File PDF
File PDF
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Penulisan Karya
Ilmiah Akhir ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk untuk memenuhi satu
syarat untuk memperoleh gelar perawat (Ners). Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini, oleh karena itu saya mengucapkan terima
kasih kepada:
1) Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan
serta nasehat selama penulis menjalani studi di FIK UI.
2) Ibu Dessie Wanda., S.Kp., MN selaku pembimbing akademik yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, kritik, dan saran yang
membangun selama proses penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
3) Bapak Ns. Sukihananto, SKep., M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan
masukan berharga dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
4) Ibu Henny Permatasari, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom selaku dosen koordinator
PK KKMP yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
memberikan arahan dan masukan berharga dalam penyusunan Karya Ilmiah
Akhir ini.
5) Ibu Poppy Fitriyani, SKp., M.Kep, Sp.Kom selaku dosen koordinator PK
KKMP peminatan keperawatan komunitas telah menyediakan waktu, tenaga,
dan pikiran untuk memberikan arahan dan masukan berharga dalam
penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
6) Bapak dr. Hendrik selaku kepala Puskesmas Cimanggis dan seluruh
jajarannya yang telah memberikan ijin untuk melakukan praktik di Puskesmas
Cimanggis.
7) Ibu Endang selaku pemegang program TB di Puskesmas Cimanggis yang
telah membimbing selama praktik di Puskesmas Cimanggis.
iv
8) Bapak Ns. Jajang Rahmat Solihin, S.Kep., M.Kep selaku mahasiswa residensi
keperawatan komunitas yang telah memberikan arahan dan masukan berharga
dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
9) Bapak RW 01 selaku Ketua RW 01 di Kelurahan Cisalak Pasar, Cimanggis,
Depok dan seluruh jajarannya yang telah memberikan ijin untuk melakukan
praktik di RW 01 di Kelurahan Cisalak Pasar, Cimanggis, Depok.
10) Kader-kader kesehatan di RW 01 Kelurahan Cisalak Pasar, Cimanggis,
Depok yang senantiasa selalu mendukung kegiatan mahasiswa profesi guna
memberikan asuhan keperawatan keluarga di RW 01 Kelurahan Cisalak
Pasar, Cimanggis, Depok.
11) Teristimewa dan tercinta kedua orang tua, Andi Muh. Ilyas Latief dan Hj.
Andi Nahriah Ame yang tak henti-hentinya mendoakan, memberikan
dukungan moril dan materilnya, mendidik dan membesarkan saya dengan
cinta dan kasih sayang, serta Pung Nelis, Ina, Aso, Ria sebagai kakak-kakak
saya dan adik-adik saya Ica, Ullah, Anna dan keponakan aku Muhammad
Azril Ardiaz yang tersayang atas semua perhatiannya dan semangatnya. You
are my energy, my mood booster, my soul, and my everything for me.
12) Seluruh keluarga besar, terutama Umar Haya, SH, M.H yang telah
memberikan doa, dukungan, cinta kasih sayang dan dorongan baik berupa
moril maupun material.
13) Teristimewa Muhammad Nakib Rabbani yang telah memberikan doa,
dukungan, cinta kasih sayang dan terima kasih atas kesabarannya,
kesetiaannya dan selalu menyemangati selama penyusunan Karya Ilmiah
Akhir ini.
14) Sahabat-sahabat tersayang Yunita, Mirda, Memey, Ananda, Rara, Miscok,
Asih, Iput, Mba Oy, Nyonyo, Nike, Risa, Tofa, Kak Isma, Bu Ayu dan
teman-teman satu peminatan Keperawatan Komunitas yang telah memberikan
semangat dan sharing selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
15) Teman-teman seperjuangan profesi Ners Reguler 2008 dan Ekstensi 2011
FIK UI yang telah memberikan semangat dan bantuan kepada saya hingga
penyelesaian Karya Ilmiah Akhir ini; dan
v
16) Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir
ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Ilmiah Akhir ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
vi
ABSTRAK
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 11
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 13
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................ 13
1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 13
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................ 13
1.4.1 Manfaat Keilmuan.. ............................................................... 13
1.4.2 Manfaat Aplikatif .................................................................. 14
1.4.2.1 Bagi Puskesmas Cimanggis..................................... 14
1.4.2.2 Bagi Keluarga........................................................... 14
1.4.3 Manfaat Metodologi.. ............................................................. 15
x Universitas Indonesia
2.3.8 Upaya Pencegahan Tuberkulosis Paru ................................... 34
2.3.9 Upaya Penanggulangan Tuberkulosis Paru............................. 34
2.3.10 Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru ...................................... 37
2.3.11 Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 38
2.3.12 Akibat Tuberkulosis Paru...................................................... 39
2.3.13 Komplikasi Tuberkulosis Paru .............................................. 39
2.4 Penemuan Kasus Tuberkulosis ....................................................... 40
2.5 Konsep Lansia ................................................................................. 42
2.5.1 Definisi Lansia ..................................................................... 42
2.5.2 Klasifikasi Lansia .................................................................. 42
2.5.3 Tugas Perkembangan Lansia ................................................. 43
2.5.4 Perubahan Sistem Pernapasan Lansia .................................... 43
2.5.5 Tuberkulosis pada Lansia ....................................................... 43
2.6 Asuhan Keperawatan Keluarga ....................................................... 44
2.4.1 Pengkajian Keluarga .............................................................. 45
2.4.2 Perumusan Diagnosis Keperawatan Keluarga ....................... 52
2.4.3 Menentukan Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga ......... 53
2.4.4 Perencanaan Keperawatan Keluarga ...................................... 54
2.4.5 Implementasi .......................................................................... 55
2.4.6 Evaluasi .................................................................................. 56
2.5 Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas ........................................... 56
2.6 Inhalasi Sederhana ........................................................................... 57
2.7 Batuk Efektif ................................................................................... 59
xi Universitas Indonesia
5.2.2 Bagi Bidang Keperawatan Komunitas ................................... 99
5.2.2 Bagi Puskesmas Cimanggis .................................................. 99
5.2.2 Bagi Penelitian ....................................................................... 100
.
Manusia dalam keadaan normal tidak dapat bertahan hidup tanpa oksigen lebih
dari 4-5 menit (Barbara Kozier, 2004). Udara sangat penting bagi manusia, tidak
menghirup oksigen selama beberapa menit dapat menyebabkan kematian. Itulah
peranan penting paru-paru. Organ yang terletak di bawah tulang rusuk ini
memang mempunyai tugas yang berat, belum lagi semakin tercemarnya udara
yang kita hirup serta berbagai bibit penyakit yang berkeliaran di udara. Hal ini
dapat menyebabkan beberapa organ pernapasan manusia dapat mengalami
gangguan. Gangguan ini biasanya berupa kelainan atau penyakit seperti
Emfisema, Asma, Infuenza, Kanker paru-paru dan Tuberkulosis (Barbara Kozier,
2004).
1 Univesitas Indonesia
2
Gejala yang biasanya muncul adalah demam, batuk darah, Batuk yang biasanya
berlangsung lama dan produktif yang berdurasi lebih dari 3 minggu (Price dan
Wilson, 2005). Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu
makan, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan
lain-lain. Gejala ini hilang timbul secara tidak teratur juga, gejala yang biasanya
muncul juga adalah sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang
sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru (Amin
dan Bahar, 2006). Ketika seseorang mengalami gejala- gejala TB, perlu di
diantisipasi agar penularan tidak terjadi.
Penularan terjadi saat penderita TB Paru BTA positif batuk atau bersin yang
mampu menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei) yang menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa
jam. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
(Kemenkes, 2011).
Seseorang yang sudah terpajan kuman TB perlu dilakukan pengecekan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui atau menetapkan seseorang menderita TB dengan
cara pemeriksaan dahak yang diambil tiga kali selama dua hari dan pemeriksaan
tambahan berupa rotgen thoraks. Pengecekan tersebut sangat diperlukan untuk
mendapatkan pengobatan selanjutnya. Tuberkulosis ini bukan penyakit keturunan
dan dapat disembuhkan bila berobat teratur. Penderita TB aktif jika tidak diobati
dapat menularkan sepuluh sampai lima belas orang lainnya dalam satu tahun
(PPTI, 2012). TB merupakan salah satu dampak dari urbanisasi dan masalah yang
terjadi pada masyarakat perkotaan.
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
Indonesia menempati urutan ke lima dengan terbesar kasus insiden pada tahun
2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO, 2010).
Penyakit TB di Indonesia juga mengalami peningkatan dan setiap tahun
diperkirakan terjadi 583.000 pasien baru TB dan 140.000 orang meningggal
karena TB. Kasus TB yang terjadi di Indonesia begitu banyak, dilihat dari
penyebaran TB di Indonesia, pada setiap menit muncul satu orang pasien TB Paru
baru, setiap dua menit muncul satu orang penderita TB Paru yang menular, dan
setiap empat menit satu orang meninggal akibat TB (Amiruddin et. al.,2009).
Strategi DOTS ini telah terbukti sebagai strategi pengendalian yang secara
ekonomis paling efektif (Depkes, 2006). Studi cost benefit yang dilakukan di
Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap
dolar yang digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan
menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun. Fokus utama DOTS adalah
penemuan dan penyembuhan pasien, dengan mempriortaskan pasien TB tipe
menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian
menurunkan insidens TB di masyarakat (Depkes, 2011).
Universitas Indonesia
5
27 kasus per 100.000 penduduk atau 175 orang per hari sedangkan angka
insidensi kasus baru TB Paru BTA positif pada Insidensi kasus TB BTA positif
sekitar 102 kasus per 100.000 penduduk (Depkes, 2011).
Permasalahan lain terkait TB di Indonesia saat ini yaitu meningkatnya kasus TB-
MDR (Multi Drug Resistant). TB MDR adalah mycobacterium yang resisten
terhadap Obat Anti TB (OAT) yaitu isoniazid dan rifampisin (Depkes, 2010).
WHO melaporkan bahwa telah terjadi 290.000 kasus TB MDR pada tahun 2010,
selain itu terdapat 27 negara “high burden countries for TB MDR” yang
merepresentasikan 85% beban TB MDR dunia (WHO, 2011). Indonesia berada di
urutan ke sembilan dari 27 negara “high burden TB MDR countries”. TB MDR
yang terjadi di Indonesia diperkirakan sebanyak 6.100 pasien pada tahun 2010
(WHO, 2011).
Universitas Indonesia
6
dua tanda dan gejala utama TB. Cara penularan TB dapat dipahami oleh 51%
keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa pemerintah telah menyediakan
obat TB gratis (STRANAS,2011).
Universitas Indonesia
7
Penemuan kasus baru (Case Detection Rate) di kota Depok dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2012 terus meningkat, akan tetapi masih dibawah target
Nasional yaitu sebesar 70%. Penemuan kasus TB paru di UPT (Unit Pelaksanaan
Teknis) Puskesmas Kecamatan Cimanggis tahun 2011, 182 kasus, mengalami
kenaikan pada tahun 2012, 1517 kasus. Kecenderungan angka kesembuhan atau
cure rate di UPT Puskesmas Kecamatan Cimanggis pada tahun 2011 adalah 92,
39% dan tahun 2012 adalah 93, 75%. Dalam hal ini angka kesembuhan
mengalami kenaikan berarti penderita sudah mengerti dan taat kepada petugas
PMO (Pengawas Menelan Obat) sesuai strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short Course) serta kepatuhan penderita dalam menyelesaikan
pengobatan. Penderita TB di kelurahan Cisalak pasar, berdasarkan hasil
pengkajian di Puskesmas Cimanggis, selama tahun 2012 sampai Mei 2013
terdapat 32 orang berobat TB, jumlah tersebut masih jauh diatas dari target
nasional, dimana target untuk kelurahan Cisalak Pasar dalam menemukan kasus
TB baru adalah sebanyak 20 kasus. Dari 32 orang pasien yang terdapat di
kelurahan Cisalak pasar, 10 orang atau 32.1% diantaranya terdapat di RW 01
Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. (Puskesmas
Cimanggis, 2012). Pasien TB yang ditemukan berasal dari berbagai usia dan
kalangan.
Pasien TB di dunia adalah sekitar 75% kelompok usia yang paling produktif
secara ekonomis yaitu antara usia 15-50 tahun (WHO, 2009). Hal ini sependapat
dengan Depkes (2004) menyatakan bahwa penderita TB paru di Indonesia
sebagian besar terjadi pada kelompok usia produktif dan ekonomi rendah.
Berbeda dengan penelitan yang dilakukan oleh Rahmatullah (1994 dalam
Nugroho 2007) yang menyatakan bahwa tuberkulosis pada lanjut usia (lansia)
ternyata masih cukup tinggi.
Lansia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang (Azizah, 2010). Manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,
dewasa, dan akhirnya menjadi tua (Pujianti, 2003). Lansia merupakan tahap akhir
dari siklus hidup manusia, yaitu bagian dari proses kehidupan yang tak dapat
Universitas Indonesia
8
dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Tahap lansia ini individu
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun/mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya
(Soejono, 2000).
Lansia ini secara patofisiologis, tanpa penyakit saja sudah mengalami penurunan
fungsi paru ditambah menderita TB paru sehingga menambah dan memperburuk
keadaan. Tampilan klinis TB pada lansia tidak khas dan oleh karena itu mungkin
tidak diketahui atau salah diagnosis. Batuk kronis, keletihan dan kehilangan berat
badan dihubungkan dengan penuaan dan penyakit yang menyertai (Meiliya dan
Ester, 2006). Banyak ditemukan lansia dengan penyakit TB paru yang sudah
dalam keadaan parah, banyak ditemukan pula bronkitis kronis dan tidak sedikit
kematian terjadi akibat radang paru. Penyebaran penyakit TB sangatlah mudah,
hal ini sangat rentan pada keluarga yang anggota keluarga lain yang sedang
menderita penyakit TB dan harus mendapat penanganan yang tepat.
Penderita tuberkulosis khususnya pada lansia ternyata masih cukup tinggi di
masyarakat, sehingga di dalam sebuah keluarga kemungkinan terdapat anggota
keluarga yang menderita tuberkulosis, dimana keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul
dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (Effendi, 2004). Keluarga membentuk unit dasar masyarakat dan
tentunya unit dasar ini sangat mempengaruhi perkembangan individu yang
memungkinkan menentukan keberhasilan atau kegagalan kehidupan individu
(Friedman, 2003). Keluarga disini sangat berperan penting dalam keberhasilan
pengobatan pada penderita TB.
Universitas Indonesia
9
Inhalasi sederhana adalah menghirup uap hangat dari air mendidih telah ditetesi
minyak penghangat, misalnya minyak kayu putih (Akhavani, 2005). Inhalasi
aman untuk segala usia, para ahli paru anak sangat menganjurkan inhalasi sebagai
pengobatan yang berhubungan dengan paru. Inhalasi sederhana mampu
mengurangi gejala dari flu ringan yang baru saja terjadi, batuk berdahak, paru-
paru basah, batuk berdahak berat dan lama, batuk kronis atau batuk yang
berulang-ulang. Inhalasi juga tidak memiliki efek negatifnya serta boleh dilakukan
sekali pun orang tersebut mempunyai alergi terhadap sesuatu, karena bekerja
langsung pada sumber pernapasan yaitu paru-paru. Penguapan secara tradisional
atau inhalasi sederhana ini hanya berfungsi untuk melonggarkan saluran napas,
bukan untuk mengeluarkan lendir, karena bahan-bahan dalam minyak kayu putih
yang terhirup melalui uap air panas itu tidak mengandung zat penghancur lendir
(Karnaen, 2011). Tindakan inhalasi terbukti kurang efektif untuk mengeluarkan
dahak sehingga bersihan jalan napas menjadi efektif, sehingga tindakan inhalasi
sederhana dikombinasikan dengan batuk efektif. Tindakan ini juga merupakan
intervensi unggulan yang diberikan oleh perawat.
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
Indonesia terdiri dari berbagai provinsi, salah satunya adalah Jawa Barat. Estimasi
jumlah orang dengan TB tertinggi berada di Jawa Barat dan Depok yang
merupakan salah satu kota yang berada di Jawa Barat. Penemuan kasus baru
(Case Detection Rate) di kota Depok dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012
terus meningkat. Penderita TB di Depok khususnya di kelurahan Cisalak pasar,
berdasarkan hasil pengkajian di Puskesmas Cimanggis, selama tahun 2012 sampai
Mei 2013 terdapat 32 orang berobat TB, jumlah tersebut masih jauh diatas dari
target nasional, dimana target untuk kelurahan Cisalak Pasar dalam menemukan
kasus TB baru adalah sebanyak 20 kasus. Dari 32 orang pasien yang terdapat di
kelurahan Cisalak pasar, 10 orang atau 32.1% diantaranya terdapat di RW 01
Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.
Universitas Indonesia
12
berobat teratur. Penderita TB aktif jika tidak diobati dapat menularkan sepuluh
sampai lima belas orang lainnya dalam satu tahun. TB ini sendiri menyerang
kelompok usia produktif (15-54 tahun) dan ekonomi lemah, namun TB juga dapat
menyerang usia lanjut.
Lansia penyakit TB paru yang sudah dalam keadaan parah, banyak ditemukan
pula bronkitis kronis dan tidak sedikit kematian terjadi akibat radang paru.
Penyebaran penyakit TB sangatlah mudah, hal ini sangat rentan pada keluarga
yang anggota keluarga lain yang sedang menderita penyakit TB . Oleh karena itu,
penyakit TB harus mendapat penanganan yang tepat. Pasein TB yang tidak
ditangani dengan baik mengalami komplikasi perdarahan dari saluran pernafasan
bawah yang dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke organ lain misalnya otak,
tulang, persendian, ginjal, kegagalan nafas bahkan kematian.
Pasien lansia yang menderita TB paru juga akan mengalami berbagai masalah
keperawatan baik secara biologis, psikologis dan sosial, antara lain bersihan jalan
nafas yang tidak efektif, pola nafas yang tidak efektif, gangguan pertukaran gas,
cemas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas. Keadaan abnormal
produksi mukus yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi
yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses pembersihan tidak
berjalan secara adekuat normal, sehingga mukus ini banyak tertimbun dan
bersihan jalan nafas akan tidak efektif. Hough (2001) menyatakan bahwa
penggunaan penguapan atau inhalasi sederhana untuk mengencerkan dahak
tergantung dari kekuatan pasien untuk membatuk atau batuk efektif sehingga
mendorong lendir keluar dari saluran pernapasan dan seseorang akan merasa
lendir atau dahak di saluran napas hilang dan jalan nafas akan kembali normal.
Berdasarkan data tersebut di atas, mahasiswa tertarik untuk membahas bagaimana
penatalaksanaan asuhan keperawatan keluarga dengan ketidakefektifan bersihan
jalan napas pada tuberkulosis paru lansia di RT 06/ RW 01 Kelurahan Cisalak
Pasar, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pembahasan pada bab ini tentang pengertian dan tinjauan pustaka mengenai
konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, konsep epidimiologi,
konsep tuberkulosis paru, konsep TB baru, konsep lansia, konsep TB paru pada
lansia, konsep asuhan keperawatan keluarga serta diagnosis keperawatan pada
keluarga dengan tuberkulosis paru, inhalasi sederhana dan batuk efektif.
16 Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
2.1.3.1 Dimensi biophysical yaitu kondisi lingkungan klien yang memiliki efek
yang berbeda pada tingkatan usia populasi serta efek yang terjadi.
Universitas Indonesia
19
2.1.3.4 Dimensi sosial yaitu sikap, pekerjaan serta status ekonomi yang dimiliki
oleh klien sehingga berpengaruh pada kondisi lingkungan klien.
2.1.3.5 Dimensi behavioral yaitu keadaan klien yang merokok, pola diet serta
aktivitas rekreasi klien terhadap kondisi lingkungan yang dapat berimbas terhadap
kesehatan.
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
2.2.2.2 Blum
Sehat dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan, yankes, keturunan dan yang paling
berpengaruh adalah perilaku karena perilaku dapat merubah lingkungan.
Universitas Indonesia
23
tersebut tinggal atau bekerja. Akumulasi dari berbagai macam faktor tersebut
dapat menimbulkan efek tertentu, seperti masalah kesehatan (Sebastian, 2004).
Risk factor merupakan faktor paparan yang spesifik yang secara terus menerus
bersinggungan terhadap individu dari luar, seperti asap rokok, stress yang
berlebihan, dan zat kimia yang ada di lingkungan. Risk factor juga berkaitan
dengan karakteristik seseorang seperti umur, jenis kelamin, dan genetik.
Hitchcock, Schubert, dan Thomas (2000) menyebutkan bahwa perubahan fokus
perawatan kesehatan komunitas pada populasi dan at risk terjadi karena adanya
transisi perubahan gaya hidup dan penyakit yang dapat diidentifikasi melalui
pendekatan epidemiologi.
Universitas Indonesia
24
ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer & Bare, 2002). Penelitian Yoga (2007)
yang juga menyatakan bahwa TB tidak hanya menyerang paru, tetapi juga dapat
menyerang organ tubuh yang lain seperti kulit (TB kulit), tulang (TB tulang), otak
dan saraf (TB otak dan saraf), mata (TB mata), dan lain-lain. Namun, TB terutama
menyerang organ paru-paru sebanyak 80% (PPTI, 2012).
Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100ºC selama 5-10 menit atau pada
pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap
bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara.
Universitas Indonesia
25
Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih
dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam
(Widoyono, 2008).
Gejala yang biasanya muncul juga adalah sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru. Malaise juga merupakan salah satu gejala yang biasa
dialami oleh penderita TB. Gejala badan lemas, nafsu makan menurun, malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus,
sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain. Gejala ini hilang
timbul secara tidak teratur juga (Amin dan Bahar, 2006).
Universitas Indonesia
26
Universitas Indonesia
27
2.3.5.1 Kategori I
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan keadaan
yang berat seperti meningitis, TB millier, perikarditis, dll, dan penderita dengan
sputum negatif tetapi kelainan paru-parunya luas. Dimulai dengan fase intensif,
OAT diberikan setiap hari selama dua bulan. Selama dua bulan sputum menjadi
negatif, maka OAT akan dilanjutkan ke fase lanjutan, bila setelah dua bulan
sputum masih tetap positif, maka fase intensif akan diperpanjang 2-4 minggu lagi
dan yang dikenal dengan fase sisipan, kemudian dilanjutkan dengan fase lanjutan
tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau belum. Fase lanjutan diberikan
lebih lama yakni 4-6 bulan.
Universitas Indonesia
28
2.3.5.2 Kategori II
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif. Bila
setelah fase intensif sputum menjadi negatif, maka dilanjutkan ke fase lanjutan.
Bila setelah tiga bulan sputum tetap positif, maka fase intensif diperpanjang 1
bulan lagi. Bila setelah empat bulan sputum masih tetap positif, maka pengobatan
dihentikan 2-3 hari,kemudian dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi lalu
pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan.
2.3.5.4 Kategori IV
Kategori IV adalah TB kronik. Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan
keberhasilan pengobatan kecil sekali.
2.3.6.1 Umur
Hasil penelitian yang dilaksanakan di New York tahun 2000 pada panti
penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan
mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan
umur. Hasil penelitian Herryanto dkk (2004), mengemukakan tentang
karakteristik kasus kematian penderita TB paru yang hampir tersebar pada semua
kelompok umur, dan paling banyak pada kelompok usia 20-49 tahun (58,3 %)
yang merupakan usia produktif dan usia angkatan kerja. Berbeda dengan pendapat
Hiswani (2009) penyakit tuberkulosis yang paling sering ditemukan pada usia
muda atau usia produktif 15-50 tahun, dengan ini terjadinya transisi demografi
saat ini menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. pada usia
Universitas Indonesia
29
lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat
rentan terhadap berbagai penyakit termasuk penyakit tuberkulosis paru.
Universitas Indonesia
30
terhadap pengobatan atau berhenti bila gejala penyakit tidak dirasakan lagi
(Anugerah, 2007).
2.3.6.5 Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu.
Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu, paparan partikel debu di daerah
terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan seperti
TB. Jenis pekerjaan ini juga mempengaruhi keadaan perekonomian seseorang dan
kemudian akam berdampak terhadap pola makan setiap hari, dan pemeliharaan
kesehatan. Keluarga dengan pendapatan rendah akan cenderung sulit memperoleh
makanan yang begizi dan memelihara kesehatan secara baik, sehingga sangat
rentan tertular penyakit TB (Amira, 2005).
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
32
Ventilasi cukup menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga.
Ventilasi yang baik juga menjaga dalam kelembaban (humidity) yang optimum.
Kelembaban yang optimal (sehat) adalah sekitar 40–70%. Kelembaban yang lebih
Dari 70% akan berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah. Kelembaban
udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit
dan penyerapan. Kelembaban merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri
patogen (penyebab penyakit). Menurut Slamet (2000) untuk sirkulasi yang baik
diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai.
Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya matahari ini
dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca. Suhu udara yang ideal
dalam rumah antara 18-30°C. Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat
bervariasi, mycobacterium tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37°C. Paparan
sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh mycobacterium tuberculosis.
Bakteri tahan hidup pada tempat gelap, sehingga perkembangbiakan bakteri lebih
banyak di rumah yang gelap. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan
10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux (Slamet, 2000). Hal ini sependapat dengan
penelitian Yoga (2007), TB juga mudah menular pada mereka yang tinggal di
perumahan padat, kurang sinar matahari dan sirkulasi udaranya buruk/pengap,
namun jika ada cukup cahaya dan sirkulasi, maka kuman TB hanya bisa bertahan
selama 1-2 jam.
2.3.6.9 Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan
penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara
pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan
akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
34
organ terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak
(Depkes, 2008). Masa inkubasinya selama 3-6 bulan (Widoyono, 2008).
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien
tuberkulosis paru dengan BTA positif memberikan risiko penularan lebih besar
dari pasien tuberkulosis paru dengan BTA negatif (Depkes, 2008). Satu BTA
positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan
setiap kontak untuk tertular tubekulosis adalah 17%. Hasil studi lainnya
melaporkan bahwa kontak terdekat, misalnya keluarga serumah akan dua kali
lebih berisiko dibandingkan kontak biasa atau tidak serumah (Widoyono, 2008).
Universitas Indonesia
35
Seseorang yang sakit TB dapat disembuhkan dengan minum obat secara lengkap
dan teratur. Obat disediakan oleh pemerintah secara gratis di sarana pelayanan
kesehatan yang telah menerapkan strategi Dots (Directly Observed Tretment Short
course) seperti di Puskesmas, Balai pengobatan Penyakit Paru dan beberapa
rumah sakit (Yoga, 2007). Pemberian panduan OAT didasarkan pada klasifikasi
TB paru. Prinsip pengobatan TB paru adalah obat TB yang diberikan dalam
bentuk kombinasi dari beberapa jenis (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid,
Streptomisin, Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan,
supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap
intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat
perut kosong. Tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu. sebagian besar penderita
TB paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan
intensif. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes, 2003).
Perbaikan sosial ekonomi, peningkatan taraf hidup dan lingkungan serta kemajuan
teknologi banyak membawa perubahan, di negara-negara maju jauh sebelum
ditemukan obat anti TB (tuberkulostatika dan tuberkulosid) berkat perbaikan
sosial ekonomi, jumlah penderita menurun 10-15 % per tahun, dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penyakit TB sebenarnya dapat hilang dengan sendirinya
jika ada perbaikan sosial ekonomi tanpa obat (Ahmad, 2008).
Universitas Indonesia
36
Helper, dkk (2009) juga mengemukakan bahwa sampai saat ini masih ada anggota
masyarakat yang belum mengetahui ada program pelayanan kesehatan TB paru
gratis di Puskesmas. Hasil survei prevalensi tuberculosis (2004) menunjukkan
bahwa lebih dari 80 % responden ternyata tidak mengetahui adanya program obat
anti TB gratis dan hanya 19 % yang mengetahui adanya pemberian obat anti TB
gratis (Depkes. 2004). Rendahnya pengetahuan ini akan menghambat penderita
TBC mencari pengobatan gratis atau menjadi penyebab putus berobat.
2.3.9.1 Faktor sarana yaitu tersedianya obat yang cukup dan kontinu, dedikasi
petugas kesehatan yang baik dan pemberian regiment OAT yang adekuat.
Universitas Indonesia
37
2.3.10.1 Farmakoterapi
Pengobatan TB di Indonesia sesuai program nasional menggunakan panduan
OAT yang diberikan dalam bentuk kombivak, sbb:
Universitas Indonesia
38
2.3.11.1 Kultur sputum yaitu positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit.
2.3.11.2 Ziehl-neelseh (pemeriksaan asam cepat pada gelas kaca untuk ucapan
cairan darah) , yaitu positif untuk basil asam-cepat.
Universitas Indonesia
39
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya anti bodi tetapi tidak secara berarti
menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik
sakit berarti bahwa tuberculosis aktif tidak dapat di turunkan/infeksi di sebabkan
oleh mycrobacterium yang berada.
2.3.11.5 Foto thorak : dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan. Perubahan menunjukkan
lebih luas tuberkulosis dapat termasuk rongga,area fibrosa.
2.3.11.7 Biopsi jarum pada jaringan paru, positif utr granuloma tuberculosis ;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
2.3.11.8 Elektrolit, dapat tidak normal tergantung padalokasi dan beratnya infeksi
; contoh hiponat reqmia disebabkan oleh tidak normalnya resisten air dapat
ditemukan pada tuberkulosis paru kronis luas.
2.3.11.9 GAD : dapat normal tergantung lokasi,berat dan kerusakan sisa pada
paru.
Universitas Indonesia
40
2.3.12.1 Akibat dari TB paru jika tidak diobati yaitu dapat menular pada orang
lain, tidak dapat sembuh dan dapat menyebabkan kematian.
2.3.12.2 Akibat bila minum obat TB tidak teratur yaitu kuman makin ganas
karena kebal terhadap obat, pasien dapat menularkan TB ke banyak orang
terutama keluarga yang tinggal serumah, pengobatan menjadi mahal dan lama,
serta mengulang pengobatan dari awal.
Universitas Indonesia
41
Penemuan pasien TB, secara umum dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, didukung
dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,
untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB. Pelibatan semua
layanan dimaksudkan untuk mempercepat penemuan dan mengurangi
keterlambatan pengobatan. Penemuan secara aktif pada masyarakat umum, dinilai
tidak cost efektif (Kemenkes, 2011).
2.4.1.3 Pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB harus
dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB atau
pegobatan pencegahan.
Universitas Indonesia
42
2.5.2.2 Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat
tua (very old) ialah di atas 90 tahun (Nugroho, 2000).
Universitas Indonesia
43
Universitas Indonesia
44
akan tetap dorman atau mengalami reaktivasi atau mungkin tidak pernah dapat
diatasi karena gangguan respons imun (Stanley, 2006).
Tampilan klinis TB pada lansia tidak khas dan oleh karena itu mungkin tidak
diketahui atau salah diagnosis. Batuk kronis, keletihan dan kehilangan berat badan
dihubungkan dengan penuaan dan penyakit yang menyertai. Pola radiografi
diinterpretasikan sebagai kanker bronkogenik atau pneumonia, selain memiliki
tampilan infiltrat apikal yang khas, lansia memiliki keterlibatan lobus medial dan
lobus bawah dengan sedikit lubang (Stanley, 2006).
Gejala klasik infeksi pada orang berusia lanjut, yaitu demam, tak selalu timbul,
akan tetapi yang terlihat biasanya kurang nafsu makan, merasa lemas, dan ada
juga yang kesadarannya menurun. Infeksi pada orang berusia lanjut gejalanya
berbeda dari orang muda. Hal ini disebabkan sistem kekebalan tubuh pada orang
berusia lanjut menurun sehingga pertahanan tubuh kurang berjalan seperti waktu
muda. Demam merupakan upaya tubuh mematikan kuman, karena sistem
kekebalan menurun, maka reaksi demam mungkin tak jelas, bahkan tak timbul.
Gejala TB paru pada orang berusia lanjut juga agak berbeda dari orang muda.
Gejala batuk yang merupakan gejala penting pada TB pada orang muda ternyata
pada usia lanjut kurang menonjol. Biasanya yang lebih sering dikeluhkan adalah
gejala sesak. Perlu juga diingat pada orang berusia lanjut fungsi organ tubuh
menurun sehingga dalam pemberian obat keadaan fungsi organ harus
dipertimbangkan (Kompas, 2008). Semakin meningkatnya jumlah penduduk
Indonesia dan peningkatan usia harapan hidup, jumlah populasi usia lanjut di
Indonesia akan meningkat pula. Keluarga di Indonesia perlu memahami cara
memelihara kesehatan bayi dan anak, maka sekarang pengetahuan keluarga
tentang pemeliharaan kesehatan orang berusia lanjut juga harus ditingkatkan.
Universitas Indonesia
45
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu
atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendi, 2004). Keluarga yang juga
adalah individu, kelompok, dan komunitas merupakan klien perawat atau
penerima pelayanan asuhan keperawatan. Keluarga membentuk unit dasar
masyarakat dan tentunya unit dasar ini sangat mempengaruhi perkembangan
individu yang memungkinkan menentukan keberhasilan atau kegagalan
kehidupan individu (Friedman, 2003).
Universitas Indonesia
46
2.6.1.1 Data umum yang terdiri dari nama keluarga (KK), alamat dan telpon serta
komposisi Keluarga, genogram. Data umum selanjutnya yaitu tipe keluarga yang
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta masalah-masalah yang terjadi
dengan jenis tipe keluarga tersebut. Tipe atau bentuk keluarga menurut Sudiharto
(2007), antara adalah sebagai berikut keluarga inti (nuclear family) yaitu keluarga
yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari
suam, istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.
Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah keluarga yang lain
(karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk
keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga
pasangan sejanis (guy/lesbian families). Keluarga campuran (blended family)
yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung dan anak-anak
tiri. Keluarga menurut hukum umum (common law family): Anak-anak yang
tinggal bersama. Keluarga orang tua tinggal yaitu keluarga yang terdiri dari pria
atau wanita, mungkin karena telah bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin
tidak pernah menikah, serta anak-anak mereka yang tinggal bersama. Keluarga
Hidup bersama (commune family) yaitu keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan
anak-anak yang tinggal bersama berbagi hak dan tanggung jawab, serta memiliki
kepercayaan bersama. Keluarga serial (serial family) yaitu keluarga yang terdiri
dari pria dan wanita yang telah menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi
kemudian bercerai dan masing-masing menikah lagi serta memiliki anak-anak
dengan pasangannya masing-masing, tetapi semuanya mengganggap sebagai satu
keluarga. Keluarga gabungan (composite Family) yaitu keluarga yang terdiri dari
suam dengan beberapa istri dan anak-anaknya (poligami) atau istri dengan
beberapa suami dan anak-anaknya (poliandri). Hidup bersama dan tinggal
bersama (cohabitation family) yaitu keluarga yang terdiri dari pria dan wanita
yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan yang sah.
Suku bangsa yaitu mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta
mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan. Agama
yaitu mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat
Universitas Indonesia
47
Tahap II dengan keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai umur
30 bulan), tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk keluarga
muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran orang tua kakek dan nenek dan mensosialisasikan dengan
lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan. Tahap III keluarga dengan
anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 2-6 tahun), tugas perkembangan
keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi kebutuhan anggota keluarga,
mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap
memenuhi kebutuhan anak yang lainnya, mempertahankan hubungan yang sehat
dalam keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan norma kehidupan, mulai
mengenalkan kultur keluarga dan menanamkan keyakinan beragama, memenuhi
kebutuhan bermain anak.
Universitas Indonesia
48
Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13 tahun), tugas
perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak termasuk
meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memenuhi
kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga, membiasakan belajar teratur,
memperhatikan anak saat dan menyelesaikan tugas sekolah. Tahap V keluarga
dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun), tugas perkembangan
keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab
ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri, memfokuskan kembali hubungan
perkawinan, berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak,
memberikan perhatian, memberikan kebebasan dalam batasan tanggung jawab,
mempertahankan komunikasi terbuka dua arah.
Tahap VI keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak
pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah), tahap ini adalah tahap
keluarga melepas anak dewasa muda dengan tugas perkembangan keluarga antara
lain memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga, baru
yang didapat dari hasil pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk
memperbaharui dan menyelesaikan kembali, hubungan perkawinan, membantu
orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami dan istri. Tahap VII orang tua
usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan), tahap keluarga pertengahan
dimulai ketika anak terakhir, meninggalkan rumah dan berakhir atau kematian
salah satu pasangan, tahap ini juga dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55
tahun dan berakhir pada saat pasangan pensiun, tugasperkembangannya adalah
menyediakan lingkungan yang sehat, mempertahankan hubungan yang
memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan anak-anak, memperoleh hubungna
perkawinan yang kokoh. Tahap VIII keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia,
dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun terutama
berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan
lain meninggal, tugasperkembangan keluarga adalah mempertahankan pengaturan
hidup yang memuaskan, menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun,
Universitas Indonesia
49
Universitas Indonesia
50
2.6.1.5 Fungsi keluarga yaitu fungsi afektif, fungsi sosialisasi dan fungsi
perawatan keluarga. Fungsi afektif yaitu hal yang perlu dikaji adalah gambaran
diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan
keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, bagaiman kehangatan tercipta pada
anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling
menghargai. Fungsi sosialisasi yaitu hal yang perlu dikaji adalah bagaiman
interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar
disiplin, norma, budaya dan perilaku. Fungsi perawatan kesehatan yaitu
menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan
serta merawat anggota keluarga yang sakit. Sejauh mana pengetahuan keluarga
mengenai sehat sakit. Kesanggupan keluarga dalam melaksanakan perawatan
kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas
kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal masalah kesehatan,
mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan tarhadap
anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan
kesehatan dan kleluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat
di lingkungan setempat.
Hal-hal yang perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana keluarga melakukan
pemenuhan tugas perawatan keluarga adalah untuk mengetahui kemampuan
keluarga mengenal masalah kesehatan, yang perlu dikaji adalah sejauhmana
keluarga memahami fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi: pen
gertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhinya serta
persepsi keluarga terhadap masalah, untuk mengetahui kemampuan keluarga
mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat, hal yang perlu
dikaji adalah sejauhmana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan
Universitas Indonesia
51
2.6.1.6 Stress dan koping keluarga yaitu stressor jangka pendek, stressor jangka
panjang, kemampuan keluarga berespon terhadap masalah, strategi koping yang
digunakan dan strategi adaptasi disfungsional. Stressor jangka pendek yaitu
stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu
kurang dari 6 bulan. Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga
yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan. Kemampuan
keluarga berespon terhadap situasi/stressor, hal yang perlu dikaji adalah
sejauhmana keluarga berespon terhadap situasi/stressor. Strategi koping yang
digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan. Strategi adaptasi
Universitas Indonesia
52
Universitas Indonesia
53
subjektif dan objektif yang diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau
tidak langsung atau tidak yang emndukung masalah dan penyebab.
4 Menonjolnya masalah
Masalah berat, harus segera ditangani 2
Ada masalah, tetapi tidak perlu segera 1 1
ditangani
Masalah tidak dirasakan 0
Universitas Indonesia
54
Universitas Indonesia
55
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan
jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah (P) di
keluarga, sedangkan penetapan tujuan jangka pendek mengacu pada bagaimana
mengatasi etiologi yang berorientasi pada lima tugas keluarga.
2.6.5 Implementasi
Tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga berdasarkan perencanaan
mengenai diagnosis yang telah dibuat sebelumnya. Tindakan keperawatan
terhadap keluarga mencakup lima tugas kesehatan keluarga menurut Friedman,
2003), yaitu:
2.6.5.3 Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit
dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan, menggunakan alat dan fasilitas
yang ada di rumah, mengawasi keluarga melakukan perawatan.
Universitas Indonesia
56
2.6.6 Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi dengan
kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Kerangka kerja evaluasi sudah terkandung dalam rencana perawatan jika secara
jelas telah digambarkan tujuan perilaku yang spesifik maka hal ini dapat berfungsi
sebagai kriteria evaluasi bagi tingkat aktivitas yang telah dicapai Evaluasi disusun
dengan menggunakan SOAP secara operasional. Tahapan evaluasi dapat
dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan selama proses
asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.
(Friedman,2003). Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:
(Suprajitno,2004)
Universitas Indonesia
57
2.7.2 Batasan Karaktersitik terdiri dari subyektif yaitu dispnea dan obyektif
yaitu tidak ada batuk, suara napas tambahan (misalnya rale, crackle,
ronchi dan mengi), perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan, batuk
yang tidak ada atau tidak efektif, sianosis, kesulitan untuk berbicara,
penurunan suara napas, ortopnea, sputum berlebihan, gelisah dan mata
terbelalak.
Universitas Indonesia
58
Inhalasi juga tidak memiliki efek negatifnya serta boleh dilakukan sekali pun
orang tersebut mempunyai alergi terhadap sesuatu, karena bekerja langsung pada
sumber pernapasan yaitu paru-paru (Karnaen, 2011). Cara kerja inhalasi
sederhana ini adalah uap masuk dari luar tubuh ke dalam tubuh, dengan mudah
akan melewati paru-paru dan dialirkan ke pembuluh darah melalui alveoli
(Buckle, 1999 dalam Nuraeni 2012).
Teknik pemberian inhalasi sederhana yang diambil dari beberapa literatur yaitu
terlebih dahulu membuat corong dari sebuah kertas yang digulung, adalah cara
yang baik untuk menghirup uap dari mangkuk. kemudian menempatkan air
mendidih dengan suhu 42oC -44oC dalam mangkuk, dihirup selama 10-15 menit
dilakukan 2-4 kali sehari dan minyak kayu putih ditambahkan ke air panas
tersebut untuk meningkatkan efektifitas (Wong, 2008)
Penelitian yang dilakukan Singh (2004) bertujuan untuk menilai efek dari
menghirup uap air panas dengan bantuan sebuah alat yang dirancang untuk
memberikan uap air panas ke rongga hidung. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa pemberian inhalasi sederhana dapat menghilangkan gejala
terutama pada gejala flu biasa.
Universitas Indonesia
59
Universitas Indonesia
60
Colby, 1999 dalam Nugroho 2011). Batuk efektif yang baik dan benar dapat
mempercepat pengeluaran dahak pada pasien dengan gangguan saluran
pernafasan. Perawat diharapkan dapat melatih pasien dengan batuk efektif
sehingga pasien dapat mengerti pentingnya batuk efektif untuk mengeluarkan
dahak.
Indikasi batuk efektif adalah pada pasien seperti bronkitis kronik, asma, TB paru,
pneumonia dan emfisema. Kontraindikasi batuk efektif adalah tension
pneumotoraks, hemoptisis, gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi,
hipertensi, infark miokard akut infark dan aritmia, edema paru dan efusi yang luas
(Wilson, 2006).
Universitas Indonesia
61
Universitas Indonesia
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1 Pengkajian
Keluarga kakek A (70 tahun) tinggal di Gg Masjid, RT 06/ RW 01 Cisalak Pasar,
yang merupakan pensiunan karyawan swasta dan memiliki pendidikan terakhir
SMA. Keluarga kakek A merupakan keluarga dengan tipe keluarga extended
family yang terdiri dari kakek A (70 th) sebagai kepala keluarga, nenek I (69 th)
sebagai istri dan ibu rumah tangga, bapak F (35th) yang merupakan anak kandung
serta ibu A (30 thn) yang merupakan menantu dan istri dari bapak F yang saat ini
telah hamil 30 minggu (G1P0A0) yang tinggal serumah. Anak-anak Kakek A
yang lainnya ada yang tinggal di samping rumah kakek A dan ada juga yang
tinggal di daerah Jakarta. Kakek A memiliki enam orang cucu.
Kakek A merupakan campuran dari suku Sunda dan suku Betawi karena
mengikuti kedua orang tuanya. Nenek I berasal dari Banten yaitu suku Sunda.
Keduanya sudah berdomisili di Depok sekitar 8 tahun. Komunikasi antara kakek
A dan nenek I menggunakan bahasa Indonesia, begitupun berkomunikasi dengan
bapak F dan ibu A juga menggunakan bahasa Indonesia. Suku tidak
mempengaruhi pola makan keluarga karena keluarga lebih sering masak sendiri.
62 Universitas Indonesia
63
motor dan mushola yang dibangun di samping rumah kakek A, namun tidak
memiliki asuransi kesehatan semenjak kantor tempat dulu bekerja bangkrut, akan
tetapi saat ini sedang mengurus jamkesmas. Kakek A tidak memiliki penghasilan.
Keluarga kakek A jarang pergi berekreasi bersama. Waktu luang biasanya
digunakan dengan mengobrol bersama di rumah sambil menonton televisi.
Hasil wawancara didapatkan bahwa kakek A mengatakan sesak sejak kurang lebih
3 bulan yang lalu, mengatakan sesekali batuk yang paling sering dimalam hari dan
mengeluarkan dahak berwarna putih, jumlahnya sedikit, tidak bau dan sulit
mengeluarkan dahak. Kakek A mengatakan pernah memeriksakan dahaknya di
puskesmas Cimanggis pada Desember 2012 dan hasilnya BTA positif tetapi tidak
menjalani pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sebelumnya mengeluh
batuk-batuk lebih dari 3 minggu. Riwayat merokok + 15 tahun dan menghabiskan
2 bungkus rokok sehari, saat ini sudah tidak merokok sejak 3 bulan yang lalu.
Kakek A mengatakan ibu kakek A meninggal pada usia 50 tahun meninggal
karena TB Paru dan saudara pertama dari kakek A meninggal pada usia 65 tahun
karena TB Paru juga. Tidak ada riwayat alergi, tidak ada riwayat asma. Saat
batuk-batuk lebih dari 3 minggu dan BTA positif klien hanya berobat ke dokter
praktik dan mendapatkan obat sanbutamol dan tyrosol yang diminum 3 × 1/ hari.
Saat ini kakek A mengkonsumsi sanbutamol dan tyrosol tanpa resep dokter dan
ketika habis obat tersebut beli di apotik terdekat, ketika meminum obat tersebut
Kakek A merasa mendingan dan sesak berkurang. Kakek A menganggap dirinya
menderita asma.
Universitas Indonesia
64
Pola konsumsi kakek A diakui oleh nenek I tidak mengalami perubahan nafsu
makan bahkan biasa-biasa saja, sehari kakek A makan 3 kali sehari yaitu saat
pagi, siang dan malam atau menjelang magrib. BB sebelumnya 55 Kg. Nenek I
mengaku untuk lauk pauk dan sayur mayur yang dimasak disesuaikan dengan
uang yang dipunya saat itu. alat-alat makan/ minum kakek A belum dipisahkan,
sedangkan untuk aktivitas sehari-hari kakek A mengatakan jarang berolahraga
dilakukan karena cepat lelah ketika beraktivitas dan hanya berjalan-jalan disekitar
rumah.
Kakek A mengatakan sering tidur saat siang hari sekitar 1 – 2 jam, waktu tidur
malam kakek A yaitu saat jam 8 atau jam 9. Kakek A tidak mengalami kesulitan
untuk memulai tidur. Posisi tidur telungkup dengan kepala menyamping
menggunakan bantal 1. ketika tidur telentang menjadi lebih sesak. Kakek A
mengatakan hanya diam ketika sesak. Kakek A mengatakan terkadang membuka
jendela dan pintu dipagi hari. Kakek A lebih menyukai berada di rumah lantai 2.
Keluarga juga mengatakan pernah menjemur kasur dan karpet, namun jarang-
jarang. Kakek A mengetahui TB dan tanda dan gejala penderita TB sehingga
merasa khawatir akan tanda-tanda TB pada dirinya. Sebelumnya kakek A sudah
mengikuti penyuluhan TB sebanyak 2 kali yang diadakan mahasiswa residen dan
mahasiswa profesi.
Universitas Indonesia
65
pleuritis dextra, jantung normal. Berdasarkan hasil observasi kakek A juga belum
menerapkan etika batuk yang baik dan benar. Hasil pemeriksaan dahak pada
Senin, 03 Juni 2013 di Puskesmas Cimanggis didapatkan hasil BTA Negatif.
Data Subyektif didapatkan yaitu riwayat meninggal akibat TB Paru pada Ibu dari
kakek A pada usia 50 tahun dan kakak pertama kakek A pada usia 65 tahun, sesak
kakek A sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu, sesekali batuk, biasanya dimalam
hari dan mengeluarkan dahak berwarna putih, jumlah sedikit, tidak bau, sulit
mengeluarkan dahak. Kakek A mengatakan pernah memeriksakan dahaknya di
Puskesmas Cimanggis pada Desember 2012 dan hasilnya BTA positif tetapi tidak
menjalani pengobatan sebelumnya mengeluh batuk-batuk lebih dari 3 minggu.
Tidak ada riwayat alergi, tidak ada riwayat asma. Riwayat merokok + 15 tahun
dan menghabiskan 2 bungkus rokok sehari, saat ini sudah tidak merokok sejak 3
bulan yang lalu. Batuk-batuk lebih dari 3 minggu berobat ke dokter praktik dan
mendapatkan obat sanbutamol dan tyrosol yang diminum 3 × 1/ hari. Ketika tidur
telentang menjadi lebih sesak. Posisi tidur miring dengan menggunakan satu
bantal, hanya diam ketika sesak. Keluarga juga mengatakan pernah menjemur
Universitas Indonesia
66
kasur dan karpet, namun jarang-jarang dan setiap pagi membuka jendela dan
pintu. Kakek A lebih menyukai berada di rumah lantai 2 karena sinar matahari
bisa masuk dan lebih suka tiduran di depan pintu karena udara yang masuk
banyak. Kakek A mengetahui TB dan tanda dan gejala penderita TB sehingga
merasa khawatir akan tanda-tanda TB pada dirinya. Sebelumnya kakek A sudah
mengikuti penyuluhan TB sebanyak 2 kali yang diadakan mahasiswa residen dan
mahasiswa profesi.
Universitas Indonesia
67
Tujuan Umum:
Setelah dilakukan pertemuan sebanyak 4 kali kunjungan selama 45 menit,
bersihan jalan napas pada kakek A kembali efektif dan adekuat.
Tujuan Khusus:
Setelah dilakukan pertemuan sebanyak kali 4x45 menit, keluarga mampu:
TUK 1: Keluarga kakek A diharapkan mampu mengenal TB paru dengan
menyebutkan pengertian TB paru yaitu salah satu penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman yaitu kuman mycobacterium tuberculosis yang paling
banyak menyerang di daerah paru-paru; Penyebab TB paru yaitu adalah kuman
mycobacterium tuberculosis; penyebaran TB paru yaitu melalui percikan
dahak/bersin yang terhirup oleh orang lain; tanda-tanda TB paru yakni batuk yang
tidak kunjung sembuh selama lebih dari 3 minggu, demam/meriang lebih dari
sebulan, nafsu makan dan BB menurun, mudah lelah, nyeri dada dan sesak nafas,
serta batuk berdahak disertai darah. Keluarga kakek A diharapkan mampu
mengidentifikasi anggota keluarga yang menderita TB paru.
Universitas Indonesia
68
Universitas Indonesia
69
TUK 2: Menjelaskan kepada keluarga tentang akibat dari TB paru jika tidak
diobati yaitu tidak dapat sembuh, menular pada orang lain dan kematian.
Menjelaskan kepada keluarga tentang akibat dari TB paru jika putus obat yaitu
penyakit lebih sukar sembuh, kuman tumbuh dan berkembang lebih banyak, butuh
biaya lebih besar dan waktu pengobatan menjadi lebih lama. Mendiskusikan
kembali dengan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang TB paru.
Memberikan positive reinforcement atas jawaban keluarga dan keputusan untuk
merawat anggota keluarga dengan TB paru.
Universitas Indonesia
70
Universitas Indonesia
71
3.5 Evaluasi
Evaluasi yang merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi
untuk mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada kakek A dengan
kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
3.5.1 Subyektif
Kakek A dan nenek I menjawab salam dan menyetujui kunjungan saat ini selama
45 menit untuk membahas masalah TB paru. Kakek A mengatakan masih merasa
sesak napas. Kakek A mengatakan bahwa TB paru merupakan penyakit plek paru
yang menular, penyebab TB paru adalah kuman TB, tanda dan gejala TB paru
adalah batuk lama, sesak nafas, nafsu makan menurun, berat badan menurun dan
suka berkeringat jika malam hari. Kakek A mengatakan bahwa dirinya mengalami
TB paru. Kakek A mengatakan bahwa akibat jika TB paru tidak ditangani adalah
Universitas Indonesia
72
kematian dan penyakit tidak dapat sembuh, akibat penderita TB paru jika putus
obat yaitu mengakibatkan pengobatan yang semakin lama, biaya semakin banyak,
cara mencegah TB paru dengan menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin
atau menggunakan masker, tidak meludah atau membuang dahak disembarang
tempat dan buka jendela agar sinar matahari masuk. Nenek I mengatakan akan
merawat anggota keluarga dengan TB paru dan mengatakan cara merawat anggota
keluarga dengan TB paru adalah batuk efektif dan inhalasi sederhana. Kakek A
mengatakan Alat untuk batuk efektif yaitu tempat dahak berisi 1 karbol: 9 air,
tissue. Caranya yaitu posisi duduk dan rileks, inhalasi maksimal dengan
mengambil nafas dalam dan pelan menggunakan pernafasan diafragma, lalu
pasien disuruh tahan nafas selama 3-5 detik kemudian hembuskan secara perlahan
– lahan melalui mulut, ulangi kemudia ambil nafas ketiga dan tahan, lalu suruh
pasien untuk membatukkan dengan kuat dari dada (bukan dari belakang mulut
atau tenggorokan) dan gunakan 2 batuk pendek yang benar-benar kuat, setelah itu
istirahat 2 – 3 menit kemudian diulang kembali untuk latihan mulai langkah dari
awal. Dahak di buang ke tempat dahak dan tissue buat membersihkan mulut.
Kakek A mengatakan cara inhalasi sederhana dengan menghirup uap air panas
yang ditetesi minyak kayu putih. Kakek A mengatakan cara modifikasi
lingkungan dengan membuka jendela dan pintu agar sinar matahari dapat masuk
dan membuang dahak pada tempat yang telah ditentukan dan mengatakan akan
memodifikasi lingkungan sesuai dengan standar askep yang sudah diajarkan.
Kakek A mengatakan jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan,
seperti puskesmas, RS, dan praktik mantri, manfaat fasilitas pelayanan kesehatan,
yaitu untuk pemeriksaan dan mendapatkan obat untuk batuk pilek dan akan
berkunjung ke pelayanan kesehatan untuk berobat. Setelah diberikan inhalasi
sederhana dan batuk efektif, Kakek A mengatakan sesak sedikit berkurang, napas
sedikit lega. dahak menjadi encer dan mudah keluar, mengatakan batuk sesekali.
3.5.2 Obyektif
Kakek A mampu menjawab pengertian TB paru sesuai standar, mampu menjawab
1 dari 2 penyebab TB paru, mampu menjawab 5 dari 7 tanda dan gejala TB paru,
mampu menjawab 2 dari 3 akibat jika TB paru yang tidak diobati, mampu
Universitas Indonesia
73
menjawab 2 dari 4 akibat jika penderita TB paru putus obat, mampu menjawab 3
dari 6 cara mencegah TB paru, mampu menjawab menyebutkan 2 dari 2 cara
merawat anggota keluarga dengan TB paru. Kakek A dapat mendemonstrasikan
inhalasi sederhana dan batuk efektif, mampu menjawab 2 dari 4 cara
memodifikasi lingkungan untuk anggota keluarga yang mengalami TB paru,
mampu menjawab 3 dari 5 jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
digunakan dan mampu menjawab 2 dari 3 manfaat fasilitas pelayanan kesehatan.
Setelah dilakukan inhalasi sederhana dan batuk efektif didapatkan TTV : TD:
110/70 mmHg, Nadi: 80 x/menit, Suhu: 36,5oC, RR: 23 x/menit. Pemeriksaan
paru: Inspeksi: simetris, pembengkakan (-), otot bantu napas (-), retraksi dinding
dada (-), lesi (-) Auskultasi: ronchi basah kasar di semua lapang paru, suara napas
ronkhi tanpa auskultasi, wheezing -/- Palpasi: tactile fremitus Perkusi: sonor.
3.5.3 Analisis
Keluarga telah dapat mengenal masalah kesehatan pada anggota keluarga, telah
menyatakan kesediaan untuk merawat, telah dapat melakukan perawatan
sederhana bagi penderita TB, telah mengerti bagaimana melakukan modifikasi
lingkungan, dan telah bersedia membawa Kakek A ke Pelayanan kesehatan.
3.5.4 Planning
Melanjutkan tindakan inhalasi sederhana selama 10-15 menit dilakukan 2-4 kali
sehari di rumah dan kemudian batuk efektif. Menganjurkan posisi yang nyaman
pada saat tidur dengan 2 bantal atau pemberian posisi semi fowler untuk
mengurangi sesak. Mengevaluasi pengetahuan tentang TB paru dan memfasilitasi
untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan dengan mengkoordinasikan ke
mahasiswa residen yang sedang praktik di RW 01, ke kader RW 01 dan ke
puskesmas Cimanggis.
Universitas Indonesia
74
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Bab ini akan menjelaskan analisis situasi yang terdiri dari profil lahan praktek,
analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan (KKMP) dan konsep kasus terkait, analisis inhalasi
sederhana dan batuk efektif dengan konsep dan penelitian terkait dan alternatif
pemecahan yang dapat dilakukan.
75 Universitas Indonesia
76
beragama Islam, dan berasal dari suku Betawi serta mayoritas penduduknya rata-
rata usia produktif (15-50 tahun).
Sumber air yaitu sumur dimana keadaan air yang digunakan masyarakat pada
umumnya jernih, tidak berbau, dan tidak berasa atau bisa dikatakan sehat. Saluran
Universitas Indonesia
77
Universitas Indonesia
78
Hasil wawancara kepada salah satu kader yang berasal dari RT 06/RW 01 warga
RW 01 belum pernah mendapatkan penyuluhan sebelumnya terkait penyakit TB
baik oleh pihak puskesmas atau instansi terkait lainya. Tingkat pengetahuan
warga terkait pengetahuan TB telah dilakukan pengkajian pada Hari Selasa, 14
Mei 2013 dimana pada hari tersebut diadakan penyuluhan terkait pengenalan
penyakit TB yang diadakan oleh mahasiswa residensi komunitas FIK UI. Hasil
pre test terkait pengetahuan warga tentang penyakit TB yang dilakukan sebelum
penyuluhan kepada 10 orang peserta didapatkan nilai rata-rata sebesar 7,9.
Universitas Indonesia
79
Universitas Indonesia
80
serta kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial dimana individu tersebut
tinggal atau bekerja. Risk factor merupakan karakteristik warga RW 01 seperti
umur, jenis kelamin, dan genetik. Population at factor merupakan kumpulan dari
orang-orang yang memiliki beberapa kemungkinan yang telah jelas teridentifikasi
atau telah ditentukan meskipun sedikit atau kecil terhadap munculnya suatu
peristiwa, misalnya penderita TB di RW 01. Vulnerable population group disini
merupakan sekelompok orang dari RW 01 yang memiliki masalah kesehatan yang
lebih kompleks dibandingkan dengan masalah TB di RW 01.
Universitas Indonesia
81
Universitas Indonesia
82
Universitas Indonesia
83
Kebiasaan warga RW 01 yang tidak membuka jendela tiap pagi karena berbagai
alasan jika jendela dibuka udara akan terasa panas, takut rumahnya kecurian dan
dimasuki oleh kucing. Beberapa rumah juga tampak tidak dibuka jendelanya
dikarenakan sudah dimatikan dan jendela permanen yang hanya sebagai hiasan
sehingga tidak bisa dibuka kembali. Kondisi rumah di RW 01 hampir semuanya
lembab dan lantai rumah terbuat dari ubin. Kebiasaan warga RW 01 ini sangat
mempengaruhi terjadinya TB di RW 01. Ventilasi cukup menjaga agar aliran
udara di dalam rumah tetap segar, sehingga keseimbangan oksigen yang
diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga dan menjaga dalam kelembaban
(humidity) yang optimum. Kelembaban merupakan media yang baik untuk
Universitas Indonesia
84
Universitas Indonesia
85
Universitas Indonesia
86
Universitas Indonesia
87
Universitas Indonesia
88
Penemuan pasien TB, secara umum dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, didukung
dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,
untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB. Pelibatan semua
layanan dimaksudkan untuk mempercepat penemuan dan mengurangi
keterlambatan pengobatan. Penemuan secara aktif pada masyarakat umum, dinilai
tidak cost efektif (Kemenkes, 2011). Penemuan secara aktif dilakukan terhadap
kelompok yang rentan tertular TB seperti mereka yang hidup pada daerah kumuh,
serta keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA
positif, pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB harus
dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB atau
pegobatan pencegahan dan kontak dengan pasien TB resistan obat, penerapan
manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala dan tanda yang sama
dengan gejala TB, seperti pendekatan praktis.
Universitas Indonesia
89
Mekar Sari, Praktik Bidan, dan Rumah Sakit Tugu, atau beberapa praktek dokter
24 jam.
4.3 Analisis Inhalasi Sederhana dan Batuk Efektif dengan Konsep dan
Penelitian Terkait
Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena gangguan fisik,
kimiawi, atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses
pembersihan tidak berjalan secara adekuat normal, sehingga mukus ini banyak
tertimbun dan bersihan jalan nafas akan tidak efektif. Membran mukosa akan
terangsang, dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan intrathorakal dan intra
abdominal yang tinggi, jika hal tersebut terjadi. Udara keluar dengan akselerasi
yang cepat beserta membawa sekret mukus yang tertimbun ketika dibatukkan.
Mukus tersebut akan keluar sebagai dahak. Hal ini juga merupakan masalah
Universitas Indonesia
90
Inhalasi sederhana adalah menghirup uap hangat dari air mendidih telah ditetesi
minyak penghangat, misalnya minyak kayu putih (Akhavani, 2005). Inhalasi
merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam penggunaan metode terapi
yang paling sederhana dan cepat. Inhalasi sederhana ini diberikan ke kakek A
dengan tujuan mengencerkan sputum yang kental, susah dikeluarkan oleh kakek
A dan juga mengurangi sesak. Hal ini sejalan dengan Rasmin, dkk (2001) yang
menyatakan bahwa terapi inhalasi biasanya ditujukan umtuk mengatasi
bronkospasme, mengencerkan sputum, menurunkan hipereaktivitas bronkus serta
mengatasi infeksi. Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan
asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), tuberkulosis, fibrosis kistik,
keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang kental dan lengket, pasien sesak
nafas dan batuk. Kontraindikasi mutlak pada inhalasi tidak ada. Indikasi relatif
pada pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan (Rasmin dkk,
2001).
Universitas Indonesia
91
Batuk efektif yang baik dan benar dapat mempercepat pengeluaran dahak pada
pasien dengan gangguan saluran pernafasan. Teknik batuk efektif yang diajarkan
ke kakek A merupakan tindakan yang dilakukan untuk membersihkan sekresi dari
Universitas Indonesia
92
saluran nafas. Caranya batuk efektif diadaptasi dari Depkes (2007) adalah
sebelum dibatukkan, klien dianjurkan untuk minum air hangat dengan
rasionalisasi untuk mengencerkan dahak namun minum air hangat ini diganti
menjadi tindakan inhalasi sederhana menggunakan minyak kayu putih dengan
rasionalisasi untuk mengencerkan dahak, setelah itu dianjurkan untuk inspirasi
dalam. Hal ini dilakukan selama dua kali, kemudian setelah inspirasi yang ketiga,
anjurkan klien untuk membatukkan dengan kuat (Depkes, 2007).
Terapi Inhalasi sederhana dan batuk efektif dilakukan selama 4 minggu dan
diharapkan bersihan jalan napas kakek A menjadi efektif yang ditandai dengan
sesak berkurang atau hilang, mudah mengeluarkan dahak, Respiratory Rate (RR)
dalam rentang normal (20 kali/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas,
tidak ada retraksi dinding dada, dan bunyi napas ronchi berkurang atau hilang
(Wilkinson, 2012). Pemberian terapi inhalasi sederhana dan batuk efektif pada
Kakek A selama 4 minggu didapatkan evaluasi terakhir yaitu sesak sedikit
berkurang, dahak menjadi encer dan mudah dikeluarkan, dahak berwarna putih,
jumlah dahak banyak, batuk sesekali, RR: 23 kali/menit, pemeriksaan paru
didapatkan pada saat inspeksi dinding dada simetris, tidak ada pembengkakan,
tidak ada penggunaan otot bantu napas, tidak terdapat retraksi dinding dada dan
tidak ada lesi. Auskultasi paru didapatkan ronchi basah kasar di semua lapang
paru, suara napas ronchi tanpa auskultasi, tidak ada wheezing, Hasil palpasi paru
yaitu tactile fremitus dan perkusi paru yaitu sonor.
Universitas Indonesia
93
membersihkan sekresi dari saluran nafas. Jumlah dahak yang dikeluarkan oleh
kakek A disini sudah banyak dan mudah dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan efek
teraupetik dari inhalasi sederhana yang berguna untuk mengencerkan lendir yang
menyumbat saluran pernapasan dan berguna sebagai ekspektoran alami dan
penekan batuk (Crinion, 2007). Lendir yang encer kemudian dibatukkan agar
dahak yang keluar lebih banyak dan dengan batuk efektif penderita tuberkulosis
paru tidak harus mengeluarkan banyak tenaga untuk mengeluarkan sekret
(Subrata, 2006). Hal ini juga sependapat dengan hasil penelitian Nugroho (2011)
ada pengaruh sebelum dan sesudah batuk efektif terhadap pengeluaran dahak pada
pasien dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Bunyi ronchi basah kasar
masih terdengar jelas di semua lapang paru tanpa auskultasi pun juga masih
terdengar, hal ini disebabkan akumulasi sekret di dalam paru masih sangat
banyak. Hal ini membuktikan inhalasi sederhana tidak terlalu efektif dalam
pengeluaran sekret yang berlebihan sehingga hal ini masih mempengaruhi
frekuensi napas.
Universitas Indonesia
94
Keberhasilan inhalasi sederhana dan batuk efektif pada kakek A juga terlihat
dengan tidak adanya penggunaan otot bantu napas dan retraksi dinding dada,
berbeda dengan sebelum dilakukan intervensi. Hal ini dikarenakan sesak sudah
berkurang sehingga tidak ada ada penggunaan otot bantu napas ataupun retraksi
dinding dada, sebagai usaha yang dilakukan oleh kakek A untuk bernapas lebih
efektif.
Tindakan inhalasi sederhana dan batuk efektif pada lansia ini hanya tidak seefektif
seperti pada usia muda. Hal ini dikarenakan berbagai perubahan fisik yang terjadi
pada lansia yang meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ
tubuh. Salah satu diantaranya yaitu sistem pernapasan. Perubahan sistem
pernapasan pada lansia yaitu otot pernapasan kaku dan kehilangan kekuatan,
penurunan aktivitas silia jumlah udara pernapasan yang masuk keparu mengalami
penurunan, alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang kemampuan batuk
berkurang, sehingga pengeluaran sekret berkurang dan mengalami sumbatan atau
obstruksi (Stanley, 2006). Pemberian inhalasi sederhana dan batuk efektif ini tetap
bermanfaat dan dapat diterapkan untuk mengeluarkan dahak, menurunkan
frekuensi napas, dan mengurangi sesak pada lansia, karena inhalasi sederhana
langsung bekerja pada paru-paru dan pada saat dibatukkan efektif tidak harus
menggunakan banyak tenaga. Selama pemberian terapi inhalasi sederhana
menggunakan minyak kayu putih tidak terdapat reaksi alergi ataupun komplikasi
yang ditunjukkan oleh kakek A yang bisa disebabkan oleh aerosol yang diberikan
dalam jumlah besar, maka dapat menyebabkan penyempitan pada saluran
pernapasan (bronkospasme), disamping itu bahaya iritasi dan infeksi pada jalan
napas, terutama infeksi nosokomial juga dapat terjadi (Rab, 2000).
Universitas Indonesia
95
Metode yang paling sederhana dan efektif dalam biaya untuk mengurangi risiko
stasis sekresi pulmonar dan mengurangi risiko penurunan pengembangan dinding
dada yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat. Posisi yang paling efektif bagi
klien dengan penyakit kardiopulmonari adalah posisi semi fowler dengan derajat
kemiringan 45°, yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu
pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma
(Potter, 2005).
Keefektifan posisi semi fowler dapat dilihat dari Respiratory Rates yang
menunjukkan angka normal yaitu 16-24x per menit pada usia dewasa (Ruth, 2002:
812). Pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian posisi semi fowler itu
sendiri dengan menggunakan tempat tidur orthopedik dan fasilitas bantal yang
cukup untuk menyangga daerah punggung, sehingga dapat memberi kenyamanan
saat tidur dan dapat mengurangi kondisi sesak nafas. Wilkison (1998 dalam
Supadi, dkk 2008) bahwa posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh dinaikkan
45º membuat oksigen didalam paru–paru semakin meningkat sehingga
memperingan kesukaran napas. Penurunan sesak napas tersebut didukung juga
dengan sikap pasien yang kooperaktif, patuh saat diberikan posisi semi fowler
sehingga pasien dapat bernafas. Hasil perbedaan tersebut menunjukkan ada
pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap sesak nafas. Hal tersebut berarti
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Supadi, dkk., (2008) bahwa pemberian
semi fowler mempengaruhi berkurangnya sesak nafas sehingga kebutuhan dan
kualitas tidur pasien terpenuhi. Terpenuhinya kualitas tidur pasien membantu
proses perbaikan kondisi pasien lebih cepat. Saat sesak napas pasien lebih nyaman
dengan posisi duduk atau setengah duduk sehingga posisi semi fowler
memberikan kenyamanan dan membantu memperingan kesukaran bernapas.
Menurut Angela (dalam Supadi, dkk., 2008) saat terjadi serangan sesak biasanya
klien merasa sesak dan tidak dapat tidur dengan posisi berbaring. Melainkan harus
dalam posisi duduk atau setengah duduk untuk meredakan penyempitan jalan
napas dan memenuhi O2 dalam darah. Dengan posisi tersebut pasien lebih rileks
saat makan dan berbicara sehingga kemampuan berbicara pasien tidak terputus –
putus dan dapat menyelesaikan kalimat.
Universitas Indonesia
96
Hasil penelitian Setiawati (2008) rata – rata sesak napas pada responden sebelum
diberikan posisi semi fowler dan sesudah diberikan posisi semi fowler adalah
berbeda secara signifikan. Rata – rata sesak napas sebelum diberikan posisi semi
fowler (12,25) lebih tinggi dari pada responden sesudah diberikan posisi semi
fowler (4,75). Setelah dianalisis didapat nilai Sig. (0,001) < 0,05. dan Z hitung (-
3,196) > Z tabel (1,96), sehingga diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan posisi
semi fowler dapat efektif untuk mengurangi sesak napas pada klien TBC.
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penulisan yang telah dilakukan selama praktik Profesi Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) yang dilakukan oleh mahasiswa
profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan UI di RW 01 yang dilaksanakan sejak
Mei hingga Juni 2013, khususnya memberikan asuhan keperawatan keluarga pada
TB paru lansia dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
5.1.2 TB paru pada lansia berbeda dengan TB paru pada usia muda. Tampilan
klinis TB pada lansia tidak khas dan oleh karena itu mungkin tidak diketahui atau
97 Universitas Indonesia
98
salah diagnosis. Gejala TB paru pada orang berusia lanjut juga agak berbeda dari
orang muda. Gejala batuk yang merupakan gejala penting pada TB pada orang
muda ternyata pada usia lanjut kurang menonjol. Biasanya yang lebih sering
dikeluhakan adalah gejala sesak.
5.1.3 Peran perawat komunitas pada karya ilmiah akhir ini tergambar pada asuhan
keperawatan keluarga pada kakek A dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas.
Salah satu hal yang menjadi penyebab kakek A menderita TB paru yaitu kontak
serumah dengan BTA positif, riwayat merokok. TB paru pada kakek A termasuk
di klasifikasi pasien baru. Masalah yang utama di keluhkan kakek A adalah sesak.
Perawat komunitas memiliki tanggung jawab untuk melakukan implementasi
keperawatan dengan membantu keluarga memenuhi lima tugas kesehatan
keluarga dengan anggota keluarga yang menderita TB paru, serta mengajarkan
tindakan inhalasi sederhana dan batuk efektif untuk mengatasi masalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas pada kakek A.
5.1.4 Pemberian inhalasi sederhana dan batuk efektif ini tetap bermanfaat dan
dapat diterapkan untuk mengeluarkan dahak, menurunkan frekuensi napas, dan
mengurangi sesak pada lansia, karena inhalasi sederhana langsung bekerja pada
paru-paru, aman untuk segala usia dan tidak terdapat reaksi alergi yang
ditunjukkan oleh kakek A serta pada saat dibatukkan efektif tidak harus
menggunakan banyak tenaga.
Universitas Indonesia
99
5.2 Saran
Mengacu kepada kesimpulan hasil penulisan ini, maka penulis menyampaikan
beberapa saran bagi pihak yang terkait dengan penulisan karya ilmiah ini antara
lain sebagai berikut:
Universitas Indonesia
100
penemuan kasus baru atau kasus putus obat sehingga bisa secepatnya diberikan
penanganan lebih lanjut.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Z., & Bahar, A. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokter Universitas Indonesia.
Anderson & Fallune. (2000). Community health and nursing, concept and
practice. California: Lippincott.
101
102
Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2003). Family nursing: Research,
theory & practice. New Jersey: Prentice Hall.
Leung CC, Lam TH, Ho KS, Yew WW,Tam CM, Chan WM, et al. (2010).
Passive smoking and tuberculosis. Arch Intern Med.
Maryam, dkk. (2008). Mengenal usia lanjut dan perawatannya. jakarta: Salemba
Medika.
103
Murti. (2000). Prinsip dan metode riset epidemiologi. Yogyakarta: Gajam Mada
Univerity press.
Muttaqin. (2010). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, A. Y. (2011). Batuk efektif dalam pengeluaran dahak pada pasien dengan
ketidakefektifan bersihan jalan napas di instalasi rehabilitasi medik Rumah sakit
Baptis kediri. Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri. Volume 4. No. 2 Desember 2011.
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Jilid II. Jakarta: EGC.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental of nursing consept: proses and
practice. Philadelphia: Mosby. Inc.
104
Scanlon, V & Sanders (2007). essentials of anatomy and phsiologi. ( 5th ed).
Philadelphia: F.A Davis Company.
Setiawati, L. (2008). Efektivitas penggunaan posisi semi fowler pada klien tbc
untuk mengurangi sesak napas (studi kasus di rumah sakit paru batu).
Malang.
Singh, M. (2004). Heated, humidified air for the common cold. Cochrame
Database Syst. Rev (2): CD001728.
SKRT (2004). Survei kesehatan rumah tangga. Volume 2. Juni 15, 2013.
http://www.litbang.depkes.go.id.
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan medikal bedah. (edisi 8). Alih bahasa:
Agung Waluyu. Jakarta: EGC.
Soedjono. (2000). Pengaruh kualitas udara (debu COx, NOx, SOx) terminal
terhadap gangguan fungsi paru pada pedagang tetap terminal bus induk
Jawa Tengah 2002. Semarang: UNDIP.
Stanley, M,. Gauntlett & Patricia. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik (edisi
2). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Subrata. (2006). VCO dosis tepat taklukan penyakit. Jakarta: Penebar Swadaya.
105
Wen CP, Chan TC, Chan HT, Tsai MK, Cheng TY, Tsai SP. (2010). Their
reduction of Tuberculosis risks by smoking cessation. BMC Infect Dis.
Wong, D. L., Hockenberry, & M., Wilson, D., Winkelsein, M., L., & Schwatrz, P.
(2008). Buku ajar keperawatan pediatrik. (edisi 6). (Monika Ester
penterjemah). Jakarta: EGC.
World Health Organization. (2009). Global action plan for prevention and control
of pneumonia (GAPP). Geneva: WHO.
World Health Organization. (2010). World health statistic 2009. France. Juni 14,
2013. http://www.who.int/healthinfo/statistic/programme/en/index.html.
Yoga, T (2007). Diagnosis TB pada anak lebih sulit. Mediakom info sehat untuk
semua: Departemen Kesehatan.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Pengkajian
Klien dengan nama Kakek A (70 tahun), tinggal di Gg Masjid, RT 06/ RW 01
Cisalak Pasar, merupakan pensiunan karyawan swasta. Komposisi dan genogram
keluarga Kakek A dipaparkan lebih jelas pada tabel 3.1 dan gambar 3.1.
Gambar 1
Genogram Keluarga Kakek A dan Nenek I
Kakek A (70th) menikah dengan Nenek I (69th) pada tahun 1992. Saat ini,
keluarga Kakek A mempunyai dua orang anak kandung yaitu Bapak R (38th) dan
1 Universitas Indonesia
2
Bapak F (35th). Anak M merupakan anak pertama dan telah menikah serta
memiliki tiga orang anak laki-laki yaitu Ibu A (16th), Anak D (12th) dan Anak M
(9th) yang bertempat tinggal di samping rumah Kakek A. Anak kedua Kakek A
yaitu Bapak F telah menikah dengan Nenek I yang saat ini telah hamil 30 minggu
(G1P0A0).
Nenek I juga sebelumnya telah menikah dan memiliki satu orang anak laki-laki
yaitu Bapak A (50th). Bapak A telah menikah dan memiliki tiga orang anak
perempuan yaitu Anak S (22th), Anak K (19th) dan Anak R (17th). Suami
pertama Nenek I telah meninggal tanpa diketahui penyebabnya + lima tahun
sebelum Nenek I menikah dengan Kakek A.
Kedua orang tua dari Kakek A sudah meninggal, Ayah dari Kakek A meninggal
pada usia 70 tahun karena sesak, sedangkan Ibu dari Kakek A meninggal pada
usia 50 tahun meninggal karena TB Paru. Kakek A memiliki dua saudara dan
semuanya sudah berkeluarga, akan tetapi saudara pertama dari Kakek A
meninggal pada usia 65 tahun karena TB Paru.
Kedua orang tua dari Bapak Nenek I juga sudah meninggal, Ayah dari Nenek I
meninggal pada usia 50 tahun karena sesak, sedangkan Ibu dari Nenek I
meninggal pada usia 45 tahun meninggal karena stroke. Nenek I memiliki satu
saudara dan sudah berkeluarga.
Keluarga Kakek A (70 tahun) merupakan keluarga dengan tipe keluarga extended
family yang terdiri dari Kakek A (70 th), Nenek I (69 th) dan Anak. F (35th) serta
3
Ibu A (30 thn). Kakek A merupakan campuran dari suku Sunda dan suku Betawi
karena mengikuti kedua orang tuanya. Nenek I berasal dari Banten yaitu suku
Sunda. Keduanya sudah berdomisili di Depok sekitar 8 tahun. Komunikasi antara
Kakek A dan Nenek I menggunakan bahasa Indonesia, begitupun berkomunikasi
dengan Bapak F dan Ibu A juga menggunakan bahasa Indonesia. Nenek I
mengatakan tidak menganut mitos atau pantangan tertentu yang dapat
mempengaruhi pemeliharaan kesehatan keluarga, namun terkadang menggunakan
ramuan tradisional atau herbal untuk mengatasi masalah kesehatan tertentu,
misalnya ketika anak diare diberi sawo mentah dan kunyit. Nenek I mengatakan
keluarga menyukai makanan yang sunda. Atribut-atribut yang berkaitan dengan
suku betawi dan sunda tidak terdapat di lingkungan rumah. Suku tidak
mempengaruhi pola makan keluarga karena keluarga lebih sering masak sendiri. .
Player, mesin cuci, kipas angin, dll. Nenek I mengatakan tidak punya cicilan
barang. Keluarga Kakek A mempunyai satu buah motor dan mushola yang
dibangun di samping rumah Kakek A. Keluarga Kakek A tidak memiliki asuransi
kesehatan semenjak kantor tempat dulu bekerja bangkrut, namun saat ini sedang
mengurus jamkesmas.
Riwayat kesehatan dari Kakek A saat ini yang dirasakan adalah sesak sejak
kurang lebih 3 bulan yang lalu, sesekali batuk, biasanya dimalam hari dan
mengeluarkan dahak berwarna putih, jumlah sedikit, tidak bau, sulit
mengeluarkan dahak. Kakek A mengatakan pernah memeriksakan dahaknya di
puskesmas Cimanggis pada Desember 2012 dan hasilnya BTA positif tetapi tidak
menjalani pengobatan sebelumnya mengeluh batuk-batuk lebih dari 3 minggu.
Tidak ada riwayat alergi, riwayat merokok + 15 tahun dan menghabiskan 2
bungkus rokok sehari, saat ini sudah tidak merokok sejak 3 bulan yang lalu. Pada
saat batuk-batuk lebih dari 3 minggu berobat ke dokter praktik dan mendapatkan
6
obat sanbutamol dan tyrosol yang diminum 3 × 1/ hari, akan tetapi tidak
mengalami perbaikan kesehatan semenjak mengkonsumsi obat salbutamol dan
tyrosol. Kakek A Tidak menjalani pengobatan OAT saat terdiagnosis BTA positif.
Kakek A mengatakan malas untuk mengunjung puskesmas karena malas
mengantri. Mengatakan mengerti tentang masalah TB mulai dari pengertian
sampai akibat bila tidak diobati, terkadang membuka jendela dan pintu dipagi hari
dan berjalan-jalan kecil di sekitar rumah. Kebanyakan menghabiskan waktu buat
tidur. Berinteraksi dengan anggota keluarga tanpa menggunakan masker,
membuang dahak di kamar mandi dan saluran pipa depan rumah, belum
menerapkan etika batuk yang baik dan benar, alat makanan sudah dipisahkan,
Kakek A menganggap dirinya tidak TB tetapi asma.
Nenek I mengatakan bahwa saat ini yang dikeluhkan adalah nyeri pada sendi lutut
kanan, yang skala nyeri 5 dan terkadang menyebar ke ibu jari, nyeri yang
dirasakan paling sering malam hari dan saat bangun pagi. Nenek I mengatakan
tidak pernah memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan terkait keluhan yang
dirasakan., tidak ada riwayat asam urat. Nenek I mengatakan dirinya tidak
memiliki pengetahuan terkait asam urat. Nenek I saat ini juga pasca jatuh dari
kamar mandi, lengan kirinya patah dan saat ini sedang di bebat, dan terjadi
perubahan cara berjalan sehingga Nenek I yang awalnya tidak membungkuk saat
berjalan menjadi bungkuk.
Bapak F mengatakan bahwa saat ini tidak keluhan yang dirasakan, namun Bapak
F merupakan perokok aktif + 5 tahun satu bungkus sehari dan berangkat bekerja
menggunakan motor dan jarang menggunakan masker.
Ibu A mengatakan bahwa dirinya tidak ada keluhan, saat ini Ibu A telah hamil 30
minggu G1P0A0. setiap bulan rajin periksa kehamilan di puskesmas terdekat.
Taksiran partus akhir juli 2013, Ibu A telah melakukan persiapan untuk
menyambut anak pertamanya dan sudah menetapkan tempat untuk melahirkan
yaitu di puskesmas. Ibu A sedikit merasa ansietas karena ini merupakan
pengalaman pertamanya dan takut ada yang tidak sesuai dengan harapannya.
7
Ibu dan Kakak pertama dari Kakek A meninggal dengan masalah TB paru, dan
Bapak dari Kakek A meninggal karena Sesak. Orang tua dari Bapak B tidak
memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi ataupun sakit jantung. Ibu dari
Nenek I meninggal karena stroke, sedangkan Bapak dari Nenek I meninggal
karena sesak. Orang tua dari Nenek I tidak memiliki riwayat diabetes mellitus, TB
paru. tetapi memiliki riwayat hipertensi.
3.2 Lingkungan
Rumah yang ditempati keluarga Kakek A adalah rumah permanen, lantai dua.
Rumah Kakek A terletak di belakang TK dan di samping mushola milik sendiri.
Rumah tersebut berukuran 11 meter x 5 meter. Pencahayaan rumah hampir
semuanya dari lampu karena pencahayaan rumah hanya masuk dari pintu dan
jendela rumah jika pintu dan jendela dibuka. Lantai rumah keluarga bapak N
terbuat dari keramik berwarna putih dengan keadaan bersih, genting terbuat dari
asbes, dan tembok dari batu bata dan sudah dicat biru muda. Perabot rumah
tangga tertata dengan cukup rapi. Desain interior rumah terbagi menjadi sembilan
ruangan, yang paling depan adalah teras. Ruang kedua adalah ruang tamu, ruang
ketiga ruang nonton. Ruang keempat dan lima merupakan ruang tidur, ruang
keenam adalah ruang dapur, ruang ketujuh kamar mandi, dan ruang delapan di
lantai atas yaitu ruang tidur serta ruangan terakhir di samping yang juga terdapat
teras. Ventilasi udara masuk melalui pintu depan karena jendela bagian depan
tidak dapat dibuka, karena dipasang permanen dengan bingkai jendela, dan
dijendela kamar samping yang bisa terbuka.
Kondisi ruang tamu dan nonton TV tampak bersih dan terdapat kasur untuk
tempat tidur yang digunakan oleh keluarga khususnya anaknya pada siang hari.
Selain itu ruang tamu juga terdapat lemari kaca dan kipas angin, terdapat kursi
maupun meja untuk tamu. Di ruang tamu terdapat foto dinding anak – anak
sewaktu kecil dan foto keluarga. Ruang kamar terdapat tempat tidur, dua buah
lemari pakaian dengan pencahayaan yang cukup tetapi ada satu ruang tidur yang
kurang pencayahaan dikarenakan ruang kamar tidak memiliki jendela dan
8
ventilasi sehingga sirkulasi udara tidak bagus yang menyebabkan pengap dan
panas. Pada siang hari ruang kamar tampak gelap sehingga terkadang
membutuhkan lampu untuk penyinaran. Ruang kamar mandi (toilet) yang terdiri
dari bak mandi & WC jongkok. Toilet tampak bersih dengan penataan sabun,
odol, dan sikat gigi rapi. Pencahayaan di toilet kurang sehingga untuk penerangan
membutuhkan lampu dihidupkan. Toilet memiliki dua buah ventilasi berbentuk
lonjong, masing-masing berdiameter + 10 cm. Lantai toilet juga sudah terbuat dari
keramik berwarna putih, bersih dan sedikit licin. Ruang masak keluarga terlihat
sedikit kotor, terdapat satu tempat sampah, keluarga Kakek A menggunakan gas
elpiji untuk memasak. Selain itu, terdapat juga lemari kaca berisi peralatan makan.
Ruang teras terbagi dua ada di depan dan di samping. Teras rumah bagian depan
digunakan untuk menimpan tanaman, dan tempat menyimpan motor. Teras rumah
bagian samping digunakan sebagai tempat berbincang-bincang dengan tetangga
dan tempat bermain cucu-cucu yang datang, untuk menjemur pakaian. Jemuran
pakaian menggunakan jemuran stainles steel yang bisa dibawa masuk ke dalam
rumah ketika hujan, dan terdapat alat olahraga yang tidak terpakai serta rak sepatu
yang berdebu.
Kakek A mengatakan bahwa jarak septic tank dengan sumber air + 5 meter.
Sumber air yang digunakan sehari-hari adalah air tanah dengan menggunakan
pompa dari sumur bor. Terdapat selokan di depan maupun sekitar rumah. Tempat
pembuangan sampah dari dapur di depan rumah dan nanti diambil oleh petugas
sampah yang bertugas setiap dua hari sekali. Sampah dedaunan depan rumah
9
Gambar 2
Denah Rumah Keluarga Kakek A
Kakek A adalah kepala keluarga, suami dari Nenek I dan ayah dari Bapak F dan
Anak G, dan seorang kakek dari cucu-cucunya. Kakek A adalah pensiunan
karyawan swasta, keseharian Kakek A hanya di rumah dan terkadang bermain
dengan cucu-cucunya yang tinggal di samping rumahnya atau mengobrol dengan
tetangga, ketika tidak ada kegiatan Kakek A hanya tiduran saja di rumah.
Nenek I memiliki peran sebagai istri dari Kakek A dan ibu bagi Bapak F dan An.
G, serta seorang nenek bagi cucu-cucunya. Nenek I terkadang bertugas merapikan
rumah, memasak, dan menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, akan
tetapi saat ini tugas rumah tangga di alihkan ke menantunya, istri dari Bapak F
yang tinggal serumah.
Bapak F yaitu anak dari Kakek A dan Nenek I, suami dari Ibu A dan merupakan
tulang punggung bagi keluarga, calon ayah dari anak yang dikandung oleh Ibu A.
Bertugas sebagai pencari nafkah dan bekerja dari Senin-Jumat.
Ibu A yaitu menantu dari Kakek A dan Nenek I, istri dari Bapak F dan merupakan
calon ibu dari anak yang dikandungnya saat ini. Terkadang bertugas merapikan
13
rumah, memasak, dan menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dengan
mengambil alih tugas rumah tangga di rumah Kakek A, dikarenakan Nenek I
sudah lansia.
Nilai-nilai yang dianut oleh keluarga Kakek A diadopsi dari pola asuh orangtua
Kakek A dan Nenek I. Keyakinan agama yang dianut adalah Islam dimana
keluarga menjalankan ibadah sholat lima waktu dan puasa dibulan Ramadhan.
Keluarga mulai menanamkan pendidikan agama semenjak kecil untuk anaknya.
Nilai keluarga terkait pola pengasuhan anak masih sering mengikuti petuah dari
orang tua. Nenek I mengatakan anak-anaknya diajarkan untuk menghormati orang
yang lebih tua dan patuh terhadap nasehat.
Sosialisasi antar anggota keluarga terlaksana dengan baik dan hubungan antar
anggota keluarga dengan tetangga juga baik. Sosialisasi Bapak F dan menantu
dengan tetangga juga terlaksana dengan baik. Hal itu terbukti bahwa Bapak F dan
menantu mengenal teman-teman disekitar rumah mereka. Pagi dan sore hari
biasanya Nenek I atau Kakek A duduk-duduk di mushola samping rumah untuk
berinteraksi dengan tetangga-tetangga, atau berkunjung ke rumah anaknya yang di
samping rumah untuk bermain sama cucu-cucunya.
Keluarga Kakek A biasanya makan 3 kali dalam sehari. Makanan yang lebih
sering dikonsumsi, seperti telur, tempe, ikan, tahu, dan sayuran hijau. Keluarga
biasanya sarapan bersama. Keluarga Kakek A biasanya tidur pukul 20.30 dan
14
bangun pukul 04.30. Nenek I dan Kakek A tidur lebih awal. An.F dan istrinya
juga tidur lebih cepat karena tidak dibiasakan begadang dari kecil dan merasa
lelah sepulang kerja. Nenek I mengatakan keluarganya bisa minum air putih
sampai 2 liter dalam sehari. Nenek I mengatakan tidak ada waktu khusus dalam
keluarga untuk berolahraga. Kakek A dan Nenek I jarang berolahraga karena usia
yang sudah tua dan gampang lelah ketika beraktivitas lebih. Bapak F dan istrinya
juga jarang berolahraga rutin. Nenek I mengatakan keluarganya BAB dengan
lancar dan tidak ada keluhan. Nenek I mengatakan, baik Nenek I maupun Kakek
A tidak pernah dirawat di Rumah Sakit.
Kakek A tidak suka minum kopi, tetapi lebih suka minum susu putih ataupun air
putih dan sudah berhenti merokok sejak 3 bulan yang lalu. Kakek A biasanya
menghabiskan waktu di rumah untuk tidur ataupun sekedar bermain bersama
cucu-cucunya yang tinggal disamping rumah Kakek A. Kakek A hanya mengeluh
sesak yang sudah 3 bulan tidak kunjung sembuh dan pada saat berinteraksi suara
napas ronchi sangat terdengar jelas tanpa menggunakan stetoskop. Kakek A hanya
meminum obat salbutamol dan tyrosol yang biasa diberikan ketika memeriksakan
diri ke dokter praktik atau praktik mantri, namun saat ini Kakek A tetap
mengkonsumsi obat tersebut 3 kali/ hari tanpa resep dokter dan ketika habis dibeli
ke apotik. Kakek A tidak mau berobat ke puskesmas dengan alasan malas
mengantri dan dosis obat yang diberikan berbeda dengan obat yang dikonsumsi
sekarang. Padahal Kakek A memiliki riwayat BTA positif pada Desember 2012
namun tidak menjalani pengobatan. Kelurga telah mengetahui kondisi dari Kakek
A saat ini sehingga keluarga memberi perhatian lebih dengan terus memotivasi
Kakek A untuk berobat ke pelayanan kesehatan.
Bapak F tidak memiliki keluhan saat ini, namun merokok + 5 tahun dan
sebungkus dalam sehari, aktivitas berolahraga jarang dan berangkat bekerja
menggunakan motor dan jarang menggunakan masker. Ibu A sudah sering
memperingatkan suaminya untuk mengurangi merokok dan menggunakan masker
ketika naik motor, akan tetapi Bapak F belum melaksanakannya. Bapak F
mengatakan tidak pernah mengunjungi pelayanan kesehatan, karena Bapak F
menganggap dirinya sehat-sehat saja.
Hal yang selalu menjadi pikiran Nenek I dan menantu adalah sakit yang dialami
oleh Kakek A yang tidak kunjung sembuh dan Kakek A mengkonsumsi obat
18
untuk mengurangi sesaknya tanpa resep dokter dan membeli bebas di apotik,
sehingga keluarga merasa khawatir dengan keadaan Kakek A.
Ketika ada masalah Nenek I ataupun Kakek A mengatakan lebih sering diam dan
marahnya akan hilang dengan sendirinya, kemudian baru membicarakan masalah
tersebut agar mendapatkan solusi yang terbaik. Nenek I dan Kakek A tidak suka
membesar-besarkan masalah.
Keluarga memiliki koping yang baik dalam menyelesaikan masalah yang ada
dalam keluarga, termasuk dalam masalah kesehatan anggota keluarga. Keluarga
berusaha seoptimal mungkin dengan segala sumber yang ada dalam keluarga
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan keluarga dengan cara
memanajemen keuangan yang ada untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
termasuk gizi anggota keluarga.
Tidak ada adaptasi disfungsional yang terdapat dikeluarga Kakek A. Semua yang
terjadi merupakan hasil dari pengalaman yang bersifat rasional dan keluarga
melaporkan bahwa semua masalah yang diatasi dapat diselesaikan.
Mata Alis mata simetris, sejajar, Alis mata simetris, sejajar, Alis mata simetris, sejajar, Alis mata simetris,
konjungtiva berwarna konjungtiva berwarna konjungtiva berwarna merah sejajar, konjungtiva
merah muda (tidak merah muda, sklera putih, muda (tidak anemis), sklera berwarna merah muda
anemis), sklera putih, tidak terdapat edema di putih, tidak terdapat edema di (tidak anemis), sklera
tidak terdapat edema di sekitar mata, sklera tidak sekitar mata, sklera tidak putih, tidak terdapat
sekitar mata, sklera tidak ikterik, pupil isokhor, mata ikterik, pupil isokhor, mata edema di sekitar mata,
ikterik, pupil isokhor, minus (-), positif (+) minus (-) sklera tidak ikterik, pupil
mata minus (-), positif (+) isokhor, mata minus (-)
Telinga Bentuk simetris antara Bentuk simetris antara Bentuk simetris antara telinga Bentuk simetris antara
telinga kanan dan kiri, telinga kanan dan kiri, kanan dan kiri, telinga sejajar telinga kanan dan kiri,
telinga sejajar mata, warna telinga sejajar mata, warna mata, warna telinga sama telinga sejajar mata,
telinga sama dengan kulit telinga sama dengan kulit dengan kulit wajah, bersih, warna telinga sama
wajah, bersih, serumen(-), wajah, bersih, serumen(-), serumen(-), lesi(-), nyeri(-), dengan kulit wajah,
lesi(-), nyeri(-), edema (-), lesi(-), nyeri(-), edema (-), edema (-), eritema (-), tidak bersih, serumen(-), lesi(-
eritema (-), gangguan eritema (-), tidak ada ada keluhan. ), nyeri(-), edema (-),
pendengaran pada keluhan. eritema (-), tidak ada
telinga kanan keluhan.
Universitas Indonesia
21
Mulut dan Mukosa mulut lembab, Mukosa mulut lembab, Mukosa mulut lembab, tidak Mukosa mulut lembab,
gigi tidak ada gangguan tidak ada gangguan ada gangguan menelan, tidak tidak ada gangguan
menelan, tidak ada lesi menelan, tidak ada lesi pada ada lesi pada mulut, gigi menelan, tidak ada lesi
pada mulut, ada dua gigi mulut, dua gigi depan atas masih utuh, tidak ada karies pada mulut, gigi masih
geraham di bagian dan geraham kan dan kiri gigi utuh, tidak ada karies
kanan bawah tanggal, sudah tanggal, terdapat gigi
dua gigi berwarna hitam karies gigi
dan belum ditambal,
terdapat karies gigi
Leher Tidak ada perbesaran Tidak ada perbesaran KGB Tidak ada perbesaran KGB Tidak ada perbesaran
KGB ataupun JVP ataupun JVP ataupun JVP KGB ataupun JVP
Universitas Indonesia
22
Abdomen I: tidak ada lesi, benjolan I: tidak ada lesi, benjolan I: tidak ada lesi, benjolan I: tidak ada lesi, benjolan
umbilikus (-), kontur umbilikus (-), kontur umbilikus (-), kontur umbilikus (-), kontur
abdomen cembung, abdomen datar, simetris abdomen cembung, simetris, abdomen datar, simetris
simetris A: BU= 8x/menit, bruit (-) striae (+), linea nigra (+) A: BU= 8x/menit, bruit (-
A: BU= 6x/menit, bruit (-) P : timpani A: BU= 8x/menit, bruit (-), )
P : pekak P : nyeri tekan (-), teraba DJJ (tidak terkaji) P : timpani
P : nyeri tekan (-), teraba lunak P : nyeri tekan (-), P : nyeri tekan (-), teraba
keras TFU: 25 cm lunak
leopold 1: kepala,
leopold 2: ekstremitas,
leopold 3: bokong
Ekstremitas Edema (-), rentang gerak Edema (-), rentang gerak Edema (-), rentang gerak Edema (-), rentang gerak
sempurna (+), reflek sempurna (+), reflek patella sempurna (+), reflek patella sempurna (+), reflek
patella (+) (+) (+) patella (+)
kekuatan otot: kekuatan otot: kekuatan otot: kekuatan otot:
Universitas Indonesia
23
TTV TD: 110/70 mmHg TD: 150/70 mmHg TD: 120/80mmHg TD: 150/70 mmHg
Nadi: 82 x/menit Nadi: 75 x/menit Nadi: 85 x/menit Nadi: 75 x/menit
Suhu: Afebris 36,5oC Suhu: Afebris 36 oC Suhu: Afebris 36,5 oC Suhu: Afebris 36 oC
RR: 28 x/menit RR: 20 x/menit RR: 20 x/menit RR: 20 x/menit
CRT < 2 detik CRT< 2 detik CRT < 2 detik CRT< 2 detik
Universitas Indonesia
24
- Riwayat meninggal akibat TB Paru pada Ibu dari Kakek A pada usia Ketidakefektifan bersihan jalan napas pada Kakek A
50 tahun dan kakak pertama Kakek A pada usia 65 tahun
- Sesak Kakek A sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu
- Sesekali batuk, biasanya dimalam hari dan mengeluarkan dahak
berwarna putih, jumlah sedikit, tidak bau.
- Sulit mengeluarkan dahak
- Kakek A mengatakan pernah memeriksakan dahaknya di puskesmas
Cimanggis pada Desember 2012 dan hasilnya BTA positif tetapi tidak
menjalani pengobatan sebelumnya mengeluh batuk-batuk lebih dari 3
minggu.
- Tidak ada riwayat alergi
- Riwayat merokok + 15 tahun dan menghabiskan 2 bungkus rokok
sehari, saat ini sudah tidak merokok sejak 3 bulan yang lalu
- Pada saat batuk-batuk lebih dari 3 minggu berobat ke dokter praktik
dan mendapatkan obat sanbutamol dan tyrosol yang diminum 3 × 1/
hari.
Universitas Indonesia
25
Data Obyektif:
- Pemeriksaan Fisik Paru:
I : Simetris, pembengkakan (-), penggunaan otot bantu napas, terdapar
retraksi dinding dada, lesi (-)
A: Ronkhi basah kasar di semua lapang paru, suara napas ronkhi tanpa
auskultasi, wheezing -/-
P: Tactile fremitus
P: Sonor
Universitas Indonesia
26
Universitas Indonesia
27
Data Obyektif
- Mampu menyebutkan pengertian TB sampai akibat bila tidak diobati
- Halaman rumah terlihat kotor dan banyak jentik nyamuk digenangan
air depan rumah dan dikolam ikan
- Rumah tampak tidak berdebu
- Tidak terlihat adanya sampah yang berserakan baik di dalam ataupun
sekitar rumah
- Rumah terlihat gelap, pengap dan lembab
- Ventilasi rumah cukup, jendela rumah hanya di bagian ruang tamu,
setiap kamar dan ruang tengah dan di belakang
- belum menerapkan etika batuk yang baik dan benar
Universitas Indonesia
28
Angka
Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran
Tertinggi
Sifat masalah : 3 3 1 3/3 x 1 = 1 Masalah sudah terjadi karena data subjektif dan objektif
aktual telah mendukung. suara ronchi sangat terdengar jelas tanpa
auskultasi dan Kakek A mengatakan sesak lebih dari 3
bulan.
Potensi masalah 1 3 1 1/3 x 1 = 1/3 Pencegahan dan perawatan belum diterapkan kepada
untuk dicegah : keluarga Kakek A dimana masih sering berinteraksi dengan
rendah anggota keluarga tanpa menggunakan masker, dan tidak
menggunakan etika batuk serta tidak menjalani pengobatan
OAT
Universitas Indonesia
29
Angka
Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran
Tertinggi
Menonjolnya 2 2 1 2/2 x 1 = 1 Penyakit ini mudah menular dan aktual, maka perlu segera
masalah : perlu diatasi.
segera ditangani
Tabel 4
Diagnosis keperawatan : Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri pada Kakek A
Angka
Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran
Tertinggi
Masalah sudah terjadi karena data subjektif dan objektif
Sifat masalah : 3 3 1 3/3 x 1 = 1 telah mendukung. pengobatan yang digunakan tidak sesuai
aktual dan tanpa resep dokter.
Universitas Indonesia
30
Angka
Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran
Tertinggi
Potensi masalah 1 3 1 1/3 x 1 = 1/3 Pencegahan dan perawatan belum diterapkan kepada
untuk dicegah : keluarga Kakek A dimana masih sering berinteraksi dengan
rendah anggota keluarga tanpa menggunakan masker, dan tidak
menggunakan etika batuk serta tidak menjalani pengobatan
OAT
Menonjolnya 0 2 0 0/2 x 1 = 0/2 Pengobatan yang dilakukan oleh Kakek A dianggap sudah
masalah : masalah tepat oleh Kakek A, karena sebelumnya mengkonsumsi
tidak dirasakan obat yang sama sampai sekarang dan sedikit mengurangi
sesak yang dirasakan. Jadi Kakek A menganggap masalah
tidak dirasakan.
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
(Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sudah diprioritaskan)
Implementasi Evaluasi
Sebelum melakukan kontrak dengan keluarga, mahasiswa:
Mengucapkan salam S:
Menyampaikan tujuan/maksud kedatangan Kakek A dan An. R menjawab salam
Memvalidasi keadaan keluarga Kakek A menyetujui kunjungan saat ini selama 50 menit untuk
Membuat kontrak dengan keluarga membahas masalah TB paru
Menanyakan kembali yang didiskusikan pada pertemuan Kakek A mengatakan sudah membaca kembali leaflet tentang TB paru
sebelumnya, yaitu TUK 1, 2 , dan sebagian TUK 3 dan mengatakan sudah mengerti dari pengertian, penyebab, tanda
gejala, akibat, cara pencegahan, cara perawatan TB paru.
TUK 3: Kakek A mengatakan cara modifikasi lingkungan dengan membuka
Mendemonstrasikan inhalasi sederhana jendela dan pintu agar sinar matahari dapat masuk dan membuang
- Siapkan alat dan bahan (air panas, waskon, karton, minyak dahak pada tempat yang telah ditentukan
kayu putih) Kakek A mengatakan akan memodifikasi lingkungan sesuai dengan
- Letakkan 1 liter air panas dalam waskom, ditambah 3-5 standar askep yang sudah diajarkan
tetes minyak kayu putih/minyak angin/balsam. Kakek A mengatakan jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
- Bentuk karton menjadi corong sehingga bagian atas digunakan, seperti puskesmas, RS, dan praktik mantri.
mengerucut dan menutupi bagian mulut dan hidung , Kakek A mengatakan manfaat fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu
bagian bawah karton menutupi waskon untuk pemeriksaan dan mendapatkan obat untuk batuk pilek
- Hirup uapnya melalui hidung Kakek A mengatakan akan berkunjung ke pelayanan kesehatan untuk
berobat
Mendemontrasikan batuk efektif Kakek A mengatakan sesak sedikit berkurang
- alat : tempat dahak berisi 1 karbol: 9 air, tissue Kakek A mengatakan dahak menjadi encer dan mudah keluar
- Cara : Posisi duduk dan rileks, inhalasi maksimal dengan Kakek A mengatakan batuk sesekali
mengambil nafas dalam dan pelan menggunakan
pernafasan diafragma, lalu pasien disuruh tahan nafas O:
selama 3-5 detik kemudian hembuskan secara perlahan – Kakek A dapat mendemonstrasikan inhalasi sederhana dan batuk
lahan melalui mulut, ulangi kemudia ambil nafas ketiga efektif
dan tahan, lalu suruh pasien untuk membatukkan dengan Kakek A mampu menjawab 2 dari 4 cara memodifikasi lingkungan
kuat dari dada (bukan dari belakang mulut atau untuk anggota keluarga yang mengalami TB PARU
tenggorokan) dan gunakan 2 batuk pendek yang benar- Kakek A mampu menjawab 3 dari 5 jenis fasilitas pelayanan
benar kuat, setelah itu istirahat 2 – 3 menit kemudian kesehatan yang dapat digunakan
diulang kembali untuk latihan mulai langkah dari awal. Kakek A mampu menjawab 2 dari 3 manfaat fasilitas pelayanan
Dahak di buang ke tempat dahak dan tissue buat kesehatan
membersihkan mulut TTV : TD: 110/70 mmHg, Nadi: 80 x/menit, Suhu: 36,5oC, RR: 26
x/menit
Memberi kesempatan kepada keluarga jika ada yang belum Pemeriksaan paru: I : Simetris, pembengkakan (-), penggunaan otot
jelas bantu napas, terdapar retraksi dinding dada, lesi (-) A: Ronkhi basah
Memotivasi keluarga untuk mendemontrasikan cara inhalasi kasar di semua lapang paru, suara napas ronkhi tanpa auskultasi,
sederhana dan batuk efektif wheezing -/- P: Tactile fremitus P: Sonor
Memberikan positive reinforcement atas kemampuan
keluarga mendemontrasikan cara perawatan TB paru A: TUK 3 – 5 tercapai, namun bersihan jalan napas masih belum efektif
mengevaluasi perasaan yang dirasakan setelah dilakukan ditandai dengan masih ada sesak dan suara napas ronkhi masih sangat
inhalasi sederhana dan batuk efektif terdengar jelas tanpa auskultasi
P:
TUK 4: - melanjutkan tindakan inhalasi sederhana selama 10-15 menit dilakukan
Mendiskusikan cara memodifikasi lingkungan untuk penderita 2-4 kali sehari di rumah dan kemudian batuk efektif
TB paru - Menganjurkan posisi yang nyaman pada saat tidur dengan 2 bantal
Menjelaskan kepada keluarga tentang cara memodifikasi - Melanjutkan intervensi kedua untuk diagnosis keperawatan yang kedua
lingkungan untuk penderita TB paru dengan menggunakan yaitu ketidakefektifan manajemen kesehatan diri pada Kakek A dengan
lembar balik TB paru.
- Membuka jendela dan pintu agar sinar matahari dapat
masuk
- Menjemur kasur tiap minggu
- Membuang dahak pada tempat yang telah ditentukan
- Tidak berganti-ganti alat makan dengan anggota keluarga.
Memotivasi keluarga untuk menjelaskan kembali cara
memodifikasi lingkungan untuk penderita TB paru.
Menanyakan kepada keluarga tentang materi yang belum
dimengerti.
Menjelaskan kepada keluarga mengenai materi yang belum
dimengerti.
Memberikan positive reinforcement terhadap kemampuan yang
dicapai oleh keluarga
TUK 5
Mengkaji pengetahuan keluarga tentang fasilitas dan manfaat
fasilitas pelayanan kesehatan
Mendiskusikan bersama dengan keluarga tentang jenis-jenis
fasilitas kesehatan yang dapat digunakan, yaitu :
a. Puskesmas
b. Rumah Sakit
c. Dokter praktik
d. Posbindu
e. Praktik perawat
Memotivasi keluarga untuk menyebutkan kembali jenis-jenis
fasilitas kesehatan yang dapat digunakan.
Mendiskusikan bersama keluarga tentang manfaat fasilitas
pelayanan kesehatan, yaitu sebagai sarana untuk pemeriksaan,
perawatan/pengobatan TB paru, sebagai sarana untuk
mendapatkan informasi yang akurat dan tepat untuk
mengatasi masalah TB paru
Memotivasi keluarga untuk membawa anggota keluarga yang
sakit ke pelayanan kesehatan
Memberikan positive reinforcement bahwa Kakek A ke
fasilitas kesehatan apabila masalah TB paru tidak dapat
ditangani dengan perawatan di rumah
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
(Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sudah diprioritaskan)
Implementasi Evaluasi
Sebelum melakukan kontrak dengan keluarga, mahasiswa: S:
Mengucapkan salam Kakek A dan Nenek I menjawab salam
Menyampaikan tujuan/maksud kedatangan Keluarga mengatakan kakek A masih merasa sesak napas
Memvalidasi keadaan keluarga Nenek I dan Kakek A menyetujui kunjungan saat ini selama 45 menit
Membuat kontrak dengan keluarga untuk membahas masalah TB paru
Kakek A mengatakan bahwa TB paru merupakan penyakit plek paru
TUK 1: yang menular,
Selama 1x45 menit, menggunakan lembar balik dan memberikan Kakek A mengatakan penyebab TB paru adalah kuman TB
leaflet setelah diberikan pendidikan kesehatan mengenai TB paru Kakek A mengatakan bahwa tanda dan gejala TB PARU adalah batuk
Mendiskusikan bersama keluarga apa yang sudah diketahui lama, sesak nafas, nafsu makan menurun, berat badan menurun dan
keluarga mengenai pengertian TB paru suka berkeringat jika malam hari.
Mendiskusikan dengan keluarga tentang pengertian TB paru Kakek A mengatakan bahwa dirinya mengalami TB paru
merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh Kakek A mengatakan bahwa akibat jika TB paru tidak ditangani
kuman yaitu kuman mycobacterium tuberculosis yang paling adalah kematian dan penyakit tidak dapat sembuh.
banyak menyerang di daerah paru-paru Kakek A mengatakan bahwa akibat penderita TB paru jika putus obat
Mendiskusikan dengan keluarga tentang penyebab TB paru, yaitu mengakibatkan pengobatan yang semakin lama, biaya semakin
yaitu: banyak
- Penyebab utama: kuman mycobacterium tuberculosis Kakek A mengatakan cara mencegah TB paru dengan menutup hidung
- Penyebab lain: Tertular penderita lain melalui percikan dan mulut saat batuk atau bersin atau menggunakan masker, tidak
dahak/bersin yang terhirup oleh orang lain meludah atau membuang dahak disembarang tempat dan buka jendela
Memotivasi keluarga untuk menyebutkan kembali penyebab agar sinar matahasri masuk
TB paru Nenek I mengatakan akan merawat anggota keluarga dengan TB paru
Mendiskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala TB Nenek I dan Kakek A mengatakan cara merawat anggota keluarga
par, yaitu : dengan TB paru adalah batuk efektif dan inhalasi sederhana
batuk yang tidak kunjung sembuh selama lebih dari 3 Kakek A mengatakan Alat untuk batuk efektif yaitu tempat dahak
minggu berisi 1 karbol: 9 air, tissue. Caranya yaitu posisi duduk dan rileks,
demam/meriang lebih dari sebulan inhalasi maksimal dengan mengambil nafas dalam dan pelan
nafsu makan dan BB menurun menggunakan pernafasan diafragma, lalu pasien disuruh tahan nafas
mudah lelah selama 3-5 detik kemudian hembuskan secara perlahan – lahan melalui
nyeri dada mulut, ulangi kemudia ambil nafas ketiga dan tahan, lalu suruh pasien
sesak nafas untuk membatukkan dengan kuat dari dada (bukan dari belakang
mulut atau tenggorokan) dan gunakan 2 batuk pendek yang benar-
batuk berdahak disertai darah
benar kuat, setelah itu istirahat 2 – 3 menit kemudian diulang kembali
Mendorong keluarga untuk mengidentifikasi penyebab TB paru
untuk latihan mulai langkah dari awal. Dahak di buang ke tempat
pada Kakek A
dahak dan tissue buat membersihkan mulut
Membantu keluarga membandingkan apa yang telah dijelaskan
Kakek A mengatakan cara inhalasi sederhana dengan menghirup uap
dengan kondisi Kakek A
air panas yang ditetesi minyak kayu putih.
Memberikan positive reinforcement atas usaha yang dilakukan
keluarga.
TUK 2 :
Menjelaskan kepada keluarga tentang akibat dari TB paru jika
O:
tidak diobati, yaitu:
Kakek A mampu menjawab pengertian TB paru sesuai standar
- tidak dapat sembuh,
Kakek A mampu menjawab 1 dari 2 penyebab TB paru
- menular pada orang lain
Kakek A mampu menjawab 5 dari 7 tanda dan gejala TB PARU
- kematian
Menjelaskan kepada keluarga tentang akibat dari TB paru jika Kakek A mampu menjawab 2 dari 3 akibat jika TB paru yang tidak
diobati
putus obat, yaitu:
kakek A mampu menjawab 2 dari 4 akibat jika penderita TB paru
- penyakit lebih sukar sembuh
putus obat.
- kuman tumbuh dan berkembang lebih banyak
Kakek A mampu menjawab 3 dari 6 cara mencegah TB paru
- butuh biaya lebih besar
Kakek A mampu menjawab menyebutkan 2 dari 2 cara merawat
- waktu pengobatan menjadi lebih lama
anggota keluarga dengan TB paru
Mendiskusikan kembali dengan keluarga untuk merawat
anggota keluarga yang TB paru
Memberikan positive reinforcement atas jawaban keluarga dan
keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan TB paru.
TUK 3: A:
Menjelaskan kepada keluarga tentang cara pencegahan TB TUK 1, 2 dan sebagian TUK 3 tercapai
paru :
- menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin atau
menggunakan masker P:
- tidak meludah atau membuang dahak disembarang Mengevaluasi TUK 1 dan 2
tempat Melanjutkan TUK 3 dengan mendemontrasikan inhalasi sederhana dan
- makan-makanan yang bergizi batuk efektif
- imunisasi BCG pada bayi Melanjutkan intervensi TUK 4 dan TUK 5
- buka jendela agar sinar matahasri masuk,
- jemur kasur paling sedikit seminggu sekali
Memberi kesempatan kepada keluarga jika ada yang belum
jelas
Memotivasi keluarga untuk menyebutkan cara merawat TB
paru di rumah
Memberikan positive reinforcement atas kemampuan
keluarga menjelaskan cara perawatan TB paru
Mendiskusikan bersama keluarga cara perawatan TB Paru
yaitu:
- melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan dahak
alat : tempat dahak berisi 1 karbol: 9 air, tissue
Cara : Posisi duduk dan rileks, inhalasi maksimal dengan
mengambil nafas dalam dan pelan menggunakan
pernafasan diafragma, lalu pasien disuruh tahan nafas
selama 3-5 detik kemudian hembuskan secara perlahan –
lahan melalui mulut, ulangi kemudia ambil nafas ketiga
dan tahan, lalu suruh pasien untuk membatukkan dengan
kuat dari dada (bukan dari belakang mulut atau
tenggorokan) dan gunakan 2 batuk pendek yang benar-
benar kuat, setelah itu istirahat 2 – 3 menit kemudian
diulang kembali untuk latihan mulai langkah dari awal.
Dahak di buang ke tempat dahak dan tissue buat
membersihkan mulut
- berikan inhalasi sederhana (pelega tenggorokan dan
pernapasan) dengan menggunakan air panas dalam
baskom dan menthol 3-5 tetes (minyak kayu putih)
Memberi kesempatan kepada keluarga jika ada yang belum
jelas
Memotivasi keluarga untuk menyebutkan cara merawat TB
paru di rumah
Memberikan positive reinforcement atas kemampuan
keluarga menjelaskan cara perawatan TB paru
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
(Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sudah diprioritaskan)
Implementasi Evaluasi
Sebelum melakukan kontrak dengan keluarga, mahasiswa: S:
Mengucapkan salam Kakek A dan Nenek I menjawab salam
Menyampaikan tujuan/maksud kedatangan Keluarga mengatakan kakek A masih merasa sesak napas
Memvalidasi keadaan keluarga Nenek I dan Kakek A menyetujui kunjungan saat ini selama 45 menit
Membuat kontrak dengan keluarga untuk membahas masalah TB paru
Kakek A mengatakan bahwa TB paru merupakan penyakit plek paru
TUK 1: yang menular,
Selama 1x45 menit, menggunakan lembar balik dan memberikan Kakek A mengatakan penyebab TB paru adalah kuman TB
leaflet setelah diberikan pendidikan kesehatan mengenai TB paru Kakek A mengatakan bahwa tanda dan gejala TB PARU adalah batuk
Mendiskusikan bersama keluarga apa yang sudah diketahui lama, sesak nafas, nafsu makan menurun, berat badan menurun dan
keluarga mengenai pengertian TB paru suka berkeringat jika malam hari.
Mendiskusikan dengan keluarga tentang pengertian TB paru Kakek A mengatakan bahwa dirinya mengalami TB paru
merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh Kakek A mengatakan bahwa akibat jika TB paru tidak ditangani
kuman yaitu kuman mycobacterium tuberculosis yang paling adalah kematian dan penyakit tidak dapat sembuh.
banyak menyerang di daerah paru-paru Kakek A mengatakan bahwa akibat penderita TB paru jika putus obat
Mendiskusikan dengan keluarga tentang penyebab TB paru, yaitu mengakibatkan pengobatan yang semakin lama, biaya semakin
yaitu: banyak
- Penyebab utama: kuman mycobacterium tuberculosis Kakek A mengatakan cara mencegah TB paru dengan menutup hidung
- Penyebab lain: Tertular penderita lain melalui percikan dan mulut saat batuk atau bersin atau menggunakan masker, tidak
dahak/bersin yang terhirup oleh orang lain meludah atau membuang dahak disembarang tempat dan buka jendela
Memotivasi keluarga untuk menyebutkan kembali penyebab agar sinar matahasri masuk
TB paru Nenek I mengatakan akan merawat anggota keluarga dengan TB paru
Mendiskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala TB Nenek I dan Kakek A mengatakan cara merawat anggota keluarga
par, yaitu : dengan TB paru adalah batuk efektif dan inhalasi sederhana
batuk yang tidak kunjung sembuh selama lebih dari 3 Kakek A mengatakan Alat untuk batuk efektif yaitu tempat dahak
minggu berisi 1 karbol: 9 air, tissue. Caranya yaitu posisi duduk dan rileks,
demam/meriang lebih dari sebulan inhalasi maksimal dengan mengambil nafas dalam dan pelan
nafsu makan dan BB menurun menggunakan pernafasan diafragma, lalu pasien disuruh tahan nafas
mudah lelah selama 3-5 detik kemudian hembuskan secara perlahan – lahan melalui
nyeri dada mulut, ulangi kemudia ambil nafas ketiga dan tahan, lalu suruh pasien
sesak nafas untuk membatukkan dengan kuat dari dada (bukan dari belakang
mulut atau tenggorokan) dan gunakan 2 batuk pendek yang benar-
batuk berdahak disertai darah
benar kuat, setelah itu istirahat 2 – 3 menit kemudian diulang kembali
Mendorong keluarga untuk mengidentifikasi penyebab TB paru
untuk latihan mulai langkah dari awal. Dahak di buang ke tempat
pada Kakek A
dahak dan tissue buat membersihkan mulut
Membantu keluarga membandingkan apa yang telah dijelaskan
Kakek A mengatakan cara inhalasi sederhana dengan menghirup uap
dengan kondisi Kakek A
air panas yang ditetesi minyak kayu putih.
Memberikan positive reinforcement atas usaha yang dilakukan
keluarga.
TUK 2 :
Menjelaskan kepada keluarga tentang akibat dari TB paru jika
O:
tidak diobati, yaitu:
Kakek A mampu menjawab pengertian TB paru sesuai standar
- tidak dapat sembuh,
Kakek A mampu menjawab 1 dari 2 penyebab TB paru
- menular pada orang lain
Kakek A mampu menjawab 5 dari 7 tanda dan gejala TB PARU
- kematian
Menjelaskan kepada keluarga tentang akibat dari TB paru jika Kakek A mampu menjawab 2 dari 3 akibat jika TB paru yang tidak
diobati
putus obat, yaitu:
kakek A mampu menjawab 2 dari 4 akibat jika penderita TB paru
- penyakit lebih sukar sembuh
putus obat.
- kuman tumbuh dan berkembang lebih banyak
Kakek A mampu menjawab 3 dari 6 cara mencegah TB paru
- butuh biaya lebih besar
Kakek A mampu menjawab menyebutkan 2 dari 2 cara merawat
- waktu pengobatan menjadi lebih lama
anggota keluarga dengan TB paru
Mendiskusikan kembali dengan keluarga untuk merawat
anggota keluarga yang TB paru
Memberikan positive reinforcement atas jawaban keluarga dan
keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan TB paru.
TUK 3: A:
Menjelaskan kepada keluarga tentang cara pencegahan TB TUK 1, 2 dan sebagian TUK 3 tercapai
paru :
- menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin atau
menggunakan masker P:
- tidak meludah atau membuang dahak disembarang Mengevaluasi TUK 1 dan 2
tempat Melanjutkan TUK 3 dengan mendemontrasikan inhalasi sederhana dan
- makan-makanan yang bergizi batuk efektif
- imunisasi BCG pada bayi Melanjutkan intervensi TUK 4 dan TUK 5
- buka jendela agar sinar matahasri masuk,
- jemur kasur paling sedikit seminggu sekali
Memberi kesempatan kepada keluarga jika ada yang belum
jelas
Memotivasi keluarga untuk menyebutkan cara merawat TB
paru di rumah
Memberikan positive reinforcement atas kemampuan
keluarga menjelaskan cara perawatan TB paru
Mendiskusikan bersama keluarga cara perawatan TB Paru
yaitu:
- melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan dahak
alat : tempat dahak berisi 1 karbol: 9 air, tissue
Cara : Posisi duduk dan rileks, inhalasi maksimal dengan
mengambil nafas dalam dan pelan menggunakan
pernafasan diafragma, lalu pasien disuruh tahan nafas
selama 3-5 detik kemudian hembuskan secara perlahan –
lahan melalui mulut, ulangi kemudia ambil nafas ketiga
dan tahan, lalu suruh pasien untuk membatukkan dengan
kuat dari dada (bukan dari belakang mulut atau
tenggorokan) dan gunakan 2 batuk pendek yang benar-
benar kuat, setelah itu istirahat 2 – 3 menit kemudian
diulang kembali untuk latihan mulai langkah dari awal.
Dahak di buang ke tempat dahak dan tissue buat
membersihkan mulut
- berikan inhalasi sederhana (pelega tenggorokan dan
pernapasan) dengan menggunakan air panas dalam
baskom dan menthol 3-5 tetes (minyak kayu putih)
Memberi kesempatan kepada keluarga jika ada yang belum
jelas
Memotivasi keluarga untuk menyebutkan cara merawat TB
paru di rumah
Memberikan positive reinforcement atas kemampuan
keluarga menjelaskan cara perawatan TB paru
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
(Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sudah diprioritaskan)
Implementasi Evaluasi
Sebelum melakukan kontrak dengan keluarga, mahasiswa:
Mengucapkan salam S:
Menyampaikan tujuan/maksud kedatangan Kakek A dan An. R menjawab salam
Memvalidasi keadaan keluarga Kakek A menyetujui kunjungan saat ini selama 50 menit untuk
Membuat kontrak dengan keluarga membahas masalah TB paru
Menanyakan kembali yang didiskusikan pada pertemuan Kakek A mengatakan sudah membaca kembali leaflet tentang TB paru
sebelumnya, yaitu TUK 1, 2 , dan sebagian TUK 3 dan mengatakan sudah mengerti dari pengertian, penyebab, tanda
gejala, akibat, cara pencegahan, cara perawatan TB paru.
TUK 3: Kakek A mengatakan cara modifikasi lingkungan dengan membuka
Mendemonstrasikan inhalasi sederhana jendela dan pintu agar sinar matahari dapat masuk dan membuang
- Siapkan alat dan bahan (air panas, waskon, karton, minyak dahak pada tempat yang telah ditentukan
kayu putih) Kakek A mengatakan akan memodifikasi lingkungan sesuai dengan
- Letakkan 1 liter air panas dalam waskom, ditambah 3-5 standar askep yang sudah diajarkan
tetes minyak kayu putih/minyak angin/balsam. Kakek A mengatakan jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
- Bentuk karton menjadi corong sehingga bagian atas digunakan, seperti puskesmas, RS, dan praktik mantri.
mengerucut dan menutupi bagian mulut dan hidung , Kakek A mengatakan manfaat fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu
bagian bawah karton menutupi waskon untuk pemeriksaan dan mendapatkan obat untuk batuk pilek
- Hirup uapnya melalui hidung Kakek A mengatakan akan berkunjung ke pelayanan kesehatan untuk
berobat
Mendemontrasikan batuk efektif Kakek A mengatakan sesak sedikit berkurang
- alat : tempat dahak berisi 1 karbol: 9 air, tissue Kakek A mengatakan dahak menjadi encer dan mudah keluar
- Cara : Posisi duduk dan rileks, inhalasi maksimal dengan Kakek A mengatakan batuk sesekali
mengambil nafas dalam dan pelan menggunakan
pernafasan diafragma, lalu pasien disuruh tahan nafas O:
selama 3-5 detik kemudian hembuskan secara perlahan – Kakek A dapat mendemonstrasikan inhalasi sederhana dan batuk
lahan melalui mulut, ulangi kemudia ambil nafas ketiga efektif
dan tahan, lalu suruh pasien untuk membatukkan dengan Kakek A mampu menjawab 2 dari 4 cara memodifikasi lingkungan
kuat dari dada (bukan dari belakang mulut atau untuk anggota keluarga yang mengalami TB PARU
tenggorokan) dan gunakan 2 batuk pendek yang benar- Kakek A mampu menjawab 3 dari 5 jenis fasilitas pelayanan
benar kuat, setelah itu istirahat 2 – 3 menit kemudian kesehatan yang dapat digunakan
diulang kembali untuk latihan mulai langkah dari awal. Kakek A mampu menjawab 2 dari 3 manfaat fasilitas pelayanan
Dahak di buang ke tempat dahak dan tissue buat kesehatan
membersihkan mulut TTV : TD: 110/70 mmHg, Nadi: 83 x/menit, Suhu: 36,5oC, RR: 26
x/menit
Memberi kesempatan kepada keluarga jika ada yang belum Pemeriksaan paru: I : Simetris, pembengkakan (-), penggunaan otot
jelas bantu napas, terdapat retraksi dinding dada, lesi (-) A: Ronkhi basah
Memotivasi keluarga untuk mendemontrasikan cara inhalasi kasar di semua lapang paru, suara napas ronkhi tanpa auskultasi,
sederhana dan batuk efektif wheezing -/- P: Tactile fremitus P: Sonor
Memberikan positive reinforcement atas kemampuan
keluarga mendemontrasikan cara perawatan TB paru A: TUK 3 – 5 tercapai, namun bersihan jalan napas masih belum efektif
mengevaluasi perasaan yang dirasakan setelah dilakukan ditandai dengan masih ada sesak dan suara napas ronkhi masih sangat
inhalasi sederhana dan batuk efektif terdengar jelas tanpa auskultasi
P:
TUK 4: - melanjutkan tindakan inhalasi sederhana selama 10-15 menit dilakukan
Mendiskusikan cara memodifikasi lingkungan untuk penderita 2-4 kali sehari di rumah dan kemudian batuk efektif
TB paru - Menganjurkan posisi yang nyaman pada saat tidur dengan 2 bantal
Menjelaskan kepada keluarga tentang cara memodifikasi - Melanjutkan intervensi kedua untuk diagnosis keperawatan yang kedua
lingkungan untuk penderita TB paru dengan menggunakan yaitu ketidakefektifan manajemen kesehatan diri pada Kakek A dengan
lembar balik TB paru.
- Membuka jendela dan pintu agar sinar matahari dapat
masuk
- Menjemur kasur tiap minggu
- Membuang dahak pada tempat yang telah ditentukan
- Tidak berganti-ganti alat makan dengan anggota keluarga.
Memotivasi keluarga untuk menjelaskan kembali cara
memodifikasi lingkungan untuk penderita TB paru.
Menanyakan kepada keluarga tentang materi yang belum
dimengerti.
Menjelaskan kepada keluarga mengenai materi yang belum
dimengerti.
Memberikan positive reinforcement terhadap kemampuan yang
dicapai oleh keluarga
TUK 5
Mengkaji pengetahuan keluarga tentang fasilitas dan manfaat
fasilitas pelayanan kesehatan
Mendiskusikan bersama dengan keluarga tentang jenis-jenis
fasilitas kesehatan yang dapat digunakan, yaitu :
a. Puskesmas
b. Rumah Sakit
c. Dokter praktik
d. Posbindu
e. Praktik perawat
Memotivasi keluarga untuk menyebutkan kembali jenis-jenis
fasilitas kesehatan yang dapat digunakan.
Mendiskusikan bersama keluarga tentang manfaat fasilitas
pelayanan kesehatan, yaitu sebagai sarana untuk pemeriksaan,
perawatan/pengobatan TB paru, sebagai sarana untuk
mendapatkan informasi yang akurat dan tepat untuk
mengatasi masalah TB paru
Memotivasi keluarga untuk membawa anggota keluarga yang
sakit ke pelayanan kesehatan
Memberikan positive reinforcement bahwa Kakek A ke
fasilitas kesehatan apabila masalah TB PARU tidak dapat
ditangani dengan perawatan di rumah
FORMAT EVALUASI SUMATIF
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
Hasil
No Kriteria Evaluasi Keterangan
Ya Tidak
1 Keluarga dapat menyebutkan pengertian TB paru adalah salah satu penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman yaitu kuman mycobacterium tuberculosis yang paling banyak √
menyerang di daerah paru-paru
13. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk menangani TB paru bila gejala tidak
hilang √
FORMAT EVALUASI SUMATIF
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
2. Diagnosis Keperawatan: Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri pada Kakek A dengan masalah TB paru
Hasil
No Kriteria Evaluasi Keterangan
Ya Tidak
1 Keluarga dapat menyebutkan pengertian TB paru adalah salah satu penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman yaitu kuman mycobacterium tuberculosis yang paling banyak √
menyerang di daerah paru-paru
13. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk menangani TB paru bila gejala tidak
hilang √
TINGKAT KEMANDIRIAN
KESIMPULAN:
Dari hasil pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi yang dilakukan selama sembilan
minggu, keluarga dapat bekerjasama dengan mahasiswa dalam mengatasi masalah kesehatan
yang ditemukan. Selama melakukan pembinaan dan kunjungan rutin di keluarga, mahasiswa
banyak memperoleh informasi dari keluarga mengenai masalah kesehatan yang dialami
keluarga. Selama sembilan minggu mahasiswa melakukan pembinaan dan kunjungan rutin ke
keluarga dan menemukan lima masalah kesehatan dan dapat disimpulkan bahwa keluarga
termasuk ke dalam “Keluarga mandiri tingkat III” dengan alasan:
Abstrak
Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru, disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. TB merupakan masalah global dan salah satu dampak dari urbanisasi terhadap kesehatan
masyarakat. faktor kependudukan dan faktor lingkungan merupakan penyebab terjadinya tuberkulosis di perkotaan.
Manifestasi klinis TB pada lansia salah satunya adalah sesak nafas. Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan
gambaran penatalaksanaan asuhan keperawatan keluarga dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada
tuberkulosis paru lansia di RT 06/ RW 01 Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. Intervensi
keperawatan yang diberikan adalah inhalasi sederhana dan batuk efektif. Pemberian inhalasi sederhana dan batuk efektif
bermanfaat dan dapat diterapkan untuk mengeluarkan dahak, menurunkan frekuensi napas, dan mengurangi sesak napas
pada lansia. Pemecahan masalah yang dilakukan ketika inhalasi sederhana dan batuk efektif tidak efektif yaitu
pemberian posisi semi fowler untuk meningkatkan ekspansi paru dan mencukupi kebutuhan oksigen sehingga
memberikan kenyamanan dan mengurangi sesak.
Kata kunci: asuhan keperawatan keluarga; ketidakefektifan bersihan jalan napas; lansia, tuberkulosis
The Influence of Simple Inhalation and Effective Cough to Ineffective Airway Clearance in
Elderly Pulmonary Tuberculosis
Abstract
Tuberculosis (TB) is an infectious disease that primarily affects the lung parenchyma, caused by mycobacterium
tuberculosis. TB is a global problem and one of the impacts of urbanization on public health. Demographic factors and
enviromental factors are the cause of TB in urban areas. One of clinical manifestations of elderly TB is shortness of
breath.The aim of this final assignment is provide descriptive management of family nursing care with the ineffective
airway clearance in elderly pulmonary tuberculosis at RT 06/ RW 01 Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis,
Kota Depok. Nursing interventions provided are simple inhalation and effective cough. The simple inhalation and
effective cough is still useful and can be applied to remove sputum, lower respiratory rate, and reduce shortness of
breath in elderly. The problem solving when simple inhalation and effective cough does not effectively address the
problem ineffective airway clearance in elderly pulmonary is the provision of semi fowler position to improve lung
expansion and sufficient of oxygen so as to provide comfort and reduce shortness of breath.
1
Mahasiswa Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan 2012
2
Dosen Keilmuan Keperawatan Komunitas
Universitas Indonesia
2
1. Pendahuluan
Masalah TB sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Hal ini
dibuktikan dengan masih banyak ditemukannya penderita TB di masyarakat. TB bisa menyerang
siapa pun, warga miskin perkotaan adalah kelompok masyarakat paling rentan terserang
tuberkulosis. Lingkungan tempat tinggal yang kumuh dan rendahnya mutu asupan nutrisi membuat
kuman tuberkulosis dalam tubuh gampang menjadi aktif (Health Kompas, 2012). Penularan TB
yang cepat, menjadikan TB sebagai salah satu masalah global dan Indonesia menempati urutan ke
lima dengan terbesar kasus insiden pada tahun 2009 (Kemenkes, 2011).
Indonesia terdiri dari berbagai provinsi, salah satunya adalah Jawa Barat. Estimasi jumlah orang
dengan TB tertinggi berada di Jawa Barat dan Depok yang merupakan salah satu kota yang berada
di Jawa Barat. Penemuan kasus baru (Case Detection Rate) di kota Depok dari tahun 2011 sampai
dengan tahun 2012 terus meningkat. Penderita TB di Depok khususnya di kelurahan Cisalak pasar,
berdasarkan hasil pengkajian di Puskesmas Cimanggis, selama tahun 2012 sampai Mei 2013
terdapat 32 orang berobat TB, jumlah tersebut masih jauh diatas dari target nasional, dimana target
untuk kelurahan Cisalak Pasar dalam menemukan kasus TB baru adalah sebanyak 20 kasus. Dari 32
orang pasien yang terdapat di kelurahan Cisalak pasar, 10 orang atau 32.1% diantaranya terdapat di
RW 01 Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok (Puskesmas Cimanggis,
2012).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru dan dapat
juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe
(Smeltzer & Bare, 2002). TB disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Kemenkes, 2011).
Tuberkulosis ini sendiri bukan penyakit keturunan dan dapat disembuhkan bila berobat teratur.
Penderita TB aktif jika tidak diobati dapat menularkan sepuluh sampai lima belas orang lainnya
dalam satu tahun. TB ini sendiri menyerang kelompok usia produktif (15-54 tahun) dan ekonomi
lemah, namun TB juga dapat menyerang usia lanjut (Nugroho, 2007).
Pasien lansia yang menderita TB paru menunjukkan gejala agak berbeda dari orang muda. Gejala
batuk yang merupakan gejala penting pada TB pada orang muda ternyata pada usia lanjut kurang
menonjol. Biasanya yang lebih sering dikeluhkan adalah gejala sesak. Perlu juga diingat pada orang
berusia lanjut fungsi organ tubuh menurun sehingga dalam pemberian obat keadaan fungsi organ
harus dipertimbangkan (Kompas, 2008). Lansia dengan TB paru akan mengalami berbagai masalah
keperawatan baik secara biologis, psikologis dan sosial, salah satunya yaitu bersihan jalan nafas
Universitas Indonesia
3
yang tidak efektif. Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena gangguan fisik,
kimiawi, atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses pembersihan tidak
berjalan secara adekuat normal, sehingga mukus ini banyak tertimbun dan bersihan jalan nafas akan
tidak efektif. Intervensi keperawatan yang diberikan pada pasien lansia dengan TB paru yaitu
inhalasi sederhana dan batuk efektif. Hough (2001) menyatakan bahwa penggunaan penguapan atau
inhalasi sederhana untuk mengencerkan dahak tergantung dari kekuatan pasien untuk membatuk
atau batuk efektif sehingga mendorong lendir keluar dari saluran pernapasan dan seseorang akan
merasa lendir atau dahak di saluran napas hilang dan jalan nafas akan kembali normal. Berdasarkan
data tersebut di atas, mahasiswa tertarik untuk membahas bagaimana pengaruh inhalasi sederhana
dan batuk efektfif terhadap ketidakefektifan bersihan jalan napas pada tuberkulosis paru lansia di
RW 01 Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.
2. Metode
Karya ilmiah akhir ini ditulis dengan menggunakan metode studi kasus terhadap keluarga dengan
tuberkulosis paru pada lansia yang dikelola selama tujuh minggu dengan masalah keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan napas.
3. Hasil
Data pengkajian yang kemudian dikelompokkan oleh mahasiswa dijadikan dasar dalam
menegakkan diagnosis keperawatan pada kasus kelolaan utama dan diperoleh diagnosis
keperawatan utama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas. Setelah diagnosa keperawatan
dirumuskan, mahasiswa kemudian melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk
menyelesaikan masalah keperawatan pada pasien kelolaan dengan menetapkan juga tujuan dan
kriteria hasil yang akan dicapai dari masing-masing tindakan. Mahasiswa kemudian menerapkan
tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah dibuat. Implementasi dilakukan sebanyak empat
kali kunjungan rumah selama empat puluh lima menit untuk mengatasi diagnosis keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan napas. Implementasi yang dilakukan berdasarkan lima tugas
kesehatan keluarga yaitu TUK 1 mengenal masalah TB, dengan menyebutkan pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, serta cara penularan, TUK 2 mengambil keputusan untuk mengatasi
masalah TB dengan menyebutkan akibat TB bila tidak diobati dan tidak minum obat secara teratur,
memutuskan untuk mengatasi masalah TB pada penderita TB, TUK 3 melakukan perawatan untuk
mengatasi masalah TB dengan menyebutkan cara pencegahan penularan TB Menyebutkan cara
perawatan sederhana untuk mengatasi TB, TUK 4 memodifikasi lingkungan untuk mencegah TB,
dan TUK 5 pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan. Evaluasi dilakukan untuk membandingkan
Universitas Indonesia
4
antara hasil implementasi untuk mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada kakek A
dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Evaluasi Subyektif yaitu Kakek A mengatakan masih merasa sesak napas. Mengatakan bahwa TB
paru merupakan penyakit plek paru yang menular, penyebab TB paru adalah kuman TB, tanda dan
gejala TB paru adalah batuk lama, sesak nafas, nafsu makan menurun, berat badan menurun dan
suka berkeringat jika malam hari. Mengatakan bahwa dirinya mengalami TB paru. Kakek A
mengatakan bahwa akibat jika TB paru tidak ditangani adalah kematian dan penyakit tidak dapat
sembuh, akibat penderita TB paru jika putus obat yaitu mengakibatkan pengobatan yang semakin
lama, biaya semakin banyak, cara mencegah TB paru dengan menutup hidung dan mulut saat batuk
atau bersin atau menggunakan masker, tidak meludah atau membuang dahak disembarang tempat
dan buka jendela agar sinar matahari masuk. Nenek I mengatakan akan merawat anggota keluarga
dengan TB paru dan mengatakan cara merawat anggota keluarga dengan TB paru adalah batuk
efektif dan inhalasi sederhana. Kakek A mengatakan Alat untuk batuk efektif yaitu tempat dahak
berisi 1 karbol: 9 air, tissue. Dahak di buang ke tempat dahak dan tissue buat membersihkan mulut.
Kakek A mengatakan cara inhalasi sederhana dengan menghirup uap air panas yang ditetesi minyak
kayu putih. Kakek A mengatakan cara modifikasi lingkungan dengan membuka jendela dan pintu
agar sinar matahari dapat masuk dan membuang dahak pada tempat yang telah ditentukan dan
mengatakan akan memodifikasi lingkungan sesuai dengan standar askep yang sudah diajarkan.
Kakek A mengatakan jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan, seperti puskesmas,
RS, dan praktik mantri, manfaat fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu untuk pemeriksaan dan
mendapatkan obat untuk batuk pilek dan akan berkunjung ke pelayanan kesehatan untuk berobat.
Setelah diberikan inhalasi sederhana dan batuk efektif, Kakek A mengatakan sesak sedikit
berkurang, napas sedikit lega. dahak menjadi encer dan mudah keluar, mengatakan batuk sesekali.
Evaluasi subyektif yaitu kakek A mampu menjawab pengertian TB paru sesuai standar, mampu
menjawab 1 dari 2 penyebab TB paru, mampu menjawab 5 dari 7 tanda dan gejala TB paru, mampu
menjawab 2 dari 3 akibat jika TB paru yang tidak diobati, mampu menjawab 2 dari 4 akibat jika
penderita TB paru putus obat, mampu menjawab 3 dari 6 cara mencegah TB paru, mampu
menjawab menyebutkan 2 dari 2 cara merawat anggota keluarga dengan TB paru. Kakek A dapat
mendemonstrasikan inhalasi sederhana dan batuk efektif, mampu menjawab 2 dari 4 cara
memodifikasi lingkungan untuk anggota keluarga yang mengalami TB paru, mampu menjawab 3
dari 5 jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan dan mampu menjawab 2 dari 3
manfaat fasilitas pelayanan kesehatan. Setelah dilakukan inhalasi sederhana dan batuk efektif
Universitas Indonesia
5
didapatkan TTV : TD: 110/70 mmHg, Nadi: 80 x/menit, Suhu: 36,5oC, RR: 23 x/menit.
Pemeriksaan paru: Inspeksi: simetris, pembengkakan (-), otot bantu napas (-),retraksi dinding dada
(-), lesi (-) Auskultasi: ronchi basah kasar di semua lapang paru, suara napas ronkhi tanpa
auskultasi, wheezing -/- Palpasi: tactile fremitus Perkusi: sonor.
Evaluasi secara keseluruhan didapatkan bahwa keluarga telah dapat mengenal masalah kesehatan
pada anggota keluarga, telah menyatakan kesediaan untuk merawat, telah dapat melakukan
perawatan sederhana bagi penderita TB, telah mengerti bagaimana melakukan modifikasi
lingkungan, dan telah bersedia membawa Kakek A ke Pelayanan kesehatan. Perawat menyarankan
untuk melanjutkan tindakan inhalasi sederhana selama 10-15 menit dilakukan 2-4 kali sehari di
rumah dan kemudian batuk efektif. Menganjurkan posisi yang nyaman pada saat tidur dengan 2
bantal atau pemberian posisi semi fowler untuk mengurangi sesak. Mengevaluasi pengetahuan
tentang TB paru dan memfasilitasi untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan dengan
mengkoordinasikan ke mahasiswa residen yang sedang praktik di RW 01, ke kader RW 01 dan ke
puskesmas Cimanggis.
Hasil pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi yang dilakukan selama tujuh minggu,
keluarga dapat bekerjasama dengan mahasiswa dalam mengatasi masalah kesehatan yang
ditemukan. Selama melakukan pembinaan dan kunjungan rutin di keluarga, mahasiswa banyak
memperoleh informasi dari keluarga mengenai masalah kesehatan yang dialami keluarga. Selama
sembilan minggu mahasiswa melakukan pembinaan dan kunjungan rutin ke keluarga dan
menemukan lima masalah kesehatan dan dapat disimpulkan bahwa keluarga termasuk ke dalam
keluarga mandiri tingkat III yaitu menerima petugas puskesmas, menerima yankes sesuai rencana,
menyatakan masalah kesehatan secara benar, memanfaatkan yankes sesuai anjuran dan
melaksanakan perawatan sederhana sesuai anjuran.
4. Pembahasan
Analisis Masalah Masalah Keperawatan Terkait Konsep Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan
Kelurahan Cisalak Pasar, khususnya RW 01 merupakan daerah kawasan perkotaan (urban). Hal ini
dibuktikan oleh pendapat Bintarto (2000) bahwa Kawasan perkotaan (urban) adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi.
Universitas Indonesia
6
Masalah TB paru merupakan masalah kesehatan yang paling menonjol di RW 01 dan merupakan
masalah epidemi yang merupakan keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit)
yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada dalam frekuensi yang
meningkat, (Budiarto, 2003). Mengatasi masalah TB paru ini perawat melakukan pendekatan
menggunakan model konsep Betty Neuman.
Sesuai dengan konsep Betty Neuman, RW 01 ini merupakan klien dan penggunaan proses
keperawatan sebagai pendekatan. Kumpulan individu/ keluarga di RW 01 merupakan “core“ dari
asuhan keperawatan komunitas yang diberikan oleh perawat. Konsep antara at risk dan
vulnerability terkadang sulit untuk dipahami secara keseluruhan oleh perawat karena banyaknya
faktor yang mempengaruhi keduanya (Fitzpatrick, Villaruel, & Porter, 2004 ).
Konsep at risk disini merupakan kondisi kesehatan warga RW 01 merupakan hasil dari interaksi
dengan berbagai macam faktor, seperti faktor genetik, gaya hidup, serta kondisi lingkungan fisik
dan lingkungan sosial dimana individu tersebut tinggal atau bekerja. Risk factor merupakan
karakteristik warga RW 01 seperti umur, jenis kelamin, dan genetik. Population at factor
merupakan kumpulan dari orang-orang yang memiliki beberapa kemungkinan yang telah jelas
teridentifikasi atau telah ditentukan meskipun sedikit atau kecil terhadap munculnya suatu
peristiwa, misalnya penderita TB di RW 01. Vulnerable population group disini merupakan
sekelompok orang dari RW 01 yang memiliki masalah kesehatan yang lebih kompleks
dibandingkan dengan masalah TB di RW 01.
Masalah TB sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting sama seperti
halnya masalah TB di RW 01. Faktor yang mempengaruhi sehat sakit di RW 01 diadaptasi dari
teori gordon and le rich, dimana pejamu (host)/inang yaitu segala faktor yang terdapat dalam diri
manusia yg mempengaruhi timbulnya penyakit, misalnya imunitas, aktivitas, gaya hidup. Bibit
penyakit (agent) yaitu substansi atau elemen yang apabila ia ada atau tidak ada dapat menimbulkan
atau menggerakkan timbulnya penyakit, misalnya bakteri, jamur, dan virus. Lingkungan
(environment) yaitu seluruh kondisi yang mempengaruhi (Rekawati, 2011).
Masalah TB paru di RW 01 disebabkan oleh faktor risiko yang berperan penting dalam penularan
penyakit TB diantaranya faktor kependudukan dan faktor lingkungan. Faktor kependudukan
diantaranya adalah jenis kelamin, umur, status gizi, dan kondisi sosial ekonomi, sedangkan faktor
lingkungan diantaranya lingkungan dan ketinggian wilayah untuk lingkungan meliputi kepadatan
Universitas Indonesia
7
penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, suhu, kelembaban, dan ketinggian wilayah
(Ahmadi, 2005). Penelitian Chapman et al (1993, dalam Nelson 2005) mengatakan bahwa faktor
lingkungan dan sosial, kepadatan penghuni, serta kemiskinan berperan dalam timbulnya kejadian
TB di perkotaan.
Faktor kependudukan di RW 01 yaitu jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan. Hal ini merupakan faktor risiko terjadinya TB di RW 01.
Sesuai dengan yang dipaparkan oleh WHO (2005, dalam Hiswani 2009) yang menyatakan bahwa
penderita TB paru cenderung lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Warga RW 01 mayoritas penduduknya rata-rata usia produktif (15-50 tahun). Hal ini juga
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya TB paru di RW 01 yang didukung oleh pendapat
Hiswani (2009) penyakit tuberkulosis yang paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif 15-50 tahun, dengan ini terjadinya transisi demografi saat ini menyebabkan usia harapan
hidup lansia menjadi lebih tinggi. pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang
menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit termasuk penyakit tuberkulosis paru.
Penduduk RW 01 yang mayoritas berada pada usia produktif yang kebanyakan usia tersebut
digunakan untuk bekerja.
Warga RW 01 sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh pabrik, dan wiraswasta yang
memiliki pendapatan < Rp 1.000.000. Keluarga dengan pendapatan rendah akan cenderung sulit
memperoleh makanan yang begizi dan memelihara kesehatan secara baik, sehingga sangat rentan
tertular penyakit TB (Amira, 2005). Jenis pekerjaan ini juga mempengaruhi keadaan perekonomian
seseorang dan kemudian akan berdampak terhadap pola makan setiap hari, dan pemeliharaan
kesehatan.
Status ekonomi warga RW 01 mayoritas ekonomi menengah ke bawah. Kondisi ekonomi warga
RW 01 ini juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya TB paru. WHO (2008) menyebutkan
90% penderita TB di dunia menyerang kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin. Pendapatan
keluarga sangat erat juga dengan penularan TB, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak
dapat layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Faktor lingkungan kepadatan penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, suhu, kelembaban,
dan ketinggian wilayah juga berpengaruh terjadinya TB di perkotaan. Pemukiman warga di RW 01
Universitas Indonesia
8
tampak padat, mayoritas merupakan rumah pribadi, dan merupakan bangunan permanen. Terdapat
beberapa rumah kontrakan satu pintu yang seluruhnya dihuni oleh warga pendatang. Sebagian besar
memiliki halaman depan atau teras walaupun tidak luas. Padatnya perumahan, dan wilayah yang
tidak terlalu luas, pencahayaan sinar matahari tidak masuk pada sebagian besar rumah. Penyakit TB
paru yang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama lingkungan dalam rumah serta perilaku
penghuni dalam rumah karena dapat mempengaruhi kejadian penyakit, kontruksi dan lingkungan
rumah yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi faktor risiko sumber penularan berbagai penyakit
infeksi terutama ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan TB Paru (Depkes, 2007). Rumah
yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat mempengaruhi kejadian penyakit TB seperti hasil
penelitian Dahlan (2000) mengatakan bahwa pencahayaan, ventilasi yang buruk dan kepadatan
penghuni yang tinggi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit TB.
Hunian rumah yang padat pada RW 01 menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen bila salah satu
anggota hunian terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Semakin padat maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara akan
semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota keluarga yang menderita TB dengan BTA
positif. Daerah perkotaan (urban) seperti RW 01 Cisalak Pasar yang lebih padat penduduknya
dibandingkan di pedesaan (rural), peluang terjadinya kontak dengan penderita TB akan lebih besar,
sebaliknya di daerah rural akan lebih kecil kemungkinannya. Selain hunian yang padat, kebiasaan
warga untuk membuka jendela juga mempengaruhi angka kejadian TB.
Kebiasaan warga RW 01 yang tidak membuka jendela tiap pagi karena berbagai alasan jika jendela
dibuka udara akan terasa panas, takut rumahnya kecurian dan dimasuki oleh kucing. Beberapa
rumah juga tampak tidak dibuka jendelanya dikarenakan sudah dimatikan dan jendela permanen
yang hanya sebagai hiasan sehingga tidak bisa dibuka kembali. Kebiasaan warga RW 01 ini sangat
mempengaruhi terjadinya TB di RW 01. Ventilasi cukup menjaga agar aliran udara di dalam rumah
tetap segar, sehingga keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga dan
menjaga dalam kelembaban (humidity) yang optimum (Slamet, 2000). Ventilasi yang kurang
tersebut mempengaruhi cahaya matahari yang masuk.
Universitas Indonesia
9
buruk/pengap, namun jika ada cukup cahaya dan sirkulasi, maka kuman TB hanya bisa bertahan
selama 1-2 jam. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian TB ini juga tidak lepas dari
pengetahuan warga RW 01 terhadap penyakit TB.
Warga RW 01 belum pernah mendapatkan penyuluhan sebelumnya terkait penyakit TB baik oleh
pihak puskesmas atau instansi terkait lainya. Kurangnya informasi tentang penyakit TB paru
menyebabkan kurangnya pengertian kepatuhan penderita terhadap pengobatan atau berhenti bila
gejala penyakit tidak dirasakan lagi (Anugerah, 2007). Hal ini juga merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kejadian TB di RW 01 dan tidak terlepas dari upaya penanganan dan
penanggulangan TB dari Puskesmas Cimanggis.
Upaya penanganan dan pemberantasan TB paru telah dilakukan oleh Puskesmas Cimanggis
berdasarkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS. Program TB di
Puskesmas Cimanggis yang sudah berjalan yaitu pelayanan langsung ke penderita TB di poli TB
dan mengingatkan penderita TB melalui pesan singkat apabila tidak mengambil obat pada waktu
yang telah ditentukan. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, dengan
prioritas pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan diharapkan
menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara
terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB (Depkes, 2007).
Penderita TB yang berobat ke Puskesmas Cimanggis khususnya yang berasal dari Cisalak Pasar
diberikan obat dengan gratis. Seseorang yang sakit TB dapat disembuhkan dengan minum obat
secara lengkap dan teratur. Obat disediakan oleh pemerintah secara gratis di sarana pelayanan
kesehatan yang telah menerapkan strategi Dots (Directly Observed Tretment Short course) seperti
di Puskesmas, Balai pengobatan Penyakit Paru dan beberapa rumah sakit (Depkes, 2003).
Program TB yang sudah dicanangkan oleh Puskesmas Cimanggis dengan memberikan pengobatan
gratis ini juga kemungkinan belum terlalu diketahui oleh warga RW 01, sehingga banyak RW 01
yang tidak berobat. Program pemberantasan TB yang telah dilaksanakan melalui paket program,
namun di puskesmas belum secara efektif dapat menjangkau seluruh masyarakat atau penderita. Hal
ini sependapat dengan Helper, dkk (2009) juga mengemukakan bahwa sampai saat ini masih ada
anggota masyarakat yang belum mengetahui ada program pelayanan kesehatan TB paru gratis di
Puskesmas. Hasil survei prevalensi tuberculosis (2004) menunjukkan bahwa lebih dari 80 %
responden ternyata tidak mengetahui adanya program obat anti TB gratis dan hanya 19 % yang
Universitas Indonesia
10
mengetahui adanya pemberian obat anti TB gratis (Depkes. 2004). Rendahnya pengetahuan ini akan
menghambat penderita TBC mencari pengobatan gratis atau menjadi penyebab putus berobat. Hal
ini juga yang meningkatkan angka kejadian TB khususnya di RW 01 Kelurahan Cisalak Pasar,
Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.
Analisis Inhalasi Sederhana dan Batuk Efektif untuk Mengatasi Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Napas
intervensi keperawatan unggulan yang diberikan berupa inhalasi sederhana dan batuk efektif. Sesuai
dengan Prince (2000) bahwa pengeluaran dahak dapat dilakukan dengan membatuk akan lebih
mudah dan efektif bila diberikan penguapan atau inhalasi sederhana.
Inhalasi sederhana adalah menghirup uap hangat dari air mendidih telah ditetesi minyak
penghangat, misalnya minyak kayu putih (Akhavani, 2005). Inhalasi merupakan salah satu cara
yang diperkenalkan dalam penggunaan metode terapi yang paling sederhana dan cepat. Inhalasi
sederhana ini diberikan ke kakek A dengan tujuan mengencerkan sputum yang kental, susah
dikeluarkan oleh kakek A dan juga mengurangi sesak. Hal ini sejalan dengan Rasmin, dkk (2001)
yang menyatakan bahwa terapi inhalasi biasanya ditujukan umtuk mengatasi bronkospasme,
mengencerkan sputum, menurunkan hipereaktivitas bronkus serta mengatasi infeksi. Penggunaan
terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
tuberkulosis, fibrosis kistik, keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang kental dan lengket,
pasien sesak nafas dan batuk. Kontraindikasi mutlak pada inhalasi tidak ada. Indikasi relatif pada
pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan (Rasmin dkk, 2001).
Teknik pemberian inhalasi sederhana yang diajarkan ke kakek A diadaptasi dari beberapa literatur
yaitu terlebih dahulu membuat corong dari sebuah kertas yang digulung, adalah cara yang baik
untuk menghirup uap dari mangkuk. kemudian menempatkan air mendidih dengan suhu 42oC -44oC
dalam mangkuk, dihirup selama 10-15 menit dilakukan 2-4 kali sehari dan minyak kayu putih
ditambahkan ke air panas tersebut untuk meningkatkan efektifitas (Wong, 2008). Penelitian yang
dilakukan Singh (2004) bertujuan untuk menilai efek dari menghirup uap air panas dengan bantuan
sebuah alat yang dirancang untuk memberikan uap air panas ke rongga hidung. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa pemberian inhalasi sederhana efektif, akan tetapi penelitian lain terkait
pemberian inhalasi sederhana diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Handley, Abbott,
Beasley dan Gwaltney ( dalam Nuraeni, 2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian
inhalasi uap melalui hidung tidak berpengaruh pada pelepasan virus yang dilakukan pada kelompok
intervensi. Hal ini juga didukung oleh penyataan Karnaen (2011) bahwa penguapan secara
Universitas Indonesia
11
tradisional atau inhalasi sederhana ini hanya berfungsi untuk melonggarkan saluran napas, bukan
untuk mengeluarkan lendir, karena bahan-bahan dalam minyak kayu putih yang terhirup melalui
uap air panas itu tidak mengandung zat penghancur lendir, sehingga tindakan inhalasi terbukti
kurang efektif untuk mengeluarkan dahak sehingga bersihan jalan napas menjadi efektif, sehingga
tindakan inhalasi sederhana dikombinasikan dengan batuk efektif untuk mengatasi ketidakefektifan
bersihan jalan napas pada kakek A.
Batuk efektif adalah tindakan yang diperlukan untuk membersihkan dahak (Hudak & Gallo, 2000).
Batuk efektif ini juga merupakan bagian tindakan keperawatan untuk pasien dengan gangguan
penapasan akut dan kronis (Kisner & Colby, 1999 dalam Nugroho 2011). Indikasi batuk efektif
adalah pada pasien seperti bronkitis kronik, asma, TB paru, pneumonia dan emfisema. Batuk efektif
ini diajarkan ke kakek A karena tidak terdapat kontraindikasi seperti yang dijelaskan oleh Wilson
(2006), dimana kontraindikasi batuk efektif adalah tension pneumotoraks, hemoptisis, gangguan
sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard akut infark dan aritmia, edema
paru dan efusi yang luas.
Batuk efektif yang baik dan benar dapat mempercepat pengeluaran dahak pada pasien dengan
gangguan saluran pernafasan. Teknik batuk efektif yang diajarkan ke kakek A merupakan tindakan
yang dilakukan untuk membersihkan sekresi dari saluran nafas. Caranya batuk efektif diadaptasi
dari Depkes (2007) adalah sebelum dibatukkan, klien dianjurkan untuk minum air hangat dengan
rasionalisasi untuk mengencerkan dahak namun minum air hangat ini diganti menjadi tindakan
inhalasi sederhana menggunakan minyak kayu putih dengan rasionalisasi untuk mengencerkan
dahak, setelah itu dianjurkan untuk inspirasi dalam. Hal ini dilakukan selama dua kali, kemudian
setelah inspirasi yang ketiga, anjurkan klien untuk membatukkan dengan kuat (Depkes, 2007).
Terapi Inhalasi sederhana dan batuk efektif dilakukan selama 4 minggu dan diharapkan bersihan
jalan napas kakek A menjadi efektif yang ditandai dengan sesak berkurang atau hilang, mudah
mengeluarkan dahak, Respiratory Rate (RR) dalam rentang normal (20 kali/menit), tidak ada
penggunaan otot bantu napas, tidak ada retraksi dinding dada, dan bunyi napas ronchi berkurang
atau hilang (Wilkinson, 2012). Pemberian terapi inhalasi sederhana dan batuk efektif pada Kakek A
selama 4 minggu didapatkan evaluasi terakhir yaitu sesak sedikit berkurang, dahak menjadi encer
dan mudah dikeluarkan, dahak berwarna putih, jumlah dahak banyak, batuk sesekali, RR: 23
kali/menit, pemeriksaan paru didapatkan pada saat inspeksi dinding dada simetris, tidak ada
pembengkakan, tidak ada penggunaan otot bantu napas, tidak terdapat retraksi dinding dada dan
Universitas Indonesia
12
tidak ada lesi. Auskultasi paru didapatkan ronchi basah kasar di semua lapang paru, suara napas
ronchi tanpa auskultasi, tidak ada wheezing, Hasil palpasi paru yaitu tactile fremitus dan perkusi
paru yaitu sonor.
Hasil evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah teratasi sebagian, karena bersihan jalan
napas belum efektif yang ditandai masih ada sesak sedikit namun berkurang. Sesak yang berkurang
ini dikarenakan tindakan inhalasi sederhana bekerja langsung pada sumber pernapasan yaitu paru-
paru (Karnaen, 2011). Cara kerja inhalasi sederhana ini adalah uap masuk dari luar tubuh ke dalam
tubuh, dengan mudah akan melewati paru-paru dan dialirkan ke pembuluh darah melalui alveoli
(Buckle, 1999 dalam Nuraeni 2012). Inhalasi sederhana yang telah dilakukan kemudian dilakukan
batuk efektif seperti yang telah diajarkan ke kakek A yang merupakan tindakan yang dilakukan
untuk membersihkan sekresi dari saluran nafas. Jumlah dahak yang dikeluarkan oleh kakek A disini
sudah banyak dan mudah dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan efek teraupetik dari inhalasi sederhana
yang berguna untuk mengencerkan lendir yang menyumbat saluran pernapasan dan berguna sebagai
ekspektoran alami dan penekan batuk (Crinion, 2007). Lendir yang encer kemudian dibatukkan agar
dahak yang keluar lebih banyak dan dengan batuk efektif penderita tuberkulosis paru tidak harus
mengeluarkan banyak tenaga untuk mengeluarkan sekret (Subrata, 2006). Hal ini juga sependapat
dengan hasil penelitian Nugroho (2011) ada pengaruh sebelum dan sesudah batuk efektif terhadap
pengeluaran dahak pada pasien dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Bunyi ronchi basah
kasar masih terdengar jelas di semua lapang paru tanpa auskultasi pun juga masih terdengar, hal ini
disebabkan akumulasi sekret di dalam paru masih sangat banyak. Hal ini membuktikan inhalasi
sederhana tidak terlalu efektif dalam pengeluaran sekret yang berlebihan sehingga hal ini masih
mempengaruhi frekuensi napas.
Frekuensi napas/ RR kakek A masih belum dalam rentang normal, namun RR sebelum diberikan
intervensi dan setelah diberikan intervensi mengalami penurunan. Penurunan RR/ frekuensi napas
pada kakek A sesuai dengan penelitian Nuraeni (2012) bahwa pemberian inhalasi sederhana dapat
menurunkan frekuensi napas walaupun tidak bermakna. Hal ini dikarenakan pelaksanaan inhalasi
sederhana hanya dilakukan satu kali selama sepuluh menit sedangkan penelitian Singh (2004)
dilakukan sebanyak empat kali sehari selama 10-15 menit. Hal ini juga sesuai dengan yang
dijelaskan dalam panduan inhalasi (Wong, 2008). Penelitian terbaru dengan menggunakan
arformoterol inhalation solution pada jenis nebulizer jet standar adalah 6 menit (Cipla, 2010),
sehingga inhalasi sederhana ini menjadi tidak bermakna yaitu dapat disebabkan oleh alat, tempat
yang digunakan dan prosedur yang kurang tepat.
Universitas Indonesia
13
Keberhasilan inhalasi sederhana dan batuk efektif pada kakek A juga terlihat dengan tidak adanya
penggunaan otot bantu napas dan retraksi dinding dada, berbeda dengan sebelum dilakukan
intervensi. Hal ini dikarenakan sesak sudah berkurang sehingga tidak ada ada penggunaan otot
bantu napas ataupun retraksi dinding dada, sebagai usaha yang dilakukan oleh kakek A untuk
bernapas lebih efektif.
Tindakan inhalasi sederhana dan batuk efektif pada lansia ini hanya tidak seefektif seperti pada usia
muda. Hal ini dikarenakan berbagai perubahan fisik yang terjadi pada lansia yang meliputi
perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh. Salah satu diantaranya yaitu sistem
pernapasan. Perubahan sistem pernapasan pada lansia yaitu otot pernapasan kaku dan kehilangan
kekuatan, penurunan aktivitas silia jumlah udara pernapasan yang masuk keparu mengalami
penurunan, alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang kemampuan batuk berkurang,
sehingga pengeluaran sekret berkurang dan mengalami sumbatan atau obstruksi (Stanley, 2006).
Pemberian inhalasi sederhana dan batuk efektif ini tetap bermanfaat dan dapat diterapkan untuk
mengeluarkan dahak, menurunkan frekuensi napas, dan mengurangi sesak pada lansia, karena
inhalasi sederhana langsung bekerja pada paru-paru dan pada saat dibatukkan efektif tidak harus
menggunakan banyak tenaga. Selama pemberian terapi inhalasi sederhana menggunakan minyak
kayu putih tidak terdapat reaksi alergi ataupun komplikasi yang ditunjukkan oleh kakek A yang bisa
disebabkan oleh aerosol yang diberikan dalam jumlah besar, maka dapat menyebabkan
penyempitan pada saluran pernapasan (bronkospasme), disamping itu bahaya iritasi dan infeksi
pada jalan napas, terutama infeksi nosokomial juga dapat terjadi (Rab, 2000).
Universitas Indonesia
14
Selain pemberian posisi semi fowler, mahasiswa menganjurkan adanya tindak lanjut dan motivasi
dari petugas kesehatan yang bertugas di RW 01 termasuk kader-kader kesehatan yang sudah diberi
pelatihan terkait TB paru. Pemberian terapi inhalasi sederhana harus rutin dilakukan di rumah
selama 10-15 menit dilakukan 2-4 kali sehari di rumah dan kemudian batuk efektif. Memotivasi
keluarga kakek A untuk memeriksakan diri ke Puskesmas Cimanggis sehingga mendapatkan
pengobatan.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis kasus kelolaan utama dengan implementasi tindakan keperawatan
inhalasi sederhana dan batuk efektif untuk mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan napas diperoleh kesimpulan bahwa pemberian inhalasi sederhana dan batuk efektif
ini tetap bermanfaat dan dapat diterapkan untuk mengeluarkan dahak, menurunkan frekuensi napas,
dan mengurangi sesak pada lansia, karena inhalasi sederhana langsung bekerja pada paru-paru,
aman untuk segala usia dan tidak terdapat reaksi alergi yang ditunjukkan oleh klien serta pada saat
dibatukkan efektif tidak harus menggunakan banyak tenaga.
Mengacu kepada kesimpulan hasil penelitian ini, maka peneliti menyampaikan beberapa saran bagi
pihak yang terkait dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut: kepada keluarga penderita TB
paru tetap memberikan motivasi kepada anggota keluarga untuk melakukan pengobatan dan tetap
melaksanakan lima tugas kesehatan keluarga dan melakukan inhalasi sederhana dan batuk efektif
sebagai perawatan keluarga pada penderita TB. Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan
dan sumber informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas dan
keluarga yang holistik bagi pasien TB paru. diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas
Cimanggis dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien TB paru tidak hanya di puskesmas
saja, tetapi bisa dilakukan kunjungan rumah bagi penderita TB paru. Karya ilmiah ini dapat
dijadikan bahan pembelajaran dan pengembangan ide untuk penelitian untuk mengetahui masalah
keperawatan lainnya yang bisa terjadi pada pasien dengan TB paru lansia dan tindakan efektif untuk
mengatasi masalah keperawatan yang dialami oleh penderita TB paru pada lansia.
6. Daftar Pustaka
Akhavani, M. A. (2005). Steam inhalation treatment for children. British Journal of General
Practice.
Bintarto. (2000). Pengantar geogarafi kota. Yogyakarta: LIP SPRING.
Departemen Kesehatan.(2003). Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI.
Universitas Indonesia
15
Departemen Kesehatan. (2007). Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. (edisi 2). Jakarta:
Depkes RI.
Helper,M,. dkk. (2009). Faktor sosial budaya yang mempengaruhi ketaatan berobat penderita tb
paru. laporan penelitian. Pusat Penelitian Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan,
Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI.
Hidayati, R. (2009). Asuhan keperawatan pada tuberkulosis. Jakarta: Salemba Medika.
Hiswani. (2009). Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Http://librarv.usu.ac.id/download/fkmhiswani6.pdf 2009).
Hudak & Gallo. (2000). Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Hough, Alexandra. ( 2001 ). Physiotherapy in respiratory care: an evidence-based approach to
respiratory and cardiac management. Washington : Nelson Thornes.
Kemenkes. (2011). Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes RI.
Kompas (2008). Tuberkulosis pada usia lanjut.
www.lipsus.kompas.com/jalanjalan/read/2008/10/19/13371682/Tuberkulosis.pada.Usia.Lanju
t. Juni, 15, 2013.
Nugroho, A. Y. (2011). Batuk efektif dalam pengeluaran dahak pada pasien dengan ketidakefektifan
bersihan jalan napas di instalasi rehabilitasi medik Rumah sakit Baptis kediri. Jurnal STIKES RS.
Baptis Kediri. Volume 4. No. 2 Desember 2011.
Nuraeni. (2012). Pengaruh steam inhalation terhadap usaha bernapas pada balita dengan
pneumonia di puskesmas Kebupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Depok: Program Magister
Ilmu Keperawatan, FIK UI.
Puskesmas Cimanggis. (2012). Profile kesehatan UPT (Unit Pelaksanaan Teknis) Puskesmas Kec.
Cimanggis Th. 2012. Depok: Puskesmas Cimanggis.
Rab, T. (2000). Ilmu penyakit paru. (Ed Hipokrates). Jakarta: Qlintang S.
Rekawati. (2011). Bahan ajar kuliah epidemiologi. Depok: FIK UI.
Singh, M. (2004). Heated, humidified air for the common cold. Cochrame Database Syst. Rev (2):
CD001728.
Slamet, J.S. (2000). Kesehatan lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan medikal bedah. (edisi 8). Alih bahasa: Agung Waluyu.
Jakarta: EGC.
Stanhope, M and Lancaster, J. (2004). Community and Public Health Nursing. The Mosby Year
Book. St Louis.
Wong, D. L., Hockenberry, & M., Wilson, D., Winkelsein, M., L., & Schwatrz, P. (2008). Buku
ajar keperawatan pediatrik. (edisi 6). (Monika Ester penterjemah). Jakarta: EGC.
World Health Organization. (2008). Indonesian Strategic Plan to Stop TB 2006-2010. Jakarta:
Depkes RI.
Yoga, T (2007). Diagnosis TB pada anak lebih sulit. Mediakom info sehat untuk semua:
Departemen Kesehatan.
Universitas Indonesia