan SMP Negeri 2 Maros Tahun Ajaran 2015-
2016. Karakteristik dari semua delapan kelas SMP Negeri 2 Maros Tahun Ajaran 2015-2016
relatif sama, karena proses pembentukan kelas dilakukan secara acak dan bukan oleh tingkat
kapabilitas. Subjek penelitian memilih 2 kelas dari 10 kelas yaitu, VIII-A dan VIII-C.

Variabel Penelitian
Variabel utama dalam penelitian ini adalah model pembelajaran discovery discovery.
Sedangkan variabel lain yang perlu dipertimbangkan atau dilibatkan dalam pengembangan
model pembelajaran inkuiri penemuan adalah (1) miskonsepsi siswa IPA, (2) keefektifan
model normatif, yaitu kesesuaian antara model pembelajaran secara teoritis dengan
implementasi di kelas, dan (3) efektivitas model korelatif yang dapat diamati dari aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran.

Pengantar Penelitian
Studi pendahuluan dilakukan untuk mengungkap gambaran umum pelaksanaan pengajaran
IPA di tingkat SMP dan sains miskonsepsi yang terjadi pada siswa.
Pengembangan Penelitian
Model pembelajaran yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran inquiry discovery untuk mengurangi miskonsepsi siswa IPA. Tahapan model
pembelajaran pengembangan mengacu pada tahapan model pengembangan yang diusulkan
oleh S.Thiagarajan, Semmel dan Semmel (model Empat-D). Sedangkan komponen yang
dimasukkan dalam model mengacu pada komponen model pembelajaran yang diajukan oleh
Joice, Weil, dan Shower (1992), yaitu: (a) sintaksis, (b) sistem sosial, (c) prinsip reaksi, (d)
sistem pendukung, dan (e) dampak instruksional dan pendamping.

Tahapan pengembangan model pembelajaran inkuiri penemuan untuk mengurangi


kesalahpahaman siswa Sains adalah sebagai berikut:

Sebuah. Mendefinisikan Panggung


Tahap ini adalah untuk mengidentifikasi dan mempelajari tentang: (1) model pembelajaran
sebagai perbandingan yang berorientasi pada beberapa elemen, antara lain: sintaksis, teori
yang mendasari, dan hasil penelitian dari model (khususnya, mempelajari model
pembelajaran inkuiri penemuan di mengurangi kesalahpahaman sains), (2) teori pembelajaran
yang terkait dengan pembelajaran inkuiri penemuan dan sains miskonsepsi, (3) Kurikulum
sains di tingkat Sekolah Menengah Pertama, kondisi siswa dan lingkungan sebagai sistem
pendukung, dan sebagainya.
b. Merancang Panggung
Kegiatan utama dalam tahap ini adalah merancang model pembelajaran inkuiri penemuan
untuk mengurangi kesalahpahaman siswa Sains. Rincian kegiatan utama pada tahap ini
meliputi: (1) merancang pembelajaran sintaks atau aktivitas pembelajaran penemuan
penemuan untuk mengurangi kesalahpahaman siswa Sains, (2) merancang sistem sosial, yaitu
peran pendidik dan siswa dalam pembelajaran inkuiri penemuan kegiatan bersama dengan
aturan dan tanda yang harus diikuti dalam proses pembelajaran Sains, (3) merancang prinsip-
prinsip reaksi yaitu, deskripsi tentang apa yang diminta guru dalam menanggapi setiap
tindakan dan perilaku siswa, terutama pertanyaan mereka, ( 4) merancang sistem atau kondisi
dukungan yang diperlukan oleh model. Kondisi ini meliputi: kondisi siswa, suasana
pembelajaran, fasilitas belajar, media pembelajaran dan perangkat pembelajaran.

c. Tahap pengembangan
Tahapan ini meliputi: (1) meminta pendapat ahli, (2) melakukan implementasi uji coba
prototipe I yang dilakukan di kelas delapan SMP Negeri 2 Maros Tahun Ajaran 2015/2016,
(3) melakukan revisi prototipe I berdasarkan hasil pengujian dan pertimbangan oleh para
peneliti, ahli, dan guru. Kegiatan revisi dilakukan terhadap hal-hal yang dianggap perlu untuk
setiap komponen model. Dari hasil penelitian, dirancang prototipe II untuk diuji. Selanjutnya,
direvisi kembali pada komponen-komponen yang dianggap perlu, kemudian diuji lagi (uji
coba II). Materi pembelajaran untuk prototipe II adalah konsep Getaran dan Optik. Dalam
percobaan kedua ini, digunakan prototipe model pembelajaran inquiry discovery akhir pada
kelas VIII-A SMP Negeri 2 Maros. Materi pembelajaran dalam prototipe akhir masih sama,
yaitu konsep Getaran dan Optik.

Teknik Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan merujuk masalah penelitian. Berdasarkan masalah penelitian,
analisis data dilakukan dengan dua cara, kuantitatif dan kualitatif. Untuk menjawab hasil tes
sains miskonsepsi, digunakan analisis statistik deskriptif dengan uji normalisasi N-gain.
Selain itu, untuk memperjelas interpretasi hasil analisis, akuisisi data juga dijelaskan dalam
bentuk diagram.
Untuk penelitian pengembangan, kegiatan analisis dominan adalah kualitatif dan telah tersirat
dalam serangkaian kegiatan yang dilakukan di setiap tahap pengembangan model
pembelajaran. Analisis ini dilakukan pada semua komponen model yang dilakukan oleh
Joice, Weil, dan Hujan (sintaksis, sistem sosial, prinsip-prinsip reaksi, sistem pendukung, dan
dampak instruksional dan pengiring) antara lain, perhatikan (1 ) perangkat pembelajaran, (2)
kegiatan belajar-mengajar, dan (3) efektivitas pembelajaran.

Hasil dan Diskusi


Hasil yang diperoleh pada setiap fase pengembangan berkaitan dengan proses pengembangan
model inkuiri penemuan dapat digambarkan sebagai berikut:

Tahap 1: Menentukan
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengidentifikasi model pembelajaran dan
kesalahpahaman sains dengan memberikan lembar observasi kepada para guru IPA di SMP
Negeri 2 Maros. Berdasarkan hasil penelitian awal yang telah dilakukan, terungkap bahwa
siswa di sekolah umumnya memiliki sains miskonsepsi pada beberapa konsep sains tertentu
dan diperlukan model pembelajaran sains khusus untuk mengurangi kesalahpahaman sains.
Model ini diharapkan memiliki kriteria valid, praktis dan efektif.
Tahap 2: Merancang
Hasil perancangan model pembelajaran inkuiri penemuan adalah untuk menetapkan format
model buku, yaitu (1) Rasional, (2) Teori Pendukung, (3) model pembelajaran Discovery
Inquiry, dan (4) Arah Implementasi Model. Pengembangan rasional model pembelajaran
inkuiri penemuan termasuk hal-hal yang menjadi pertimbangan utama atau dasar penting dari
model inkuiri penemuan untuk mengurangi kesalahpahaman sains. Itu juga termasuk hasil
penelitian yang mendukung pengembangan. Pada bagian tentang teori-teori pendukung, ia
menyatakan beberapa teori terkait, yaitu (1) dasar filosofis dari model inkuiri penemuan, (2)
dasar psikologis dari model inkuiri penemuan, dan (3) dasar teori pembelajaran. Pada bagian
model pembelajaran inkuiri penemuan, dibahas tentang konsep dasar model pembelajaran
inkuiri penemuan, karakteristik model pembelajaran inkuiri penemuan, komponen model
pembelajaran inkuiri penemuan, dan evaluasi yang diterapkan dalam pembelajaran.

Pada bagian dari arah implementasi model, itu membahas dua bagian utama, yaitu
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Pada bagian perencanaan, dibahas tentang hal-
hal yang perlu dipersiapkan demikian, model pembelajaran inkuiri penemuan dapat terjadi
secara praktis dan efektif, yaitu (1) Rencana Pelajaran, (2) Buku Teks Siswa, (3) Lembar
Kerja Siswa , (4) Lembar Tugas, (5) Media Pembelajaran, dan (6) Tes Kesalahpahaman
Sains. Pada bagian pelaksanaan pembelajaran, dibahas penerapan sintaks model
pembelajaran inquiry discovery yang terdiri dari tujuh fase, yaitu: Tahap 1: menjelaskan
tujuan pembelajaran, fase 2: orientasi siswa dalam masalah (pernyataan masalah), Tahap 3:
memberikan stimulasi, fase-4: merumuskan hipotesis, fase-5: melakukan penyelidikan dan
penemuan (percobaan), fase-6: menyajikan hasil penyelidikan dan penemuan (verifikasi), dan
fase-7: deducing (generalisasi) .

Hasil Perancangan Alat Belajar


Pada tahap desain, instrumen pembelajaran yang dirancang telah mengatur format dan
pemilihan elemen terkait seperti: (1) Rencana Pelajaran, (2) Buku Teks Siswa, (3) Lembar
Kerja Siswa, dan (4) Tes kesalahpahaman sains . Pada fase ini, Rencana Pelajaran yang
berhasil dirancang berdasarkan model pembelajaran inkuiri pembelajaran sintaks dengan
mengambil pertimbangan terkait dengan komponen lain seperti prinsip reaksi, sistem sosial,
dan dampak instruksional dan pengaruh pengiring. Draft hasil buku teks siswa mengacu pada
subjek getaran dan cahaya. Buku teks siswa dirancang mengacu pada kompetensi dasar,
tujuan pembelajaran dan pedoman implementasi.
Dalam desain awal, tes miskonsepsi Sains telah berhasil mendesain 30 butir soal dari tipe
palsu yang benar (T-F). Instrumen ini adalah item tes dari kesalahpahaman sains yang
dirancang untuk mengukur keberhasilan berkurangnya kesalahpahaman sains. Rancangan tes
didasarkan pada studi dan hasil observasi awal tentang materi Sains yang cenderung memiliki
kesalahpahaman di SMP Negeri 2 Maros.

Hasil Perancangan Instrumen Penelitian


Instrumen validitas yang dihasilkan dalam tahap desain adalah untuk mendefinisikan aspek
penilaian dan indikator dalam setiap aspek yang terkait dengan (1) lembar persyaratan
analisis validasi dari model pengembangan (2) lembar validasi model pembelajaran
penemuan penemuan (DI), (3) lembar validasi pelaksanaan model pembelajaran, (4) lembar
validasi kemampuan mengelola model (5) lembar validasi aktivitas siswa (6) lembar validasi
lembar angket tanggapan siswa, dan (7) ) format validasi perangkat pembelajaran (Rencana
Pelajaran, Buku Teks Siswa, dan lembar tes miskonsepsi Sains).
Instrumen kepraktisan yang berhasil dirancang mencakup lembar observasi, yaitu: (1)
Lembar observasi pelaksanaan model pembelajaran dan (2) Lembar observasi kemampuan
guru untuk mengelola pembelajaran. Sedangkan instrumen efektivitas yang dirancang antara
lain: (1) Lembar evaluasi tes miskonsepsi Sains, (2) lembar observasi aktivitas siswa, dan (3)
Lembar angket tanggapan siswa.

Tahap -3: Pengembangan


Sebuah. Hasil Uji Validitas
Hasil validasi model pembelajaran inkuiri penemuan (DI) menunjukkan bahwa rata-rata nilai
total validity discovery inquiry (DI) model pembelajaran adalah Y = 3,40. Jika nilai ini
dikonfirmasi pada kriteria validitas model pembelajaran inkuiri penemuan (DI), maka
dikategorikan valid (2,5 ≤ M ≤ 3.5). Jadi, dalam hal semua aspek model pembelajaran inkuiri
penemuan (DI), telah memenuhi kriteria validitas.
Hasil validasi perangkat pembelajaran untuk 3 (tiga) Rencana Pelajaran yang dikembangkan
memiliki nilai yang sama yaitu Y = 3,79 (sangat valid). Ada delapan (8) Lembar Kerja Siswa
yang dikembangkan dan semuanya memiliki nilai validasi yang sama yaitu Y = 3,71 (sangat
valid). Buku teks siswa yang hanya terdiri dari satu memiliki nilai validasi X = 3,61 (sangat
valid) dan untuk kesalahpahaman Sains yang dikembangkan memiliki nilai rata-rata Y = 3,42
(valid). Jadi, dalam hal semua aspek perangkat pembelajaran seperti rencana pelajaran,
lembar kerja siswa, buku teks siswa dan tes kesalahpahaman ilmiah, maka dinyatakan telah
memenuhi kriteria validitas.

Singkatnya, hasil analisis instrumen validitas menunjukkan bahwa: (1) Hasil penilaian lembar
persyaratan analisis pengembangan PT
JURNAL INTERNASIONAL DARI PENDIDIKAN LINGKUNGAN & ILMU
PENGETAHUAN 5683
Model inkuiri penemuan (DI) oleh validator mendapat nilai rata-rata Y = 3,55 (sangat valid)
dengan koefisien reliabilitas R = 0,943, (2) Hasil penilaian model discovery inquiry (DI) oleh
validator mendapat nilai rata-rata total X = 3,38 (valid) dengan koefisien reliabilitas R =
0,863, (3) Hasil penilaian lembar observasi kemampuan guru untuk mengelola pembelajaran
oleh validator untuk semua aspek mendapat skor rata-rata X = 3, 42 (valid) dengan koefisien
reliabilitas R = 0,857, (4) Hasil penilaian lembar observasi pelaksanaan model pembelajaran
oleh validator untuk semua aspek mendapat skor rata-rata = 3,39 (valid) dengan koefisien
reliabilitas R = 0,857, (5) penilaian lembar evaluasi tes miskonsepsi Sains diperoleh nilai
validasi rata-rata dengan total = 3,42 (valid), (6) Nilai rata-rata validitas total lembar
observasi aktivitas siswa untuk semua aspek adalah = 3,81 (sangat valid) dan ( 7) Nilai rata-
rata total valid ity dari respon siswa lembar kuesioner untuk semua aspek adalah = 3,81
(sangat valid). Jadi, jika ditinjau dari semua aspek, maka semua lembar instrumen telah
memenuhi kriteria validitas.
b. Hasil Uji Model Kepraktisan
Berdasarkan hasil analisis implementasi komponen sintaks selama percobaan I, diperoleh
skor rata-rata dari pelaksanaan komponen sintaks M = 1,70, komponen interaksi sosial M =
1,65, komponen reaksi prinsip M = 1,72, komponen instruksional dan dampak pengiring M =
1.79, komponen perangkat pembelajaran pendukung (sistem pendukung) M = 1.89. Dapat
disimpulkan bahwa secara rata-rata, semua komponen pelaksanaan pembelajaran inkuiri
penemuan (DI) sepenuhnya diimplementasikan (1,5 ≤ M ≤ 2.0). Sedangkan pada percobaan
II, diperoleh skor rata-rata implementasi komponen sintaks M = 1,80, komponen interaksi
sosial M = 1,83, komponen reaksi prinsip M = 1,87, komponen instruksional dan dampak
pengiring M = 1,88, perangkat pembelajaran yang mendukung komponen (sistem
pendukung) M = 1.97. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata, semua komponen dari
pelaksanaan pembelajaran inkuiri penemuan (DI) dalam percobaan II sepenuhnya
dilaksanakan (1,5 ≤ M ≤ 2.0).
Hasil analisis kemampuan guru untuk mengelola pembelajaran inkuiri penemuan (DI) dalam
uji coba I adalah nilai rata-rata kemampuan guru untuk mengelola pembelajaran dalam
kegiatan pengantar memiliki nilai 3,46 (tinggi), aktivitas inti adalah 3,42 (tinggi) , aktivitas
penutupan adalah 3,46 (tinggi), kemampuan untuk mengelola adalah 3,50 (sangat tinggi),
aspek atmosfer kelas adalah 3,50 (sangat tinggi). Sementara dalam percobaan II, nilai rata-
rata kemampuan seorang guru untuk mengelola pembelajaran dalam kegiatan pengantar
memiliki nilai 3,54 (tinggi), aktivitas inti adalah 3,50 (tinggi), aktivitas penutupan adalah
3,42 (tinggi), kemampuan untuk mengelola waktu 3,42 (sangat tinggi), aspek atmosfer kelas
adalah 3,67 (sangat tinggi). Jadi, dalam hal semua aspek manajemen pembelajaran, maka
model pembelajaran inkuiri penemuan (DI) dalam uji coba I dan II dinyatakan telah
memenuhi kriteria kepraktisan.

c. Hasil Uji Model Efektivitas


Hasil dari model pembelajaran inkuiri penemuan penemuan (DI) pada setiap percobaan
dianalisis dengan mengamati aktivitas siswa, respon kuesioner siswa dan tes hasil sains
miskonsepsi. Pada uji coba I dan II, hasil observasi siswa menunjukkan bahwa 9 dari 10
kategori aktivitas siswa memenuhi Interval Toleransi PWI (%) yang ditentukan. Hal ini
menunjukkan bahwa dari segi aspek aktivitas siswa, uji coba discovery (DI) model
pembelajaran uji I dan II telah memenuhi kriteria efektivitas.

Berdasarkan data dari respon siswa, diperoleh bahwa 26 siswa uji coba I dan 24 siswa pada
percobaan II, umumnya direspon positif dengan model pembelajaran, alat belajar, suasana
belajar di kelas, cara guru mengajar, dan bahasa digunakan dalam perangkat pembelajaran.
Para siswa merasa senang dalam melakukan percobaan / pengamatan selama pelajaran. Hal
ini menunjukkan bahwa dari segi aspek respon siswa, model pembelajaran inkuiri penemuan
(DI) dalam uji coba I dan II telah memenuhi kriteria efektivitas.

Berdasarkan hasil tes sains miskonsepsi yang telah dicapai dalam pretest dan posttest on trial
saya mencapai pembelajaran penguasaan klasik. Perhitungan analisis gain dinormalisasi (uji
N-Gain) menemukan bahwa nilai rata-rata N-Gain adalah keseluruhan 0,32 atau di kategori
tengah. Namun, jumlah siswa yang mengalami peningkatan skor belum memenuhi
persyaratan (kurang dari 70%). Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri
penemuan (DI) pada percobaan yang saya nyatakan tidak efektif untuk mengurangi
kesalahpahaman sains, sehingga perlu direfleksikan dan dibuat revisi.
Berdasarkan hasil tes sains miskonsepsi yang telah dicapai dalam pretest dan posttest pada
percobaan II mencapai pembelajaran penguasaan klasik sebesar 86%. Berdasarkan
perhitungan analisis gain ternormalisasi (uji N-Gain) ditemukan bahwa nilai rata-rata N-Gain
secara keseluruhan sebesar 0,48 atau kategori sedang. Dalam hal ini, jumlah siswa yang
memiliki skor meningkat sudah memenuhi persyaratan (lebih dari 70%). Hal ini
menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri penemuan (DI) pada uji coba II dinyatakan
efektif untuk mengurangi kesalahpahaman sains.

Oleh karena itu, dalam hal validitas indikator keseluruhan, kepraktisan dan keefektifan
model, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri penemuan (DI) setelah melalui
uji coba fase I dan II dianggap telah memenuhi kriteria validitas, kepraktisan dan efektifitas.

Tahap -4: Diseminasi


Diseminasi adalah sosialisasi hasil penelitian pengembangan model pembelajaran inkuiri
penemuan (DI) yang telah dilakukan secara terbatas pada pertemuan guru sains di SMPN 2
Maros. Diseminasi ini merupakan hasil pemaparan dari penelitian pengembangan yang
diadakan di forum guru di SMK Pratidina Makassar. Penyebaran model pembelajaran inkuiri
penemuan (DI) juga dilakukan melalui jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh situs web.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, para peneliti menyajikan beberapa kesimpulan. Pertama,
pembelajaran sains di tingkat SMP, khususnya di SMP Negeri 2 Maros belum sepenuhnya
terfokus pada pendekatan pembelajaran saintifik yang berpusat pada siswa dan siswa masih
memiliki sains miskonsepsi pada konsep vibrasi dan optik. Kedua, model pembelajaran
inkuiri penemuan (DI) untuk mengurangi kesalahpahaman siswa Sains memenuhi kriteria
validitas berdasarkan hasil validasi para ahli dan praktisi terhadap komponen-komponen
model dan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Ketiga, model pembelajaran inkuiri
penemuan (DI) untuk mengurangi kesalahpahaman siswa IPA memenuhi kriteria kepraktisan
karena penerapan pembelajaran inkuiri (DI) telah selesai sepenuhnya dan kemampuan guru
untuk mengelola pembelajaran inkuiri ditemukan pada tingkat tinggi. kategori. Keempat,
model pembelajaran inkuiri penemuan (DI) untuk mengurangi kesalahpahaman siswa Sains
memenuhi kriteria efektivitas karena aktivitas siswa telah dicapai berdasarkan kriteria
pencapaian waktu yang ideal. Secara umum, siswa merespon positif terhadap model
pembelajaran inkuiri penemuan (DI). Kesalahpahaman sains telah dikurangi untuk siswa
secara signifikan.

Pernyataan pengungkapan
Tidak ada potensi konflik kepentingan yang dilaporkan oleh penulis.

Indonesia Indonesia

Anda mungkin juga menyukai