PENDAHULUAN
adalah gangguan pada otak yang ditandai oleh paling tidak dua bangkitan kejang
spontan dengan jarak lebih dari 24 jam.1 Klasifikasi epilepsi didasarkan pada
kejadian sementara (berbatas waktu, dengan awal dan akhir yang jelas) sebagai
Insiden epilepsi pada anak dua kali lebih besar daripada populasi dewasa.5
pada tahun pertama kehidupan, yaitu sekitar 100 dari 100.000 anak. Insiden turun
setelah usia 1 tahun meskipun tingkat penurunan bervariasi.2 Data Rumah Sakit
Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau pada tahun 2011, didapatkan bahwa
epilepsi pada anak termasuk dalam 15 besar penyakit terbanyak dengan jumlah 27
kasus dan untuk pasien rawat jalan epilepsi menempati urutan ketiga dengan
melaporkan bahwa tiga faktor risiko epilepsi yang terpenting adalah jumlah
1
2
epileptik.8
Terapi epilepsi dengan obat anti epilepsi (OAE) harus diberikan secara
tepat dengan dosis yang memadai. Tujuan utama terapi epilepsi adalah untuk
obat, penderita bosan dalam meminum obat, serangan yang tidak kunjung hilang
setelah meminum obat, harga obat yang mahal, kewajiban untuk control secara
teratur dan adanya efek samping yang muncul karena pengobatan. Kepatuhan
minum obat merupakan faktor prediktor untuk tercapainya remisi pada epilepsi,
dimana pada pasien epilepsi yang patuh minum obat terbukti mengalami remisi 6
bulan, 12 bulan dan 24 bulan.9 Adanya dukungan keluarga juga menjadi salah satu
bangkitan kejang.9,10
pemeriksaan EEG dan terapi awal epilepsi untuk pasien ini tidak adekuat, yaitu
tidak sesuai aturan. Alasan ini membuat penulis trtarik untuk menampilkan kasus
ini.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epilepsi
2.1.1 Definisi
adalah serangan paroksimal yang khas berulang dua kali atau lebih tanpa
penyebab yang lebih dari 24 jam.1 Serangan epilepsi terjadi karena dipicu oleh
perubahan spontan pada gerakan tubuh, fungsi, sensasi, kesadaran serta perilaku
Epilepsi adalah penyakit saraf yang ditandai dengan adanya gejala episode
kejang yang disertai dengan kehilangan kesadaran. Penyakit ini disebabkan karena
ketidakstabilan muatan listrik pada otak yang akan berlanjut pada koordinasi otot
yang bermanifestasi pada kekakuan otot atau hentakan repetitif pada otot.1
anak.11
2.1.2 Etiologi
Etiologi Penjelasan
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi kejang menurut ILAE 2017 yaitu epilepsi fokal, umum dan
tidak diketahui.1
1. Kejang fokal
Kejang fokal terjadi pada satu area otak dan terkadang menyebar ke area
lain, jika menyebar akan menjadi kejang umum sekunder. Kejang umum sekunder
yang paling sering terjadi adalah kejang tonik klonik. Tipe kejang fokal dapat
dibagi berdasarkan tingkat kesadaran dan motorik (tabel 2.2. dan tabel 2.3.).
6
2. Kejang umum
Kejang pada bangkitan umum terjadi pada seluruh area otak. Pada
bangkitan umum akan terjadi gangguan kesadaran pada awal kejadian kejang.
Kejang umum dapat terjadi diawali dengan kejang parsial simpleks atau kejang
Kejang yang tidak dapat diketahui terdiri dari motor dan non motor dengan
dapat diperoleh dari data genetik, gambaran klinis, pencitraan, dan pemeriksaan
laboratorium.1
2.1.5 Patofisiologi
muatan ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan
ion ini menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang
lebih negatif. Neuron bersinaps dengan neuron lain melalui akson dan dendrit.
inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang
perubahan otak yang normal menjadi otak yang mudah kejang (epileptogenesis).
iktogenesis. Eksitasi yang berlebihan dapat berasal dari neuron itu sendiri,
a. Sifat eksitasi dari neuron dapat timbul akibat adanya perubahan fungsional
jumlah, dan distribusi kanal ion gerbang-voltase dan gerbang ligan atau
b. Sifat eksitasi yang timbul dari lingkungan neuron dapat berasal dari
sepanjang sel granul akson pada girus dentata, kehilangan neuron inhibisi,
inhibisi.13
2. Mekanisme epileptogenesis
a. Mekanisme nonsinaptik.
kadar klorida intrasel dan aliran klorida inhibisi yang diaktivasi oleh gamma-
eksitasi dari ujung sinaps bergantung pada lamanya depolarisasi dan jumlah
pada epileptogenesis.14
b. Mekanisme sinaptik.
- Gamma-aminobutyric acid
(CSS) pasien dengan jenis epilepsi tertentu, dan pada potongan jaringan
- Glutamat
sebelum selama dan kejang. Kadar GABA tetap rendah pada hipokampus
2.1.6 Diagnosis
pemeriksaan EEG dan radiologis, namun demikian, bila secara kebetulan melihat
serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi klinis sudah dapat ditegakkan.16
2.1.6.1 Anamnesis
Penjelasan perihal sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan
serangan, lama serangan, gejala sebelum, selama dan sesudah serangan, frekuensi
pencetus, ada/tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang, usia saat serangan
Pada pemeriksaan fisik umum dan neurologis, dapat dilihat adanya tanda
fokal atau difus, infeksi telinga atau sinus. Penyebab epilepsi harus dapat
disingkirkan melalui pemeriksaan fisik, usia pasien dan riwayat penyakit sebagai
1. Elektroensefalografi
dan harus dilakukan pada semua pasien epilepsi untuk menegakkan diagnosis
penentuan perlu atau tidaknya pengobatan dengan OAE. Terdapat dua kelainan
pada EEG kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan lesi struktural
apabila:
a. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak11
seharusnya.11
2. Neuroimaging
berguna untuk melihat struktur otak dengan melengkapi data EEG. Pemeriksaan
4. Cataplexy11,16
3. Tic Disorder11,16
2. Tidur berjalan11,16
3. Night terrors11,16
6. Migraine-related disorders11,16
Kejang mioklonik:
3. Penyakit startle11,16
2.2.1 Definisi
dari 30 menit atau adanya dua bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan tidak
15
kejang sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. Status epileptikus merupakan
keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna
menghentikan bangkitan.17
menit atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara
2.3 Tatalaksana
Berikut ini adalah pilihan terapi yang dipakai untuk kejang akut pada
1. Diazepam intravena
Dosis yang diberikan 0,2 - 0,5 mg/kg intravena (iv) (maksimum 10 mg)
dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak
perlu dihabiskan.17
2. Fenobarbital
3. Midazolam buccal
16
sesuai dosis yang diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang telah dibuang
jarumnya, dan teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam
b. 5 mg (usia 1 – 5 tahun) 17
d. 10 mg (usia ≥ 10 tahun) 17
(ICU), namun disesuaikan dengan kondisi rumah sakit. Bila bebas kejang selama
diturunkan secara bertahap dengan kecepatan 0,1 mg/jam dan dapat dihentikan
Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam keadaan
17
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Work of breathing
Suara napas abnormal : Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Retraksi : tidak ada retraksi
Napas cuping hidung : tidak ada pernapasan cuping hidung
Kesan : normal, tidak ada kegawatan pernapasan
Circulation to skin
Tidak tampak pucat maupun kebiruan, tidak terdapat mottle skin.
Kesan : normal, tidak ada syok
Primary survey
Airway and appearance
Tidak terdapat hambatan atau sumbatan pada jalan napas. Alert berdasarkan
AVPU scale.
Breahting : spontan, normal regular, frekuensi pernapasan 20 kali/menit,
tidak ada suara napas tambahan (snoring, gurgling, stridor).
Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
18
19
Secondary survey
Identitas pasien
Nama / RM : Muhammad Wira Setiawan / 01001946
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 5 tahun 2 bulan
Ayah / Ibu : Suparman / Dewi Listia Wati
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jati Mulya, Kerinci Kanan, Siak
Tanggal masuk : 28 November 2018
Alloanamnesis
Diberikan oleh : Ibu dan ayah kandung pasien
Keluhan utama : Kejang berulang dalam 1 hari
49 54 55 65
24 25 29
28 28 30
2
1 3 9 5,2
Riwayat kejang
Epilepsi (+)
tanpa demam 1 kali
21
Riwayat orang tua
- Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
- Pekerjaan Ayah : Petani
Riwayat kehamilan
- Riwayat demam saat hamil (-). Perdarahan maupun keputihan saat
kehamilan (-). Selama kehamilan ibu sering memeriksakan diri ke bidan.
Merokok (-), alkohol (-).
- Pasien anak ke 2 dari 2 bersaudara, lahir cukup bulan secara spontan
dibantu oleh bidan dengan berat lahir 3000 gram dan ibu pasien lupa
panjang lahir pasien. Pasien lahir langsung menangis, ketuban hijau (-),
langsung disuntikkan vitamin K dan vaksin hepatitis B.
Riwayat imunisasi
- BCG : 1x
- DPT : 3x
- Polio : 4x
- Campak : 1x
- Hepatitis B : 4x
Riwayat pertumbuhan
- Berat lahir 3000 gram
- Berat badan sekarang 17 kg
- Tinggi badan 105 cm
22
23
Riwayat perkembangan
- Personal sosial : Penyesuaian diri dan perhatian terhadap kebutuhan
- Berbahasa : 12 bulan mulai berbicara spesifik
- Motorik kasar : 3-6 bulan mengangkat kepala, 12 bulan mulai berjalan
- Motorik halus : mengancingkan baju usia 4 tahun
Saat ini pasien sekolah di Taman Kanak-kanak (TK). Pasien tumbuh seperti anak
seusianya termasuk aktif bermain. Saat ini pasien menjadi mudah marah dan sulit
mengendalikan emosi.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-tanda vital:
- Nadi : 84 denyut/menit
- Frekuensi nafas : 20 kali/menit
- Suhu : 37.1 ºC
Kepala : Normocephali
Rambut : Berwarna hitam dan tidak mudah dicabut
Mata
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-)
- Pupil : bulat isokor 2mm/2mm
- Reflek cahaya : reflek langsung (+/+), reflek tidak langsung (+/+)
- Diplopia (-), gerak bola mata ke segala arah, edema palpebra (-)
Telinga : dalam batas normal, sekret (-), darah (-)
Hidung : dalam batas normal, sekret (-), darah (-)
24
Mulut
- Bibir : sianosis (-)
- Selaput lendir : mukosa basah, tidak hiperemis
- Palatum : utuh
- Lidah : lidah kotor (-)
- Dinding faring : hiperemis (-/-)
- Tonsil : warna merah muda, permukaan licin, T1-T1
Leher
- KGB : Pembesaran KGB (-)
- Kaku kuduk : (-)
Toraks
- Inspeksi : normochest, gerakan dada simetris, retraksi (-)
- Palpasi : vokal fremitus simetris kiri dan kanan, ictus cordis teraba
linea midclavicula sinistra SIK 5
- Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
- Auskultasi :
o Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
o Bunyi jantung S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : perut tampak datar, venektasi (-)
- Auskultasi : Bising usus (+), 10 x/menit
- Palpasi : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
- Perkusi : timpani
Alat kelamin : jenis kelamin laki-laki, normal
Ektremitas : akral hangat, CRT <2 detik, pitting edema (-)
Status neurologis :
- Reflek fisiologis (+)
- Reflek patologis (-)
- Tanda rangsang meningeal:
Kaku kuduk (-), Brudzinski 1 (-), Brudzinski 2 (-), Kernig’s Sign (-)
25
Diagnosis kerja
- Epilepsi dengan riwayat status epileptikus
Diagnosis gizi
- Gizi baik
26
Terapi
- IVFD RL 32 cc / jam
- Phenobarbital 170 mg diencerkan dalam 50 cc NaCl 0,9% habis dalam ½ jam,
ulangi tiap 12 jam dengan dosis Phenobarbital 45 mg.
Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Kesimpulan:
Gambaran EEG menunjukkan hasil normal, namun pada photic didapatkan
perubahan yang berarti.
27
20/12/2018
Kejang (-) KU : Tampak - Asam valproat syrup
- Epilepsi
Beberapa hari sakit ringan 3 x ½ sendok takar
belakangan ini Kesadaran: - Gangguan
sulit untuk komposmentis bicara
berbicara, HR : 85 denyut/
berbicara menit
menjadi terbata- RR: 22 x/menit
bata. T : 36,7º C
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien dirawat di Rumah Sakit untuk observasi kejang lebih lanjut. Riwayat status
epileptikus pada pasien ini ditegakkan berdasarkan lama kejang yang terjadi pada
pasien yaitu kejang terjadi sebanyak 6 kali dalam 24 jam, dengan durasi selama
lebih dari 30 menit, interval antar kejang ± 15 – 20 menit dan diantara kejang
pasien tidak sadar. Hal ini sesuai dengan definisi status epileptikus berdasarkan
ILAE yang menyatakan status epileptikus adalah kejang yang berlangsung terus-
menerus selama periode waktu tertentu atau berulang tanpa disertai pulihnya
kesadaran diantara kejang dengan tambahan batasan waktu selama 30 menit atau
lebih sesuai dengan hasil kesepakatan ahli.19 Penyebab status epileptikus pada
epilepsi oleh dokter spesialis anak. Brophy menjelaskan, riwayat epilepsi disertai
epileptikus.21,22
berdasarkan kejadian kejang yang terjadi, sesuai dengan definisi praktis dimana
terjadi minimal 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan jarak
waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam, sehingga pasien
dilakukan di RSUD Dr. Soetomo tahun 2013 menjelaskan hasil pemeriksaan EEG
pada pasien anak epilepsi dapat menggambarkan lobus otak yang abnormal.
Delapan puluh satu pasien anak epilepsi yang melakukan pemeriksaan EEG,
didapatkan 59 anak (72,8%) memiliki hasil EEG yang abnormal dengan kelainan
EEG saat tidur (sleep deprivation), pada kondisi hiperventilasi dan stimulasi fotik,
Pemeriksaan EEG pasien ini tidak ditemukan gelombang epileptic form pada saat
tidur, namun ditemukan gelombang epileptic form pada sisi frontal, oksipital kiri,
temporal kiri dan temporal kanan saat diberikan stimulasi fotik berupa lampu
munculnya gelombang epileptic form pada hasil EEG anak dengan epilepsi.22
Pemeriksaan EEG dengan hasil normal tidak dipengaruhi oleh jarak pemeriksaan
dengan kejadian kejang yang lama setelah kejang terakhir. Rekaman EEG pada
pasien sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andrianti, yaitu didapatkan
hasil rekaman EEG pertama kali, 57,6% adalah gambaran normal dan 42,4%
adalah gambaran abnormal. Hasil rekaman EEG dipengaruhi oleh banyak faktor
dan tidak selalu gangguan fungsi otak dapat tercermin pada rekaman EEG.
31
Gambaran EEG normal dapat dijumpai pada anak dengan epilepsi, sebaliknya
gambaran EEG abnormal ringan dan tidak khas terdapat pada 15% populasi
sedikit dibandingkan EEG normal, karena rekaman EEG yang dicatat hanya EEG
pertama saat epilepsi didiagnosis, dan rekaman dilakukan saat pasien tidak kejang
(inter-ictal). Gambaran EEG abnormal akan didapatkan lebih sering jika EEG
dilakukan berulang beberapa kali.22 Hal ini berbeda dengan penelitian yang
gelombang epileptic form seiring dengan semakin lama jarak pemeriksaan dengan
perilaku pada pasien ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta (2015), yaitu terdapat hubungan antara
gangguan perilaku dengan usia awitan kejang. Pasien dengan usia awitan kejang <
5 tahun mengalami gangguan perilaku lebih besar dibandingkan anak usia awitan
1. Walter JJF, Scheffer IE, Fisher RS. The new definition and classification
of seizures and epilepsy. Epilepsy Research. 2018;139:73-9.
32
33
12. Peljto AL, Cummings CB, Vasoli VM, Leibson CL, Hauser WA,
Buchhalter JR, et al. Familial risk of epilepsy: a population-based study.
Brain A Journal of Neurology. 2014:137;795–805.
13. Bromfield EB, Cavazos JE, Sirven JI. Basic mechanisms underlying
seizures and epilepsy. American Epilepsy Society. 2008;1:1-17.
14. National Institute for Health and Care Excellence guideline (NICE).
Epilepsies: Diagnosis and management. 2012:66.
16. Berg AT, Milichap JJ. The 2010 Revised classification of seizures and
epilepsy. Continuum Journal: Hospital of Chicago Epilepsy Center.
2013;19:571-97.
19. Seinfeld S, Leszczyszyn DJ, Pellock JM. Status epilepticus and acute
seizures. Dalam: Pellock JM, Nordli DR, Sankar R, Wheless JW,
penyunting. Pellock’s pediatric epilepsy: diagnosis and therapy, edisi ke-4.
New York: Demosmedical.2017.p.567-83.
20. Brophy GM, Bell R, Claassen J, Alldredge B, BLeck TP, Glauser T, dkk.
Guidelines for the evaluation and management of status epilepticus.
Neurocrit Care. 2012: 1-21.
23. Suwarba IGNM. Insiden dan karakteristik klinis epilepsy pada anak. Sari
Pediatri 2011;13:123-8.
24. Vera R, Dewi MAR, Nursiah. Sindrom epilepsi pada Anak. MKS.
2014;46:72-6.
25. Andrianti PT, Gunawan PI, Hoesin F. Profil epilepsi anak dan
keberhasilan pengobatannya di RSUD Dr. Soetomo tahun 2013. Sari
Pediatri.2016;18:34-9.