Di Susun Oleh :
Murtafi’ah (201633266)
Kelas : 6F
2019
A. JUDUL
“Warisan Nasional Ki Hadjar Dewantara Di Tamansiswa Tentang Pendidikan dan
Pembelajaran Berbasis Budaya”
B. PENULIS
Siti Malikhah Towaf
C. ABSTRAK
Saling ketergantungan global adalah kenyataan; dalam keamanan, ekonomi,
politik, sosial-budaya, dan khususnya dalam pendidikan suatu bangsa ;. Terkait
dengan perlunya dialog internasional tentang pendidikan, penelitian ini mencoba
mengeksplorasi: 1) konsep pendidikan berbasis budaya dan pembelajaran Ki Hadjar
Dewantara (KHD) di Tamansiswa, 2) hasil penelitian sebelumnya tentang budaya
berbasis pendidikan dan pembelajaran KHD di Tamansiswa, dan 3) fenomena
stagnasi Tamansiswa sebagai gerakan nasional dalam pendidikan. Pendekatan
kualitatif digunakan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tamansiswa berperan dalam pendidikan
dan pembelajaran berbasis budaya dengan menerapkan Among System sejak awal
sejarahnya. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa ide-ide KHD berada di luar
waktu dan generasinya; sangat penting bagi bangsa saat ini. Fenomena stagnansi
lebih disebabkan oleh masalah manajemen daripada kebodohan fondasi filosofis
Tamansiswa.
D. METODE PENELITIAN
Sebagai upaya untuk memahami konsep pendidikan dan pembelajaran
berbasis budaya Ki Hadjar Dewantara (KHD) di Tamansiswa dan praktik
pembelajaran di antara sistem saat ini, penelitian ini menggunakan desain kualitatif
deskriptif (Denzin & Lincoln, 1994: 163). Penelitian ini menganalisis dan
menggambarkan konsep pendidikan berbasis budaya dan pembelajaran Ki Hadjar
Dewantara (KHD) di Tamansiswa.
3.1 Pendidikan dan Pembelajaran Berbasis Kebudayaan KHD dimulai dari sejarah
kelembagaan ada tujuh yayasan Tamansiswa yang dikenal sebagai yayasan lembaga
1922 (MLPTS, 1977: 5-6). Dalam Congres kelima Tamansiswa pada tahun 1947,
tujuh yayasan dikondensasi menjadi lima devosi atau Panca Dharma yaitu: 1) takdir
alami, 2) kebebasan,
Secara konseptual 'budaya' berarti cara hidup masyarakat, yang terdiri dari
semua aspek kehidupan manusia ... budaya Tamansiswa bertujuan, harus
mencerminkan identitas kita sebagai bangsa yang bebas dan mandiri. Sikap yang
direkomendasikan oleh KHD dalam menghadapi pertanyaan tentang budaya nasional
adalah Tri con, yang berarti kesinambungan, konsentrisitas, dan konvergensi.
3.2 Penelitian tentang praktik ide-ide KHD dalam pendidikan masih terbatas. Banyak
istilah dalam sistem Among yang terkenal di dunia pendidikan; tetapi banyak
pendidik, guru, dan guru siswa bertanya tentang bagaimana proses pembelajaran
dilakukan oleh Pamong di kelas Tamansiswa. Di antara pembelajaran dan praktik di
Tamansiswa, adalah harta nasional yang belum terekspos secara memadai. Sebagai
lembaga pendidikan, Tamansiswa terbuka untuk diamati oleh peneliti di bidang
pendidikan. Koleksi dokumen tentang Ki Hadjar Dewantara dan koleksi buku-
bukunya, tulisan para aktivis Tamansiswa dalam bentuk aslinya, salinan atau stensil
dokumen disimpan di Perpustakaan Griya Kirti Tamansiswa, tetapi buku-buku
tentang pendidikan dan pembelajaran di Tamansiswa untuk umum masih terbatas .
3.3 Fenomena Stagnansi atau Penurunan Tamansiswa Pada tahun 2010, Senin 3 Mei
ada laporan di surat kabar Kompas tentang Tamansiswa, yang menjadi organisasi
besar secara nasional. Di SUBARIA (Sumatra Barat dan Riau), ada 34 cabang, 2855
siswa dan 204 guru / pamong. Di SUMSELALU (Sumatera Selatan, Lampung dan
Bengkulu), ada 19 cabang, 997 siswa, dan 66 guru / pamong. Di Jawa Barat dan DKI
ada 15 cabang, 3650 siswa, dan 258 guru / pamong. Di Jawa Tengah dan DIY, ada 32
cabang, 7184 siswa dan 542 guru / pamong, Di Jawa Timur dan Bali ada 25 cabang,
5.815 siswa dan 414 guru / pamong. Tetapi ada indikasi menurunnya pendaftaran
siswa di banyak Tamansiswa di seluruh negeri. Dari banyak cabang dan sekolah,
hanya 30% hidup dalam kehidupan yang layak, sekitar 300 sekolah mengalami
peningkatan.
F. Simpulan